Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS (DM)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada Diabetes Mellitus
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pancreas dapat
menghentikan sama sekali produksi insulin (Brunner and Suddarth, 2001)
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan hiiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau aktivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, dan neuropati
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan
yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada
diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau
pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan
hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes
ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK)

2. Anatomi dan Fisiologi


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas
terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar
di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak
adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1-2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
1) Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity”.
2) Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3) Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna
pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel
beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak
menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A
dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri
dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum
insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di
dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat
cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport
glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel
lemak.
3. Etiologi
a. Diabetes Mellitus tipe I (IDDM/ Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM tipe I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin (IDDM), DM ini disebabkan
akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta
pancreas. gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM
tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.
b. Diabetes Mellitus tipe II
DM tipe II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin (NIDDM), DM ini
disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia. 75% dari penderita DM tipe II dengan obesitas atau kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel–sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping
itu glukosa yang berasal dari makanan dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibtanya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
dieresis osmotic, Sebagai akibat dari dari kehilangan cairan berlebihan. Pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)
Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolism protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukkan glukosa baru
dari asam – asam amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda – tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolic tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut.
Terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini, Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan, Pada penderita
toleransi glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya, Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi
pada diabetes tipe II, Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom nonketoik.
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas, Akibat intolerasi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun
- tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi
vagina/pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Bagan 2.A Pathway Diabetes Millitus
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Diabetes Mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin
a. Kadar glukosa puasa tidak normal
b. Hiperglikemia berat berakibat glukosaria yang akan menjadi dieresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan berkurang
d. Lelah dan mengantuk
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva
6. Komplikasi
1. Kerusakan Jantung
2. Kerusakan saraf
3. Katarak dan Kebutaan
4. Kerusakan Ginjal
5. Disfungsi Seksual
6. Kerusakaan Pembuluh darah kaki
7. Kerusakan dan kematian Jaringan

7. Penatalaksanaan
1) Edukasi
Edukasi pada penyakit diabetes meliputi pemahaman tentang perjalanan penyakit DM,
perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan, penyulit/komplikasi
DM dan risikonya, dan cara penggunaan obat diabetes/insulin. Selain itu, untuk
mencapai pengelolaan diabetes yang optimal pada penyakit DM dibutuhkan
perubahan perilaku agar dapat menjalani pola hidup sehat meliputi:
a. Mengikuti pola makan sehat
b. Merningkatkan kegiatan jasmani
c. Menggunakan obat diabetes dan obat–obatan pada keadaan khusus secara
aman dan teratur
d. Melakukan pemantauan gula darah mandiri
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
seperti hipoglikemia
2. Diet atau perencanaan makan
Perencanaan makan menggambarkan apa yang dimakan, berapa banyak, dan kapan
makan. Makanan sehari- hari hendaknya cukup karbohidrat, serat, protein, rendah
lemak jenuh, kolesterol, sedangkan natrium dan gula secukupnya, Kebutuhan
karbohidrat pada seseorang yang memiliki penyakit diabetes antara 45-65%
kebutuhan kalori dengan asupan karbohidrat tersebar dalam sehari, hindari makan
karbohidrat dalam jumlah besar dalam satu kali makan. Sumber karbohidrat yang
dianjurkan adalah karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, dan kentang. Batasi
karbohidrat sederhana seperti gula, kue, dodol, sirup, dan madu. Serat merupakan
bagian dari karbohidrat yang tidak dapat diserap tubuh, rendah lemak serta
berpengaruh baik untuk kadar gula darah. Pada umumnya gula darah setelah makan
akan naik lebih lambat bila makan makanan yang mengandung banyak serat.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari–hari dan latihan secara teratur 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit, Tujuan latihan jasmani untuk menjaga kebugaran,
menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan
memperbaiki kendali gula darah, Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. dan hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
4. Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani, terapi farmakologis terdiri dari obat oral & bentuk suntikan insulin, Saat ini
terdapat 5 macam obat tablet yang beredar di pasaran untuk menurunkan kadar gula
darah. Beberapa obat yg sering digunakan adalah:
a. Golongan insulin sekretagok
Obat ini bekerja dengan cara merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin.
Obat ini merupakan pilihan utama pada penyandang diabetes dengan berat
badan kurang atau normal, Obat golongan ini terdapat 2 jenis yaitu: golongan
sulfonilurea dan glinid.
b. Golongan Biguanid
Obat yang termasuk golongan biguanid hanyalah metformin, Obat ini terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk, Penggunaan obat ini
dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal & hati, Metformin sebaiknya
diberikan pada saat atau sesudah makan karena dapat menyebabkan mual &
iritasi pada lambung
c. Golongan Glitazone
Cara kerja obat ini adalah dengan membantu tubuh menggunakan insulin yang
tersedia sehingga lebih efektif, Penggunaan obat ini dikontraindikasikan pada
mereka dengan gagal jantung, penyakit hati akut, diabetes tipe 1, dan kehamilan
d. Golongan Penghambat Alpha Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat penyerapan glukosa di usus sehingga
mempunyai efek menurunkan gula darah sesudah makan. Obat ini hanya
mempengaruhi konsentrasi gula darah setelah makan, Efek samping yang sering
terjadi pada penggunaan obat ini adalah perut kembung, sering buang angin, dan
mencret
e. Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) inhibitor
Pengobatan dengan golongan ini merupakan pendekatan baru pengelolaan DM.
Obat ini menghambat pelepasan glukagon, yang pada gilirannya meningkatkan
sekresi insulin, menurunkan pengosongan lambung, dan menurunkan kadar
glukosa darah. Beberapa obat golongan ini sudah masuk di Indonesia sejak tahun
2007 antara lain vildagliptin dan sitagliptin.
5. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan seperti penurunan berat badan yang cepat,
komplikasi akut DM (hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis
diabetik, hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, hiperglikemia dengan asidosis
laktat), gagal dengan pengobatan obat diabetes oral dosis optimal, kehamilan
dengan DM, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke, dll), gangguan
fungsi ginjal dan hati yang berat, dan adanya kontra indikasi/alergi terhadap obat
diabetes oral.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, ko
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi atau
bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensori, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Diabetes Millitus menurut NANDA NIC NOC,
diantaranya:
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1).
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi
(tipe 2).
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan.
e. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
f. Kerusakan Integritas Cairan Berhubungan Dengan Ulkus DM
g. Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya ulkus pada kaki
h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC NIC


dengan agen injuri biologis a. Lakukan pengkajian nyeri
Setelah dilakukan tindakan
(penurunan perfusi jaringan secara komprehensif
keperawatan selama 3x24 jam
perifer) termasuk lokasi,
nyeri klien berkurang, dengan
karakteristik, durasi,
kriteria hasil:
frekuensi, kualitas dan

a. Mengontrol nyeri. ontro presipitasi.

b. Melaporkan bahwa nyeri b. Observasi reaksi nonverbal


berkurang skala dari ketidak nyamanan

1-3. c. Gunakan teknik

c. Mampu mengenali nyeri komunikasi terapeutik

(skala, intensitas, untuk mengetahui

frekuensi dan tanda nyeri). pengalaman nyeri klien

d. Menyatakan rasa nyaman sebelumnya.

setelah nyeri berkurang. d. Kontrol ontro lingkungan

e. Mengkaji karakteristik yang mempengaruhi nyeri

nyeri: lokasi, durasi, seperti suhu ruangan,

intensitas nyeri dengan pencahayaan, kebisingan.

menggunakan skala nyeri e. Kurangi ontro presipitasi

(0-10). nyeri.

f. Mempertahankan f. Pilih dan lakukan

immobilisasi penanganan nyeri


(farmakologis/non
farmakologis).
g. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
i. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
j. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
k. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC


kurang dari kebutuhan tubuh
Nutritional Status : Food and Nutrition Management
b.d. ketidakmampuan
Fluid Intake
menggunakan glukose (tipe a. Monitor intake makanan
1) a. Intake makanan peroral dan minuman yang
yang adekuat dikonsumsi klien setiap
b. Intake NGT adekuat hari
c. Intake cairan peroral b. Tentukan berapa jumlah
adekuat kalori dan tipe zat gizi
d. Intake cairan yang yang dibutuhkan dengan
adekuat berkolaborasi dengan ahli
e. Intake TPN adekuat gizi
c. Dorong peningkatan
intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
d. Beri makanan lewat oral,
bila memungkinkan
e. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
f. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan lewat
oral
Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
lebih dari kebutuhan tubuh
Weight Management
b.d kelebihan intake nutrisi Nutritional Status : Nutrient a. Diskusikan dengan pasien
(tipe 2) Intake tentang kebiasaan dan
budaya serta faktor
a. Kalori
hereditas yang
b. Protein
mempengaruhi berat
c. Lemak
badan.
d. Karbohidrat
b. Diskusikan resiko
e. Vitamin
kelebihan berat badan.
f. Mineral
c. Kaji berat badan ideal
g. Zat besi
klien.
h. Kalsium
d. Kaji persentase normal
lemak tubuh klien.
e. Beri motivasi kepada klien
untuk menurunkan berat
badan.
f. Timbang berat badan
setiap hari.
g. Buat rencana untuk
menurunkan berat badan
klien
h. Buat rencana olahraga
untuk klien.
i. Ajari klien untuk diet
sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.
Defisit Volume Cairan b.d NOC NIC
Kehilangan volume cairan  Fluid balance  Fluid management
secara aktif, Kegagalan  Hydration a. Pertahankan catatan
mekanisme pengaturan  Nutritional Status : Food intake dan output yang
and Fluid Intak akurat
Kriteria Hasil : b. Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
a. Mempertahankan urine
mukosa, nadi adekuat,
output sesuai dengan usia
tekanan darah ortostatik),
dan BB, BJ urine normal,
jika diperlukan
HT normal
c. Monitor vital sign
b. Tekanan darah, nadi, suhu
d. Monitor masukan
tubuh dalam batas normal
makanan / cairan dan
c. Tidak ada tanda tanda
hitung intake kalori harian
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran e. Kolaborasikan pemberian
mukosa lembab, tidak ada cairan IV
rasa haus yang berlebihan f. Monitor status nutrisi
g. Berikan cairan IV
h. Dorong masukan oral
i. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
j. Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
k. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
l. Atur kemungkinan tranfusi
m. Persiapan untuk tranfusi
Perfusi jaringan tidak efektif NOC NIC
b.d hipoksemia jaringan.  Circulation status  Peripheral Sensation
 Tissue Prefusion Management (Manajemen
cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : a. Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya peka
mendemonstrasikan status
terhadap
sirkulasi
panas/dingin/tajam/tumpul

a. Tekanan systole dan b. Monitor adanya paretese


diastole dalam rentang c. Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan mengobservasi kulit jika

b. Tidak ada ortostatik ada lesi atau laserasi

hipertensi d. Gunakan sarung tangan

c. Tidak ada tanda tanda untuk proteksi

peningkatan tekanan e. Batasi gerakan pada

intrakranial (tidak lebih kepala, leher dan

dari 150 mmHg) punggung

d. mendemonstrasikan f. Monitor kemampuan BAB

kemampuan kognitif yang g. Kolaborasi pemberian

ditandai dengan: analgetik

a) berkomunikasi h. Monitor adanya

dengan jelas dan tromboplebitis

sesuai dengan i. Diskusikan menganai

kemampuan penyebab perubahan

b) menunjukkan sensasi

perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c) memproses
informasi
d) membuat keputusan
dengan benar

Kerusakan Integritas Cairan NOC NIC


Berhubungan Dengan Ulkus Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan perawatan luka
DM keperawatan selama 3×24 jam, sesuai dengan perskripsi
integritas jaringan klien medik.
membaik, dengan kriteria hasil: b. Oleskan preparat
a. Jaringan secara umum antibiotik topikal dan
tampak utuh dan bebas memasang balutan sesuai
dari tanda-tanda infeksi ketentuan medik.
dan, tekanan dan trauma. c. Berikan dukungan nutrisi
b. Luka yang terbuka yang memadai.
berwarna merah muda d. Kaji luka/ulkus dan
memperlihatkan laporkan tanda
repitelisasi dan bebas dari kesembuhan yang buruk
infeksi.
c. Luka yang baru sembuh
teraba lunak dan licin
d. Bersihkan luka/ulkus
setiap hari

Kelemahan mobilitas fisik NOC NIC


berhubungan dengan a. Pastikan keterbatasan
Setelah dilakukan tindakan
adanya ulkus pada kaki gerak sendi yang dialami
keperawatan selama 3×24
b. Kolaborasi dengan
jam, kelemahan mobilitas fisik
fisioterapi
membaik, dengan kriteria c. Pastikan motivasi klien
hasil: untuk mempertahankan
pergerakan sendi
a. pasien mampu
d. Pastikan klien untuk
melakukan mobilitas fisik
mempertahankan
pergerakan sendi
e. Pastikan klien bebas dari
nyeri sebelum diberikan
latihan
f. Anjurkan ROM Exercise
aktif
g. Bantu identifikasi program
latihan yang sesuai
h. Diskusikan dan
instruksikan pada klien
mengenai latihan yang
tepat
i. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur
sesuai toleransi
j. Atur posisi setiap 2 jam
atau sesuai toleransi
k. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu

Defisit perawatan diri NOC NIC


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kemampuan
kurangnya pengetahuan keperawatan selama 3×24 jam, pasien terhadap perawatan
defisit perawatan diri membaik, diri
dengan kriteria hasil: b. Monitor kebutuhan akan
a. Pasien mampu memenuhi personal hygiene,
aktivitas perawatan diri berpakaian, toileting dan
secara mandiri makan
b. Pengetahuan pasien c. Beri bantuan sampai klien
tentang perawatan diri mempunyai kemapuan
meningkat untuk merawat diri
d. Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
e. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai kemampuannya
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doenges, E. Marylinn, dkk, (1994), Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Endokrin,EGC Jakarta.
Doenges, E. Marylin, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3), EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Guyton and Hall, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC. Jakarta.
Long, C. Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan Padjajaran Bandung.
Purmoharjo, Hotma, SKp, (1994), Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Endokrin, EGC,
Jakarta.
Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi, Edisi IV, EGC. Jakarta.
Tjokronegoro, Arjatmo, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,(1999), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III,
EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai