OLEH :
NI MADE DESY PARIANI, S.KEP
15.901.1224
LAPORAN PENDAHULUAN
atau
keduanya
dan
menyebabkan
komplikasi
kronis
mikrovaskuler,
3) Factor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. DM tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Factor genetic memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar
glukosa darah.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan penurunan
fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi
karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes melitus (
gestational diabetes
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan
jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat
meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak
menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus
gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.
Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin,
sekali tidak menghasilkan insulin
Tetapi
terhadap
tubuh
membentuk
efeknya,
kekebalan
sehingga
terjadi
tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam keluarga
yang berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur
4. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
kel sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton dan bau buahbuahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetic.
PATHWAY
Reaksi
Autoimun
DM Tipe I
Sel Beta Pancreas
hancur
Anabolisme
Protein
Katabolisme
protein
Makro
Defisiensi Insulin
Lipolisis
Meningkat
Mikro
Penurunan
pemakaian glukosa
Osmotic
Glycosur
Diuresis
Viskosita
s darah
Merangsang
Hipotalamus
Kerusakan pada
antibody
Kekebalan tubuh
Resiko
Infeksi
Pusat lapar
dan haus
Neuropati
Sensori
Perifer
Gliserol Asam
Lemak Bebas
Ateroskleros
is
Polidipsi dan
Polifagi
Miocard
Poliurea
Nyeri
Dehidra
Abdomen
si
Mual, Muntah
Hiperventilasi
Nafas bau
keton
Coma
Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
Serebral
Ketogenesi
s
Ketonuria
Ketoasidosi
s
Klien merasa
tidak sakit saat
luka
Jantung
Hiperglikemia
Retina
Penyumbata Retina
Ginjal
Kekurang
an
volume
cairan
Aliran
darah
melambat
Ischemic
Jaringan
Ketidak
efektif
an
Perfusi
Jaringa
n
Neuropati
5. GEJALA KLINIS
Infark dapat
n dikatakan
pada otak
Diabetik
Seseorang
menderita
Diabetes Melitus apabila menderita dua dari
Nyeri Akut
Stoke
Gangguan
Penglihatan
Gagal Ginjal
(banyak makan)
e. Pruritus vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati visceral
k. Amiotropi
l. Ulkus neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relative sekarang menjadi absolute dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran
menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Pada pasien dengan
kebingungan dan koma, merupakan gangguan metabolisme serebral yang tampak lebih
jelas. Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain :
a. Grade 0
b. Grade I
c. Grade II
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Plasma vena
< 100
100-200
>200
Darah kapiler
<80
80-200
>200
Plasma vena
<110
110-120
>126
Darah kapiler
<90
90-110
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien.
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah :
c. Penyuluha
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti Diabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
-
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa faktor
antara lain :
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap
hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorbsi insulin.
(4) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
tonus otot
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah,
pembesaran
tiroid
(peningkatan
kebutuhan
metabolik
dengan
2. DIAGNOSA
a. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotic)
b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit diabetes melitus
d.
e.
f.
g.
Pantau
pola
nafas
seperti
yang
berbau keton
respiratorid
alkalosis
menghasilkan
terhadap
kompensasi
keadaan
Pantau masukan dan pengeluaran, catat Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
berat jenis urine
NURSING TREATMENT
Dapatkan riwayat dari pasien atau orang Membantu memperkirakan penurunan volume
terdekat yang berhubungan dengan lama total cairan
dan intensitas dari gejala yang muncul
seperti contoh: muntah, pengeluaran urine
yang berebihan
Pertahankan untuk memberikan cairan Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang
dapat
ditoleransi
jantung
jika
terhadap
pemanasan
pasien
lebih
yang
lanjut
berlebihan
akan
dapat
perut
kembung,
dan
gangguan
keseimbangan
muntahan makanan yang belum sempat fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)
dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai yang akan memperngaruhi intervensi
dengan indikasi.
Observasi
tanda-tanda
seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit gula darah akan berkurang, dan sementara tetap
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, diberikan insulin maka hipoglikemia aka dapat
peka rangsang, cemas, sakit kepala.
mi\ungkin
terjadi
tanpa
NURSING TREATMENT
Tentukan program diet dan pola makan Mengidentifikasi kekuarangan dan penyimpangan
pasien dan bandingkan dengan makanan dari kebutuhan terapeutik.
yang dapat dihabiskan pasien.
Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika
zat makanan (nutrien) dan elektrolit pasien secara sadar dan fungsi gastrointestinalnya
dengan segera jika pasien sudah dapat baik
mentoleransinya melalui oral.
EDUKASI
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan
makan ini sesuai dengan indikasi.
informasi
pada
keluarga
untuk
memahami
COLABORATION
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih
darah dengan menggunakan finger stick
dengan
cepat
dapat
membantu
terdekat
untuk
mengembangkan
perencanaan makan.
penurunan
curah
jantung
yang
oleh
mungkin
Kaji
fungsi
gastrointestinal,
catat Penurunan
aliran
darah
kemesenteri
dapat
karena
penggunaan
analgesic,
penurunan
serebral
secara
langsung
sehubung
mental kontinu. Contoh: cemas, bingung, dengan curah jantung dan juga dipengeruhi oleh
letargi, pingsan
elektrolit/variasi
asam-basa,
hipoksia,
atau
emboli sistemik
EDUKASI
Anjurkan
pasien
melakukan/melepas
antiembolikbila digunakan
COLABORATION
Kolaborasi:
Kriteria evaluasi :
-
terjadi
sebagai
temuan
pengakajian.
repon hemodinamik (meringis, menangis, Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam
gelisah, berkeringat, mengcengkram dada, terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai
nafas
cepat,
TD/
frekwensi
berubah)
akan
meningkatkan
kecepatan
NURSING TREATMENT
Ambil Gambaran lengkap terhadap nyeri Nyri sebagai pengalaman subjektif dan harus
dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0- digambarkan oleh pasien.
10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar)
dan penyebaran
Bantu
melakukan
misalkan:
napas
teknik
dalam,
imajinasi.
dan
tindakan
rangsangan
eksternal
dimana
Pendekatan pasien dengan tenang dan kemampuan koping dan keputusan terhadap
dengan percaya.
COLABORATION
Kolaborasi pemberian obat
Intervensi
OBSERVASI
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan Untuk
Rasional
mengetahui
luka,
adanya
epitelisas,
warna, edema, dan discharge, frekuensi perubahan warna, edema, discharge dan frekuensi
ganti balut.
Kaji
tanda
ganti balut.
vital
(TD,
Respirasi)
Nadi,
Suhu, Tanda-tanda
vital
normal
terutama
menunjukkan
tidak
adanyanya
diakinatkan
dari
nyeri
kerusakan
TD,
yang
intrgritas
kulit/jaringan
NURSING TREATMENT
Lakukan perawatan luka
COLABORATION
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai Untuk mengurangi neuropati perifer
indikasi
mampumelihat)
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan pasienmemperlihatkan
upayamenghindaricedera(jatuh)ataucidera(jatuh)tidakterjadi,
Kriteria evaluasi :
Klien mampu :
Mengidentifikasibahayalingkunganyangdapatmeningkatkankemungkinancidera
Mengidentifikasitindakanpreventifatasbahayatertentu
Melaporkanpenggunaancarayangtepatdalammelindungidiridaricidera.
Intervensi
Rasional
OBSERVASI
Kaji ulang adanya faktorfaktor resiko Mengetahui faktor-faktor resiko jatuh yang
-
jatuhpadaklien.
dimiliki pasien
NURSING TREATMENT
Lakukanmodifikasilingkunganagarlebih Mengurengi resiko tinggi jatuh
aman(memasangpinggirantempattidur,
dll) sesuaihasilpengkajianbahayajatuh
padapoin1
Tulis dan laporkan adanya faktorfaktor Dokumentasi faktor-faktor resiko jatuh
resiko
EDUKASI
Ajarkan klien tentang upaya pencegahan Klien dapat terlibat dalam tindakan keperawatan
cidera (menggunakan pencahayaan yang dan dalam upaya melatih kemadirian klien
baik,memasangpenghalangtempattidur,
menempatkan benda berbahaya ditempat
yangaman)
COLABORATION
Kolaborasi dengan dokter untuk Penetalaksanaan medis dalam penananganan
penatalaksanaanglaukomadangangguan pasien
penglihatannya,sertapekerjasosialuntuk
pemantauansecaraberkala.
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan tidak terdapat resiko
infeksi
Kriteria evaluasi :
-
Intervensi
OBSERVASI
Observasi tanda-tanda infeksi
Rasional
dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
peradangan.
NURSING TREATMENT
Tingkatkan upaya pencegahan dengan Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
mencuci tangan bagi semua orang yang
berhubungan dengan pasien, meskipun
pasien itu sendiri.
Pertahankan
teknik
aseptik
invasif.
Berikan perawatan kulit dengan teratur Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan
dan sungguh-sugguh, massage daerah kencang.
yang tertekan.
makan
dan
adekuat.
COLABORATION
Kolaborasi tentang pemberian antibiotik Penanganan awal dapat membantu mencegah
yang sesuai
timbulnya sepsis.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelum ke
pasien
5. EVALUASI
Diagnosa 1
Kekurangan Volume Cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotic)
Evaluasi
S: O : tanda vital stabil, turgor kulit elastis
baik,
haluaran
urine
tepat,
kadar
Diagnosa 2
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan factor
biologis
Evaluasi
S: O : berat badan stabil atau penambahan
kearah rentang biasanya atau yang
diinginkan, nilai laboratorium dengan
batas normal.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 3
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Evaluasi
S:-
melitus
pasien
sadar
atau
berorientasi,
keseimbangan pemasukan/pengeluaran,
tidak tampak edema
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 4
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera
biologis
Evaluasi
S: O
Menunjukkan
menurunnya
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 5
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera
biologis
Evaluasi
S: O : Kondisi luka menunjukkan adanya
perbaikan jaringan, luka tidak terinfeksi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 6
Resikotinggicedera:jatuhberhubungan
S:-
denganpenurunansensori(tidakmampu
melihat)
Evaluasi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 7
Resiko Tinggi Infeksi
Evaluasi
S: O : Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, 1999.. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC,
Margareth,dkk. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika
NANDA-Nic Noc. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA jilid 1. Yogyakarta:Med Actiont
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta:Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC