Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN Ny. AT DENGAN AKUT KIDNEY INJURY


(AKI) ON HD DI INSTALASI PELAYANAN DIALISIS
RSUP SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 17 MEI 2017

Disusun Oleh :

1. Ni Made Krisna Dewi


2. I Wayan Agus Sutawan
3. Ni Kadek Ayu Cahyani Putri
4. Ni Kadek Nitri Oktavianti
5. Ni Komang Ayu Ariati
6. I Made Adnyana
7. Baiq Mariatun Purwandari
8. Ida Ayu Ika Ulandari

PELATIHAN HEMODIALISA ANGKATAN XV


TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal (renal replacement


circulation) bagi penderita penyakit gagal ginjal. Hemodialisis dikenal secara awam
oleh masyarakat dengan istilah cuci darah. Hemodialisis sendiri berasal dari bahasa
Yunani, yaitu hemo artinya darah, dan “dialisis” artinya pemisahan zat-zat terlarut atau
limbah hasil metabolisme tubuh, jadi hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari
zat-zat terlarut atau limbah hasil metabolisme tubuh, melalui proses penyaringan dengan
membran semipermeable diluar tubuh (Thomas, 2002).
Hemodialisa merupakan salah satu tindakan untuk mengatasi gangguan fungsi
ginjal. Gangguan fungsi ginjal ada dua akut dan kronik. Gagal ginjal kronik adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel. Gagal ginjal kronik biasanya
timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada situasi tertentu
dapat muncul secara mendadak (Price, 2005: 813). Menurut Smeltzer dan Bare (2002:
1457) dialisis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien
gagal ginjal kronis. Dialisis dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal
untuk membantu mendapatkan kembali fungsi ginjal yang seharusnya.
Selain itu hemodialisis juga diperlukan pada kasus gagal ginjal akut/AKI. AKI
merupakan suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan
elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008). Pada kasus AKI yang mendapatkan penangan
segera, diharapkan dapat mengembalikan fungsi ginjal tanpa mengakibatkan kerusakan
ginjal yang permanen.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat laporan ”Asuhan
Keperawatan Pada Kasus AKI On Hemodialisis”.
B. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu :


1. Untuk mengetahui hasil ”Asuhan Keperawatan Pada Kasus AKI On
Hemodialisis” di Instalasi Hemodialisa RSUP Sanglah Denpasar
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan proses ”Asuhan Keperawatan Pada
Kasus AKI On Hemodialisis” di Instalasi Hemodialisa RSUP Sanglah Denpasar.

C. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu:


1. Manfaat Teoritis
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat memberikan informasi dan
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan medikal bedah
khususnya hemodialisa mengenai pentingnya penanganan kasus AKI.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari laporan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan
gambaran informasi bagi peneliti selanjutnya terkait dengan permasalahan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hemodialisa

Dialisa adalah suatu proses difusi solute dan air secara pasif melalui suatu
membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua teknik utama yang digunakan
dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air
dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau
tekanan tertentu (Price & Wilson, 2006). Hemodialisa adalah proses pembersihan
darah oleh akumulasi sampah buangan yang digunakan bagi pasien dengan gagal
ginjal tahap akhir atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu
singkat.
Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-
zat lain melalui membran semipermiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat
pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultra filtrasi (Brunner
& Suddarth, 2009).

B. Indikasi dan Kontra Indikasi Hemodialisa

Indikasi dilakukannya hemodialisa secara umum, diantaranya (Brunner &


Suddarth, 2009):
a. Gagal ginjal akut
b. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
c. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
d. Ureum lebih dari 200 mg/dl
e. PH darah kurang dari 7,1
f. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
g. Intoksikasi obat dan zat kimia
h. Sindrom hepatorenal

Pada umumnya indikasi dialisis pada Gagal Ginjal Kronis adalah bila Laju
Filtrasi Glomerulus sudah kurang dari 5ml/menit, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal berikut:
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum > 6 mEq/L
c. Ureum darah > 200mg/dL
d. pH darah < 7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overload

Hemodialisa juga dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan kelainan fungsi otak
(ensefalopati uremik), perikarditis (peradangan kantong jantung), asidosis
(peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan
lainnya, gagal jantung, hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam
darah).
Indikasi hemodialisa berdasarkan urgent atau tidaknya :
a. Indikasi Segera: Encephalopathy, perikarditis, neouropati perifer, hiperkalemi,
asidosis metabolik, hipertensi maligna, edema paru, oligouri berat, atau anuri.
b. Indikasi dini atau profilaksis
 Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan
 Laboratoriun abnormal: asidosis metabolik, azotemia (kreatinin 8 – 12 mg%,
BUN 100 – 120 mg%, CCT kurang dari 5 – 10 ml/menit).

Kontra indikasi dari hemodialisa adalah (PERNEFRI, 2003):


a. Tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa.
b. Akses vaskuler sulit.
c. Instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
d. Hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik.
C. Fisiologi dan Prinsip Dasar Hemodialisa
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi
tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel
dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih
tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir
lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (Brunner &
Suddarth, 2009).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau
bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat
molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga
sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein
plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Ada 3 prinsip dasar dalam hemodialisa yang bekerja pada saat yang sama, yaitu
(Price & Wilson, 2006):
Proses Difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat
terlarut dari kompartemen darah akan berpindah ke dalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel
demikian juga sebaliknya.
Proses Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan
dari kompartemen darah ke dalam kompartemen dialisat melalui membran
semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan
osmotik.
Ultrafiltrasi hidrostatik
- Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen
dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut di dalamnya berpindah dari darah
ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan
hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat. Kecepatan
ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan tekanan yang melewati membran.
- Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung
besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang
berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan atau perbedaan
TMP yang melewati membran.
Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel,
bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A” maka
konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan
demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan
membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap
membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.

Proses Osmosis
Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat (Lumenta), di mana terjadi perpindahan
cairan dari larutan dengan osmolaritas rendah ke osmolaritas yang lebih tinggi.

D. Peralatan Hemodialisa
a. Dializer
Dializer atau Ginjal Buatan terdiri dari membran semi permeabel yang
memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dializer merupakan kunci utama
dalam proses hemodialisa. Dializer berbentuk silinder dengan panjang rata-rata
30 cm dan diameter 7 cm dan di dalamnya terdapat ribuan filter yang sangat
kecil. Dializer terdiri dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialysate
dan darah. Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran
semipermiabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu.
b. Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialisa dipakai sebagai pencampur dialisat pekat
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air
sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga
memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical
Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu sesi hemodialisis seorang
pasien adalah sekitar 120 Liter.
c. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Di
pasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate.
Konsentrasi Acetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk
mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat
secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang
cair dan relatif stabil. Efek samping yang sering seperti mual, muntah, kepala
sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia, koreksi
asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan
sitokin. Kandungan acetat terdiri dari: kalium : 2,5 mmol/liter, natrium : 137
mmol/liter, calcium : 1,6 mmol/liter, Mg : 0,3 mmol/liter, klorida : 103,3
mmol/liter dan acetat : 40,0 mmol/liter.
Konsentrasi bicarbonate
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan
larutan bikarbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba
karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia
dan alkalosis metabolik yang akut. Kandungan dialisat bikarbonat: natrium :
140, 0 mmol/liter, kalium : 2,0 mmol/liter, kalsium : 1,3 mmol/liter,
magnesium : 0,2 mmol/liter, Cloride : 110,0 mm0l/liter, acetat : 3,0 mmol/liter,
bicarbonate : 32,0 mmol/liter
d. Sistem Pemberian Dialisat
Sistem pemberian dialisat yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi
otomatis dan alat mengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio
konsentrat-air.
e. Mesin hemodialisis
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat,
dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tempat tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara
200-300 ml per 3,3-8,33 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan
tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan
arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 340-
390C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah
ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring
setiap mesin hemodialisa sangat penting untuk menjamin efektivitas proses
dialisis dan keselamatan penderita.
f. Arterial-Venouse Blood Line (AVBL)
Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing atau line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses
vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut inlet ditandai dengan warna
merah.
Venouse Blood Line (VBL)
Adalah tubing atau line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan
tubing akses vaskular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna
biru.
Priming volume AVBL antara 100-500 ml. Priming volume adalah volume
cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.
Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,
segmen pump, tubing arterial atau venouse pressure, tubing udara, bubble trap,
tubing infuse atau transfuse set, port biru obat, heparin, tubing heparin dan ujung
tumpul.
g. Tusukan Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk
program hemodialisa akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat
keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali
lagi ke tubuh penderita. Untuk melakukan dialisis intermiten jangka panjang,
maka perlu ada jalan masuk ke sistem vaskular penderita yang dapat diandalkan.
Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200-400
ml/menit. Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk hemodialisis dibedakan
menjadi akses eksternal dan akses internal (Price & Wilson, 2006).
a) Akses Internal (Permanen)
Arterio-Venous Fistula (AVF)
AVF dibuat dengan teknik bedah melalui anastomosis langsung dari suatu
arteri dengan vena (biasanya arteri radialis dan vena sefalika pergelangan
tangan). Hubungan ke sistem dialisis dibuat dengan menempatkan satu jarum
di distal (garis arteri) dan sebuah jarum lagi di proksimal (garis vena) pada
vena yang sudah di arterialisasi tersebut (Price & Wilson, 2006).
Arterio-Venous Graft (AVG)
AVG diciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari teflon dalam arteri
(biasanya arteri radialis atau tibialis posterior) dan sebuah vena yang
berdekatan. Ujung-ujung kanula kemudian dihubungkan dengan selang karet
silikon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu
dilakukan dialisis, maka selang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat
hubungan dengan dializer. Darah kemudian mengalir dari jalur arteri, melalui
dializer dan kemudian kembali ke vena.
b) Akses eksternal atau kateter
 Kateter vena subklavia
 Kateter vena jugularis
 Kateter vena femoralis
Kateter adalah suatu pipa berlubang yang dimasukkan ke dalam vena
subklavia, jugularis, atau vena femoralis yang memiliki akses langsung
menuju jantung kateter ini merupakan akses vaskular sementara. Akses ini
digunakan jika akses internal tidak dapat digunakan untuk pengobatan, dan
pasien membutuhkan dialisis darurat. Internal AVF and AVG lebih di pilih
untuk di gunakan daripada kateter karena AVF dan AVG menurunkan
kemungkinan infeksi, yang sangat penting bagi pasien yang menjalani terapi
hemodialisis yang memiliki daya imun rendah.
E. Proses Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita
dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka
dibuat suatu hubungan buatan di antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan
untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik
pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam
kondisi aseptic.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dializer maka
diberikan heparin. Di dalam dializer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang
menyerupai cairan tubuh normal. Tekanan di dalam ruang dializer lebih rendah
dibandingkan dengan tekanan dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan
zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.
Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput
buatan ini.

Gambar: Proses Hemodialisa


Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Darah yang
telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah
dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis (Brunner & Suddarth,
2009).

F. Komplikasi Hemodialisa
Ketidakseimbangan Cairan
a. Hipervolemia
Temuan berikut ini mengisyaratkan adanya kelebihan cairan seperti tekanan
darah naik, peningkatan nadi, dan frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan
vena sentral, dispnea, batuk, edema, penambahan BB berlebih sejak dialysis
terakhir
b. Hipovolemia
Petunjuk terhadap hipovolemia meliputi penurunan TD, peningkatan frekuensi
nadi, pernafasan, turgor kulit buruk, mulut kering, tekanan vena sentral
menurun, dan penurunan haluaran urine. Riwayat kehilangan banyak cairan
melalui lambung yang menimbulkan kehilangan BB yang nantinya mengarah ke
diagnosa keperawatan kekurangan cairan.
c. Ultra filtrasi
Gejala ultrafiltrasi berlebihan adalah mirip syok dengan gejala hipotensi, mual
muntah, berkeringat, pusing dan pingsan.
d. Rangkaian ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
Ultrafiltrasi cepat untuk tujuan menghilangkan atau mencegah hipertensi, gagal
jantung kongestif, edema paru dan komplikasi lain yang berhubungan dengan
kelebihan cairan seringkali dibatasi oleh toleransi pasien untuk memanipulasi
volume intravaskular.
e. Hipotensi
Hipotensi selama dialysis dapat disebabkan oleh hipovolemia, ultrafiltrasi
berlebihan, kehilangan darah ke dalam dialiser, inkompatibilitas membran
pendialisa, dan terapi obat antihipertensi.
f. Hipertensi
Penyebab hipertensi yang paling sering adalah kelebihan cairan, sindrom
disequilibrium, respon renin terhadap ultrafiltrasi, dan ansites.
g. Sindrome disequilibrium dialysis
Dimanifestasikan oleh sekelompok gejala yang diduga disfungsi serebral dengan
rentang dari mual muntah, sakit kepala, hipertensi sampai agitasi, kedutan,
kekacauan mental, dan kejang.
1. Ketidakseimbangan Elektrolit
Elektrolit merupakan perhatian utama dalam dialisis, yang normalnya dikoreksi
selama prosedur adalah natrium, kalium, bikarbonat, kalisum, fosfor, dan
magnesium.

Infeksi
Pasien uremik mengalami penurunan resisten terhadap infeksi, yang diperkirakan
karena penurunan respon imunologik. Infeksi paru merupakan penyebab utama
kematian pada pasien uremik.

Perdarahan dan Heparinisasi


Perdarahan selama dialysis mungkin karena kondisi medik yang mendasari seperti
ulkus atau gastritis atau mungkin akibat antikoagulasi berlebihan. Heparin adalah
obat pilihan karena pemberiannya sederhana, meningkatkan masa pembekuan
dengan cepat, dimonitor dengan mudah dan mungkin berlawanan dengan protamin.
Pathway Hemodialisa

Glomerulonefritis Diabetes melitus Hipertensi Ginjal polikistik


kronik, pielonefritis
kronik
↑ viskositas darah ↑ volume darah ke ginjal Terbentuk kista pada
parenkim ginjal
↓ ukuran ginjal, terbentuk
jaringan parut ↓ perfusi ke ginjal Ginjal tidak mampu menyaring
darah yang terlalu banyak

Kerusakan ginjal

↓ GFR

Gangguan fungsi ginjal berlangsung kronik

Kerusakan glomerulus Kerusakan tubulus

↓ jumlah Terganggunya
glomerulus yang fungsi absorbsi,
berfungsi sekresi, eksresi

↓ klirens ginjal Menumpuknya


toksik metabolit
(fosfat, hidrogen,
Tertimbunnya urea, amonia,
produk hasil kreatinin, dsb)
metabolisme
protein di dalam
darah

Sindrom Uremia

Terapi pengganti
ginjal

HEMODIALISA

Pre-HD Intra-HD Post-HD

1 2
PK: Uremia Kecemasan
menghadapi terapi
hemodialisa
(1) Intra-HD

Pemberian terapi
heparin Tindakan invasif Penggunaan Meningkatkan
saat pemasangan cairan dialisat produksi asam
fistula & AV asetat lambung
Terapi Shunt
antikoagulan
Bersifat asam Merangsang
Adanya jalur asestat pusat mual di
Menghambat medula
faktor-faktor masuk
pembekuan darah mikroorganisme Gangguan
(port D’Entri) hemodinamik
Nausea
Mudah terjadi
perdarahan Menimbulkan
Risiko Infeksi suasana asam
Risiko perdarahan dalam darah

(2) Post-HD

3 4
Pemakaian cairan Proses ultrafiltrasi
dialisat (dialisat asetat
& bikarbonat)

Reaksi hipersensitivitas Penarikan cairan berlebih


& cepat ke dalam dializer
Reaksi antigen antibodi Stres lambung
↓volume cairan tubuh
(hipovolemi)
Pengeluaran sitokin Meningkatkan
PK: produksi asam
↓volume intravaskular lambung
syok
Terasa gatal pada kulit hipo-
↓ perfusi jaringan volemia
Merangsang
pusat mual di
PK: pruritus medula

Penurunan
perfusi ke Nausea
lambung
3 4
Kerusakan (lisis) Peredaran darah
sebagian sel ekstrakorporeal
darah merah

Tertinggalnya
Penurunan sebagian darah pada
jumlah sel darah selang kateter
merah

Penurunan
Penurunan jumlah sel darah
hemoglobin merah yang
masuk ke tubuh

Penurunan
hemoglobin

PK: anemia
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate : dapat mengalami peningkatan (>100 x/mnt)
Respiratory rate : dapat mengalami peningkatan (> 20 x/mnt)
Suhu
c. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien yang akan menjalani hemodialisa kemungkinan akan ditemukan :
- Kulit: kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal.
- Kuku: kuku tipis dan rapuh.
- Rambut: kering dan rapuh.
- Oral: halitosis / faktor uremic (bau nafas seperti aseton), perdarahan gusi.
- Lambung: mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
- Pulmonary: Pnemonia, kemungkinan ditemukan adanya dispnea, odema paru.
- Asam basa: asidosis metabolik.
- Neurologic: letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
- Hematologi: perdarahan
d. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang dapat ditemukan data sebagai berikut :
- K serum > 6 mEq/L
- Ureum darah > 200mg/dL
- pH darah < 7,1
- Anuria berkepanjangan (>5 hari)
- Fluid overload
- Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 ml/menit, LFG kurang
dari 10 ml/menit dengan gejala uremia atau malnutrisi dan LFG kurang dari 5
ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
e. Data lain yang bisa didapatkan dari pasien adalah
Keluhan utama: Sindrom uremia, Mual, muntah, perdarahan GI, Pusing, nafas
kusmaul, koma, Perikarditis, cardiar aritmia, Edema, gagal jantung, edema paru.
Pengkajian pre hemodialisa: Riwayat penyakit, tahap penyakit, usia,
Keseimbangan cairan, elektrolit, nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH,
keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi, respon terhadap dialysis
sebelumnya, status emosional, pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV,
JVP, Sirkuit pembuluh darah, tekanan darah: hipertensi, kaji tingkat
pengetahuan pasien mengenai hemodialisa dan prosesnya
Pengkajian post hemodialisa: tekanan darah cenderung hipotensi, keluhan:
pusing, palpitasi, komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dan anemia
2. Diagnosa Keperawatan Hemodialisa
 PK: Uremia
 Ansietas berhubungan dengan krisis situasional akibat prosedur terapi ditandai
dengan klien mengatakan merasa cemas, klien tampak gelisah dan ketakutan,
insomnia, takikardi
 Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping pengobatan yaitu
penggunaan obat antikoagulan
 Nausea berhubungan dengan terapi penggunaan agen farmakologis yaitu cairan
dialisat yang bersifat asam ditandai dengan klien mengeluh merasa mual, klien
mengatakan ingin muntah, peningkatan sekresi saliva
 Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
akibat prosedur invasif akses vaskular
 PK: Syok Hipovolemik
 PK: Anemia
 PK: Pruritus
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
PK : Uremia Setelah diberikan asuhan NIC Label: Hemodialysis
keperawatan selama 1 x 4 Therapy  Untuk mengetahui kondisi
jam, diharapkan perawat  Ukur tanda-tanda vital dasar umum klien sebelum dilakukan
dapat meminimalkan meliputi TD, nadi, RR, suhu hemodialisis.
komplikasi uremia, dengan  Jelaskan prosedur dan tujuan  Agar klien paham dan mengerti
kriteria hasil: dilakukan hemodialisis kepada pentingnya dilakukan
NOC Label: Systemic Toxin klien hemodialisa
Clearance: Dyalisis  Periksa peralatan dan larutan  Agar menghindari terjadinya
 Tekanan darah dalam batas sesuai prosedur efek samping yang tidak
normal  Gunakan teknik steril untuk diinginkan
 Kadar kreatinin serum memulai hemodialisis,  Agar hemodialisa dapat
dalam batas normal penusukan jarum, dan berjalan dengan tepat dan
 BUN dalam batas normal menyambungkan selang kateter sesuai prosdur sehingga tujuan
 Tidak ada muntah  Mulai hemodialisis sesuai dilakukan hemodialisa dapat
 Tidak ada pruritus prosedur tercapai dan mencegah efek
 Tidak ada kelemahan  Periksa sistem monitoring samping yang tidak diinginkan.

 Tidak ada edema (seperti flow rate, tekanan, clots,  Untuk memastikan alat

 Tidak ada kram otot sensor udara, tekanan negatif menjalankan fungsinya dengan
untuk ultrafiltrasi, dan sensor baik, proses dialisis berjalan
darah) untuk menjaga keamanan baik agar menjaga keamanan
klien. klien
 Monitor TD, nadi, dan respon  Mengetahui respon klien
klien selama dialisis terhadap proses hemodialisis
 Kolaborasi pemberian heparin  Mencegah terbentuknya
 Sesuaikan tekanan filtrasi untuk clotting selama proses
mengeluarkan sejumlah cairan hemodialisis berlangsung.
 Lakukan sesuai prosedur jika  Proses ultrafiltrasi dapat
klien mengalami hipotensi membantu menarik cairan
 Hentikan hemodialisis sesuai tubuh yang berlebih keluar
dengan prosedur akibat perbedaan tekanan,
 Rasional: penghentian proses tekanan perlu disesuaikan agar
hemodialisis harus sesuai dapat mengeluarkan kelebihan
prosedur untuk mencegah cairan dalam tubuh dengan
terjadinya komplikasi tepat untuk menghindari

 Bandingkan TTV post dialisis terjadinya syok hipovolemik

dan pre dialisis  Pengeluaran cairan berlebih

 Bekerjasama dengan pasien akibat proses ultrafiltrasi dapat

untuk menentukan pengaturan menyebabkan penurunan


diet, pembatasan cairan, dan tekanan darah, maka harus
pengobatan untuk meregulasi segera dilakukan penanganan
cairan dan elektrolit yang tepat untuk mencegah
 Ajarkan pasien untuk memonitor syok hipovolemia
diri dari tanda dan gejala yang  Untuk mengevaluasi serta
mengindikasikan memerlukan mengetahui kondisi klien
pengobatan (seperti demam, setelah dilakukan hemodialisis.
perdarahan, tromboflebitis, dan  Menentukan hal-hal yang harus
nadi tidak teratur) dilakukan klien setelah
 Bekerjasama dengan pasien hemodialisa sehingga dapat
untuk mengurangi mendukung proses hemodialisa
ketidaknyamanan dari efek  Untuk mengurangi
samping penyakit dan ketidaknyamanan akibat efek
pengobatan (seperti kram otot, samping hemodialisa.Agar
lemah, sakit kepala, gatal, klien dapat memantau
anemia, dimineralisasi tulang) kondisinya dan dapat
memperoleh tindakan segera
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Anxiety Reduction
krisis situasional akibat keperawatan selama 1x 15  Observasi adanya tanda – tanda  Pengungkapan kecemasan
prosedur terapi ditandai menit, diharapkan kecemasan cemas/ansietas baik secara secara langsung tentang
dengan klien mengatakan klien dapat berkurang dengan
merasa cemas, klien tampak kriteria hasil: verbal maupun nonverbal. kecemasan dari klien, dapat
gelisah dan ketakutan, NOC Label: Anxiety Level  Bantu pasien untuk menandakan level cemas klien.
insomnia, takikardi  Mengatakan secara verbal mengidentifikasi situasi yang  Agar pasien dapat mengatasi
tentang tidak ada dapat menstimulus kecemasan. dan menanggulangi kecemasan
kecemasan  Jelaskan segala sesuatu pasien.
 Mengatakan secara verbal mengenai penyakit yang klien  Menambah wawasan klien
tentang tidak ada derita. tentang penyakit klien dapat
ketakutan  Ajarkan klien teknik relaxasi, meningkatkan pengertian klien
 Tidak ada kepanikan seperti menarik nafas dalam. tentang penyakitnya, sehingga
NOC Label: Anxiety Self-  Kolaborasi pemberian medikasi dapat mengurangi kecemasan
Control berupa obat penenang. klien.
 Mampu mengurangi  Dapat memberi efek
penyebab cemas ketenangan pada klien
 Mengontrol respon cemas  Untuk menurunkan ansietas
klien yang terjadi secara
berlebihan.

Risiko perdarahan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Bleeding Precaution


berhubungan dengan efek keperawatan selama 1 x 4 jam  Monitor kemungkinan terjadinya  Dapat mengevaluasi kondisi
samping pengobatan yaitu diharapkan klien tidak perdarahan pada klien klien sehingga dapat
penggunaan obat mengalami perdarahan  Monitor tanda-tanda vital klien menghindari faktor risiko
antikoagulan dengan kriteria hasil:  Lindungi klien dari perdarahan.
NOC Label: Bleeding kemungkinan terjadinya trauma  Perdarahan dapat
 Klien tidak mengalami yang dapat mengakibatkan menyebabkan terjadinya
perdarahan gusi, ataupun perdarahan perubahan pada tanda-tanda
pada organ tubuh lainnya vital
 Tidak terjadi penurunan  Mengindari trauma sehingga
kadar hemoglobin dapat menghindari terjadinya
 Tidak terjadi penurunan NIC Label: Dialysis Access perdarahan pada klien
hematocrit Maintenance
 Tidak terjadi penurunan  Monitor kateter exit site
tekanan darah  Monitor area akses penusukan  Mengevaluasi kondisi exit site
dari perdarahan, hematoma, dan dari adanya tanda-tanda
penurunan sensasi perdarahan sehingga dapat
 Hindari penekanan mekanik menentukan intervensi yang
pada akses perifer tepat

 Hindari penekanan mekanik  Mengevaluasi kondisi akses


pada ekstremitas dekat sentral penusukan dari adanya tanda-
kateter dialisis tanda perdarahan sehingga

 Hindari pungsi vena dan dapat menentukan intervensi


pengukuran tekanan darah pada yang tepat
akses perifer ekstremitas  Mencegah terjadinya
perdarahan

Nausea berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Nausea Management
terapi penggunaan agen keperawatan selama 1x 4 jam  Dorong klien untuk mempelajari  Membantu klien untuk
farmakologis yaitu cairan diharapkan terjadi penurunan strategi untuk memanajemen melakukan manajemen mual
dialisat yang bersifat asam derajat mual dan muntah, mual secara mandiri
ditandai dengan klien dengan kriteria hasil:  Kaji frekuensi mual, durasi,  Membantu dalam memberikan
mengeluh merasa mual, klien NOC Label: Nausea and tingkat keparahan, factor intervensi yang tepat.
mengatakan ingin muntah, Vomiting Severity frekuensi, presipitasi yang  Membantu mengurangi mual
peningkatan sekresi saliva  Klien mengatakan tidak menyebabkan mual. secara nonfarmakologi dan
ada mual  Ajarkan teknik nonfarmakologi tanpa efek samping.
 Klien mengatakan tidak untuk mengurangi mual  Tidur dan istirahat dapat
muntah (relaksasi, guide imagery, membantu klien lebih relaks
 Tidak ada peningkatan distraksi). sehingga mengurangi mual
sekresi saliva  Dukung istirahat dan tidur yang yang dirasakan.
adekuat untuk meringankan
nausea.
terhadap ketidaknyamanan yang
dirasakan klien. 1.
aspek nonverbal terhadap
ketidaknyamanan yang
dirasakan klien.
Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan  NIC Label: Infection Control NIC Label: Infection Protection
dengan ketidakadekuatan keperawatan selama 1x 4 jam  Bersihkan lingkungan setelah  Agar bakteri dan penyakit tidak
pertahanan tubuh primer diharapkan tidak terjadi digunakan oleh klien. menyebar dari lingkungan dan
akibat prosedur invasif akses infeksi, dengan kriteria hasil:  Batasi jumlah pengunjung. orang lain.
vaskular NOC Label: Hemodialysis  Ajarkan klien dan keluarga  Mengurangi organism
Access tekhnik mencuci tangan yang pathogen masuk ke tubuh
 Temperatur kulit pada area benar. klien.
akses penusukan normal  Pergunakan sabun anti microbial  Mencegah terjadinya infeksi
 Nadi perifer bagian distal untuk mencuci tangan. dari mikroorganisme yang ada
normal  Cuci tangan sebelum dan di tangan.
 Warna kulit bagian distal sesudah melakukan tindakan  Mencuci tangan menggunakan
normal keperawatan. sabun lebih efektif untuk
 Warna kulit pada area  Terapkan Universal precaution. membunuh bakteri.
akses penusukan normal  Pertahankan lingkungan aseptik  Mencegah infeksi nosokomial.
 Drainase pada area selama perawatan.  Untuk meminimalkan
penusukan tidak ada  Anjurkan klien untuk terkontaminasi mikroba atau
 Edema perifer bagian memenuhan asupan nutrisi dan bakteri.
distal area penusukan tidak cairan adekuat.  Untuk mempercepat perbaikan
ada  Kolaborasi pemberian antibiotik kondisi klien
bila perlu.
 Agar memudahkan
NIC Label: Infection Protection pengambilan intervensi
 Monitor tanda dan gejala infeksi  Sebagai monitor adanya reaksi
sistemik dan local infeksi.
 Monitor hitung granulosit, WBC  Untuk mengetahui
 Monitor kerentanan terhadap tinggi/rendahnya tingkat
infeksi infeksi pada klien, sehingga
memudahkan pengambilan
intervensi

NIC Label: Dialysis Access


Maintenance  Mengevaluasi kondisi exit site
 Monitor kateter exit site dari adanya tanda-tanda infeksi
 Monitor area akses penusukan dan perdarahan sehingga dapat
dari edema, panas, drainase, menentukan intervensi yang
perdarahan, hematoma, dan tepat
penurunan sensasi  Mengevaluasi kondisi akses
 Lakukan perawatan dengan penusukan dari adanya tanda-
memberikan baluan steril pada tanda infeksi dan perdarahan
area penusukan dengan CVC sehingga dapat menentukan
(central venous catheter) intervensi yang tepat
 Mencegah terjadinya infeksi
sekunder

PK: Syok Hipovolemia Setelah diberikan asuhan NIC Label: Shock Management
keperawatan selama 1 x 15  Monitor tanda-tanda vital,  untuk mengevaluasi kondisi
menit diharapkan perawat tekanan darah ortostatik, status klien
dapat meminimalkan mental, urine output  memenuhi kebutuhan cairan
komplikasi syok hipovolemia  Kolaborasi pemberian cairan IV klien sehingga tidak terjadi
dengan kriteria hasil: kristaloid untuk syok.
NOC Label: Fluid Balance mempertahankan tekanan darah  untuk mengevaluasi kondisi
 Tekanan darah normal  Pantau adanya takikardi, klien, syok dapat
 Denyut nadi normal bradikardi, penurunan tekanan mengakibatkan perubahan nadi
 Tercapai keseimbangan darah dan tekanan darah
intake dan output cairan  Monitor status cairan meliputi  untuk mengetahui
 Turgor kulit elastic input dan output keseimbangan cairan klien
 Tidak ada hipotensi
orthostatic

NOC Label:
Cardiopulmonary Status
 Respiratory rate normal
 Kedalaman dari inspirasi
normal
 Haluaran urine seimbang
dengan input
 Tidak ada sianosis

PK : Anemia Setelah diberikan asuhan  Pantau tanda dan gejala anemia  memantau gejala anemia klien
keperawatan selama 1 x 15 yg terjadi. penting dilakukan agar tidak
menit, perawat dapat  Pantau tanda-tanda vital klien. terjadi komplikasi yang lebih
meminimalkan komplikasi  Anjurkan klien mengkonsumsi lanjut.
anemia yang terjadi, dengan makanan yang mengandung  perubahan tanda vital
kriteria hasil: banyak zat besi dan vit B12. menunjukkan kondisi klien.
 TTV dalam batas normal  Minimalkan prosedur yg bisa  konsumsi makanan yang
 Konjungtiva berwarna menyebabkan perdarahan. mengandung vitamin B12 dan
merah muda. asam volat dapat menstimulasi
 Hb klien dalam batas pemebntukan Hemoglobin.
normal Mukosa bibir  prosedur yang menyebabkan
berwarna merah muda. perdarahan dapat memperparah
 Klien tidak mengalami kondisi klien yang mengalami
lemas dan lesu. anemia.
Kolaborasi  transfusi darah diperlukan jika
Kolaborasi pemberian tranfusi kondisi anemia klien buruk
darah sesuai indikasi. untuk menambah jumlah darah
dalam tubuh
PK : Pruritus Setelah diberikan asuhan NIC Label: Pruritus  Untk mengevaluasi adanya
keerawatan selama 1 x 15 Management kerusakan kulit akibat garukan
menit diharapkan perawat  Lakukan pemeriksaan fisik  untuk melembabkan kulit
dapat meminimalkan untuk mengidentifikasi sehingga mengurangi gatal
komplikasi pruritus dengan kerusakan kulit (seperli lesi,  Untuk mengurangi gatal
kriteria hasil: blister, abrasi, dan ulkus)  Mencegah pembentukan
 Klien mengatakan gatal  Gunakan lotion sesuai indikasi histamin sehingga dapat
berkurang  Kolaborasi pemberian mengurangi gatal
 Klien tidak menggaruk antipruritus  Mencegah iritasi pada kulit
anggota tubuh yang gatal  Kolaborasi pemberian  Mengurangi gatal akibat
 Klien dapat melakukan antihistamin keringat berlebih
manajemen pruritus.  Instruksikan pada klien untuk  Mencegah timbulnya luka dan
menghindari penggunaan sabun infeksi akibat garukan
yang menggunakan parfum atau  Mengurangi gatal akibat
minyak keringat berlebih
 Instruksikan klien untuk  mencegah timbulnya luka dan
menggunakan pakaian yang infeksi akibat garukan
dapat menyerap keringat
 Instruksikan pasien untuk
mempertahankan kuku tetap
pendek
 Instruksikan klien untuk
mengurangi hal-hal yang dapat
menyebabkan keringat berlebih.
 Intruksikan klien agar tidak
menggaruk bagian tubuh yang
gatal, klien hanya boleh
menggunakan telapak tangan
untuk menggosok secara halus
area sekitar.
BAB III

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. AT


DENGAN AKUT KIDNEY INJURY (AKI) ON HD
DI INSTALASI PELAYANAN DIALISIS
RSUP SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 17 MEI 2017

A. PENGKAJIAN

1. Identitas
 Pasien
 Nama : Ny. AT
 Umur : 20 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Petani
 Status perkawinan : Menikah
 Agama : Hindu
 Suku : Bali
 Alamat : Br. Dinas Pauman Desa Seraya
Karangasem
 Tanggal masuk : 14 Mei 2017
 Tanggal pengkajian : 17 Mei 2017
 Sumber Informasi : Pasien dan keluarga
 Diagnosa masuk : Acute Kidney Disease ec Post Renal,
Mioma Cervical Post Total Abdominal Hysterectomy
 Penanggung
 Nama : Tn. AK
 Hubungan dengan pasien : Suami
2. Status kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama (saat MRS dan saat ini):Pasien mengatakan tidak ada
produksi urine sejak post operasi tanggal 12 Mei 2017.
 Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini: Pasien
merupakan rujukan dari RS Karangasem dengan diagnosis Mioma
Cervical Post Total Abdominal Hysterectomy, AcuteKidney Disease
ec Post Renal ec Anuria. Pasien mengeluh tidak ada produksi urine
sejak post operasi tanggal 12 mei 2017.
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya: Tanggal 9 Mei 2017
pasien masuk Rumah Sakit Karangasem dengan diagnosis Mioma
Cervical+ Anemia sedang Hb 6,0 g/dL. Transfusi PRC 3 kolf,
Kemudian Hb menjadi 10,7 g/dL. Dilakukan Operasi Total Abdominal
Hysterectomy pada tanggal 12 mei 2017 selesai pukul 12.00. Sejak
pukul 13. 30 tanggal 13 Mei 2017 tidak ada produksi urine, kemudian
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.

b. Status Kesehatan Masa Lalu


 Penyakit yang pernah dialami: pasien mengatakan sebelumnya tidak
pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan dengan
penyakit yang saat ini diderita. Menarche umur 13 tahun, siklus teratur
tidak ada keluhan selama haid, tidak menggunakan alat kontrasepsi.
 Pernah dirawat: pasien mengatakan pernah dirawat saat melhirkan
anaknya, tidak pernah menderita penyakit serius sebelumnya.
 Riwayat alergi :  Ya  Tidak
 Riwayat tranfusi:  Ya  Tidak
Jelaskan: pasien mendapatkan transfusi PRC 3 kolf saat di RS
Karangasem tanggal 9 Mei 2017.
 Kebiasaan:
 Merokok:Ya Tidak
Sejak: - Jumlah: -
 Minum kopi Ya Tidak
Sejak: - Jumlah:-
 Penggunaan Alkohol Ya Tidak
Sejak:- Jumlah:-

3. Riwayat Penyakit Keluarga:pasien mengatakan bahwa keluarga pasien tidak


ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien saat ini.

(genogram)

Keterangan:
: laki-laki

: perempuan

: pasien

: meninggal

4. Riwayat/data dialisis
Pada tanggal 14 mei 2017 pasien memiliki riwayat HD pertama kali, dengan
jenis tindakan HD Cito, Lama tindakan HD 3 jam, dengan kecepatan aliran
darah 150-200, jumlah ultrafiltrasi 1 liter, luas membran 1,5 m2high flux,
anticoagulan menggunakan heparin standar, akses vaskular vena femoralis,
kemudian ada instruksi khusus yaitu : transfusi PRC2 kantong.
5. Diagnosa Medis dan terapi:
Diagnosa Medis : Acute Kidney Disease ec Post Renal, Mioma Cervical Post
Total Abdominal Hysterectomy
Terapi:
Cefazoline 2 x 1 gr IV
Ondansentron 3 x 8 mg IV
Paracetamol 3 x 500 mg tablet
Asam Folat 2 x 2 mg tablet

6. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan: suami pasien mengatakan
pasien jarang kontrol ke puskesmas atau ke dokter untuk memeriksakan
kesehatannya, pasien hanya berobat ke bidan jika mengalami sakit. Jika
kondisi pasien mengalami penurunan akan dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat. Sebelum di rawat di Rumah Sakit Sanglah, pasien
mengatakan pernah di rawat di Rumah Sakit karangasem karena Mioma
Cervical Post Total Abdominal Hysterectomy, Acute Kidney Disease ec
Post Renal ec Anuria
b. Nutrisi/metabolik: Sebelum MRS : keluarga mengatakan pasien makan
dengan baik 3x sehari. Keluarga mengaku sebelum MRS, nafsu makan
pasien bagus. Setelah MRS : Pasien mengalami penurunan nafsu makan,
saat dikaji pasien mau makan tetapi sedikit, dan sempat muntah. Dalam
sehari pasien hanya minum 1 gelas air ± 350 cc.
Antopometri : Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : tidak timbang
Indeks Masa Tubuh :
BB(kg) kg kg
= = =¿ - kg/m2
TB x TB m 1,5 m x 1,5 m 2,25 m
Biochemical : HGB : 9,09 g/dL
HCT : 29,41 %
Na : 136 mmol/L
K : 3,7 mmol/L
C : 96,5 mmol/L
Clinical : warna kulit pucat, akral normal, oedem seluruh tubuh, warna
kuku pucat,
Diit :
c. Pola eliminasi: BAK : Pasien terpasang indwelling kateter, produksi urine
(-). Saat dikaji, keluarga pasien mengatakan alasan awal pasien dibawa ke
Rumah sakit karena pasien tidak bisa kencing sejak tanggal 12 Mei
2017.BAB:saatpengkajian padatanggal 17 Mei 2017
pasiendikatakanbelum BAB. Pasienterakhir BAB sebelum MRS.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi ROM 
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total.
keterangan: aktivitas pasien mandi, toileting, berpakaian dan berpindah
memerlukan bantuan minimal satu orang.
e. Pola tidur dan istirahat: saat pengkajian pasien tidak tampak gelisah . Saat
hemodialisis berlangsung pasien dapat tidur.
f. Pola kognitif-perseptual: keluarga mengatakan tidak ada masalah dengan
pola perseptual. Pasien mampu melihat dengan baik, pasien
berkomunikasi menggunakan bahasa bali, pasien mampu mendengar,
mencium dan mengecap dengan baik.
g. Pola persepsi diri/konsep diri: persepsi diri/konsep diri dapat dikaji karena
pasien tidak tampak gelisah dan selama hemodialisis berlangsung pasien
mampu berkomunikasi dengan baik. Keluarga mengatakan selalu
berusaha bergantian setiap hari mengunjungi dan menjaga pasien sesuai
jam berkunjung secara bergantian agar pasien tidak kesepian dan selalu
semangat menjalani proses pengobatan di rumah sakit.
1) Gambaran diri : pasien mengatakan tidak ada cacat atau penyakit
bawaan
2) Identitas diri : Ny. AT berjenis kelamin perempuan, usia 20 tahun,
warna kulit pucat dan oedem seluruh tubuh.
3) Harga diri : Ny. AT mengatakan merasa kurang nyaman dengan
penyakitnya karena baru pertam amengalami hal seperti ini.
4) Ideal diri : Ideal diri pasien tidak terganggu.
5) Peran diri : Ny. AT mengatakan selama sakit tidak dapat melakukan
perannya sebagai Ibu Rumah Tangga dengan baik karena sedang sakit.
h. Pola seksual dan reproduksi: Ny. AT berjenis kelamin perempuan. Pasien
berusia 20 tahun dan sudah menikah, dan mempunyai anak 1 yaitu laki-
laki. Keluarga mengatakan tidak ada keluhan pada seksual dan
reproduksi.
i. Pola peran-hubungan: : Suami pasien mengatakan pasien sangat dekat
dengan anaknya dan sangat menyayanginya . Seluruh keluarga pasien
secara bergiliran menjenguk, menemani pasien atau sekedar memberikan
sentuhan ke pasien dan membantu pasien minum dan makan.
j. Pola manajemen koping stres: keluarga mengatakan pasien sempat
menunjukkan ekspresi sedih dan gelisah saat harus dirawat di rumah sakit
dan harus menjalani cuci darah, namun keluarga selalu memberikan
support agar pasien merasa lebih tenang.
k. Pola keyakinan-nilai: Pasien beragama hindu. Keseharian pasien sebelum
sakit, pasien sangat rajin sembahyang setiap hari. Saat ini, keluarga
sangat rajin sembahyang ke padmasana RSUP Sanglah setiap harinya
untuk mendoakan kesembuhan pasien. Keluarga juga membawakan tirta
untuk pasien.
7. Riwayat Kesehatan
Keadaan umum:  Baik  Sedang  Lemah
Kesadaran:compos mentis
Tanda Tanda Vital :
TD : 130/80 mmHg Nadi : 78x/menit Suhu:36,5o C
RR: 20x/menit BB :
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit, Rambut dan Kuku
Distribusi rambut :merata
Lesi:  Ya  Tidak
Warna kulit:  Ikterik  Sianosis  Kemerahan  Pucat
Akral: Hangat  Panas Dingin kering Dingin Normal
Turgor:kurang elastis
Oedem :  Ya  Tidak Lokasi:seluruh tubuh
Warna kuku:  Pink  Sianosis Pucat

b. Kepala dan Leher


Kepala:  Simetris  Asimetris
Lesi:  ya  Tidak
Deviasi trakea:  Ya  Tidak
Pembesaran kelenjar tiroid:  Ya  Tidak
Lain-lain: pasien terpasang double lumen pada vena jugularis

c. Mata dan Telinga


Gangguan penglihatan:  Ya  Tidak
Menggunakan kacamata: Ya  Tidak Visus:normal
Pupil:  Isokor  Anisokor Ukuran:2mm
Sklera/konjungtiva:  Anemis  Ikterus
Gangguan pendengaran:  Ya  Tidak
Menggunakan alat bantu dengar:  Ya  Tidak
Tes weber: - Tes Rinne:- Tes Swabach:-
Lain-lain: tidakadakelainan
d. Sistem Pernafasan
Batuk:  Ya  Tidak
Sesak:  Ya  Tidak
 Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, tidak tampak adanya
penggunaaan otot bantu pernapasan. Pernapasan cuping hidung tidak ada.
Irama nafas reguler, ritme pernafasan normal. RR : 20 x/menit. Pasien
tidak menggunakan bantuan oksigen.
 Palpasi: pergerakan dinding dada simetris. vokal fremitus (+). Tidak
teraba massa abnormal pada dada.
 Perkusi: suaraparusonor.
 Auskultasi: suara nafas vesikuler. tidak ada suara nafas tambahan ronchi
(-), wheezing (-).
e. Sistem Kardiovaskular
Nyeri dada:  Ya Tidak
Palpitasi:  Ya Tidak
CRT: < 3 dtk > 3 dtk
 Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat.
 Palpasi: tidakteraba thrill. Ictuscordistidakteraba. Nadi : 80 x/menit
 Perkusi : suaraperkusijantungpekak
 Auskultasi: S1S2 tunggal regular, murmur (-). TD : 130/80 mmHg

f. Payudara Wanita
Tidak ada kelainan

g. Sistem Gastrointestinal
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa:  Lembab  Kering  Stomatitis
Pembesaran hepar:  Ya  Tidak
Abdomen:  Meteorismus  Ascites  Nyeri tekan
Peristaltik: 10x/menit

h. Sistem Urinarius
Penggunaan alat bantu/kateter:  Ya  Tidak
Kandung kencing, nyeri tekan:  Ya  Tidak
Gangguan:  Anuria  Oliguria  Retensi  Inkontinensia
 Nokturia

i. Sistem Reproduksi Wanita/Pria


Inspeksi : tidak dikaji

j. Sistem Saraf
GCS: Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
Rangsangan meningeal:  Kaku kuduk  Kernig
 Brudzinski I  Brudzinski II
Refleks fisiologis:  Patela  Trisep  Bisep  Achiles
Refleks patologis:  Babinski  Chaddock  Oppenheim
Rossolimo Gordon  Schaefer
 Stransky Gonda
Gerakan involunter:tidak ada gerakan involunter

k. Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi:  Bebas  Terbatas
Deformitas:  Ya  Tidak Lokasi: -
Fraktur:  Ya  tidak Lokasi:-
Kekakuan:  Ya  Tidak
Nyeri sendi/otot:  Ya  Tidak
Kekuatan otot:444444
444444
l. Sistem Imun
Perdarahan Gusi:  Ya Tidak
Perdarahan lama:  Ya  Tidak
Pembengkakan KGB:  Ya Tidak Lokasi: : -
Keletihan/kelemahan:  Ya  Tidak

m.Sistem Endokrin
Hiperglikemia:  Ya  Tidak
Hipoglikemia:  Ya  Tidak
Luka gangren:  Ya  Tidak

n. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan:
a. Hematologi tanggal 16 Mei 2017
WBC : 14,82 (103/μL)
RBC :3,21 (106/μL)
HCT : 29,41 (%)
HGB :9,09 (g/dL)
MCV : 91,56 (fL)
MCH : 28,30 (pg)
MCHC: 30,91 (g/dL)
RDW : 15,04 (%)
PLT : 286,70 (103/μL)

b. Analisa Gas Darah tanggal 15 Mei 2017


pH: 7,42
PCO2: 33,4 (mmHg)
pO2 : 116,90 ( mmHg)
BEecf : -3,3 (mmol/L)
HCO3- : 21,10 (mmol/L)
SO2c : 98,4 (%)
TCO2 : 22,20 (mmol/L)
c. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 16 Mei 2017
Natrium(Na) : 136 (mmol/L)
Kalium (K) : 3,7 (mmol/L)
Klorida (C) : 96,5 (mmol/L)
d. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 16 Mei 2017
PPT :23,4 (detik)
INR : 2,19
APTT : 37,6(detik)
e. Pemeriksaan Kimia Klinik tanggal 16 Mei 2017
AST/SGOT : 12,8 (U/L)
ALT/SGPT :1,40 (U/L)
Albumin :2,9 ( g/dl)
BUN : 63,0 (mg/dL)
Kreatinin : 9,29 (mg/dL)

b. Pemeriksaan Radiologi: Pemeriksaan USG Urologi


Kesan: Hidronefrosis sedang kanan dengan dilatasi ureter kanan
proksimal, Hidronefrosis ringan kiri.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No Tgl Data Penyebab/Interpretasi Masalah
1. Rabu, 17 Mei Data Subyektif : Mioma Cervical Post KelebihanVolume
2017 - pasien Total Abdominal Cairan
mengeluh tidak Hysterectomy, tumor,
kencing sejak 5 batu
hari yang lalu
(dari tanggal 12 Obstruksi saluran
mei 2017) dan kencing
bengkak pada
seluruh badan. Penurunan aliran darah
ke glomelurus
Data Obyektif :
- Pasien tampak Iskemia
odema pada
ekstremitas Nekrosis tubular
bawah menyeluruh
- TD : 130/80
mmHg GFR 
- N : 78 x/menit
- RR: 20 x/menit Ketidakseimbangan
0
- Tax : 36,5 C cairan dan elektrolit
- Intake : 150 cc Retensi Na+ dan H2O
- Output : 0 cc
BUN:53,2 Jumlah cairan dalam
mg/dl tubuh 
SC :7,64 mg/dl Tekanan hidrostatik 
Hb : 9,09 gr/dl

Cairan masuk ke
rongga interstitial,
rongga perut dan
intravaskuler

Udema, acites

Kelebihan Volume
Cairan

Mioma/tumor/batu
2. Rabu, 17 Mei Data subyektif : Hambatan Mobilitas
2. DiagnosaKeperawatanPrioritas

a. DX I : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran


urine,retensi cairan serta natrium, fase diuresis dari gagal ginjal akut.
b. DX II : Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur berhubungan dengan
keterbatasan lingkungan dan terpasang set HD.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

RencanaKeperawatan
Hari/Tgl No Dx
Tujuan dan kriteriahasil Intervensi Rasional
Rabu, 17 HD Setelah diberikan asuhan
Mei 2017 DX I keperawatan 1 x 4 jam 1. Observasiadanya 1. Mengetahui tingkat
diharapkan kelebihan edema dantimbang kelebiahn volume
volume cairan dapat BB pradan post cairan dan
dikontrol dengan kriteria HD menentukan
hasil : program HD dalam
1) BB kering tercapai hal ini ultrafiltrasi
2) TTV dalam yang sesuai
rentang normal : 2. Observasi TTV 2. Observasi TTV
- TD : 120/80- setiap jam dilakukan untuk
110/70mmHg memantau keadaan
- N: 60-100 x/mnt hemodinamik
- RR: 16-20 x/mnt pasien
3) Pasien mengerti 3. KIE 3. Agar pasien
cara menjaga pasiencaramenjaga mengerti cara
keseimbangan keseimbangancaira menjaga
cairan dalam tubuh n di keseimbangan
dalamtubuhdengan cairan
membatasiminum
4. Lakukan HD 4. Dengan HD akan
sesuai dengan membantu
peresepan menggantikan
fungsi ginjal untuk
mengatasi kelebihan
volume cairan

5. Kolaborasidalampe 5. Hasil laboratorium


meriksaan lab menunjang kondisi
(Ureum, kesehatan pasien
kreatinin,BUN,
Hb)

DX II Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV. 1. Observasi TTV


keperawatan selama 1 x 4 dilakukan untuk
jam diharapkan hambatan memantau keadaan
mobilitas fisik teratasi hemodinamik pasien.
dengan kriteria hasil : 2.Pastikan perubahan 2. Memastikan posisi yg
1. Mampu melakukan posisi klien secara nyaman untuk
mobilisasi tanpa perlahan dan istirahat.
disertai dengan monitor dari gejala
peningkatan tekanan intoleransi
darah , nadi dan aktifitas.
respirasi
2. ADL dapat dilakukan 3.Monitor intake 3. Untuk mengetahui
nutrisi untuk kebutuhan nutrisi
kecukupan pasien
sumber-sumber
energi.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl No Dx Jam TindakanKeperawatan ResponKlien TTD

Rabu, 17 DX I, II 14.00 - Mengobservasi TTV pasien S : “Pasien mengatakan sudah


Mei WIT HD sebelumnya, ini adalah HD
2017 A yang kedua”
O : Pasien tampak kooperatif.

- TD : 130/80 mmHg
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 78 x/menit
- Respirasi : 20x/menit

DX I - Mengobservasi adanya
S : “Pasien mengatakan
14.10 edema dantimbang BB pra
badannya masih bengkak”
WIT HD
O : Pasien tampak udema di
A
seluruh tubuh. Pasien bed rest
dan tidak dapat dilakukan
penimbangan berat badan.
- Memberikan pasien posisi
DX II nyaman
S : “Pasien mengungkapkan
nyaman dengan posisi tidur
14.15
dengan kepala ditinggikan.
WIT
O : Pasien tenang dan tampak
A
nyaman dengan posisi semi
fowler.
- Melakukan HD sesuai
DX I
dengan peresepan S : “Pasien mengatakan HD
sebelumnya berjalan lancar”.
O : Pasien tampak tenang, HD
14.30
mulai dengan UFG : 1,1 liter,
WIT
UFR : 0,5 liter, QB : 150, akses
A
vaskular : double lument, tanpa
heparin.
- Mengobservasi TTV dan
DX I, II
mengobservasi proses HD
S : “ Pasien mengatakan tidak
ada keluhan”.
O : Pasien tampak tenang,
15.00
- TD : 121/79 mmHg
WIT
- Nadi : 100 x/menit
A
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu : 36,50C
- UF removed : 0,25 liter
- QB : 150, pasien tampak
tenang.
DX I - KIE pasien cara menjaga
keseimbangan cairan di
dalam tubuh dengan S : “Pasien mengatakan minum
membatasi minum hanya sedikit”
O : Pasien tampak mengerti apa
yang dijelaskan dan aktif dalam
15.30 - Mengobservasi TTV dan diskusi
DX I, II WIT mengobservasi proses HD
A S : “Pasien mengatakan tidak
ada keluhan”
O : Pasien tampak tenang
selama proses HD berlangsung.

- TD : 125/78 mmHg
16.00
- Nadi : 109 x/menit
WIT
- Respirasi : 20 x/menit
A
- Suhu : 36,50C
- UF removed : 0,65 liter
- Memonitor intake nutrisi - QB : 150, pasien tenang.
DX II
untuk kecukupan sumber-
sumber energi. S : ”Pasien mengungkapkan
mual masih terasa, makan bisa
sedikit.
O : Selama proses HD pasien
- Mengobservasi TTV tampak makan tetapi sedikit.
DX I, II
16.30
S : “Pasien mengatakan tidak
WIT
ada keluhan”.
A
O : Pasien tampak tenang,

- TD : 117/72 mmHg
- Nadi : 103 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 36,50C
17.00 - UF removed : 1,1 liter
WIT - QB : 150, pasien tenang.
DX I A
- Mengakhiri proses HD dan
S : “Pasien mengatakan tidak
menghitung balance cairan
ada keluhan”
pasien.
O : Pasien tampak tenang,

- UF removed : 1,1 liter, pasien


tenang
- Balance cairan : CM (sisa
priming 50 + wash out 100,
nacl 100) 250 - CK (UFG)
17.30
1100 ml, jadi -850 ml
WIT
- TD : 120/72 mmHg
A
- Nadi : 102 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 36,50C
DX I, II
- Mengobservasi keadaan
S : “Pasien mengungkapkan
umum pasien
tidak ada keluhan setelah
menjalani HD”
O : Pasien tampak tenang,
keadaan umum pasien baik,
kesadaran : compos mentis
(CM).

18.00
WIT
A

E. EVALUASI

No Evaluasi
No. Hari/Tgl Jam Ttd
Dx

1. Rabu, 17 Mei DX I 18.00 S : “Badan saya bengkak, dan saya belum ada
2017 WITA kencing, setelah cuci darah saya merasa lebih
nyaman”
O : Pasien tampak masih udema, produksi kencing (-)

- UF removed : 1,1 liter, pasien tenang


- Balance cairan : CM (sisa priming 50 + wash
out 100, nacl 100) 250 - CK (UFG) 1100 ml,
jadi -850 ml
- TD : 120/72 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 36,50C
A : Masalah belum teratasi, tujuan belum tercapai
P : Anjurkan pasien untuk pembatasan intake cairan,
memantau intake dan output cairan pasien,
mengobservasi keadaaan umum dan TTV pasien,
HD kembali sesuai dengan peresepan.

2. Rabu, 17 Mei DX II 18.10


S : “Terkadang saya masih merasa lelah, tubuh masih
2017 WITA
bengkak, sehingga susah merubah posisi”.
O : Pasien tampak susah melakukan perubahan posisi,
masih dibantu oleh suami, makan masih dibantu
oleh suami,
- TD : 120/72 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 36,50C
A : Masalah belum teratasi, tujuan belum tercapai.
P : Mengobservasi TTV,
memastikanperubahanposisikliensecaraperlahanda
nmonitordarigejalaintoleransiaktifitas, memonitor
intake nutrisiuntukkecukupansumber-
sumberenergi.

MENGETAHUI,

PEMBIMBING, KELOMPOK 3,

(............................) (............................)
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Adapun yang dapat disimpulkan berdasarkan pembahasan di atas yaitu :


1. Hasil asuhan keprawatan pada kasus AKI on HD belum mencapai tujuan oleh
karena keterbatasan waktu pemberian asuhan keperawatan, diharapkan untuk
selanjutnya dapat mencapai hasil yang maksimal dengan tindakan kolaborasi
untuk kepentingan pelayanan pasien.
2. Implikasi keperawatan yang dapat diterapkan di keperawatan medikal bedah
klhususnya keperawatan hemodialisa adalah sebagai care giver, konselor serta
edukator, dimana perawat sebagai profesional harus mampu memberikan
asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi kasus AKI on hemodialisa
dengan cara yang efektif dan mudah dilakukan.

B. SARAN

1. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan mampu mengenal penanganan segera kasus gagal
ginjal akut, yaitu salah satunya dengan terapi hemodialisis.
2. Bagi Pemerintah
Pemerintah diharapkan mendukung program penanganan segera kasus gagal
ginjal akut dengan hemodialisis
3. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan asuhan keperawatan tentang
kasus AKI on hemodialisis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8
volume 1. Jakarta: EGC

Bulechek, G.M., Butcher, H. K., Dotcherman, J.M., and Wagner, C.M., (2013)
Nursing intervenstion classification (NIC) sixth edition. United States of
America: Elsevier
Herdman, T.H and Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell.
Himmelfarb dan Sayegh. 2010. Chronic Kidney Disease, Dialysis, and
Transplantation: A Companion to Brenner and Rector’s The Kidney. USA:
Saunders
Morhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., and Swanson, E. (2013) Nursing outcome
classification (NOC) fifth edition. United States of America: Elsevier

PERNEFRI, 2006, Konsensus dialisis.Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu


Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
Price, S. A. & Wilson. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Ed4. Jakarta. EGC.
Suwitra, K., 2006. Gagal Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo,A.W., editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK-UI
Widiana R.I.G., 2006, Prevalence of Chronic Renal Disease in Bali: Rural and Urban
Distribution, (Abstrak), Denpasar: Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai