Anda di halaman 1dari 16

`LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN Tn. S DENGAN DIABETES MELLITUS

DI PUSKESMAS CILACAP UTARA I

Disusun Oleh :

1. Kristin Indaryani ( 108116017 )


2. Anis Isfatun K ( 108116055 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
TAHUN AJARAN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

A. PENGERTIAN

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes


melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainansekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang membutuhkan


perawatan medis berkelanjutan pada pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan diri,
pendidikan dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan untuk mengurangi
risiko komplikasi jangka panjang (ADA, 2012).

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn menjadi
gejala akut dan gejala kronik.
1. Gejala Akut
Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah
sama ; dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala yang umum tibul
dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada
penderita diabetes yang tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat
tertentu. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu:
a. Banyak makan ( polifagia )
b. Banyak minum ( polidipsia )
c. Banyak kencing ( poliuria )
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul
gejala yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan
hanya 2P saja (polidipsia dan poliuria ) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu
makan mulai berkurang, bhkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar
glukosa darah melebihi 500 mg/ dl, disertai :
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Berat badan turun dengan cepat ( bisa 5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu.
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma ( tidak sadarkan diri ) dan di sebut koma diabetik.
2. Gejala Kronik
Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala sesudah
beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini di sebut
gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang
penderita dapat mengalami beberapa gejala, yaitu :
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
c. Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur
d. Kram
e. Mudah mengantuk

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).

E. PENATALAKSANAAN

1. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam
hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
a. KH 60 –70 %
b. Protein 10 –15 %
c. Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui
perhitungan menurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10% kg
1) BB ideal x 30% untuk laki-laki
BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
a. Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
b. Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
c. Berat : 400 – 900 Kkal/jam
2) Kebutuhhan basal dihituubbng seperti 1), tetapi ditambah kalori
berdasarkan persentase kalori basal:
a. Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
b. Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
c. Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
d. Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil
atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal
3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
a. Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal
b. Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal
c. Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama kurang
lrbih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari,
renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 –
85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun).
3. Pengelolaan farmakologi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
1) Golongan sulfonilures bekerja dengan cara:
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b. Menurunkan ambang sekresi insulin
c. Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
2) Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal.
Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk
pasien gemuk
3) Inhibitor alfa glukosidase
Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial
4) Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa mengatasi
nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin
tanpa menyebabkan hipoglikemia.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Tarwoto (2012), ada beberapa tes diagnostik yang perlu dilakukan
untuk menentukan penyakit DM :

1. Pemeriksaan gula dara puasa atau fasting Blood sugar (FBS)


2. Pemeriksaan gula darah postprandial
3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance tes (TTGO)
4. Pemeriksaan glukosa urine
5. Pemeriksaan ketone urin
6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena
ketidakadekuatan kontrol glikemik
7. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)

G. KOMPLIKASI
Menurut Tarwoto (2012) komplikasi yang berkaitan dengan diabetes
melitus digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
b. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non- ketotic
2. Komplikasi kronis
a. Komplikasi mikrovaskuler
b. Neuropati
c. Komplikasi makrovaskuler
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Data Biografi
Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia
diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat pengetahuan klien yang akan berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau
bahkan faktor presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status
marital, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama Saat Pengkajian :
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang
dikembangkan dengan metode PQRST.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat
penyakit pankreatitis kronis.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Riwayat Penyakit Menular : Pada umumnya penderita DM mudah
terkena penyakit peradangan atau infeksi seperti TBC Paru, sehingga
perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai penyakit
menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dll.
b) Riwayat Penyakit Keturunan : Kaji apakah dalam keluarga ada yang
mempunyai penyakit yang sama dengan klien yaitu DM karena DM
merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu ditanyakan
apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan
seperti asma, hipertensi, atau penyakit endokrin lainnya.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Kaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini di
rumah sakit, meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi
(BAB/BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji
kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan berapa banyak
porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan
terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar
walaupun sudah banyak makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu
makan karena mual/muntah, apakah klien melanggar program diet yang
telah ditetapkan dengan cara memakan makanan yang dipantang, apakah
ada penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji
apakah ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji
apakah klien mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula
kebiasaan klien berolah raga atau beraktivitas sehari-hari.
4) Pemeriksaan Fisik
5) Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi.
Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan
depresi terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses penyakit
yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang
dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan
keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan
koping/penggunaan koping yang maladaptif dalam menghadapi
penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya, klien merasa kehilangan
fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan untuk
menjalani kehidupannya.
6) Data Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan
kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan
lain serta klien lain dan bagaimana penerimaan orang-orang sekitar klien
terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta dukungan yang diberikan
orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.
7) Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan
kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana
aktifitas spiritual klien selama klien menjalani perawatan di rumah sakit dan
siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk
kesembuhannya.
8) Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
a. Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
b. Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115
mg/dL)
c. Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
d. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%)
e. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan
osmolalitas urin mungkin meningkat.
f. Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.
g. Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.
a) Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
b) Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat
perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun
c) Fosfor : lebih sering menurun
h. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya.
i. Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
j. Trombosit darah/Ht : mungkin meningkat/dehidrasi atau normal,
leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau
infeksi
9) Program dan Rencana Pengobatan
Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:
a. Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan
keluhan akibat penyakit.
b. Memberi kemampuan bagi penderita DM untuk menjalankan hidup
senormal mungkin.
c. Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin
dengan mematuhi program diet, olah raga teratur, obat anti diabetik,
pendidikan dan motivasi penderita DM.
d. Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi
akut maupun kronis.
e. Menyadarkan penderita bahwa cara hidup penderita DM ditentukan
oleh penyakitnya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan
metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat
akibat adanya mual dan muntah.
b. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari
hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan.
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake makanan dengan
aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori,
gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya
pengetahuan tentang perawatan kulit.
e. Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan akibat penurunan produksi energi.
3. Perencanaan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan
metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat
akibat adanya mual dan muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan optimal.
Kriteria evaluasi:
1. Nafsu makan meningkat ditandai dengan porsi makan klien habis.
2. Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat sesuai program.
3. Berat badan mengarah ke normal sesuai dengan tinggi badan.
4. Kadar glukosa darah dalam batas normal dan tidak terjadi fluktuasi.
Intervensi
1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
2. Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan sesuai dengan
indikasi
3. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala, pusing dan sempoyongan.
4. Berikan pengobatan insulin secara teratur.
5. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
6. Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari
hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan.
Tujuan:
Hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi:
1. Tanda-tanda vital stabil : TD 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/menit,
Nadi 70-80 x/menit, Suhu 36,5-37.50C
2. Nadi perifer dapat diraba.
3. Turgor kulit dan pengisian kapiler baik.
4. Intake dan output seimbang.
5. Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
2. Kaji pola nafas seperti adanya pernafasan kussmaul atau berbau keton.
3. Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
dan periode apneu serta muncul sianosis.
4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, torgor kulit dan membran mukosa.
5. Pantau intake dan output
6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan sudah
dapat diberikan.
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake makanan dengan
aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan.
Tujuan:
Intake nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi:
1. Kadar glukosa darah dalam tingkat yang optimal.
2. Berat badan ideal dapat dicapai dan dipertahankan.
3. Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
4. Klien dapat memilih makanan berdasarkan pada panduan penurunan
kalori
Intervensi
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang faktor penyebab.
2. Kaji psikososial pasien yang berhubungan dengan makan berlebih
3. Jelaskan hubungan obesitas dengan diabetes.
4. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk program diet.
5. Motivasi klien untuk mengkonsumsi cukup makanan yang
mengandung kompleks karbohidrat yang tinggi.
6. Bantu memilih menu harian berdasarkan rencana rendah kalori dan
rendah lemak.
7. Timbang berat badan setiap hari.
8. Diskusikan kebutuhan diet dan tingkatkan latihan sesuai program diet.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori,
gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya
pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan:
Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria evaluasi:
1. Keadaan kulit tetap utuh pada daerah yang mengalami gangguan
seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
a. Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih dan memperlihatkan
tanda-tanda penyembuhan.
b. Klien atau orang terdekat memperlihatkan perawatan kulit yang
tepat.
2. Dapat mempertahankan kesehatan jaringan kulit seperti yang
ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
a. Tidak mengalami kerusakan kulit
b. Tidak terdapat daerah kemerahan
c. Mempertahankan sirkulasi adekuat.
Intervensi
1. Berikan perawatan kulit dengan salep atau krim.
2. Pertahankan linen kering.
3. Lakukan perawatan luka dengan larutan NaCl dan debridement sesuai
order.
4. Berikan obat-obatan luka.
5. Awasi dengan ketat terhadap tanda dan gejala infeksi.
6. Berikan tindakan untuk memaksimalkan sirkulasi darah.
e. Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan akibat penurunan produksi energi.
Tujuan:
Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
1. Kelemahan klien berkurang
2. Mengungkapkan peningkatan energi.
3. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktifitas yang diinginkan.
Intervensi
1. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal
perencanaan dengan klien dan identifikasi aktifitas yang
menimbulkan kelelahan.
2. Berikan aktifitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
3. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas.
4. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
5. Libatkan keluarga dalam pelaksanaan aktivitas klien.
6. Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktifitas meskipun mungkin klien sangat lemah.

Anda mungkin juga menyukai