OLEH KELOMPOK 4:
2. Etiologi
Menurut Aspiani (2017), ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya myoma uteri.
a. Umur
Myoma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40%-50%
pada wanita usia di atas 40 tahun. Myoma uteri jarang ditemukan sebelum menarche
(sebelum mendapatkan haid).
b. Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan myoma uteri lebih tinggi dari pada jaringan
miometrium normal.
c. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita
tanpa garis keturunan penderita myoma uteri.
d. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging
babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden
menurunkan myoma uteri.
e. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran
myoma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan myoma mungkin berhubungan dengan
respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
f. Paritas
Myoma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan wanita
yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali
3. Klasifikasi Myoma
Myoma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah mana myoma
tumbuh.Myoma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, myoma ini
dibagi menjadi tiga jenis.
a. Myoma Uteri Intramural
Myoma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar tumbuh
diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah (miometrium). Pertumbuhan
tumor dapat menekan otot disekitarnya dan terbentuk sampai mengelilingi tumor
sehingga akan membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Myoma yaang terletak
pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong
kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
b. Myoma Uteri Subserosa
Myoma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar yaitu serosa dan
tumbuh ke arah peritonium. Jenis myoma ini bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa
bila myoma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan uterus
diliputi oleh serosa. Myoma serosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intraligamenter. Myoma subserosa yang tumbuh menempel pada
jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari
uterus sehingga disebut wandering parasitis fibroid.
c. Myoma Uteri Submukosa
Myoma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga menonjol ke dalam
uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui saluran seviks yang disebut myoma geburt.
Myoma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi
myoma submukosa walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada myoma submukosa pedinkulata.
Myoma submukosa pedinkulata adalah jenis myoma submukosa yang mempunyai tangkai.
Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt
atau mioma yang dilahirkan.
4. Patofisiologi
Myoma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam myometrium dan lambat
laun membesar karena pertumbuhan itu myometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu
myoma akan tetapi myoma biasanya banyak. Bila ada satu myoma yang tumbuh intramural
dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong
kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas
tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor
mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran
berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran
uterusnya. Sebagian terbenam didalam myometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor
tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi
leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis
iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor
menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi.
5. PATHWAY
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan
hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada
organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e. Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pain Management
nekrosis atau trauma jaringan dan ......x 24 jam diharapkan pasien mampu 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
refleks spasme otot sekunder mengontrol nyeri dengan kriteria hasil : komprehensif termasuk lokasi,
akibat tumor 1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
menggunakan manajemen nyeri dan faktor presipitasi
2. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 2. Observasi reaksi nonverbal dan
frekuensi dan tanda nyeri) ketidaknyamanan
3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
berkurang untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengarhui nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.
5. Kurangi faktir presipitasi nyeri
6. Ajarkan teknik non farmakologi
7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
8. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Tentuka pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
6. Berikan ana;gesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
2. Resiko syok berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama Syok Prevention
perdarahan ....x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit,
hypovolemik dengan kriteria hasil : suhu kulit, denyut jatung, HR, dan ritme
1. Nadi dalam batas yang diharapkan nadi perifer, dan kaliper reffil time
2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi
3. Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan jaringan
4. Irama pernafasan dalam batas yang 3. Monitor suhu da pernafasan
diharapkan 4. Monitor input da output
5. Monitor tanda awal syok
6. Tempatkan pasien pad aposisi supine,
kaki elevasi untuk peningkatan preload
dengan tepat
7. Berikan cairan IV atau oral yang tepat
8. Ajarka keluarga dan pasien tentang tanda
dan gejala datangnya syok
9. Ajarkan pasien da keluarga tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok Management
1. Monitor fungsi neurologis
2. Monitor tekanan nadi
3. Monitor status cairan, input dan output
4. Memanfaatka pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan akurasi pembacaan
tekanan darah
3 Resiko infeksi berhubungan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama Infektion Control
dengan penurunan imun tubuh ...x 24 jam diharapkan pasien mampu melakukan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
sekunder akibat gangguan pencegahan infeksi dengan kriteria hasil : pasien
hematologis (perdarahan) 1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Pertahakan teknik isolasi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 3. Batasi pengunjung bila perlu
timbulnya infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
3. Jumlah leukosit dalam batas normal mencuci tangan saat berkunjung dan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat setelah berkunjung meninggalka pasien
5. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
7. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infektion Protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Batasi pengunjung
4. Berikan perawatan kulit pada area
epiderma
5. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
6. Dorong masuka nutrisi yang cukup
7. Dorong masukan cairan
8. Dorong istirahat
9. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
10. Ajarkan pasien da keluarga tanda dan
gejala infeksi
11. Ajarkan cara menghindari infeksi
12. Laporkan kecurigaan infeksi
4 Retensi urine berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Urinary Retention Care
penekanan oleh massa jaringan ....x 24 jam diharapkan eliminasi urine kembali 1. Monitor intak dan output
neoplasma pada organ sekitarnya, normal dengan kriteria hasil : 2. Monitor penggunaan obat
gangguan sensorik motorik. 1. Kantong kemih kosong secara penuh 3. Montor derajat distensi bladder
2. Tidak ada spasme bladder 4. Instruksikan pada pasien dan keluarga
3. Ballance cairan seimbang untuk mencatat output urine
5. Sediakan privacy untuk eliminasi
6. Stimulasi refleks bladder dengan
kompres dingin pada abdomen
7. Kateterisasi bila perlu
6 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Anxiety Reduction
perubahan dalam status peran, ....x 24 jam diharapkan cemas berkurang dengan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
ancaman pada status kesehatan, kriteria hasil : 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
konsep diri (kurangnya sumber 1. Pasien mampu mengidentifikasi dan perilaku pasien
informasi terkait penyakit) mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan dirasakan selama prosedur
menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 4. Pahammi perspektif pasien terhadpa
3. Vital sign dalam batas normal situasi stres
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh 5. Temani pasien untuk memberikan
dan tingkat aktivitas menunjukkan keamana dan mengurangi takut
berkurangnya kecemasan 6. Dengarkan dengan penuh perhatian
7. Identifiksi tingkat kecemasan
8. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecamasan
9. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
10. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
11. Berikan obat untuk mengurangi
kecamasan
4. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi diatas
5. Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri dapat teratasi/terkontrol
2. Tidak terjadi syok hipovolemik
3. Tidak ada tanda tanda infeksi dan mampu mencegah infeksi secara mandiri
4. Eliminasi urin kembali normal
5. Konstipasi tidak ada
6. Ansietas berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Huda. N, Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC – NOC. Jogjakarta : MediAction
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC
Nugroho. T. 2012. Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.