Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES

MELITUS

OLEH
LUH MADE SRI ARISTAWATI
(173222785)

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG
2018

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth,
2002).Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Soegondo, 2002).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah
peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah.

2. Penyebab
Penyebab Diabetes Melitus dibagi 2, yaitu:
a. Penyebab Diabetes Mellitus Tipe I
Pada diabetes mellitus tipe I terdapat bukti adanya suatu responsautoimun. Respon
ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing. Otoanti body terdapat sel-sel pulau longerhans dan
insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan
beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis tipe I (Bruner and Suddarth,
2001). Secara garis besar etiologi DM tipe 1 adalah :
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA
2) Faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen
3) Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.

Penyelidikan masih dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan faktor-


faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, virus, atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
b. Penyebab Diabetes Mellitus Tipe II
Faktor-faktor yang menyebabkan diabetes mellitus tipe II antara lain:
1) Faktor-faktor genetik
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
2) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
3) Obesitas
4) Riwayat keluarga
5) Kelompok etnik

Di Amerika Serikat, golongan hipsonik serta penduduk asli Amerika


tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes mellitus
tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika.
3. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan pada
tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi
dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 1980
mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di
dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada
tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita.
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat
DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2
yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi
nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15 tahun sebesar 10.3% dan
sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas
sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi
memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) pada penduduk usia>15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13
provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan
buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk
>10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada
penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu
bulan terakhir adalah 4,6%
WHO merekomendasikan bahwa strategi yang efektif perlu dilakukan secara
terintegrasi, berbasis masyarakat melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor
termasuk swasta.Dengan demikian pengembangan kemitraan dengan berbagai unsur di
masyarakat dan lintas sektor yang terkait dengan DM di setiap wilayah merupakan
kegiatan yang penting dilakukan.Oleh karena itu, pemahaman faktor risiko DM sangat
penting diketahui, dimengerti dan dapat dikendalikan oleh para pemegang program,
pendidik, edukator maupun kader kesehatan di masyarakat sekitarnya.
Tabel Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus Di Beberapa Negara Tahun 2010 dan 2030

NO Rangking Orang Dengan Rangking Negara Orang Dengan


Negara Tahun DM (Juta) Tahun 2030 DM (Juta)
2010
1 India 31,7 India 79,4
2 Cina 20,8 Cina 42,3
3 Amerika Serikat 17,7 Amerika Serikat 30,3
4 Indonesia 8,4 Indonesia 21,3
5 Jepang 6,8 Pakistan 13,9
6 Pakistan 5,2 Brazil 11,3
7 Federasi Rusia 4,6 Banglades 11,1
8 Brazil 4,6 Jepang 8,9
9 Italia 4,3 Filipina 7,8
10 Banglades 3,2 Mesir 6,7
Pathway Diabetes Mellitus
Diabetes Tipe I Pasien belum mengerti Diabetes Tipe II
Tentang penyakitnya

Faktor Faktor Faktor Usia Obesitas


Genetik Imunoogi Lingkungan Defisiensi
pengetahuan Peningkatan kelebihan lemak
HLA Proses Virus/toksin resistensi sel
Menurun autoimun tertentu terhadap insulin Lemak

Kesalahan diteksi lemak menumpuk


Terhadap benda asing di pembuluh darah

Mengenal sel pankreas mempengaruhi


Transfer glukosa
Destruksi sel beta

Gangguan produksi insulin

penurunan jumlah insulin

fungsi transfer menurun

gangguan distribusi gangguan distribusi gangguan distribusi


lemak glukosa protein

penumpukan lemak Resiko ketidakstabilan glukosa tidak bisa gangguan


di pembuluh darah kadar glukosa darah masuk sel regenerasi sel

hiperglikemia glikoneogenesis banyak glukosa ke sel


terganggu
gangguan pembuluh mikrovaskuler konsentrasi darah produksi keton
darah besar meningkat meningkat menurunnya produksi
(makrovaskuler) aterosklerosis metabolik
Angiopati Deuresis osmosis ketoasidosis
Pembuluh Pecahnya pembuluh
kelemahan Intoleransi
darah organ Darah di koroid hipertensi gagal sekresi cairan
aktivitas
reproduksi Ginjal dan elektrolit
Retino pati berlebihan
Proloferatif pada arteri penurunan penurunan starvasi sel
Koroner banyak berkemih jumah metabolisme
Neovaskulerisasi glukosa sel basal glukoneogenesis
impotensi Infark poliuri
Pembuluh darah koroner anoreksia
Mengecil dan
Disfungsi Memendek/ Kekurangan
Nyeri volume cairan Ketidakseimbangan nutrisi
seksual Tertarik
akut kurang dari kebutuhan
tubuh
Pelepasan retina sorbital salah hipovolemik gangguan sirkulasi gagal
Dan perdarahan satu perubahan darah ginjal
Dalam badan glukosa dehidrasi
Vitreus suplai darah
Yang diatur oleh neurotrans ke perifer
Retinopati diabetik aldose reduktose miter menurun

Sensori penglihatan terjadi akumulasi SSP


Sorbital Ketidakefektifan
gangguan memerintahkan perfusi jaringan
Penglihatan perubahan untuk meningkatkan perifer
metabolik Jumlah cara minum
dalam sintesa banyak
Gangguan persepsi
sensori
atau fungsi
myelin polidipsi

otonom sensoris motoris atropi otot

penurunan hilang perubahan perubahan cara


perspirasi sensori tulang jalan
kulit tipis trauma deformitas titik tekan baru
tak terasa
kulit kering nyeri
Kerusakan
dan pecah
integritas kulit
ulserasi

Resiko
infeksi
4. Patofisiologi

Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani
akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan untuk mengatasi retensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

5. Gejala klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita.Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang
berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan berat badan yang turun dengan
cepat. Disamping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan
dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka
sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas 4 kg. Kadang-kadang
ada pasien yang pasien sendiri tidak merasakan adanya keluhan, Mereka mengetahui
adanya diabetes hanya karena pada saat check up ditemukan kadar glukosa darahnya
tinggi.

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:


a. Keluhan klinik
1) Penurunan Berat Badan (BB) dan rasa lemah
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur menjadi glukosa,
maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh
selanjutnya akan mmemecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk
yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM, walaupun
banyak makan tetap kurus
2) Banyak kencing
Hal ini disebabkan oleh kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang
mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehinga klien mengeluh
banyak kencing.
3) Banyak minum
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minu.
4) Banyak makan
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel sehingga megalami
starvasi (kelaparan). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan
berada sampai pembuluh dara.
b. Keluhan lain
1) Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur.
2) Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap
dapat melihat dengan baik.
3) Gatal/bisul
Kelainan bisel berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketika dan dibawah payudara.Sering pula dikeluhkan
timbulnya bisul dan luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
4) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara
terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan maslah seks, apalagi
menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
5) Keputihan
Pada wanita keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

6. Klasifikasi Diabetes Melitus


a. Diabetes Melitus Tipe 1
Selitar 5-10 % pasien mengalami diabetes tipe 1. Ini ditandai dengan destruksi sel-
sel pankreas akibat faktor genetis, imunologis, dan mungkin juga lingkungan
misalnya virus. Injeksi insulin diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah.
Awitan diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30 tahunan
(Brunner& Suddart,2010).
b. Diabetes Tipe 2
Sekitar 90-95% pasien penyandang diabetes tipe 2. Tipe ini disebabkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat jumlah
penurunan jumlah insulin yang diproduksi. Paling sering dialami oleh pasien
diatas 30 tahun dan pasien yang obesitas (Brunner & Suddart,2010).
c. Diabetes melitus Gestasional
Ditandai dengan setiap derajat intoleransi glukosa yang muncul selama kehamilan
(trimester kedua atau ketiga). Risiko diabetes gestasional mencakup obesitas,
riwayat personal pernah mengalami diabetes gestasional, glikosuria, atau riwayat
kuat keluarga pernah mengalami diabetes. Keluarga etnis yang berisiko tinggi
mencakup penduduk Amerika Hispanik, Amerika Afrika dan kepulauan Pasifik.
Diabetes gestasional meningkatkan risiko mereka untuk mengalami gangguan
hipertensif selama kehamilan (Brunner & Suddart,2010).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnosis
1) Glukosa darah meingkat: 200-100 mg/dL, atau lebih
2) Aseton plasma (keton ) positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L
5) Elektrolit :
a) Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
b) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun
6) Fospor lebih sering menurun
7) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( selama
hidup sel darah merah ) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan
DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden.
b. Pemeriksaan mikroalbumin
1) Mendeteksi kompliksai pada ginjal dan kardiovaskuler
2) Nefropati diabetik
a) Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh diabetes melitus adalah
terjadinya nefropati diabetik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal
terminal sehingga penderita perlu cuci darah atau hemodialisa
b) Nefropati diabetik ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring
c) Gangguan pada glomerolus ginjal menyebabka lolosnya protein albumin
kedalam urine
d) Adanya albumin dalam urine merupakan indikasi adanya nefropati diabetik
3) Manfaat pemeriksaan mikroalbumin
a) diagnosis dini nefropati diabetik
b) memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskuler dan mortalitas pasien
DM
4) Jadwal pemeriksaan mikroalbumin
a) Untuk DM tipe , diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun di
diagnosis DM
b) Untuk DM tipe 2, pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan, secara
periodik setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
c. Pemeriksaan HBA1C atau A1C
1) Dapat memperkirakan risiko kompliksai akibat DM
2) HbA1C atau AIC
a) Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan
hemoglobin (glycohemoglobin)
b) Jumlah A1C yang terbentuk tergantung pada kadar glukosa darah
c) Ikatan A1C stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel
darah merah)
d) Kadar A1C mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka
waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan
3) Manfaat pemeriksaan A1C
a) Menilai kualitas pengendalian DM
b) Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu dijalankan
4) Tujuan pemeriksaan A1C
a) Mencegah terjadinya kompliksai kronik diabetes karena A1C dapat
memperkirakan risiko berkembangnya kompliksai diabetes, dimana
komplikasi ini DM muncul jika kadar glukosa darah terus menerus tinggi
dalam jangka panjang
5) Jadwal pemeriksaan A1C
a) Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
b) Secara periodik (sebagai bagian dari pengelolaan DM yaitu setiap setiap 3
bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum tercapai) dan minimal 2
kali dalam setahun

8. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivasi insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya kompliksai vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada
pola aktivitas pasien (Brunner & Suddart,2010). Ada 5 komponen dalam
penatalaksanaan DM:
1) Diet
2) Latihan fisik
3) Pemantauan gula darah
4) Terapi (obat-obatan) seperti obat hipoglikemik oral dan pemberian insulin
5) Pendidikan kesehatan
b. Penatalaksanaan Nutrisi
Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah
dan tekanan darah dalam kisaran normal dan lipid profil dan lipoprotein yang
menurunkan risiko penyakit vaskuler, mencegah timbulnya kompliksai kronik,
memenuhi kebutuhan nutrisi individu, dan menjaga kepuasan untuk makan hanya
pilihan makanan yang terbatas ketika bukti ilmiah ada yang mengindikasikan
demikian. Bagi pasien yang membutuhkan insulin yang membantu untuk
mengontrol kadar gula darahnya, diperlukan konsistensi dalam mempertahankan
jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap makan.
Prinsip utama dalam diet DM adalah 3 J, yaitu jumalah harus sesuai
kebutuhan, jadwal diet yang ketat, dan jenis makanan yang boleh dimakan dn yang
harus dihindari. American Diabetes Association merekomendasikan bahwa untuk
semua tingkatan asupan kalori , sebanyak 50% sampai 60% kalori didapatkan dari
karbohidrat, 20-30% dari lemak dan sisanya 10-20% dari protein.
c. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk pasien penyandang diabetes dapat mencakup
banyak macam gangguan fisiologis bergantung pada kondisi kesehatan pasien atau
apakah pasien baru terdiagnosa diabetes atau tengah mencari perawatan untuk
masalah kesehatan lain yang tidak terkait, karena semua pasien penyandang DM
harus menguasai konsep dan keterampilan yang diperlukan untuk penatalaksanaan
jangka panjang serta untuk menghindari kemungkinan kompliksai diabetes,
landasan pendidikan yang solid mutlak diperlukan dan menjadi fokus asuhan
keperawatan yang berkelanjutan
1) Memberikan pendidikan kesehatan untuk pasien
a) Menyusun rencana penyuluhan tentang diabetes
b) Mengkaji kesiapan untuk belajar
c) Menyuluh pasien yang berpengalaman
d) Menentukan metode penyuluhan
e) Menyuluh pasien cara memberikan insulin secara mandiri
2) Meningkatkan asuhan di rumah dan di komunitas
a) Meningkatkan perawatan diri
b) Melanjutkan asuhan

9. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes melitus adalah sebagai berikut (Mansjoer,2001):
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia.
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstermitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.
b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus antara lain :
1) Neuropati diabetik
2) Retinopati diabetik.
3) Nefropati diabetik.
4) Proteinuria.
5) Kelainan koroner.
6) Ulkus / ganggren
Terdapat 5 grade ulkus diabetikum antara lain :
a) Grade 0 : tidak ada luka.
b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit.
c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang.
d) Grade III : terjadi abses.
e) Grade IV : gangren pada kaki bagian distal.
f) Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian (Data Subyektif dan Obyektif)
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan
dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Status neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
4) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
5) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
6) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
7) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
8) Sistem urinari
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
9) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

Pengkajian pola fungsi kesehatan menurut Gordon sebagai berikut:


1) Pola persepsi kesehatan yang pernah dialami klien,
Apa upaya dan dimana klien mendapatkan pertolongan kesehatan lalu apa saja
yang membuat status kesehatan klien menurun, termasuk riwayat penggunaan
obat-obatan. Pada pasien DM pola ini mungkin mengalami perubahan, dimana
salah satu komplikasinya yaitu diabetic foot bisa menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecendrungan tidak mematuhi prosedur
pengobatan
2) Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun, dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
Keluhan yang muncul seperti mual, muntah, berat badan menurun, turgor kulit
jelek.
3) Pola eliminasi
Pada pasien DM, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa dari urin (glukosauri). Pada eliminsai alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, takikardi atau takipnea pada
waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka
ganggren dan kelemahan otot-otot tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Pada pasien DM, sering terbangun dan tidak bisa tidur karena oleh polyuria
dan nyeri pada kaki yang luka.
6) Pola persepsi kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap nyeri, selain itu adanya komplikasi lain
menyebabkan adanya gangguan penglihatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktut tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, biaya perawatan yang mahal menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga
8) Pola peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan
9) Pola reproduksi seksual
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan seksual. Adanya peradangan pada pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria, selain itu
berisiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif seperti
muda marah, kecemasan, dan lain-lain yang dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan koping yang konstruktif/adaptif.
11) Pola sistem kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai
poliuri
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral ditandai dengan penurunan berat badan
c. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan retinopati diabetik ditandai
dengan gangguan penglihatan
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakitnya ditandai demgan pasien bertanya mengenai penyakit yang diderita
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan permukaan kulit
(epidermis) yang ditandai dengan kulit kering dan pecah
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasieng
menyatakan merasa lemah, letih
h. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemia,
penyakit diabetes melitus ditandai dengan suplai darah ke kapiler menurun
i. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh ditandai dengan
ketidakmampuan mencapai kepuasan yang diharapkan
j. Risiko Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan defisiensi insulin,
kurang menejemen diabetes
k. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes melitus)
3. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil NIC


1 Kekurangan NOC : NIC
1. Fluid balance
volume cairan Fluid Management
2. Hydration
tubuh berhubungan 3. Nutritional status: food and fluid 1. Pertahankan dan catat intake output yang adekuat
2. Monitor vital sign
dengan diuresis intake
3. Monotor masukan makan/cairan dan hitung intake kalori harian
Setelah diberikan asuhan keperawatan
osmotik ditandai 4. Kolaborasi pemberian cairan IV
selama 3x24 jam diharapkan kekurangan 5. Monitor status nutrisi
poliuri
6. Dorong masukan oral
volume cairan teratasi dengan kriteria
7. Kolaborasi dengan dokter
hasil:
Hipovolemia Management:
a. Mempertahankan urin output sesuai
1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
dengan usia dan BB
2. Pelihara IV line
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
batas normal 4. Monitor tanda vital
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
d. Elastisitas turgor kulit membaik, 6. Monitor BB
7. Monitor adanya tanda gagal ginjal
membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan

2 Ketidakseimbangan NOC NIC


1. Nutritional Status :
nutrisi kurang dari Nutrition Management
2. Nutritional Status : food and Fluid
kebutuhan tubuh 1. Kaji adanya alergi makanan
Intake
berhubungan 3. Nutritional Status: nutrient Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
4. Weight control
dengan penurunan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
masukan oral Setelah diberikan asuhan keperawatan 3. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
ditandai dengan selama3x24 jam, diharapakan pasien gizi)
penurunan berat pasien tidak mengalami kekurangan 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
badan nutrisi, dengan 5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Kriteria Hasil :
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
a. Adanya peningkatan berat badan
7. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi dibutuhkan
badan Nutrition Monitoring
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan
1. BB pasien dalam batas normal
nutrisi
2. Monitor adanya penurunan berat badan
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
pengecapan dan menelan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan
5. Monitor lingkungan selama makan
yang berarti
6. Jadwalkan pengobatan dan perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
11. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
13. Monitor kalori dan intake nutrisi
14. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
15. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
3 Nyeri akut NOC NIC
1. Pain Level,
berhubungan Pain Management
2. Pain control
dengan iskemik 3. Comfort level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
Setelah diberikan asuhan keperawatan
jaringan ditandai karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
selama …. X…., diharapkan pasien tidak
dengan melaporkan 2. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
mengalami nyeri dengan
nyeri secara verbal, 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Kriteria Hasil :
sikap melindungi a. Mampu mengontrol nyeri (tahu pengalaman nyeri pasien
area nyeri penyebab nyeri, mampu 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggunakan tehnik nonfarmakologi 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
untuk mengurangi nyeri, mencari 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
7. Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
dengan menggunakan manajemen
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
c. Mampu mengenali nyeri (skala,
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
nyeri berkurang dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
4 Gangguan persepsi Tujuan : pasien beradapatsi positif 1. Tentukan tajam penglihatan
2. Kurangi situasi kacau, atur pengobatan, atur penyinaran
sensori terhadap penurunan visual yang terjadi
3. Kolaborasi:
berhubungan Kriteria hasil: a. Berikan pengobatan sesuai indikasi mata dan derajat
Pasien akan berpartisipasi dalam program
dengan retinopati komplikasinya
pengobatan b. Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi
diabetik ditandai
dengan gangguan
penglihatan
5 Defisiensi NOC : NIC :
pengetahuan 1. Knowledge : disease process Teaching : disease Process
2. Knowledge : health Behavior
berhubungan 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
Setelah diberikan asuhan keperawatan
dengan kurangnya penyakit yang spesifik
selama 3x24 jam, pasien mengetahui
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
informasi
tentang penyakitnya, dengan
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
mengenai
Kriteria Hasil : 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
penyakitnya
a. Pasien dan keluarga menyatakan dengan cara yang tepat
ditandai demgan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
pasien bertanya
prognosis dan program pengobatan 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
mengenai penyakit b. Pasien dan keluarga mampu
tepat
yang diderita melaksanakan prosedur yang 7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
menjelaskan kembali apa yang
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
dijelaskan perawat/tim kesehatan
pengontrolan penyakit
lainnya
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
6 Kerusakan NOC NIC
1. Tissue integrity : skin and muccous 1. Monitor gejala dan tanda gangguan integritas kulit atau jaringan yang
integritas kulit
2. Wound healing : primary and
telah menjadi ulcer dan sekitarnya, meliputi: bau, color, dolor, rubor,
berhubungan
secondary intention
tumor, fungtion laesa, kelembaban luka serta kekuatan pulsasi
dengan gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan
dorsalis pedis kedua kaki
permukaan kulit selama 3x24 jam diharapkan integritas
2. Cuci tangan yang efektif sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
(epidermis) yang kulit baik 3. Gunakan instrumen steril untuk perawatan luka dan lakukan prosedur
Kriteria Hasil
ditandai dengan perawatan luka yang benar
a. Integritas kulit yang baik bisa
4. Pertahankan teknik septic dan antiseptic pada prosedur invasif
kulit kering dan
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
dan tindakan keperawatan
pecah
temperatur) 5. Sesudah luka bersih, tutup dengan kasa yang diberi Ikamecetin
b. Infeksi berkurang
salep
c. Nyeri yang terjadi berkurang
6. Menjaga area sekitar ulser bersih dan bebas dari tekanan serta
d. Adanya pertumbuhan granulasi
iritasi
jaringan
7. Beri perawatan kulit dengan teratur dan massage, jaga kulit tetap
kering.
8. Support dan Bantu sepenuhnya untuk menggerakkan daerah
yang terdapat ulcer.
9. Kolaborasi terhadap program terapi debridement dan program
diet dan obat.
7 Intoleransi aktifitas NOC: NIC:
1. Energy concervation Activity therapy
berhubungan
2. Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehab medis dalam merencanakan
dengan kelemahan 3. Self care : ADL’s
program terapi yang tepat
Setelah diberikan asuhan keperawatan
ditandai dengan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
pasieng dilakukan
melakukan aktivitas dengan baik 3. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda
menyatakan merasa
Kriteria Hasil: 4. Bantu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
lemah, letih a. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri
b. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, respirasi
c. Mampu berpindah dengan atau tanpa
bantuan
8 Ketidakefektifan NOC NIC
1. Circulation status Manajemen sensasi perifer:
perfusi jaringan
2. Tissue perfusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
perifer Setelah diberikan asuhan keperawatan
panas/dingin/tajam/tumpul
berhubungan selama 3x24 jam diharapkan perfusi 2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
dengan jaringan perifer efektif
Kriteria Hasil: ulserasi
hipovolemia,
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang 4. Batasi gerakan pada leher, kepala dan punggung
penyakit diabetes 5. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
ditandai dengan:
melitus ditandai a. Tekanan sistol dan diastol dalam
dengan suplai rentang yang normal
darah ke kapiler b. Tidak ada hipertensi ortostatik
c. Tidak ada tanda peningkatan
menurun
intrakranial
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
kemampuan
b. Memproses informasi
c. Membuat keputusan dengan benar
9 Disfungsi seksual NOC : NIC
1. Sexuality pattern: ineffective Sexual counceling:
berhubungan
2. Self esteem situational low 1. Membangun hubungan terapeutik berdasarkan kepercayaan dan
dengan perubahan 3. Rape trauma syndrome silent
rasa hormat
4. Knowledge: sexual functioning
fungsi tubuh 2. Menyediakan privasi dan menjaga kerahasiaan
Setelah diberikan asuhan keperawatan
3. Memberikan informasi tentang fungsi seksual
ditandai dengan
selama 3x24 jam diharapkan disfungsi 4. Membantu pasien mengekspresikan kesedihan dan kemarahan
ketidakmampuan
seksual membaik dengan kriteria hasil: tentang perubahan dalam fungsi tubuh/penampilan yang sesuai
mencapai kepuasan a. Pengenalan dan penerimaan identitas
yang diharapkan seksual pribadi
b. Mengetahui masalah reproduksi
c. Kontrol risiko penyakit menular seksual
d. Mampu mengontrol kecemasan
10 Risiko NOC : NIC :
1. Blood glucose : risk for unstable
Ketidakstabilan Hyperglycemia management
2. Diabetes self management
kadar gula darah Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Monitor level glukosa darah
berhubungan selama 3x24 jam diharapkan masalah tidak 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia: puliuria, polidipsi, polipagi,
dengan defisiensi menjadi aktual dengan kriteria hasil: kelemahan, letargi, malaise, pandangan kabur, sakit kepala
insulin, kurang a. Penerimaan : kondisi kesehatan 3. Monitor keton dalam urine
b. Kepatuhan Perilaku : diet sehat
menejemen 4. Monitor kadar AGD, elektrolit, betahydroksybutyrate
c. Dapat mengontrol kadar glukosa
diabetes 5. Monitor tekanan darah dan pulse ortostatis
darah
d. Dapat mengontrol stres 6. Berikan insulin
e. Dapat memanajemen dan mencegah
7. Anjurkan intake cairan oral
penyakit semakin parah
8. Monitor status cairan (intake dan output)
f. Tingkat pemahaman untuk dan
9. Pertahankan akses IV
pencegahan komplikasi
g. Dapat meningkatkan istirahat 10. Berikan cairan IV
h. Mengkontrol perilaku Berat badan
11. Berikan potassium
i. Pemahaman manajemen Diabetes
j. Status nutrisi adekuat 12. Konsultasi dengan dokter bila tanda hiperglikemi memburuk atau
k. Olahraga teratur
persisten
13. Berikan oral hygiene
14. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
15. Antisipasi situasi dimana kebutuhan insulin meningkat
16. Batasi latihan bila kadar gula darah lebih dari 250 mg/dl, terutama
bila ada keton dalam urine
17. Tinjau ulang kadar glukosa darah
Hypoglycemia management
1. Identifikasi pasien yang beresiko terkena hipoglikemia
2. Monitor kadar glukosa darah
3. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia: shakiness, tremor,
berkeringat, nervousness, ansietas, irritability (mudah marah), tidak
sabaran, takikardia, palpitasi, chills (menggigil), clamminess, kepala
terasa ringan, pucat, lapar, mual, sakit kepala, kelelahan, mengantuk,
kelemahan, hangat, pusing, faintness (tidak sadarkan diri),
penglihatan kabur, mimpi buruk, mengigau dalma tidur, paresthesia,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan berbicara, inkoordinasi, peruahan
perilaku, bingung, coma, kejang.
4. Berikan karbohidrat sederhana
5. Berikan glucagon
6. Pertahankan akses vena
7. Pertahankan patensi jalan nafas
8. Lindungi dari injury
9. Kaji ulang kejadian hipoglikemia dan kemungkinan penyebabnya
10. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala, faktor
resiko dan penanganan hipoglikemia
11. Instruksikan pasien untuk selalu menyediakan karbohidrat sederhana
11 Resiko infeksi NOC NIC
1. Immune status Infection control
berhubungan
2. Knowledge : infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
dengan penyakit 3. Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3. Batasi penginjung bila perlu
kronis (diabetes
4. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
se;ama 3x 24 jam diharapkan infeksi tidak
melitus) 5. Gunakan alat pelindung diri
terjadi dengan kriteria hasil :
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas
proses keperawatan mulai dari pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. EGC: Jakarta.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

NANDA. 2015. Klasifikasi Diagnosis Nanda 2015-2017. Jakarta : EGC


Nurarif, Amin Huda & Kusumna, Hardi.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda Nic Noc. Yogyakarta: MedAction.

Price & Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Suyono, S. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Ed.3. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Sujono & Sukarmin.2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai