Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Menurut Kemenkes RI (2020), menjelaskan bahwa diabetes

mellitus (DM) adalah penyakit kronis atau menahun berupa gangguan

metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah

diatas normal. Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang

kompleks yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan

strategi pengurangan risiko multifaktor di luar kendali glikemik

(American Diabetes Association, 2018).

Menurut P2PTM Kemenkes RI (2020), diabetes mellitus

merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa

darah yang melebihi nilai normal. Dimana nilai normal gula darah

sewaktu (GDS) / tanpa puasa adalah < 200 mg/dl sedangkan gula

darah puasa (GDP) < 126 mg/dl. Diabetes mellitus disebabkan oleh

kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas untuk

menurunkan kadar gula darah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa diabetes

mellitus merupakan suatu penyakit menahun berupa gangguan

metabolik akibat kekurangan hormon insulin yang menyebabkan nilai

glukosa darah meningkat diatas nilai normal.

2. Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (2021), diabetes


mellitus terjadi karena organ pankreas tidak mampu memproduksi

hormon insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh. Di bawah ini

beberapa etiologi/sebab sehingga organ pancreas tidak mampu

memproduksi insulin berdasarkan tipe/klasifikasi penyakit diabetes

mellitus tersebut:

a. Diabetes mellitus tipe I

Diabetes tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes

Millitus) sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh

kerusakan sel beta pankreas sehingga tubuh tidak dapat

memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.

Faktor penyebabnya antara lain:

1) Faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons

abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu

otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin

endogen

2) Faktor lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap

kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu

dekstruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang

menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu


proses autoimun yang menimbulkan dekstruksi (hilangnya) sel

beta. Virus penyebab DM adalah Rubela, Mumps, dan Human

coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam

sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel.

Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas

yang menyebabkan hilangnya autoimun (aktivasi limfosit T

reaktif terhadap antigen sel pulau kecil) dalam sel beta.

b. Diabetes mellitus tipe II

Diabetes tipe 2 atau NIDDM (Non-Insulin Dependent

Diabetes Millitus) tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh

gangguan metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin

dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi

karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak

sehat. Selain itu tedapat pula faktor risiko tertentu yang

berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2. Faktor-

faktor ini adalah :

1) Usia

Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di

atas 65 tahun.

2) Obesitas

Orang yang mengalami obesitas, tubuhnya memiliki

kadar lemak yang tinggi atau berlebihan sehingga jumlah

cadangan energydalam tubuhnya banyak begitupun dengan


yang tersimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin

merupakan hormon yang bertugas untuk menurunkan kadar

glukosa dalam darah mengalami penurunan fungsi akibat dari

kerja kerasnya dalam melakukan tugas sebagai pendistribusian

glukosa sekaligus pengkompensasi dari peningkatan glukosa

darah, sehingga menyebabkan resistensi insulin dan

berdampak terjadinya DM tipe 2.

c. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu

oleh kehamilan, diperkirakan karena terjadinya perubahan pada

metabolisme glukosa (hiperglikemia akibat sekresi hormone-

hormon plasenta). Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes

tipe 2 ini disebut sebagai “unmasked” atau baru ditemukan saat

hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk,

riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg,

riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang.

d. Diabetes tipe lain

Ada diabetes yang tidak termasuk kelompok diatas, yaitu

diabetes yang terjadi sekunder atau akibat penyakit lain, yang

mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin,

seperti radang pankreas (pankreatitis), gangguan kelenjar adrenal

atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian

beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi atau


infeksi. Demikian juga pasien stroke, pasien infeksi berat,

penderita yang dirawat dengan berbagai keadaan kritis, akhirnya

memicu kenaikan gula darah dan menjadi penderita diabetes.

3. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut Purwanto (2016), tanda gejala yang khas dialami

oleh pasien DM disebut TRIAS DM yaitu poliuria (sering BAK),

polidipsia (mudah haus) dan poliphagia (mudah lapar) serta beberapa

tanda gejala lainnya yaitu:

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui

membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum

plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan

intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran

darah keginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan

akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam

vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga

efeknya adalah dehidrasi sel akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi

kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus

terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari


menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun,

penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang

terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka

sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,

akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan

terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.

4. Faktor resiko Diabetes Mellitus

Dari beberapa faktor risiki di atas, Kementerian Kesehatan

(Kemenkes 2022) menggolongkan faktor risiko penyakit diabetes

yang bisa diubah dan tidak.

a. Faktor risiko diabetes yang bisa diubah

Dilansir dari laman (Kemenkes 2022), berikut faktor risiko

penyakit diabetes yang bisa diubah yaitu ;

1) Kelebihan berat badan atau Indeks Massa Tubuh (IMT) > 23

kilogram/meter persegi

2) Lingkar perut pria lebih dari 90 centimeter, sedangkan pada

perempuan lingkar perut lebih dari 80 centimeter

3) Kurang aktivitas tubuh

4) Dislipidemia atau kolesterol HDL kurang dari 35 mg/dl dan

trigliserida lebih dari 250 mg/dl


5) Memiliki riwayat penyakit jantung

6) Hipertensi atau tekanan darah di atas 140/90 mmHg Diet

yang tidak seimbang (tinggi gula, garam, lemak, dan rendah

serat).

b. Faktor risiko diabetes yang tidak bisa diubah

Faktor risiko penyakit diabetes yang tidak bisa diubah menurut

(Kemenkes 2022) yaitu ;

1) Usia di atas 40 tahun

2) Mempunyai riwayat keluarga menderita diabetes melitus

3) Kehamilan dengan gula darah tinggi

4) Ibu dengan riwayat melahirkan bayi dengan bobot lahir lebih

dari 4 kilogram

5) Bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2,5 kilogram.

5. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Patofisiologi dari semua jenis diabetes ada kaitannya

dengan hormon insulin yang disekresikan oleh sel-sel beta pankreas.

Pada orang sehat, insulin diproduksi sebagai respons terhadap

peningkatan kadar glukosa dalam aliran darah dan peran utamanya

adalah untuk mengontrol konsentrasi glukosa dalam darah. Saat

glukosa tinggi, maka hormon insulin bertugas untuk menetralkan

kembali.

Hormon insulin juga berfungsi untuk meningkatkan


metabolisme glukosa pada jaringan dan sel-sel dalam tubuh. Ketika

tubuh membutuhkan energi, maka insulin akan bertugas untuk

memecahkan molekul glukosa dan mengubahnya menjadi energi

sehingga tubuh bisa mendapatkan energi. Selain itu, hormon insulin

juga bertanggung jawab melakukan konversi glukosa menjadi

glikogen untuk disimpan dalam otot dan sel-sel hati. Hal ini akan

membuat kadar gula dalam darah berada pada jumlah yang stabil.

Pada penderita diabetes melitus, hormon insulin yang ada

di dalam tubuh mengalami abnormalitas. Beberapa penyebabnya

antara lain sel-sel tubuh dan jaringan tidak memanfaatkan glukosa dari

darah sehingga menghasilkan peningkatan glukosa dalam darah.

Kondisi tersebut diperburuk oleh peningkatan produksi glukosa oleh

hati yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis yang terjadi secara terus

menerus karena tidak adanya hormon insulin. Selama periode waktu

tertentu, kadar glukosa yang tinggi dalam aliran darah dapat

menyebabkan komplikasi parah, seperti gangguan mata, penyakit

kardiovaskular, kerusakan ginjal, dan masalah pada saraf.

6. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2019) dan

Kowalak (2019), yaitu:

a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang

berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi

akibat kadar glukosa serum yang meningkat.


b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi

karena glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.

c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan

penggunaan glukosa oleh sel menurun.

d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa

gatal Pada kulite. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada

aktivitas disebabkan oleh

e. kadar glukosa intrasel yang rendah.

f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat

ketidakseimbangan elektrolit.

g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang

disebabkan karena pembengkakan akibat glukosa.

h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan

kerusakan jaringan saraf.

i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan

karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.

j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien

diabetes melitus yang mengalami hipoglikemia antara lain (Black dan

Hawks, 2021) :

a. Gula darah puasa


Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum

diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110

mg/dl. Biasanya pada penderita hipoglikemia akan terjadi

penurunan kadar glukosa darah <60mg/dL,

b. Pemeriksaan AGD

Bisanya masih dalam batas normal namun dapat terjadi asidosis

respiratorik sedang.

c. HBA1c

Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk

memperoleh kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien

tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c

menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang

normal antara 4 - 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan

bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya

komplikasi.

d. Pemeriksaan Elektrolit

Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah

terganggu.

e. Pemeriksaan darah lengkap

Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien.

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Strategi penanganan pasien diabetes melitus dengan

komplikasi akut hipoglikemia terdiri atas 3 kelompok utama yaitu


pencegahan hipoglikemia, pengunaan obat-obatan dengan dosis

rendah sampai optimal atau gunakan golongan obat yang mempunyai

risiko hipoglikemia rendah dan terapi hipoglikemia (Mansyur, 2019).

a. Pencegahan hipoglikemia

Edukasi untuk mencegahan atau menurunkan risiko

terjadinya hipoglikemia maka sangat penting dilakukan. Edukasi

kepada pasien dan keluarganya dan juga pemantauan glukosa

darah secara mandiri (self monitoring blood glucose/ SMBG)

merupakan strategi utama dalam upaya pencegahan terhadap

tejadinya hipoglikemia. Pemantauan glukosa darah secara mandiri

secara reguler merupakan cara yang paling efektif untuk

mengetahui kecenderungan kadar glukosa darah dan

mengidentifikasi terjadinya hipoglikemia asimptomatik.

Pemantauan dapat dilakukan secara periodik dengan pemeriksaan

kadar glukosa darah kapiler maupun melalui monitoring glukosa

darah secara kontinyu (continous glucose monitoring/CGM)

(American Diabetes Association, 2020).

b. Obat obatan

Pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai

optimal atau gunakan golongan obat yang mempunyai risiko

hipoglikemia rendah Terapi farmakologis pada penderita diabetes

melitus ditujukan untuk mempertahankan kontrol glikemik

selama mungkin tanpa risiko hipoglikemia, oleh karena itu


pemberian obat-obatan sebaiknya dimulai dengan dosis rendah

dan kemudian dilakukan titrasi secara bertahap hingga mencapai

dosis optimal. Sesuai dengan mekanisme kerjanya maka golongan

obat-obatan anti diabetes dikelompokkan dalam dua kategori

utama yaitu kelompok risiko rendah dan kelompok risiko tinggi

sebagai penyebab hipoglikemia. Kelompok risiko tinggi akan

meningkatkan kadar insulin tanpa dipengaruhi kadar glukosa

dalam darah. Sedangkan golongan obat dengan risiko

hipoglikemia rendah berkerja bedasarkan kadar glukosa dalam

darah (Mansyur, 2019).

c. Terapi hipoglikemia

Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien

diabetes adalah deteksi dini dan atasi kadar glukosa darah yang

rendah dengan mengembalikan kadar glukosa darah secepat

mungkin ke kadar yang normal sehingga gejala dan keluhan

hipoglikemia juga akan segera menghilang. Rekomendasi terapi

hipoglikemia (Setiati, Alwi dan Sudoyo, 2020):

1) Hipoglikemia ringan dan sedang

Berikan 15-20 gram glukosa tablet atau yang telah

dilarutkan dalam air minum (2-3 sendok makan). Cek ulang

kadar glukosa darah 15 menit kemudian, bila kadar glukosa

darah masih kurang dari 70 mg/dl maka pemberian 15 gram

glukosa dapat diulangi, demikian pula untuk 15 menit


berikutnya.

2) Hipoglikemia berat dan pasien masih sadar

Berikan 20 gram glukosa secara oral. Cek ulang 15

menit kemudian, bila kadar glukosa darah tetap < 70 mg/dl

maka ulangi pemberian 20 gram glukosa, demikian pula

untuk 15 menit berikutnya.

3) Hipoglikemia berat dan pasien tidak sadar.

Jika terdapat gejala neuroglikopeni, maka pasien

harus diberikan terapi parenteral yaitu Dextrose 40% 25 ml,

diikuti dengan infus D50% atau D10%, dengan rumus 3-2-

1-1. Lakukan pemantauan gula darah setiap 1-2 jam.

Apabila terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dextrose

40% dapat diulang kembali.

Adapun tatalaksana hipoglikemia pada pasien tidak

sadar yang menunjukkan gejala neuroglikopenia menurut

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

(PAPDI) tahun 2015 adalah sebagai berikut (Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2019):

a) Pemberian larutan Dekstrosa 40% sebanyak 50 ml

dengan bolus intravena (IV)

b) Pemberian cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per

kolf (500 cc).

c) Periksa GDS, bila:


(1) GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40%

50 ml IV

(2) GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40%

25 ml IV

d) Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa

40%, bila :

(1) GDS <50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50

ml IV

(2) GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40%

25 ml IV

(3) GDS 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dekstrosa 40%

(4) GDS >200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan

kecepatan drip Dekstrosa 10%

e) Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangka

pemberian antagonis insulin, seperti: Deksametason 10

mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol

1,5-2 g/KgBB IV setiap 6-8 jam

9. Komplikasi

Menurut Mustika (2019), komplikasi yang dapat

ditimbulkan oleh diabetes mellitus antara lain:

a. Penyakit jantung

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis

berupa aterosklerosis. Gangguan-gangguan biokimia yang


ditimbulkan akibat insufisiensi insulin berupa:

1) Penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler,

2) Hiperlipoproteinemia dan,

3) Kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya

makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan

penyumbatan vaskuler.

b. Gagal ginjal

Terjadi akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes

jangka panjang, glomerulus, seperti sebagian besar kapiler

lainnya, menebal. Terjadi hipertropi ginjal akibat peningkatan

kerja yang harus dilakukan oleh ginjal pengidap diabetes mellitus

kronik untuk menyerap ulang glukosa.

c. Retinopati

Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah

retinopati. Retina adalah jaringan yang sangat aktif

bermetabolisme dan pada hipoksia kronik akan mengalami

kerusakan secara progresif.

d. Stroke

Diabetes mellitus dapat menyebabkan stroke iskemik

karena terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh

darah yang disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa

sistemik. Diabetes mellitus mempercepat kejadian aterosklerosis

(penimbunan plak lemak, kolesterol, dan zat lain dalam dinding


pembuluh darah) baik pada pembuluh darah kecil maupun

pembuluh darah besar di seluruh pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah otak.

e. Impotensi

Impotensi disebabkan pembuluh darah mengalami

kebocoran sehingga penis tidak bisa ereksi. Impotensi pada

penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis.

Luka gangren (luka yang lama sembuh dan cenderung

membusuk) yang harus di amputasi, infeksi kaki mudah timbul

pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit

gangren atau ulkus. Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan

pembusukan pada bagian luka karena tidak mendapat aliran

darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes banyak

tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak mau

bagian yang terinfeksi harus diamputasi.

B. Konsep Dasar Terapi Refleksi Pijat Kaki

1. Defenisi Pijat Refleksi Kaki

Foot Massage terdiri atas dua suku kata yaitu “foot” dan

“massage”. Kata “foot “ dalam bahasa inggris adalah kaki, sedangkan

massage dalam bahasa inggris adalah pijat. Dalam bahasa arab “mash”

berarti memberikan penekanan yang lembut. Massage adalah bentuk

manipulasi yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan sentuhan

pada bagian tubuh yang sakit. Massage adalah bentuk upaya


pencegahan dalam melakukan perawatan kesehatan dan berfungsi

untuk meningkatkan semangat hidup, mengurangi rasa letih, dan

penyembuhan tubuh non farmakologis dengan cara pemijatan titik

titik tertentu pada tubuh (Namikoshi, 2022).

Menurut Pamungkas (2021) pijat kaki refleksiologi adalah

suatu bentuk pengobatan dengan adopsi ketahanan dan kekuatan dari

tubuh sendiri, dengan memijat pada area yang sudah dipetakan sesuai

dengan letak zona terapi. Pijat refleksi kaki juga didefinisikan sebagai

bentuk pengobatan suatu penyakit untuk memperlancar sistem

peredaran tubuh melalui titik-titik saraf tertentu yang menghubungkan

organ tubuh manusia (Gillanders, 2019). Hal ini dikarenakan pada

area telapak kaki mempunyai titik-titik saraf tertentu dengan organ

tubuh manusia. Mekanisme kerja pijat refleksi kaki yaitu merangsang

relaksasi pada area yang berkaitan dengan persarafan kaki yang telah

dipijat (Wijayakusuma, 2020).

2. Tujuan Pijat Resleksi Kaki

Adapun tujuan yang diperoleh setelah melakukan pijat

refleki kaki diabetes ini adalah memperbaiki sirkulasi darah pada kaki

pasien diabetes sehingga nutrisi lancar terdistribusi kejaringan tersebut

(Alam 2020).

3. Manfaat Pijat Refleksi Kaki Diabetes

Pijat akan memberikan pengaruh pada kontraksi dinding

kapiler sehingga akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan


pembuluh getah bening. Adanya peningkatan peredaran oksigen

dalam darah, pembuangan sampah metabolic akan berdampak pada

munculnya hormone endorphin untuk memberikan efek kenyamanan (

Jurch, 2009 dalam Wahyuni, 2019).

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi merupakan kondisi tubuh yang dapat memberikan

dapak yang baik ketika diberikan pemijatan. Berikut ini adalah

indikasi pijat refleksi kaki sebagai berikut :

a. Kondisi tubuh yang lelah

b. Ketidaknormalan tubh yang terjadi karena pengaruh cuaca atau

kerja yang berlebihan sehingga berakibat pada kekakuan otot dan

nyeri sendi serta gangguan

Kontraindikasi merupakan keadaaan dimana menjadi

pantangan atau beresiko terjadi dampak yang merugikan pada tubuh

manusia. Beriku adalah kontraindikasi pijat kaki refleksi sebagai

berikut :

a. Klien dalam kondisi terserang penyakit menular

b. Klien dalam kondisi kalsifikasi pembuluh darah arteri

c. Klien dalam kondisi berpenyakit kulit dimana terdapat jejas, luka

baru, cedera akibat kecelakaan atau aktivitas lainnya

d. Klien sedang menderita fraktur dan masih ditemukan bekas

cedera maupun luka dan belum sembuh total

e. Klien sedang menderita tumor ganas/ kanker


5. Prosedur Pijat Refleksi Kaki

a. Stroking

Merangsang sirkulasi dan menghangatkan kaki. Pegang kaki

pasien dengan kedua tangan, pada kaki bagian atas lakukan

gerakan stroking yang panjang, perlahan dan tegas dengan kedua

ibu jari. Gerakan dimulai dari ujung jari kaki dan tekan menjauh

dari terapis menuju ke pergelangan kaki, dan kembali ke ujung

jari kaki dengan gerakan stroking yang lebih ringan. Lakukan

gerakan ini 3-5 kali. Lanjutkan dengan gerakan stroke pada kaki

bagian bawah dengan kedua ibu jari, dimulai pada pangkal jari

kaki dan bergerak melalui lengkungan kaki menuju tumit dan

kembali lagi. Gunakan gerakan stroking yang panjang dan tegas,

tekan dengan lembut telapak kaki dengan kedua ibu jari. Lakukan

gerakan ini 3-5 kali.

b. Ankle Rotations

Longgarkan sendi dan relaksasikan kaki. Genggam kaki dibawah

tumit dengan satu tangan, dibelakang pergelangan kaki untuk

menahan kaki. Genggam punggung dan telapak kaki dengan

tangan yang lain kemudian putar telapak kaki. Gerakan dilakukan

masing-masing 3 kali pada masing-masing arah

c. Toe Pulls and Squeezes


Jari-jari kaki sangat sensitif ketika disentuh. Genggam telapak

kaki dengan satu tangan. Pegang pergelangan kaki untuk

menahan kaki. Genggam punggung dan telapak kaki dengan

tangan yang lain kemudian putar telapak kaki. Gerakan dilakukan

masing-masing 3 kali pada masing-masing arah.

d. Toe Pulls and Squeezes

Jari-jari kaki sangat sensitif ketika disentuh. Genggam telapak

kaki dengan satu tangan. Pegang masing-masing jari kaki

kemudian tarik dengan kuat dan perlahan, gerakan dilakukan

secara bergantian pada masing-masing kaki. Kemudian pegang

masing-masing jari kaki, sambil menekan geser jari ke ujung jari

klien dan kembali lagi ke pangkal. Kemudian ulangi, tetapi

penekanan lebih lembut dan putar ibu jari dan jari telunjuk tangan

sambil digeser ke ujung jari kaki pasien. Ulangi gerakan ini pada

kaki lainnya.

e. Toe Slides

Pegang kaki pada bagian belakang pergelangan kaki. Dengan jari

telunjuk pada tangan lainnya, sisipkan jari diantara jari-jari kaki

pasien, lakukan gerakan maju mundur sebanyak 3-5 kali

f. Arch Press

Pegang kaki pasien seperti pada langkah ke empat. Berikan

tekanan pada lengkungan telapak kaki dengan menggunakan


pangkal telapak tangan, dimulai dari telapak kaki bagian tengah

sampai ke tumit kaki pasien dan kembali lagi. Lakukan

gerakan ini sampai 5 kali.

C. Konsep Keperawatan

1. Pegertian Keperawatan

Keperawatan adalah bidang studi yang mempersiapkan

seseorang untuk menjadi perawat. Namanya juga keperawatan,

pastinya ilmu yang mempelajari cara memberikan pelayanan atau

merawat pasien hingga sehat. Perawat bukanlah asisten dokter,

melainkan mitra kerja dokter untuk membantu kesembuhan yang

optimal. Definisi lainnya, keperawatan dikatakan sebagai ilmu

pengetahuan yang memfokuskan pada promosi kualitas hidup orang

maupun keluarga, mulai kelahiran hingga asuhan pada kematian.

Sejarah keperawatan dimulai dari aktivitas merawat orang.

Ilmu keperawatan sudah ada di dunia sejak zaman

purbakala (primitive culture) hingga muncul Florence Nightingale

sebagai pelopor keperawatan asal Inggris. Kelahiran Nightingale, 12

Mei 1820, diperingati sebagai hari profesi perawat internasional.

Perkembangan keperawatan selanjutnya dipengaruhi oleh

kepercayaan manusia dan penyebaran agama, serta kondisi sosial

ekonomi masyarakat saat itu. Berikut adalah perjalanan

perkembangan ilmu keperawatan di dunia. (IIK Bhakti Wiyata

2022 )
2. Falsafah Keperawatan

a. Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentang hakikat

manusia sebagai makhluk holistik (yang memiliki kebutuhan

biologis, psikologis, sosial-kultural dan spiritual) dan esensi

keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik

keperawatan (Nur Aini, 2019).

b. Falsafah keperawatan merupakan sebuah pandangan dasar

tentang hakikat seorang manusia dan esensi keperawatan yang

menjadikan kerangka dasar dalam pelaksanaan praktek

keperawatan. Hakikat manusia yang dimaksud di sini ialah

manusia sebagai makhluk hidup biologis, psikologis, sosial dan

spiritual, sedangkan esensinya ialah falsafah keperawatan yang

terdiri dari: pertama memandang bahwa pasien sebagai manusia

holistik yang harus dipenuhi segala kebutuhannya baik

kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spritual yang

diberikan secara komprehensif dan tidak bisa dilakukan hanya

secara sepihak atau sebagian dari kebutuhannya; kedua, bentuk

pelayanan keperawatan yang diberikan harus secara langsung

dengan tetap memperhatikan aspek kemanusian; ketiga, setiap

Falsafah dan Teori Keperawatan dalam Integrasi Keilmuan

c. orang berhak memperoleh perawatan tanpa memandang

perbedaan atas suku, kepercayaan, status sosial, agama, dan

ekonomi; keempat, pelayanan keperawatan merupakan bagian


integral dari sistem kesehatan mengingat bahwa perawat bekerja

dalam lingkup tim kesehatan, bukan sendiri sendiri; dan kelima,

pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan kesehatan,

bukan sebagai seorang penerima jasa yang pasif (Hidayat, 2019).

3. Tujuan Keperawatan

a. Membantu individu (klien) untuk mandiri.

b. Menganjurkan klien,keluarga serta masyarakat untuk

berpartisipasi di dalam suatu bidang kesehatan.

c. Membantu klien ketika mengembangkan potensi dalam

memelihara derajat kesehatan secara optimal sehingga yang

diharapkan tidak ketergantungan pada seseorang yang lain

dalam menjaga kesehatannya.

d. Membantu individu (klien) dalam mencapai derajat kesehatan

yang optimal.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

1. Pengkajian

a. Pemeriksaan fisik :

1) Aktifitas atau istirahat

Gejala : lemah letih, sulit bergerak atau berjalan, kram, otot,

tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.

Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaaan istirahat atau

dengan aktifitas, letargi atau disorientasi, koma, penurunan

kekuatan otot.
2) Sirkulasi

Gejala : ada riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas dan

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan

yang lama.

Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah, hipertensi, nadi

menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan

kemerahan serta bola mata cekung.

3) Integritas Ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain dan masalah

finansial yang berhubungan dengan kondisi.

Tanda : ansietas, peka rangsangan.

4) Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, rasa nyeri

atau terbakar, kesulitan berkemih (infeksi) saluran kemih

berulang, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri atau dapat

berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi

hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk atau infeksi

abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun.

5) Makanan dan minuman

Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, haus, tidak

mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,

penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau


minggu, penggunaan diuretik (tiazid).

Tanda : kulit kering atau bersisik, turgor kulit buruk, kekakuan

atau distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid

(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula

darah / bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).

6) Neurosensori

Gejala : pusing atau pening sakit kepala, kesemutan, kebas,

kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.

Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma

(tahap lanjut), gangguan memori (baru atau masa lalu), kacau

mental, aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

7) Nyeri atau Kenyamanan

Gejala : abdomen yang dipegang nyeri (sedang/berat).

Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat

berhati-hati.

8) Pernapasan

Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa

sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).

Tanda : batuk dengan atau tanpa sputum dan frekuensi

pernapasan.

9) Keamanan

Gejala : kulit kering, gatal, dan ulkus kulit.

Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,


menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, parastesia

atau paralisis otot, termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar

kalium menurun dengan cukup tajam).

10) Pemeriksaan Diagnostik

a) Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih.

b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.

c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari

330 mOsm/l

e) Eklektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau

menurun, kalium dapat normal atau peningkatan semu

(perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun, fosfor

lebih sering menurun.

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat

dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus

yang kurang selama empat bulan terakhir.

g) Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan

HCO3 (asidosis metabolik).

h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).

i) Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal

(dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).

j) Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes

melitus tipe I) atau normal (tipe II) yang mengindikasikan


glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

k) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon

tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan

akan insulin.

l) Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas

mungkin meningkat.

11) Masalah Keperawatan Diabetes Mellitus

a) Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

manajemen diabetes (Terapi Pijat Refleksi Kaki).

b) Intervensi

Tabel 2.1 Intevensi Keperawatan

Diagosa Keparawatan Krateria Hasil Intervensi

ketidakseimbangan a. Glukosa darah, Manajemen hiperglikemia

kadar glukosa darah resiko a. Memantau kadar

berhubungan dengan ketidakstabilan glukosa darah rendah

kurangnya b. Manajemen diabetes b. Pantau tanda tanda

pengetahuan tentang Krateria Hasil hiperglikemia :

manajemen diabetes a. Dapat mengontrol poliuria,polidipsia,keles

(Terapi Pijat Refleksi kadar glukosa darah uan

Kaki) b. Pemahaman c. Menguntruksi pasien

Defenisi manajemen diabetes dan keluarga terhadap

Resiko terhadap c. Penerimaan kondisi pencegahan,pengenalan


variasi kadar glukosa kesehatan ,manajemen dan

darah dari rentang  Keseimbangan hiperglikemia

normal. cairan d. Konsultasi dengan

Faktor Resiko  Dehidrasi ddokter jika tanda dan

a. Kurangnya  Status nutrisi : gejala hiperglikemia

Pengetahuan makanan dan memburuk

tentang asupan cairan

manajemen KH : a. Monitor status

diabetes 1. Memperthankan dehidrasi

b. Pemantauan urine output sesuai (kelembapan,mukosa,n

glukosa darah dengan usia dan adi adekuat,tekanan

tidak tepat berat badan. darah nomal)

penurunan berat 2. Tekanan darah, nadi, b. Kolaborasi pemberian

badan kurang suhu tubuh dalam cairan IV

c. Kurang batas normal. c. Monitor status nutrisi

penerimaan 3. Tidak ada tanda d. Dorong keluarga untuk

terhadap diagosis dehidrasi, elastisitas membantu

Defisite volume tugor kulit baik,

cairan berhubungan a. Gunakan sabun


membran mukosa

dengan gejala poliuria antimikrobia


lembab, tidak ada

dan dehidrasi b. Cuci tangan setiap


rasa haus berlebihan,

Resiko infeksi sebelum dan sesudah


4.

berhubungan dengan ttindakan


Stasus imun

trauma pada jaringan, c. Tingkatkan intake


Kh :
E. Hubungan Pijat Refleksi Kaki Dengan Perubahan Kadar Gula Darah

Salah satu jenis terapi komplementer yang juga dapat digunakan

pada pasien DM tipe 2 adalah massage teraphy atau pijat kaki. Terapi pijat

merupakan terapi yang dapat meningkatkan sirkulasi darah, dengan

melibatkan otot. Dengan teknik pijat lembut dan superfisial mulai tekanan

yang ringan hingga kuat memiliki manfaat yang sangat berguna untuk

penderita DM. Berdasarkan hasil penelitian Eppang (2020) Terhadap

Sensasi Proteksi Kaki di dapatkan hasil bahwa terdapat perubahan sensasi

proteksi kaki Pada Pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah intervensi

massage effleurage 3 kali seminggu selama 4 minggu, dengan nilai p= 0.02

(< 0.05); dan terdapat perbedaan signifikan sensasi proteksi kaki pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan p=0.000. Penilaian

risiko luka kaki diabetik dengan Lembar pemeriksaan kaki dapat

menentukan tingkatan risiko setiap pasien menggunakan sistem kategori

stratifikasi risiko IWGDF (International working Group on the Diabetik

Foot) untuk memandu frekuensi dan manajemen skrining pencegahan dan

menentukan rencana intervensi keperawatan yang tepat (Jakosz, 2019).

F. Kerangka Konsep

Asuhan diabetes
Kadar glukosa
keperawatan dengan mellitus Tn.X
darah menurun
pijat refleksi kaki dengan
140 mg/dL
diabetes
Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel dependen

= Hasil

Gambar 2.1 Krangka Konsep


31

Anda mungkin juga menyukai