i. Pola peran-hubungan
Jenis kelamin, ras dan usia pasien mempunyai hubungan dengan upaya
pasien untuk melakukan pengobatan. Diskusikan dengan pasien status
perkawinan, peran dalam rumah tangga, jumlah anak dan usia mereka,
lingkungan tempat tinggal dan pengkajian lain yang penting dalam
mengidentifikasi kekuatan dan support sistem dalam kehidupan pasien.
Perawat juga harus mengkaji tingkat kenyamanan atau
ketidaknyamanan dalam menjalankan fungsi peran yang berpotensi
menjadi stress atau konflik.
j. Pola manajemen koping stress
Pasien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan.
Metode koping yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku dan
kesiapan menerima penyakitnya dapat menurunkan ansietas. Informasi
tentang suport sistem keluarga, teman-teman, psikolog atau pemuka
agama dapat memberikan sumber yang terbaik untuk mengembangkan
rencana perawatan
k. Pola keyakinan-nilai
Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh budaya dan
kebudayaan yang berperan penting dalam tingkat konflik yang
dihadapi pasien ketika dihadapkan dengan penyakit DM. Dikaji
mengenai adanya budaya dan keyakinan pasien yang bertentangan
dengan perawatan.
l. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita DM tipe II sering tidak ditemukan
gambaran khas. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi
pengukuran tinggi badan dan berat badan, pengukuran tekanan darah
termasuk tekanan darah posisi berdiri dan tidur untuk mengetahui
kemungkinan hipotensi ortostatis. Pemeriksaan palpasi nadi,
pemeriksaan kulit apakah ditemukan acantosis nigricans dan bekas
penyuntikan insulin, apakah ditemukan kelainan neuropati dan
kelainan kulit akibat komplikasi mikrovaskuler DM tipe II. Dan perlu
dilakukan pemeiksaan neurologis. Pemeriksaan fisik yang khas dilakukan
pada pasien DM yaitu pemeriksaan ABI (Anchel Brachial Index).
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik
Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali
makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan
diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
(plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM.
Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12
jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan.
Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa
plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes
melitus, sedangkan antara 110- 126 mg/dl disebut glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan
merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan
DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤
140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai
dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa
dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah
selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang.
Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama
untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak.
Kategori HbA1c
HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
m. Terapi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan,
pengaturan makan dan latihan jasmani (Fatimah, 2015). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral (berupa obat pemicu sekresi insulin,
peningkatan sensitivitas insulin, penghambat glukoneogenesis serta
penghambat glukosidase alfa) dan bentuk suntikan (insulin dan incretin
mimetik) (Ndraha, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
ketidakpatuhan terhadap manajemen DM
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan
metabolik
c. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis Diabetes melitus
d. Defisit perawatan diri : Mandi berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk membasuh tubuh dan ke kamar mandi
3. Perencanaan Keperawatan
Terlampir
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana keperawatan
yang telah dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan implementasi keperawatan yang
telah dilakukan dan menentukan tujuan sudah tercapai atau belum dan rencana
tindak lanjut.