Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes
Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification
and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal


menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai
akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya
terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
III.ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll

sel β pancreas hancur Jmh sel β pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukosuria Glukoneogenesis Gliserol asam lemak


meningkat bebas meningkat

Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Hiperosmolaritas ketoasidosis ketonuria


Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Disamping coma
itu tubuh juga memerlukan energi
supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh
berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut
terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel
macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan
sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine
yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang
dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan
haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan
pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau
buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat
badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun,
Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner,
1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada
permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan
tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan
tungkai bawah distal

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK


Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar
glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada
waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu
diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria
diagnostik penyakit DM.

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diit
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diit DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diit ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
 J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
 J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
 J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100

Kurus (underweight)

 Kurus (underweight) : BBR < 90 %


 Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
 Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
 Obesitas, apabila : BBR > 120 %
 Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
 Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
 Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
 Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita
DM yang bekerja biasa adalah:
 kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
 Normal : BB X 30 kalori sehari
 Gemuk : BB X 20 kalori sehari
 Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor antara lain:
 lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)
janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan
kecepatan absorpsi setiap hari.
 Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
 Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan
dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau
pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.
Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi
koma diabetik.

X. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :  Respon nyeri sangat
askep selama 3 x 1. Lakukan pegkajian nyeri individual sehingga
24 jam tingkat secara komprehensif termasuk penangananyapun
kenyamanan klien lokasi, karakteristik, durasi, berbeda untuk
meningkat, dan frekuensi, kualitas dan 10ontro masing-masing
dibuktikan dengan presipitasi. individu.
level nyeri: klien 2. Observasi reaksi  Komunikasi yang
dapat melaporkan nonverbal dari terapetik mampu
nyeri pada ketidaknyamanan. meningkatkan rasa
petugas, frekuensi 3. Gunakan teknik percaya klien
nyeri, ekspresi komunikasi terapeutik untuk terhadap perawat
wajah, dan mengetahui pengalaman nyeri sehingga dapat lebih
menyatakan klien sebelumnya. kooperatif dalam
kenyamanan fisik 4. Kontrol 10ontro program manajemen
dan psikologis, TD lingkungan yang nyeri.
120/80 mmHg, N: mempengaruhi nyeri seperti  Lingkungan yang
60-100 x/mnt, RR: suhu ruangan, pencahayaan, nyaman dapat
16-20x/mnt kebisingan. membantu klien
Control nyeri 5. Kurangi 10ontro untuk mereduksi
dibuktikan dengan presipitasi nyeri. nyeri.
klien melaporkan 6. Pilih dan lakukan  Pengalihan nyeri
gejala nyeri dan penanganan nyeri dengan relaksasi dan
control nyeri. (farmakologis/non distraksi dapat
farmakologis).. mengurangi nyeri
7. Ajarkan teknik non yang sedang timbul.
farmakologis (relaksasi,  Pemberian analgetik
distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri.. yang tepat dapat
8. Berikan analgetik untuk membantu klien
mengurangi nyeri. untuk beradaptasi
9. Evaluasi tindakan dan mengatasi nyeri.
pengurang nyeri/11ontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien tentang manajemen  Tindakan evaluatif
nyeri. terhadap penanganan
nyeri dapat dijadikan
Administrasi analgetik :. rujukan untuk
1. Cek program pemberian penanganan nyeri
analogetik; jenis, dosis, dan yang mungkin
frekuensi. muncul berikutnya
2. Cek riwayat alergi.. atau yang sedang
3. Tentukan analgetik berlangsung.
pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi  Penularan infeksi
askep selama 5 x primer & sekunder dapat melalui
24 jam perawat 2. Bersihkan lingkungan pengunjung yang
akan menangani / setelah dipakai pasien lain. mempunyai penyekit
mengurangi 3. Batasi pengunjung bila menular.
komplikasi perlu.  Tindakan antiseptik
defsiensi imun 4. Intruksikan kepada dapat mengurangi
keluarga untuk mencuci pemaparan klien dari
tangan saat kontak dan sumber infeksi
sesudahnya.  Pengunaan alat
5. Gunakan sabun anti pengaman dapat
miroba untuk mencuci tangan. melindungi klien dan
6. Lakukan cuci tangan petugas dari
sebelum dan sesudah tindakan tertularnya penyakit
keperawatan. infeksi.
7. Gunakan baju dan sarung  Perawatan luka setiap
tangan sebagai alat pelindung. hari dapat
8. Pertahankan teknik mengurangi
aseptik untuk setiap tindakan. terjadinya infeksi
9. Lakukan perawatan luka serta dapat untuk
dan dresing infus setiap hari. mengevaluasi kondisi
10. Amati keadaan luka dan luka.
sekitarnya dari tanda – tanda  Penemuan secara dini
meluasnya infeksi tanda-tanda infeksi
11. Tingkatkan intake dapat mempercepat
nutrisi.dan cairan penanganan yang
12. Berikan antibiotik sesuai diperlukan sehingga
program. klien dapat segera
13. Monitor hitung terhindar dari resiko
granulosit dan WBC. infeksi atau terjadinya
14. Ambil kultur jika perlu infeksi dapat dibatasi.
dan laporkan bila hasilnya  Pengguanan teknik
positip. aseptik dan isolasi
15. Dorong istirahat yang klien dapat
cukup. mengurangi
16. Dorong peningkatan pemaparan dan
mobilitas dan latihan. penyebaran infeksi.
17. Ajarkan keluarga/klien  Satus nutrisi yang
tentang tanda dan gejala adekuat, istirahat
infeksi. yang cukup serta
mobilisasi dan latihan
yang teratur dapat
meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
 Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.

3 Ketidakseim Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi dan


bangan askep selama 3x24 1. kaji pola makan klien monitor nutrisi yang
nutrisi jam klien 2. Kaji adanya alergi makanan. adekuat dapat membantu
kurang dari menunjukan status 3. Kaji makanan yang disukai klien mendapatkan nutrisi
kebutuhan nutrisi adekuat oleh klien. sesuai dengan kebutuha
tubuh dibuktikan dengan 4. Kolaborasi dg ahli gizi tubuhnya.
BB stabil tidak untuk penyediaan nutrisi terpilih
terjadi mal nutrisi, sesuai dengan kebutuhan klien.
tingkat energi 5. Anjurkan klien untuk
adekuat, masukan meningkatkan asupan nutrisinya.
nutrisi adekuat 6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama
makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual
muntah.
6. Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2,


Penerbit EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6,
Penerbit EGC, Jakarta.

Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year
book. St. Louis

Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book.
St. Louis

Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002.


NANDA

NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA

www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus.


ASUHAN KEPERAWATAN 
PADA An.S dengan Diabetes Mellitus

1.       Identitas pasien


Nama                          : Ibu. S
Umur                          : 60 tahun
Jenis kelamin              : Perempuan
Agama                        : Islam
Status perkawinan      : Janda
Pendidikan                 : S1
Pekerjaan                    : Pensiunan PNS
Alamat                        : Kel. Talang bakung
Tanggal masuk            :
No. Register               :
Dx. Medis                   : Diabetes Mellitus

Identitas penanggung jawab


Nama                          : Tn. T
Umur                          : 26 tahun
Jenis kelamin              : Laki-laki
Pendidikan                 : S1
Pekerjaan                    : SWASTA
Hubungan dengan pasien : Anak

Tanggal pengkajian : 8 januari 2018

B.     Riwayat Kesehatan


1. Keluhan utama : Nyeri  seperti ditusuk-tusuk pada daerah kaki.
2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit dahulu


Klien mengatakan sudah mempunyai riwayat DM-nya 5 tahun yang lalu sudah berulang kali
di rawat di RS sebanyak 4x.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Dalam keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit keturunan HT.

C.    Pengkajian pola fungsional Gordon


1.       Pola persepsi kesehatan 
Pasien mengatakan kesehatan sangat penting, jika pasien sakit pasien selalu membeli
obat dan periksa ke dokter.
2.       Pola Nutrisi & metabolisme
Sebelum sakit pasien makan 2-3x  sehari, pasien minum 6-7 gelas. Selama sakit keluarga
mengatakan setiap kali makan habis ½ porsi. Pasien minum 3-5 gelas.
3.       Pola Eliminasi 
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien BAB 1x sehari dengan BAK 8-50x
sehari selama sakit BAB 1x dengan konsistensi padat, BAK 6-8x perhari.
4.       Pola aktivitas dan latihan 
Sebelum sakit pasien mengatakan dapat beraktifitas normal. Makan/minum, mandi
tarleting, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, berpindah.
5.       Pola istirahat 
Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam pada malam hari & kadang tidur siang selama 2 jam.
Selama sakit pasien tidur 4-5 jam dan kadang-kadang sering terbangun tidur siang hanya
1-2 jam.
6.       Pola persepsi dan kognitif
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik & lancar. Pasien mengatakan nyeri pada ke 2
kakinya pasien diskontinuitas jaringan.
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : ke 2 kakinya
S : skala 3
T : saat pasien aktifitas
7.       Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien selama dirawat di RS tidak dapat melakukan aktifitas, pasien tidak menyukai
keadaannya saat ini, pasien sebagai nenek bagi ke-3 cucunya. Pasien berharap dapat
sembuh dan dapat menjalankan aktifitasnya.
8.       Pola peran & hubungan
Pasien berperan sebagai nenek dari ke-3 cucunya selama di RS selalu ditunggui cucu &
anaknya hubungan keluarga sangat baik.
9.       Pola seksualitas 
Pasien berjenis kelamin wanita / perempuan & sudah menikah mempunyai 6 anak.
10.   Pola koping dan toleransi terhadap stress terhadap penyakitnya
Apabila pasien ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya / perawat.
11.   Pola nilai dan kepercayaan
Pasien beragama Islam. Pasien sering berdoa & bertawakal pada Tuhan YME.
 
D.    Pemeriksaan Fisik
1.       RC                  : Baik
2.       Kesadaran       : Composmentis 
3.       TIK TD           : 160/80 mmHg
                    N : 84 x/mnt
                    S : 365 0C
                   Rr : 18 x/mnt 
4.       BB dahulu      : 43 kg 
BB sekarang   : 38 kg
5.       Pemeriksaan fisik
a.       Kepala : Bentuk mesochepalu warna Rambut hitam keputihan, panjang
b.       Mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pengelihatan jelas tidak
menggunakan alat bantu
c.       Telinga: Simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
d.      Hidung : Tidak ada perdarahan hidung, tidak ada septum pelasiosi
e.       Muka: Mukosa mulus kering, bibir kering, dehidrasi, tidak ada perdarahan pada rongga
mulut
f.        Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar teroid, kekauan leher tidak ada
g.       Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada sesak nafas
h.       Abdomen : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak ada luka memar
i.         Ekstremitas : Tangan kanan terpasang infus, ke 2 kaki nyeri, berjalan dengan bantuan
keluarga
j.         Genetalica: Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang kateter

E.     Px. Penunjang 


1. Hematologi Hasil Normal Satuan
-        Hemoglobin 10,9 12-16 G/dl
-        Leusosit 10,400 4.000-11.000 /mm3
-        Trombosit 384.000 150.000-450.000 /mm3
-        Hematokri 32-6 35-55 %

Kimia darah            
2.   Diit -        GDS 383 80-150 mg/dl
DM
-        Ureum 21 10-50 mg/dl
1700
-        Creatinin 0,6 0,6-1,13 mg/dl
-        Uric Acid 2.0 3,4-7 mg/dl
-        Cholesterol 148 133-200 mg/dl

kalori
3.      Therapy :
Glimepiride 2 mg 1X1
Meformin 500mg 2X1
Ranitidine 2X1
B1 3X1

F.     Pengelompokkan Data


a.       Data Subjektif
-          Pasien mengeluh nyeri di kedua kakinya
-          Pasien mengatakan bahwa kencingnya banyak
-          Pasien mengatakan pandangan kabur
-          Pasien mengatakan lemas
-          Pasien mengatakan belum mengerti diit Dx DM
b.       Data Objektif
-          Peningkatan output urin, 8-10 sehari
-          Membran mukosa kering dan bibir kering, dehidrasi
-          Hiperglisemi GD I : 186 mg/dl, GD II : 371 mg/dl
-          Terpasang infus RL 20 + pm di tangan kanan
-          Pasien lemah
-          Diit 1700 kalori
-          Pasien sering menanyakan tentang diit DM
-          Ketika ditanya penatalaksanaan diit DM, pasien tidak mengerti
-          Ekspresi wajah tampah menahan nyeri

G.    Analisa Data


a)   S : DS : PS mengatakan nyeri di kedua kakinya
      DO : ekspresi wajah tampak menahan nyeri
E : proses perapuhan tulang
P : nyeri
b)      S : DS : pasien mengatakan bahwa kencingnya banyak
           DO: peningkatan output urin 8-10 x/hari, membran mukosa kering, bibir kering,
dehidrasi
c)       S : DS : -
     DO : GDI :186 mg/dl dan GD II 371 mg/dl
E : hiperglikemia
P : resiko tinggi infeksi
d)      S : DS : pasien mengatakan pandangan kabur
     DO : GD I 186 mg/dl dan GD II 371 mg/dl
E : ketidakseimbangan glukosa
P : resiko tinggi perubahan persepsi sensori
e)      S : DS : -
           DO: pasien merasa lemas, terpasang infus di tangan kanan, aktivitas pasien dibantu
E : penurunan produksi metabolisme
P : kelemahan
f)       S : DS : pasien mengatakan belum mengerti tentang diit DM
     DO : pasien tidak mengerti
E : kurang pemahaman tentang diit DM
P : kurangnya pengetahuan tentang penatalaksanaan diit DM
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses perapuhan tulang
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin

H.    Perencanaan
Pada tanggal 8 Januari 2018

Hari/ tgl No.Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Senin 1. Tujuan  : setelah dilakukan -          Kaji tingkat nyeri


8/1/18 perawatan 2 x 24 jam pada pasien
nyeri berkurang -          Ajarkan teknik
   : ekspresi wajah tenang, pasien relaksasi
tidakmengeluh nyeri lagi -          Ukur tanda-tanda
vital
-          Kolaborasikan
pemberian analgesik
-         Batasi aktivitas pasien
2. Tujuan  : kebutuhan volume -          Kaji adanya riwayat
cairan terpenuhi setelah muntah dan kencing
dilakukan perawatan 2 banyak
x 24 jam -          Monitor nadi perifer,
KH       : output seimbang turgor kulit mukosa
dengan intake membran -          Monitor intake dan
mukosa output
    lembab, turgor kulit
baik
  3. Tujuan  : infeksi tidak terjadi -          Observasi tanda-
setelah dilakukan tanda infeksi
tindakan keperawatan 2 -          Anjurkan untuk cuci
x 24 jam tangan sebelum dan
KH       : tanda-tanda tidak ada sesudah melakukan
peradangan, suhu tubuh tindakan keperawatan
36,5-37,50C -          Kolaborasi
pemberian antibiotik
sesuai indikasi
 
I.       Implementasi
No.
Hari/ tgl Implementasi Respon Paraf
Dx
Senin 1. -          Mengukur tanda- S  :  pasien mengatakan  
8/1/18 tanda vital senang
 
T : 160/80 mmHg, S :
 
36,50C, N : 84 x/mnt, RR :
 
18 x/mnt
 
        Mengajarkan teknik
 
relaksasi
 
        Nafas panjang untuk
mengurangi rasa nyeri
        Memberikan obat per oral
Selasa  1. -          Mengkaji TTV S  :  pasien mengatakan  
9/1/18 T : 160/90 mmHg, S : sudah tidak lagi
36,50C, N : 84 x/mnt, nyeri
RR : 20 x/mnt         Pasien jika nyeri
-          Mempertahankan bisa mengantisipasi
teknik relaksasi nafas O  :  ekspresi wajah
panjang tenang

 
 2. Mengkaji lagi adanya B  :  pasien mengatakan  
kencing yang banyak bahwa hari ini
6x/hari

  3. -          Menganjurkan cuci O  :  pasien bila telah  


  tangan setiap habis melakukan aktivitas
  melakukan perawatan selalu cuci tangan
  -          Mempertahankan O  :  obat sudah masuk,
\ therapy tidak ada reaksi
alergi
 

J.      Catatan Perkembangan


No.
Hari/ Tgl Implementasi Paraf
Dx
Selasa 1. S  :  pasien sudah tidak mengeluh nyeri, pasien  
9/1/18 mengatakan bisa mengantisipasi rasa nyeri
O :  ekspresi wajah tenang
A :  masalah teratasi
P  :  lanjutkan intervensi
  2. S  :  pasien mengatakan kencing 6 x/hari  
O :  turgor kulit kurang, pasien minum ± 8 gelas/hari
A :  masalah teratasi
P  :  lanjutkan intervensi
  3. S  : tidak ada perlukaan
O :  tanda-tanda infeksi tidak ada/terjadi, S : 36,50C,
A :  masalah teratasi
P  :  lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai