Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

DENGAN CLOSE FRAKTUR COLLOUM FEMUR SINISTRA

DI RUANG CANDI IJO RSUD PRAMBANAN

DISUSUN OLEH :
1. EVIE DWI P (1702100)
2. ODY GUMELAR D (1702113)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Dengan Close Fraktur
Colloum Femur Sinistra Di Ruang Candi Ijo Rsud Prambanan”

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak


pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan
ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
kami dan semua pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh


dari sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang
membacanya.

Sleman, 20 Desember 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,
pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut biasa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan.
Pengertian dari fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010).
Sedangkan fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum femur.
Kecelakaan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan biasanya
terjadi mendadak dan bisa mengenai semua umur. Fraktur collum femur
merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan.. tetapi dalam penanganannya
masih banyak masyarakat yang berobat ke alternatif, akan tetapi kenyataannya
tidak semua orang berhasil dengan pengobatn alternatif tersebut sehingga
mengakibatkan keadaan yang yang lebih buruk atau terjadinya komplikasi
seperti mual unioun, non union ataupun delayed union, pada akhirnya keadaan
tersebut mendorong orang untuk berobat ke RS.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul laporan
inti ” Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Dengan Close Fraktur Colloum Femur
Sinistra Di Rsud Prambanan”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini menjelaskan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
Fraktur Femur dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat
dan tepat, serta pembaca diharapkan memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada kasus collum Fraktur Femur secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar collum fraktur femur serta
melakukan asuhan kperawatan pada pasien dengan collum fraktur femur.

C. Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan collum fraktur
femur sehingga perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data
pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap
penyakit, sehingga collum fraktur femur tidak semakin berat.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah suatu
patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari
suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks, biasanya patahan
lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan putri, 2013).
Faktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung
permukaan articular caput femur dan region interthocanter dimana collum
femur merupakan bagian lemah dari femur. Secara umum fraktur collum
femur merupakan fraktur intrakapsular dimana suplai pembuluh darah arterial
ke lokasi fraktur dan caput femur terganggu dan dapat menghambat proses
penyembuhan.

B. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 20012) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainya.

C. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

D. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2012) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur.
Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
E. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap
pada tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara
kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif
untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat
untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka
membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya
elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan
tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi
akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang
mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah
pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila
proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan
edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan
darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya
serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & Suddarth, 20012).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2012). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF)
fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku.
Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur
yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2013).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hari.

G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka
dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi
interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan
logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF)
meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau
fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
(ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga
diri. (Brunner & Suddarth, 2012).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2009), adalah sebagai
berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini,
dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap
pada tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur :
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan
tulang yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan
yang mati dan reorganisai.

H. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2013) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah
atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis
iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.
I. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Tekanan sumsum tulang


Pergeseran fragmen tulang Spasme otot
lebih tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler


Melepaskan katekolamin

Gangguan fungsi Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak


ekstremitas
Protein plasma hilang Bergabung dengan
Hambatan mobilitas Fisik trombosit
Edema
Emboli
Penekanan pembuluh darah
Menyumbat pembuluh
darah

Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer

Perdarahan Resiko infeksi

Kehilangan volume cairan

Resiko syok (hipovolemik)


J. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa)
atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses,
arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan
menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal
hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat / keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak
dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
9) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan
biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan
keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda-tanda vital,
berhubungan keperawatan selama 3x24jam keadaan umum dan keluhan
dengan agen diharapkan nyeri berkurang pasien
cedera fisik dengan kriteria hasil :  Lakukan pengkajian nyeri
 Mampu mengenali kapan secara komprehensif dan
nyeri terjadi berikan posisi yang nyaman
 Dari skala 6 menjadi 3 dengan mempertahankan
 Nyeri yang dilaporkan mobilisasi pada bagian yang
ringan sakit.
 Tampak rileks  Ajarkan pasien dan keluarga
 Dapat duduk tanpa teknik nonfarmakologi untuk
bantuan mengurangi nyeri ( relaksasi,
teknik nafas dalam)
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik

2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan  Kaji kesadaran pasien


mobilitas fisik keperawatan selama 3x24jam tentang abnormalitas
berhubungan diharapkan hambatan muskuloskeletal dan efek
dengan mobilitas fisik berkurang yang mungkin timbul pada
kerusakan dengan kriteria hasil : jaringan otot
integritas  Kemempuan mobilitas  Berikan informasi tentang
struktur tulang fisik meningkat kemungkinan posisi
 Pasien mampu penyebab nyeri otot/sendi
beraktivitas secara denganmelatih ROM
bertahap aktif/pasif
 Pasien tidak takut untuk  Edukasi pasien mengenai
bergerak bagaimana menggunakan
 Mampu mika-miki tanpa postur tubuh dalam
bantuan beraktivitas untuk
 Mampu menggunakan menghindari injury
alat bantu gerak  Kolaborasi dengan ahli
terapis mengenai rencana
ambulasi dinii sesuai
demgan kebutuhan

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan  Observasi tanda-tanda vital


berhubungan keperawatan selama 3x24jam dan tanda-tanda infeksi
dengan diharapkan tidak ada risiko  Cuci tangna setiap dan
prosedur infeksi dengan kriteria hasil : sesudah melakukan tindakan
invasif  Tidak ada tanda-tanda keperawatan dan lakukan
infeksi seperti kemerahan perawatan luka
dan pus  Edukasi pasien dan keluarga
 Luka kering dan bersih megenai tanda dan gejala
 Tidak terdapat infeksi infeksi dan kapan harus
 Bebas drain, eritema, dan melaporkannya kepada
demam penyedia perawatan
 Tidak terjadi infeksi kesehatan
dalam waktu 3 hari  Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner,Suddarth.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Bulechek G.M.2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia :


CV.Macomedia

Herdman.2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Moorhead S.Johnson. Nursing Outcome Classification (NOC). Indonesia :


CV.Macomedia

Price and Wilson.2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta :


EGC

Sjamsuhidajat.2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer&Bare.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai