Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS

TIPE II DENGAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. Evie Dwi Patmawati (1702100)


2. Niken Sulastri (1702111)
3. Yuliani Ayu S Putri (1702127)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan gaya hidup yang semakin maju, populasi penuaan yang semakin
meningkat, perubahan pola makan, dan perubahan perilaku hidup tidak sehat yang
sangat pesat, banyak menimbulkan permasalahan kesehatan yang semakin meluas di
Indonesia terutama pada penyakit tidak menular dan penyakit degeneratif salah
satunya adalah penyakit diabetes mellitus (DM) (Irianto, 2014).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis yang


ditandai oleh kenaikan kadar glokusa dalam darah atau hiperglikemia. Hampir 80 %
prevalensi diabetes melitus adalah DM Tipe II (Depkes RI, 2011). Pada DM tipe II
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu tersistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Diabetes melitus tipe II terjadi karena insulin yang
dihasilkan oleh pankreas tidak cukup sehingga menyebabkan kadar gula di dalam
darah menjadi tidak normal. DM tipe II menimbulkan dampak akut dan kronis. DM
tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah bisa dikendalikan. (ADA, 2012).

International Diabetes Federation (IDF) menunjukan jumlah penderita Diabetes


Melitus di dunia pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk dunia, dan
mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan
pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592
juta) di antara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013). Indonesia merupakan
negara urutan ke 7 dengan kejadian diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah 8,5 juta
penderita setelah Cina (98,4 juta), India (65,1 juta), Amerika (24,4 juta), Brazil (11,9
juta), Rusia (10,9 juta), Mexico (8,7 juta), Indonesia (8,5 juta) Jerman (7,6 juta),
Mesir (7,5 juta), dan Jepang (7,2 juta).

Menurut World Health Organization (2010) angka kejadian DM didunia


mencapai 70% dan Indonesia menduduki rangking 4 didunia setelah India, Cina dan
Amerika Serikat. Di dunia 171 juta penderita DM dan akan meningkat 2 kali, 366 juta
pada tahun 2030.

Prevalensi DM di Indonesia mencapai 8 juta dan mencapai 21 juta pada tahun


2030. Artinya terjadi kenaikan 3 kali lipat dalam waktu 30 tahun (Bustan, 2007).
Prevalensi DM yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di daerah Yogyakarta
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Prevalensi diabetes melitus yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur (3,3%) (Kementerian Kesehatan R.I, 2013).

Provisnsi Jawa Tengah melaporkan data penyakit tidak melaporkan seperti DM


dengan hasil 14,24 pada tahun 2013 serta hasil penderita DM sebesar 16,53% pada
tahun 2014. Prevalensi penyakit DM menduduki peringkat ke-2 diantara penyakit
tidak menular lainya seperti jantung,neoplasma,PPOK,dan asma bronkial. Hasil
tersebut didapatkan dari jumlah kasus DM tergantung insulin sebesar pada tahun 2013
sebesar 9.376 kasus dan DM tidak tergantung insulin sebesar142.925 kasus (Dinas
Kesehatan Jawa Tengah,2014).

Diabetes Melitus menimbulkan berbagai komplikasi antara lain gangguan


penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit
sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke
dan sebagainya. Tingginyan prevalensi diabetes melitus Tipe 2 disebabkan oleh faktor
risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik,
selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor genetik yang dapat diubah misalnya
kebiasaan merokok, tingkat pendidikan, konsumsi alkhol,dan indeks masa tubuh,
aktivitas fisik, lingkar pinggang.

Dampak dari Diabetes Milletus salah satunya yaitu gangguan integritas kulit.
Kerusakan integritas kulit merupakan kerusakan pada epidermis dan atau dermis.
Faktor yang berhubungan dengan kerusakan integritas kulit ada dua yaitu internal dan
ekternal. Faktor eksternalnya seperti faktor mekanik misalnya daya gesek, tekanan,
imobilisasi, sedangkan faktor internalnya seperti gangguan metabolism, gangguan
neuropati perifer, gangguan sensasi. (Menurut Herdman, Shigemi, 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Diabetes Mellitus (DM) Tipe II Dengan
Gangguan Integritas Kulit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Diabetes Melitus Tipe II dengan
Gangguan Integritas Kulit?”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan peneliti ini adalah:

1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan klien Diabetes Melitus Tipe II dengan
Gangguan Integritas Kulit.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi hasil pengkajian Asuhan Keperawatan pada Diabetes
Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
b. Mampu mengidentifikasi penerapan diagnosa Asuhan Keperawatan pada
Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
c. Mampu mengidentifikasi penetapan perencanaan Asuhan Keperawatan pada
Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
d. Mampu mengidentifikasi penetapan tindakan Asuhan Keperawatan pada
Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
e. Mampu mengidentifikasi penetapan evaluasi Asuhan Asuhan Keperawatan
pada Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
f. Mampu membandingkan antara kasus dengan teori yang telah ada dengan
kenyataan dalam melakukan asuhan keperawatan.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil studi kasus ni dapat digunakan sebagai referensi dan tambahan ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal Asuhan Keperawatan pada Diabetes
Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
2. Praktis
a. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi Pelayanan Rumah Sakit dan
menjadi bahan evaluasi dalam melakukan pelayanan Asuhan Keperawatan
pada Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
b. Bagi profesi kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan pemahaman tentang
Asuhan Keperawatan pada Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan
Integritas Kulit.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan
referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien
Diabetes Melitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit.
d. Bagi Peneliti selanjutnya.
Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar informasi dan pertimbangan
peneliti selanjutnya tentang asuhan keperawatan Diabetes Melitus Tipe II
dengan Gangguan Integritas Kulit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Integritas Kulit Pada DM Tipe II


1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe II
DM tipe II adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pada DM
tipe II terdapat dua masalah yang saling berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kriteria diagnosis DM yaitu glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL, glukosa plasma puasa>140 mg/dL. Diabetes
Melitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes melitus.Tipe
ini muncul pada orang yang berusia diatas 30 tahun (Irianto, 2015).
Diabetes Mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus merupakan intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktifitas fisik yang berkurang, kurangnya masa otot, penyakit penyerta,
penggunaan obat - obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan
sekresi insulin dan insulin resisten (Hasdianah, 2012).

Table ini menunjukkan kriteria DM (Manaf, 2007)

Jenis Indikator Nilai Indikator Nilai


Bukan DM Puasa Vena < 100 2 jam pp -
Kapiler < 80
Gangguan Puasa Vena 100-140 2 jam pp Vena 100-140
toleran glukosa Kapiler 80-120 Kapiler 80-120
DM Puasa Vena > 140 2 jam pp Vena > 200
Kapiler > 120 Kapiler > 200

2. Etiologi DM tipe 2 (NIDDM)


a. Obesitas
obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh
tubuh sehingga insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik.
b. Usia
cenderung meningkat diusia 65 tahun.
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Gangguan integritas kulit pada DM tipe II
Gangguan integritas kulit adalah dimana keadaan individu berisiko
mengalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis pada lapisan kulit
(Carpenito, 2012).
Salah satu gangguan integritas kulit yang terjadi pada pasien diabetes
mellitus adalah ganggren dan ulkus diabetik. Ulkus diabetik adalah gangguan
sebagian atau keseluruhan pada kulit yang meluas ke jaringan bawah kulit,
tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit DM, kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya
peningkatan kadar gula darah yang tinggi. (Tarwoto, 2012).
Ulkus kaki atau gangren didefinisikan sebagi jaringan nekrosis atau
jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar
arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. (Maryunani, 2013).
4. Etiologi gangguan integritas kulit pada DM tipe II

DM tipe II atau sering disebut dengan isnsulin requirement


(membutuhkan insulin) jenis DM yang pankreasnya tidak menghasilkan
insulin yang cukup sehingga membuat kadar gula darah menjadi tinggi yang
disebabkan oleh tubuh yang tidak dapat merespon insulin (Hasdinah, 2012).
Faktor utama yang berperan pada timbulnya gangguan integritas kulit pada
diabetes melitus tipe II adalah angiopati, neuropati dan infeksi (Sugondo,
2013). Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ganggren pada kaki. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya. Adanya angiopati akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya
luka yang sukar sembuh (Wijaya, 2013).
5. Patofisologi terjadinya gangguan integritas kulit pada Diabetes Mellitus
tipe II
Terjadinya gangguan integritas kulit pada DM diawali masalah kaki
dengan adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan
kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati sensorik
maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan kulit
dan otot yang menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada telapak kaki
dan akan mempermudah terjadinya ulkus diabetik. Munculnya ulkus diabetik
dan ganggren bisa menimbulkan dampak nyeri kaki, intoleransi aktivitas,
gangguan pola tidur dan penyebaran infeksi.Penyakit neuropati dan vaskuler
adalah faktor utama yang menyebabkan terjadinya luka, masalah luka yang
terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan pengaruh pada saraf yang
terdapat pada kaki biasanya dikenal sebagai neuropati perifer.Pada pasien
diabetik sering sekali mengalami gangguan pada sirkulasi, gangguan sirkulasi
ini berhubungan dengan pheripheral vasculal diseases, efek sirkulasi inilah
yang menyebabkan kerusakan pada saraf.Adanya gangguan pada saraf
autonom berpengaruh terjadi perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormal aliran darah dengan demikian autonomi neuropati menyebabkan
kulit menjadi kering dan antihidrosis yang menyebabkan kulit mudah menjadi
rusak dan menyebabkan terjadinya ganggren. Sehingga munculah masalah
keperawatan yaitu gangguan integritas kulit (Wijaya, 2013).
6. Penyebab gangguan integritas kulit pada DM tipe II
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017) penyebab dari gangguan integritas kulit adalah
perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan),
penurunan mobilitas, suhu lingkungan yang ekstrem, kelembaban, proses
penuaan, neuro perifer, perubahan hormonal, perubahan pigmentasi, kurang
terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi integritas
jaringan.
7. Tanda dan gejala gangguan integritas kulit pada DM tipe II
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017), tanda dan gejala gangguan integritas kulit sebagai
berikut:
a. Nyeri
Nyeri adalah keadaan yang subjektif dimana seseorang memperlihatkan
rasa tidak nyaman secara verbal maupun non verbal ataupun
keduanya.Nyeri dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik yang berkaitan dengan gangguan
jaringan, dengan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari tiga bulan.Sedangkan nyeri kronis adalah pengalaman
sensorik yang berkaitan dengan gangguan jaringan fungsional,
berintensitas ringan hingga berat, yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
b. Perdarahan
Perdarahan adalah suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan darah baik
internal maupun eksternal.
c. Kemerahan
Sebuah kondisi kulit yang ditandai dengan kemerahan atau ruam.
d. Hematoma
Kumpulan darah yang terlokalisasi dibawah jaringan. Hematoma
menunjukkan pembengkakan, perubahan warna, sensasi, serta kehangatan
atau massa yang tampak kebiru-biruan.
8. Dampak gangguan integritas kulit pada DM tipe II
Dalam buku KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Wijaya, 2013),
Dampak gangguan integritas kulit pada DM tipe II adalah sebagai berikut:
a. Nyeri kaki
b. Intoleransi aktivitas
c. Gangguan pola tidur
d. Penyebaran infeksi.
9. Komplikasi gangguan integritas kulit pada DM Tipe II
Menurut Mulyati (2014) Terdapat kompikasi yang menimbulkan
gangguan integritas kulit yaitu:
a. neuropati sensorik yang menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan
sensibilitas tekanan
b. neuropati otonom yang menyebabkan timbulnya peningkatan kekeringan
akibat penurunan perspirasi
c. vaskuler perifer yang menyebabkan sirkulasi ekstremitas bawah buruk
yang menghambat lamanya kesembuhan luka sehingga menyebabkan
terjadinya kompikasi ganggren dan ulkus diabetik.
10. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gangguan integritas kulit
adalah (Wijaya, 2013):
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivas keringat menurun, sehingga
kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari(-), kalus, claw toe , Ukus
tergantung saat ditmkan (0-5)
2) Palpasi
 Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
 Kusi arteri dingin, pulsasi(-)
 Ulkus: kalkus tebaldan keras
b. Pemeriksaan vaskuler
Tes Vaskuler noninvasive: pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brankial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI: tekanan sistoik
betis dengan tekanan sistolik lengan.
1) Pemeriksaan radiologis: gas subkutan, benda asing, osteomielitis.
2) pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
 pemeriksaan darah meliputi: GDS >200 mg/dl, gula darah puasa >
120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200g/dl.
 Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
 Kultur pus untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan
memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM Tipe II Dengan Gangguan Integritas
Kulit
Menurut Wijaya (2013), asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus
(DM) Tipe II dengan gangguan integritas kulit yaitu:
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, no RM, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status, tanggal
MRS, dan tanggal pengkajian
b. Keluhan utama
adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang: berisi tentang kapan terjadinya luka,
penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien
untuk mengatasinya.
 Riwayat kesehatan terdahulu: adanya riwayat penyakit DM atau
penyakit-penyakit ain yang ada kaitannya dengan diefensi insulin
misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas maupun arteroskeroisis, tindakan medis yang pernah didapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien.
 Riwayat kesehatan keluarga:dari genogram keluarga biasanya terdapat
salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM tau penyakit
keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya diefensi insulin
misalnya hipertensi, jantung.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer.
3. Perencanaan/intervensi keperawatan
Perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan
secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
sesuai kebutuhan berdasarkan diagnosis keperawatan. Perencanaan juga
merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai,
hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan. (Asmadi, 2008). Perencanaan keperawatan
gangguan integritas kulit menggunakan pendekatan nanda NIC – NOC (2015).
Berikut ini adalah intervensi untuk pasien dengan diabetes melitus dengan
gangguan integritas kulit:
a. Masalah keperawatan: Gangguan integritas kulit.
b. Batasan karakteristik:
 Kerusakan lapisan kulit (dermis)
 Gangguan permukaan kulit (epidermis)
c. Faktor-faktor yang berhubungan :
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
 Kekurangan/kelebihan volume cairan
 Penurunan mobilitas
 Bahan kimia iritatif
 Suhu lingkungan yang ekstrem
 Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonkolan tulan, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertengangan tinggi)
 Kelembapan
 Proses penuaan
 Neuropati perifer
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan hormonal
 Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
d. Tujuan keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan Nursing Outcome
Classification (NOC):
 Tissue integrity: skin and mucous membranes
 Hemodyalis akses

Adapun kriteria hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut:

 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,


temparatur, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perpusi jaringan baik
 Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dari
perawatan alami.
e. Intervensi yang diberikan kepada klien sesuai dengan Nursing Intervention
Classification (NIC) adalah sebagai berikut :
1) Pressure Management
 Monitor TD, nadi, suhu, RR
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap dua jam sekali)
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2) Insision site care
 Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau strapless
 Monitor proses kesembuhan area insisi
 Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
 Bersihkan area sekitar jahitan atau stapes menggunakan lidi kapas
steril
 Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
 Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah rencana tindakan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan dari kriteria hasil yang dibuat. Tahap pelaksanaan dilakukan setelah
rencana tindakan di susun dan di tunjukkan kepada perawat untuk membantu
pasien mencapai tujuan dan kriteria hasil yang dibuat sesuai dengan masalah
yang pasien hadapi.
Tahap pelaksaanaan terdiri atas tindakan mandiri dan kolaborasi yang
mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi pasien cepat membaik
diharapkan bekerja sama dengan keluarga pasien dalam melakukan
pelaksanaanagar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat
dalam intervensi (Nursalam, 2009).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan menurut Sunaryo (2016) merupakan rangkaian
dari proses keperawatan sehingga untuk dapat melakukan evaluasi perlu
melihat langkah-langkah proses keperawatan sejak pengkajian. Perumusan
diagnosa, perencanaan, implementasi (pelaksanaan). Selanjutnya pada tahap
akhir perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan dalam
pencapaian tujuan dan bila tujuan belum tercapai maka, perlu melakukan
revisi data dasar serta memperbarui diagnosis keperawatan maupun
perencanaan.Sercara singkat dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah penilaian
terhadap tindakan keperawatanyang diberikan/dilakukan dan mengetahui
apakah asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah ditetapkan.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri
dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung.Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assesment, planning)(Achjar, 2010). Adapun komponen SOAP yaitu
S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang
berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada
pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) adalah interprestsi dari data subjektif dan objektif, P (Planing)
adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya(Rohmah Nikmatur & Saiful, 2012). Evaluasi yang
diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah di buat pada
perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai
pada pasien DM tipe II dengan gangguan integritas kulit adalah:
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temparatur, hidrasi, pigmentasi).
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perpusi jaringan baik
d. Menunjukan peahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dari
perawatan alami.
C. Kerangka Konsep Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM Tipe II
Dengan Gangguan Integritas Kulit

Gejala dan Tanda:

Diabetes 1. Nyeri
Mellitus Tipe II 2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

Gangguan Asuhan
Neuropati perifer
Integritas Kulit Keperawatan

Dampak integritas kulit


pada DM Tipe II

1. Nyeri kaki
2. Intoleransi aktivitas
3. Gangguan pola tidur
4. Penyebaran infeksi
Keterangan:

: Variabel yang tidak diteliti


: Variabel yang diteliti
: Terdapat hubungan
D. Definisi Operasional Variabel
Definisi oprasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013) Untuk menghindari
perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi operasional yang merupakan
penjelasan lanjut dari variabel sebagai berikut:

Definisi Operasional Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM Tipe II


dengan Gangguan Integritas Kulit

Cara
Definisi Skala
No Variabel Alat ukur pengumpulan
Operasional ukur
data
1 Gambaran asuhan Pelayanan keperawatan Pedoman Studi Nominal
keperawatan pada pada pasien diabetes observasi dokumentasi
pasien diabetes mellitus tipe II dengan dokumentasi
mellitus tipe II gangguan integritas
dengan gangguan kulit meliputi
integritas kulit pengkajian, diagnosa,
perencananan,
pelaksanaan dan
evaluasi keperawatan
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini.
Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada
data faktual daripada penyimpulan (Nursalam, 2008).
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sehingga
peneliti dapat memperoleh jawabaan terhadap pertanyaan penelitian.Desain
yang digunakan adalah studi kasus (Setiadi, 2013). Penelitian studi kasus
merupakan penelitian dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu
kasus yang tersiri dari unit tunggal. Unit tunggal ini dapat berarti satu orang,
kelompok penduduk yang terkena suatu masalah. Unit yang menjadi masalah
tersebut secara mendalam dianalisa baik dari segi yang berhubungan dengan
kasusnya sendiri, faktor risiko, yang memengaruhi, kejadian yang
berhubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap
suatu perlakuan atau pemaparan tertentu, meskipun yang diteliti dalam kasus
tersebut hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam.
Penelitian studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup
pengkajian satu unit penelitian secara intensif, misalnya satu klien, keluarga,
kelompok, komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subjek cenderung
sedikit namun jumlah variabel yang diteliti cukup luas.
Menurut Setiadi (2013) pendekatan yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan pendekatan Prospektif. Pendekatan prospektif yaitu pendekatan
dengan mengikuti subjek untuk meneliti peristiwa yang belum
terjadi.Penelitian ini menggunakan rancangan studi yaitu menggambarkan atau
mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe II dengan
gangguan integritas kulit.
B. Tempat Dan Waktu
Tempat Penelitian untuk studi kasus ini adalah di RSUD Pandan Arang
Boyolali penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 12 November 2019.
C. Subyek studi kasus
Studi kasus tidak dikenal populasi dan sampel, namun lebih mengarah
kepada istilah subyek studi kasus oleh karena yang menjadi subyek studi kasus
sekarang-kurangnya dua pasien yang diamati secara mendalam.Subyek studi
kasus perlu dirumuskan kriteria inklusi dan eksklusi.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien diabetes mellitus tipe II yang mengalami gangguan integritas
kulit di RSUD Pandan Arang Boyolali
b. Pasien diabetes mellitus tipe II yang berusia 17 s/d 80 tahun.
c. Dokumen pasien diabetes mellitus yang mengalami gangguan
integritas kulit
2. Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,
2013).
a. Pasien diabetes mellitus dengan kadar glukosa darah < 60 mg/dL
b. Pasien diabetes mellitus yang memiliki data dokumentasi tidak
lengkap
D. Fokus Studi Kasus
Fokus studi kasus adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan
studi kasus yaitu gambaran asuhan keperawatan pasien DM tipe II dengan
gangguan integritas kulit.
E. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dari subjek studi kasus adalah data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain,
badan/ instansi yang secara rutin mengumpulkan data diperoleh dari
rekam medik pasien (Setiadi, 2013). Pada penelitian ini menggunakan
data sekunder diperoleh dengan teknik pedoman studi dokumentasi. Data
yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah asuhan keperwatan
pada pasien DM tipe II dengan gangguan integritas kulit yang bersumber
dari catatan keperawatan pasien di RSUD Pandan Arang Boyolali
2. Cara Mengumpulkan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada
subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan
dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2016). Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observsi dokumentasi
dengan mengobservasi dokumen pada pasien. Observasi merupakan cara
melakukan pengumpulan data penelitian dengan melakukan pengamatan
secara langsung terhadap responden penelitian dalam mencari perubahan
atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2010).
Observasi dilakukan terhadap catatan asuhan keperawatan pasien
DM tipe II Dengan gangguan integritas kulit.Obersevasi tersebut
dilakukan mulai dari catatan hasil pengkajian sampai evaluasi pasien DM
Tipe II dengan gangguan integritas kulit.

Alur pengumpulan data yaitu :

a. Mengajukan ijin mengadakan penelitian kepada Ketua Jurusan


Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten melalui bidang
pendidikan Jurusan Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten
b. Mengajukan ijin melaksanakan penelitian ke Badan Penanaman Modal
dan Perijinan Provinsi Jawa Tengah.
c. Mengajukan ijin penelitian ke Kesbang Limas Jawa Tengah
d. Mengajukan ijin penelitian ke Direktur RSUD Pandan Arang Boyolali
e. Melakukan pemilihan subjek studi kasus dan dokumen keperawatan
yang sesuai dengan kriteria inklusi.
f. Peneliti akan melakukan observasi terhadap asuhan keperawatan pada
pasien DM tipe II dengan gangguan integritas kulit dengan mengambil
data dari dokumentasi asuhan keperawatan yang sudah ada.
F. Instrumen pengumpulan data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman studi
dokumentasi. Pedoman studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan
data proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi.
Data pengkajian terdiri dari 4 pernyataan dimana berisi tentang data
subjektif dan data objektif. Data diagnosa terdiri dari 6 pernyataan berisi
tentang rumusan diagnosa keperawatan dengan komponen problem.Etiology,
sign and symptom (PES).Data intervensi terdiri dari 9 pernyataan berisi
tentang rencana keperawatan mengenai gangguan integritas kulit. Data
implementasi terdiri dari 9 pernyataan yang berisi tentang implementasi yang
dilakukan pada gangguan integritas kulit.Serta data evaluasi terdiri dari 4
pernyataan yang berisi tentang indikator kriteria hasil yang dicapai.
Pedoman observasi berupa check list yang harus diisi oleh peneliti, bila
ditemukan diberi tanda “√” pada kolom “Ya”, dan bila tidak ditemukan diberi
tanda “√” pada kolom “Tidak”.
G. Metode Analisis Data
Data penelitian akan dianalisis dengan analisis diskriptif. Analisis
deskriptif adalah suatu usaha mengumpulkan dan menyusun data. Setelah data
tersusun langkah selanjutnya adalah mengolah data dengan menggambarkan
dan meringkas data secara ilmiah (Nursalam, 2016). Data akan disajikan
dengan uraian tentang temuan dalam bentuk tulisan.
H. Etika Studi Kasus
Pada bagian ini, dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi
kasus, yang terdiri darirespect for persons, beneficience dan distributive
justice.
1. Menghormati individu (Respect for persons).
Menghormati otonomi (Respect for autonomy) yaitu menghargai
kebebasan seseorang terhadap pilihan sendiri, Melindungi subyek studi
kasus (Protection of persons) yaitu melindungi individu/subyek penelitian
yang memiliki keterbatasan atau kerentanan dari eksploitasi dan bahaya.
Pada bagian ini diuraikan tentang informed consent, anonimity, dan
kerahasiaan.
Penelitian ini tidak menggunakan informed consent karena peneliti
hanya melakukan studi dokumentasi terhadap dokumen pasien. Peneliti
tidak mencantumkan nama responden dalam pengolahan data melainkan
menggunakan nomor atau kode responden. Semua data yang terkumpul
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
2. Kemanfaatan (Beneficience).
Kewajiban secara etik untuk memaksimalkan manfaat dan
meminimalkan bahaya.Semua penelitian harus bermanfaat bagi
masyarakat, desain penelitian harus jelas, peneliti yang bertanggung jawab
harus mempunyai kompetensi yang sesuai.
3. Berkeadilan (Distributive justice).
Keseimbangan antara beban dan manfaat ketika berpartisipasi dalam
penelitian.Setiap individu yang berpartisipasi dalam penelitian harus di
perlakukan sesuai dengan latar belakang dan kondisi masing-masing.
Perbedaan perlakuan antara satu individu/kelompok dengan lain dapat
dibenarkan bila dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan dapat
diterima oleh masyarakat.
Penelitian ini hanya melakukan studi dokumentasi pada dokumen
pasien, sehingga tidak ada perbedaan perlakukan antara satu subjek dengan
subjek yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K. A. H. (2010). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.

American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and classification of diabetes


mellitus. Diabetes Care, 37(SUPPL.1), 81–90. https://doi.org/10.2337/dc14-S081

Carpenito, L. J. (2012). Buku Saku Doagnosis Keperawatan (13th ed.).

Depkes RI. (2009). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai
21,3 Juta Orang. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–2.

Hasdinah. (2012). Mengenal Diabetes Melitus. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hidayat, A. A. A. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan : Paradigma Kuantitif. (M.


Uliyah, Ed.) (1st ed.). Surabaya: Health Books.

Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak menular (Ferli Zulh).
Bandung: ALFABETA,Cv.

Irianto, K. (2015). Memahami Berbagai Penyakit. In F. Zuhendri (Ed.). Bandung:


ALFABETA,cv.

Kementerian Kesehatan R.I. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Maryunani, A. (2013). Perawatan Luka (Modern Wound Care) Terkini Dan Terlengkap.
Jakarta: In Media.

Mulyati, S. R. I. (2014). Analisis asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus


dalam konteks keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan di ruang penyakit
dalam gedung A RSUPN Cipto mangunkusumo Jakarta.

Nursalam. (2009). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika.

Persatuan Perawat Republik Indonesia. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. JAKARTA: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.).
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugondo, S. (2013). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. In Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu (2nd ed., p. 19). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Bengkulu: Nuha Medika.

World Health Organization. (2010). World Health Statistics 2010. World Health, 177.

Anda mungkin juga menyukai