MILITUS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Mata Ajar : Maria Putri Sari Utami, S.Kep.,Ns., M.Kep
Disusun Oleh :
Menurut Smeltzer & Bare (2001), penyebab dari diabetes mellitus tipe
40 tahun)
b. Obesitas (kegemukan)
v
c. Riwayat keluarga (genetic)
golongan Afro).
merupakan suplai energy utama untuk tubuh. Insulin dari sel-sel beta
sel beta tidak mampu memproduksi insulin (diabetes mellitus tipe 1) atau
kepada pasien untuk makan, membuat pasien menjadi lapar. Ada tiga tipe
jimlah kurang; dan gestasional diabetes mellitus (DM yang terjadi selama
produjsi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Diamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dlam hati meskipun
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjasi tanpa ambatan dan
Diabetes Melitus tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
diabetes tipe Ii, namun masih terdapat insulin dnegan jumlah yang
berusua lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
D. Manifestasi Klinis
adalah sering buang air kecil (poliuria) dan terdapat kandungan gula pada
akan kekurangan energy, mudah lelah, dan berat badan menurunn (Utami
1. Tipe I
glukosa
glukosa
sel
2. Tipe II
glukosa
glukosa
3. Gestasional
a. Asimtomatik
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler < 100 100-200 >200
Kadar glukosa darah puasa <80 80-200 >200
- Plasma vena
- Darah kapiler
<110 110-120 >126
<90 90-110 >110
hingga 3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin
dijumpai sebelum makan, khsusnya jika waktu makan tertunda atau bila
2. Diabetes ketoasidosis
a. Dehidrasi
b. Kehilangan eletrolit
c. Asidosis
akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
kehilangan kira-kira 6,5 lite air dan sampai 400 hingga 500 mEq
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan
Badan keton bersifat asam, dan bila tertumpuk dalam sirkulasi darah, badan
peningkatan insiden infark miokard pada penderita diabetes (dua kali lebih
Salah sat ciri unik pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-
pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas. Jadi,
keluhan nyeri dada atau gejala khas lainnya tidak dialaminya. Infark
otonom.
4. Penyakit serebrovaskuler
bawah merupakan penyebab menngkatnya insidens (dua atau tiga kali lebih
nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pda pantat atau betis ketika
berjalan). Bentiuk penyakit oklusif arteri yang parah pada ektremitas bawah
5. Retinopati diabetik
pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang
6. Nefropati
tidak diketahui.
nefropati.
7. Neuropati diabetes
semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spiral.
Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi
a. Penatalaksanaan Medis
• Golongan sulfoniluria
10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40
• Golongan biguanid
cardiorespiratory.
• Neucrotomi
• Amputasi
H. Penatalaksanaan Keperawatan
A) Pengkajian
1) Identitas
Tn St, usia (DM Tipe 1 Usia < 30 tahun. DM Tipe 2 Usia > 30 tahun, cenderung meningkat pada usia
> 65 tahun), kelompok etnik di Amerika Serikat golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika
tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS
RS. Kardinah / R. Lavender, diagnosa masuk. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan
tinggi cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan. Penyakit ini
biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya dengan aktivitas fisik yang sedikit.
2) Keluhan utama
(a) Kondisi hiperglikemi:
lemas, rasa haus kurang pengetahuan akan penyakitnya, gelisah .
(b) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional,
penurunan kesadaran.
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Keterbatasan Kognitif . ( NANDA NIC NOC 2018-
2020)
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunitas ( NANDA NIC NOC 2018-
2020)
Penatalaksaan Keperawatan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan efikasi
diri. Individu menunjukkan efikasi diri yang baik dibandingkan dengan individu yang
memiliki motivasi kurang baik setelah di- kontrol oleh depresi,Penelitian ini juga menyimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik responden dengan efikasi diri, kecuali status
sosial ekonomi. Selain itu, faktor dukungan keluarga dan depresi memiliki hubungan yang
signifikan dengan efikasi diri.
Diharapkan perawat mampu meningkatkan motivasi dan efikasi diri pasien DM tipe
2 dengan memberikan pendidikan kesehatan terstruktur. Selain itu, dukungan baik fisik maupun
psikologis dari perawat, keluarga, dan kelompok pendukung agar pasien mampu mengelola
penyakitnya dengan baik.
MOTIVASI DAN EFIKASI DIRI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
Yesi Ariani1,2*, Ratna Sitorus3, Dewi Gayatri3
1. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia
2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*Email: yesiariani@yahoo.com
Abstrak
Efikasi diri diperlukan bagi pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 untuk meningkatkan kemandirian pasien dalam mengelola
penyakitnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara motivasi dan efikasi diri pasien DM tipe 2 di RSUP X,
Medan. Desain dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik cross sectional dengan jumlah sampel 110 pasien DM tipe 2.
Analisis data menggunakan Chi square, uji t independen, dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
karakteristik responden tidak ada yang berhubungan dengan efikasi diri, kecuali status sosial ekonomi (p= 0,046; α= 0,05).
Ada hubungan antara dukungan keluarga, depresi, dan motivasi dengan efikasi diri (p= 0,01, 0,026, 0,031; α= 0,05). Individu
yang memiliki motivasi yang baik berpeluang 3.736 kali menunjukkan efikasi diri yang baik dibandingkan dengan individu
yang memiliki motivasi kurang baik setelah dikontrol depresi (CI 95% OR= 1.35; 10,32). Hasil ini me- rekomendasikan
perawat untuk dapat meningkatkan motivasi dan efikasi diri pasien DM tipe 2 dengan memberikan pendidik- an kesehatan
terstruktur, memfasilitasi pemberian dukungan sosial, dan memberikan intervensi untuk mencegah munculnya depresi.
Abstract
Self-efficacy is required for patient with type 2 diabetes in managing the disease independently. This study aimed to identify
the relationship between motivation and self-efficacy in patient with type 2 diabetes in X Hospital Medan. This study was a
cross sectional analytic, recruited 110 respondents. Statistical analysis used for this study was chi-square, independent t-test,
and multiple logistic regression. The results showed that the characteristic of respondents were not associated with self-
efficacy, except sosioeconomic state (p= 0.046; α= 0.05). There were relationships between family support, depression, and
motivation and self efficacy (p= 0.010, 0.026, 0.031; α= 0.05). People with good motivation had chance 3.736 times more
to show a good self-efficacy than people with average motivation as this condition had been controlled by depression (CI 95%
OR= 1.35; 10.32). It is recommended that nurses would be able to enhance motivation and self-efficacy of type 2 diabetes
patients through developing structrured educational programmes, facilitating the social support, and providing intervention
to prevent depression symptoms.
Keywords: type 2 diabetes, self-efficacy, motivation
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, dan Status Pernikahan
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga, Depresi, Motivasi, dan Efikasi Diri Responden
Variabel p
Umur 0,513
Jenis kelamin 0,508
Tingkat pendidikan 1,000
Pekerjaan 1,000
Status sosial ekonomi 0,046*
Status pernikahan 0,593
Lama DM 0,180
Tabel 4. Hubungan antara Motivasi, Dukungan Keluarga dan Depresi terhadap Efikasi Diri Responden
Efikasi Diri
OR
Kurang Baik p
Variabel (95% CI)
n % n %
Motivasi
• Kurang baik 45 53,6 39 46,4 1
• Baik 7 26,9 19 73,1 3,13 0,03*
(1,19-8,24)
Dukungan Keluarga
• Kurang 14 77,8 4 22,2 1
• Baik 38 41,3 54 58,7 4,974 0,01*
(1,52-16,29)
Depresi
• Depresi 27 61,4 17 38,6 1
• Tidak depresi 25 37,9 41 62,1 2,605 0,03*
(1,19-5,71)
Status sosial ekonomi dan pengetahuan menge- Hanya status sosial ekonomi yang
nai diabetes mempengaruhi seseorang untuk me- berhubungan dengan efikasi diri.
lakukan manajemen perawatan diri dengan DM. Sedangkan umur, jenis ke- lamin,
Dengan keterbatasan finansial akan membatasi pendidikan, pekerjaan, status pernikah- an,
pasien mencari informasi tentang penyakitnya dan dan lama DM tidak berhubungan dengan
mem-pengaruhi motivasi dan efikasi diri pasien efi- kasi diri.
untuk melakukan perawatan sehingga mengganggu
dalam terapi medis dan perawatan DM (Butler,
Hubungan Dukungan
2002).
Keluarga dengan Efikasi Diri
Wu, et al. (2007) menyatakan bahwa efikasi diri Hasil penelitian menggambarkan lebih dari
responden tidak berhubungan dengan keberada- se- paruh pasien DM tipe 2 (58,7%) di
an pasangan hidup. Hal itu juga diperkuat oleh RSUP X, Medan mendapatkan dukungan
penelitian Kott (2008) yang menyatakan bahwa yang baik dari anggota keluarga. Hasil uji
tidak ada hubungan antara status pernikahan statistik menunjuk- kan bahwa ada
dengan efikasi diri dan kontrol glikemik. hubungan yang signifikan an- tara
dukungan keluarga dengan efikasi diri (p=
Lamanya mengalami DM tipe 2 tidak berhubung- 0,010; α= 0,05; 95% CI: 1,152; 16,286).
an dengan efikasi diri bisa disebabkan karena
dengan lamanya mengalami DM, akan terjadi Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan
banyak kerusakan sel dan fungsi dalam tubuh bahwa responden yang mendapat
sehingga semakin mudah muncul berbagai gang- dukungan keluarga memiliki peluang 4,97
guan fisik dan metabolik atau dengan kata lain kali menunjukkan efikasi diri yang baik
sudah terjadi komplikasi. Seseorang dengan dibanding responden yang kurang
komplikasi akan mengalami kesulitan dalam me- mendapatkan dukungan keluarga. Hasil
lakukan perawatan diri karena adanya berbagai pene- litian ini didukung oleh penelitian
gangguan dan keterbatasan yang dapat menye- Belgrave dan Lewis (1994, dalam Wu,
babkan efikasi diri pasien menjadi rendah (Bernal, 2007), yang menyata- kan bahwa
et al., 2000). dukungan keluarga memiliki hu- bungan
39
Tabel 5. Hasil Pemodelan Akhir Variabel Utama dan Variabel Konfonding dengan Efikasi Diri Responden
Variabel B p OR CI 95%
Motivasi
• Kurang 1
• Baik 3,318 0,011 3,736 1,351; 10,332
Depresi
• Depresi 1
• Tidak depresi 1,108 0,009 3,029 1,320; 6,948
Adanya dukungan keluarga sangat membantu dapat meningkatkan efikasi diri dan
pasien DM tipe 2 untuk dapat meningkatkan mekanisme koping dari pasien.
keyakinan akan kemampuan pasien dalam me-
lakukan tindakan perawatan diri DM (Skarbek, Hubungan Depresi dengan
2006). Pasien DM tipe 2 yang berada dalam Efikasi Diri
lingkungan keluarga dan diperhatikan oleh ang-
gota keluarganya akan dapat menimbulkan pe- Hasil penelitian menggambarkan lebih dari
rasaan nyaman dan aman sehingga akan tumbuh se- paruh (60%) pasien DM tipe 2 di RSUP
rasa perhatian terhadap diri sendiri dan mening- X Medan tidak mengalami depresi. Hasil
katkan motivasi untuk melaksanakan perawatan penelitian ter- hadap hubungan depresi
diri. dengan efikasi diri me- nunjukkan bahwa
mayoritas (62,1%) responden yang tidak
Mills (2008) menyatakan bahwa ada beberapa mengalami depresi memiliki efikasi diri
hal penting yang dapat dilakukan untuk mendu- yang baik. Sebaliknya 61,4% responden
kung anggota keluarga yang menderita DM. yang mengalami depresi memiliki efikasi
Salah satu cara adalah meningkatkan kesadaran diri yang kurang baik.
diri untuk mengenali penyakit DM. Kesadaran
akan prognosis DM yang tidak dapat disembuh- Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
kan, memberikan kesadaran diri pasien untuk me- ada hubungan yang signifikan antara
ngelola penyakitnya. kejadian dep- resi dengan efikasi diri (p=
0,026; α= 0,05). Hal ini sesuai dengan
Bentuk kegiatan lain yang dapat diberikan dalam penelitian Ikeda, et al. (2000 dalam
rangka memberi dukungan kepada anggota ke- Skarbek, 2006) yang menemukan bahwa
luarga yang sakit adalah dengan tinggal ber- adanya hubungan antara kecemasan,
samanya. Selain itu, memberikan bantuan, me- depresi, efikasi diri, regulasi gula darah dan
nyediakan waktu, mendorong untuk terus belajar mekanisme koping pada pasien DM tipe 2.
dan mencari tambahan pengetahuan mengenai
DM. Depresi dapat berkontribusi pada penurunan
fungsi fisik dan emosional yang dapat
Saltzman dan Holahan (2002 dalam Skarbek, menye- babkan seseorang menjadi
2006) menjelaskan bahwa dukungan dari kelu- kehilangan motivasi untuk melakukan
arga pada pasien DM tipe 2 dapat menurunkan perawatan diri harian secara rutin (Lustman,
gejala depresi secara tidak langsung, sehingga 2000 dalam Wu, 2007). Pasien DM tipe 2
yang mengalami depresi cenderung lebih
41
Diharapkan perawat mampu meningkatkan mo- Rubin, R.R. (2000). Psychotheraphy and
conselling in diabetes mellitus.
tivasi dan efikasi diri pasien DM tipe 2 dengan
Psychology in Diabetes Care, 235-263.
memberikan pendidikan kesehatan terstruktur. Chickester: John Wiley & Sons, Ltd.
Selain itu, dukungan baik fisik maupun psiko-
logis dari perawat, keluarga, dan kelompok pen- Skarbek, E.A. (2006). Psychosocial
dukung agar pasien mampu mengelola penya- predictors of self care behaviors in type
kitnya dengan baik. Bagi penelitian selanjutnya, 2 diabetes mellitus patient: Analysis of
dapat diteliti pengaruh pendidikan kesehatan social support, self-efficacy, and
depression (Dissertation, Texas Tech
45
Smeltzer, S., & Bare, B.G. (2008). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing.
Philadelpia: Lippincott.
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Stipanovic, A.R. (2003). The effects of diabetes education on self-efficacy and self care (Thesis master, University
of Manitoba). University of Manitoba, Canada. Diperoleh dari http://proquest.umi.com/pqdweb.
Supriadi, T. (2009). Rumah Sakit di Sumut belum berikan data penyakit. Waspada Online. Diperoleh dari
http://www.waspada.co.id/.
Suyono, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam (Edisi 3). Jakarta: Pusat penerbit Departemen Penyakit Dalam
FKUI
47
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2010). Buku Ajar Keperawatan Medlkal - Bedah Ed. 8. Jakarta: EGC.
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hasdiana. (2012). Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dan Anak- Anak dengan Solusi Herbal,
Yogyakarta: Nuha Medika.