Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (DM)

A.Konsep Dasar Medis


1.Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah suatu penyakit
kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa melalui pengamatan kadar glukosa
di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kalenjar pankreas yang
berperan dalam memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan
sebagai sumber energi (IDF, 2017).
DM merupakan penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok gula darah
yang melebihi batas normal atau hiperglikemia <120 mg/dl atau 120 mg% (Suiraoka, 2012).

2.Klasifikasi Diabetes Melitus


Hasdiana (2012), membagikan klasifikasi Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:
a.Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I atau disebut juga dengan insulin dependent (tergantung
insulin) adalah mereka yang menggunakan insulin oleh karena tubuh tidak dapat
menghasikan insulin. Pada Diabetes Melitus tipe 1, badan kurang atau tidak menghasilkan
insulin, terjadi karena masalah genetik, virus atau penyakit autoimun, injeksi insulin
diperlukan setiap hari untuk pasien Diabetes Melitus tipe I. Diabetes Melitus tipe 1
disebabkan oleh faktor genetik (keturunan), faktor imunologi dan faktor lingkungan.
b.Diabetes Melitus tipe II
Diabetes Melitus tipe II atau disebut juga dengan insulin requirement (membutuhkan
insulin) adalah mereka yang membutuhkan insulin sementara atau seterusnya. Pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin agar kadar gula darah normal, oleh karena itu badan tidak dapat
respon terhadap insulin. Penyebabnya tidak hanya satu yaitu akibat resistensi insulin yang
banyaknya jumlah insulin karena gangguan sekresi atau produksi insulin.
3.Etiologi
Menurut Hasdiana (2012), penyebab penyakit diabetes melitus adalah :
a.Kelainan genetik
Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya. Gen penyebab diabetes
melitus dibawah oleh anak jika orang tua menderita diabetes melitus.
b.Usia
Usia seseorang setelah >40 tahun akan mengalami penurunan fisiologis. Penurunan ini yang
akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin
c.Pola hidup dan pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh
dapat memicu timbulnya diabetes. Pola hidup juga sangat mempengaruhi, jika orang malas
berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena diabetes, karena olahraga berfungsi
untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh
d.Obesitas
Seseorang dengan berat badan >90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena
penyakit diabetes
e.Gaya hidup stress
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber
energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas sehingga pankreas mudah rusak dan
berdampak pada penurunan insulin
f.Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga menimbulkan
radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel beta (β) pada pankreas tidak bekerja secara
optimal dalam mensekresi insulin.
g.Obat-obatan yang merusak pankreas
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas.
Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal
dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk
hormon insulin.
4.Patofisiologi
Diabetes melitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam
urine,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea) ,dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer &
Bare, 2015).
Diabetes melitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya diabetes
melitus tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti
gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Mekanisme terjadinya diabetes melitus tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin
dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan
sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin diabetes melitus tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. (Smeltzer & Bare, 2015).
5.Manifetasi Klinis
Menurut Hasdiana (2012), tanda dan gejala dari diabetes melituas antara lain :
a.Nafsu makan meningkat (polyphagi) diakibatkan habisnya cadangan gula didalam tubuh
meskipun kadar gula darah tinggi.
b.Banyak minum (polydipsia) peningkatan rasa haus akibat volume urin yang besar dan
keringat yang menyebabkan dehidrasi.
c.Banyak buang air kecil (polyuria) merupakan gejala yang paling utama yang dirasakan
setiap pasien.
d.Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah. Katabolisme protein diotot dan
ketidak mampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
e.Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang
disebabkan oleh koma diabetik.
f.Kesemutan akibat generasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kurangnya bahan
dasar utama berasal dari protein.
6.Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus terbagi menjadi dua adalah sebagai berikut:
a.Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang meningkat atau menurun tajam
dalam waktu yang singkat.
1)Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah) terjadi jika glukosa
darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Penyebab hipoglikemia dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat. Gejala terdiri atas gejala adrenergik seperti tremor,
takikardia, palpitasi, rasa lapar, dan gejala neuro-glikopenik seperti perasaan ingin pingsan,
penurunan daya ingat, gelisah, kejang, kesadaran menurun sampai koma.Rekomendasi
biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gr gula yang bekerja cepat peroral. Penderita
diabetes melitus tipe II yang menggunakan obat hipoglikemia oral juga dapat mengalami
hipoglikemia (khususnya pasien yang menggunakan klorpropamid yang merupakan obat
hipoglikemia oral dengan kerja lama) (Brunner & Suddarth, 2013).
2)Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa
yang berlebihan, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama air dan elektrolit. Diuresis
osmotik yang ditandai oleh poliuri akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan utama, yaitu dehidrasi, kehilangan
elektrolit, dan asidosis (Brunner & Suddarth, 2013).
b.Komplikasi kronik
Komplikasi kronik terjadi apabila kadar glukosa darah secara berkepanjangan tidak
terkendali dengan baik sehingga menimbulkan berbagai komplikasi kronik diabetes melitus.
1)Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar) : memengaruhi sirkulasi koroner,
pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
2)Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil) : memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati).
3)Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom serta berperan
memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki diabetik (Brunner &
Suddarth, 2013).

5.Pemeriksaan Penunjang
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni,2011), menjelaskan bahwa
pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis diabetes melitus ditegakkan bila ada gejala khas
diabetes melitus berupa polyuria (peningkatan pengeluaran urin), polydipsia (peningkatan
rasa haus), polifagia (peningkatan rasa lapar) dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas, maka pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:
a.Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥200 mg/dl diagnosis diabetes melitus sudah
dapat ditegakkan.
b.Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥126 mg/dl juga dapat digunakan untuk
pedoman diagnosis diabetes melitus
c.Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat
akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe
penyandang diabetes melitus. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan
kendali glikemik. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien
diabetes melitus. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal
penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan
pengendalian. Untuk pasien tanpa gejala khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes
melitus. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu:
1)Pemeriksaan GDP ≥126mg/dl, GDS ≥200 mg/dl pada hari yang lain
2)Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200mg/dl
6.Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus adalah untuk mengurangi dan
menghilangkan gejala (polyuria, polidipsi, dan polyphagia), mengurangi terjadinya
komplikasi makrovaskuler, mengurangi mortalitas dan meningkatkan kualitas hidup,
menurunkan kadar glukosa darah pada kondisi normal (Damayanti, 2015).
a.Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi meliputi edukasi, terapi gizi, latihan jasmani dan
pengendalian gula darah. Pada pasien Diabetes Melitus yang terpenting adalah mengubah
pola hidup terlebih dahulu, kemudian diteruskan dan dibantu dengan pengobatan secara
farmakologi.
b.Diet
Tujuan penatalaksanaan diet pasien diabetes melitus adalah mencapai dan
mempertahankan kadar glukosa darah dan lipit mendekati normal, mencapai dan
mempertahankan berat badan dalam batas-batas normal atau ±10% dari berat badan idaman,
mencegah komplikasi dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup
c.Latihan fisik (Olah Raga)
Olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di membran plasma
sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
d.Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan pada diabetes diperlukan karena penatalaksanaan Diabetes
Melitus merupakan perilaku khusus seumur hidup. Penderita Diabetes Melitus harus mengerti
tentang nutrisi, manfaat dan efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit, strategi
pencegahan, teknik pengontrolan gula darah dan penyesuaian terhadap terapi.
e.Farmakologi
Penatalaksanaan medis pada pasien Diabetes Melitus, yaitu:
1)Obat Hiperglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a)Pemicu sekresi insulin
b)Penambah sensitivitas terhadap insulin
c)Penghambat gluconeogenesis
d)Penghambat glukosidase alfa
2)Insulin diperlukan dalam keadaan:
a)Penurunan berat badan yang cepat
b)Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
c)Ketoasidosis diabetik
d)Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3)Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

B.Konsep Dasar Keperawatan


1.Pengkajian
Menurut Amin (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :
a.Anamnese
1)Identitas penderita
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2)Keluhan Utama
Adanya : rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, rasa luka yang
tidak sembuh dan mengalami rasa sakit pada luka.
3)Riwayat kesehatan Sekarang
Berisi : tentang kapan saja harus dilakukan luka, sebabkan luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh para penderita untuk mengatasinya.
4)Riwayat kesehatan Sebelumnya
Adanya : publikasi penyakit DM atau penyakit-penyakitlain y ang ada kesulitannya
dengandefisiensi i nsulin mis alnya penyakit pankreas.Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, atau arterosklerosis, tindakan medisyang pernah ada dapat juga obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita
5)Sejarah kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau
yang disebabkan karena kekurangan insulin misal hipertensi, jantung.

6)Riwayat psikososial
Meliputi : informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderitanaik
dengan penyakitnya juga tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

b.Pemeriksaan fisik
1)Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara pembicaraan, badan tinggi, berat badan dan
tanda- tanda vital.
2)Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala, posisi rambut, adakah pembesaran pada leher, kadang-kadang
berdenging, adakah kesulitan pendengaran, sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, mudah bengkak dan berdarah, mudah penguplikasian semakin lebar ,
diplopia, lensa mata keruh.
3)Sistem integumen
Turgor kulit menurun, ada luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit
di daerah sekitar ulkus dan ganggren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
4)Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, dahak, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
5)Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun , nadi perifer lemah atauberkurang, takikardi / bradikardi, hipertensi
/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis
6)Sistem pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, Mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan Berat
Badan, peningkatan lingkar perut, obesitas.
7)Sistem urin
Poliuri, retensio urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8)Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn badan tinggi, cepat lelah, lemah dan
nyeri, keberadaan gangren di ekstrimitas.
9)Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, rusak
mental, disorientasi.
2.Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
kurang pada rencana manajemen diabetes

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik

c. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan faktor 


mekanisme

d. Risiko infeksi berhubungan dengan Penyakit kronis (Diabetes Melitus)


3.Rencana Keperawatan

No. DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVRNSI


KEPERAWATAN HASIL

1. Resiko Setelah •Manajemen


ketidakstabila dilakukan asuhan hiperglikemia
n kadar keperawatan
glukosa darah diharapkan kadar 1.Identifkasi
berhubungan glukosa darah kemungkinan
dengan kurang dapat normal penyebab
pada rencana dengan kriteria hiperglikemia
manajemen hasil :
diabetes 2.Idenifikasi
1. Kestabilan situasi yang
kadar glukosa menyebabkan
darah kebutuhan
insulin
2. Kadar glukosa meningkat
dalam darah
membaik 3.Monitor tanda
dan gejala
hiperglikemia

4.Konsultasi
jika tanda dan
gejala
hiperglikemia
memburuk

5.Anjurkan
monitor kadar
glukosa darah
secara mandiri

6.Anjurkan
kepatuhan
terhadap diet
dan olahraga

7.Ajarkan
pengelolaan
diabetes

8. Kolaborasi
pemberian
terapi

Setelah
Nyeri akut dilakukan asuhan
2. berhubungan -Manajemen
keperawatan nyeri
dengan agen diharapkan nyeri
pencederaan dapat berkurang 1. Identifikasi
fisik dengan kriteria tingkat nyeri
hasil : secara
-Tingkat nyeri konferensif

1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi


berkurang factor yang
memperberat
2. Gelisah atau
berkurang memperingan
nyeri
3, Meringis
berkurang 3. Berikan
Teknik non
farmakologis

4. Kontrol
lingkungan yang
dapat
memperberat
nyeri

5. Anjurkan
istirahat tidur
cukup

6. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

7. Kolaborasi
pemberian
terapi analgetik

Setelah
dilakukan asuhan -Perawatan
keperawatan Luka
3. Gangguan
diharapkan
integritas
gangguan 1. Monitor
kulit/jaringan
intregitas karakteristik
berhungan
kulit/jaringan luka
dengan fakor
dapat teratasi
mekanis
dengan kriteria 2. Monitor
hasil : tanda-tanda
infeksi
-Penyermbuhan
luka 3. Berikan
perawatan luka
1. Penyatuan
kulit meningkat 4. Pertahankan
Teknik aseptic
2. Penyatuan tepi dan steril saat
luka meningkat melakukan
Tindakan pada
3. Peradangan pasien
luka menurun
5. Jadwalkan
perubahan
posisi setiap 2
jam sekali
sesuai kondisi
pasien

6. Jelaskan
tanda dan gejala
infeksi

7. Kolaborasi
prosedur
debridement dan
terapi

Setelah
dilakukan asuhan
keperawatan
-Pencegahan
selama 3 x 24
Infeksi :
jam diharapkan
tingkat emosi Observasi
4. Risiko infeksi
menurun dengan
berhubungan
kriteria hasil : 1. Monitor tanda
dengan
penyakit dan gejala
1.Kemerahan infeksi lokal dan
kronis menurun
(Diabetes sistemik
Melitus) 2. Nyeri menurun Terapeutik
3. Bengkak 1.Batasi jumlah
menurun pengunjung

2.Berikan
perawatan kulit
pada area edema

3.Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan lingkungan
pasien

4.Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi

1.Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi

2.Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar

3.Ajarkan etika
batuk

4.Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
atau luka
operasi

5.Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi

6.Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi

1.Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC NOC Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Damayanti, 2015. Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika

Hasdiana. 2012. Mengenal Diabetes Melius Pada Orang Dewasa dan anak- anak
Dengan Solusi Herbal . Penerbit Nuha Medika. Jogjakarta

International Diabetes Federation. 2017. Diabetes Atlas Fifth Edition

Perkeni. 2011. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. Jakarta:


EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai