Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN TINDAKAN HEMODIALISA

OLEH :
Annisa April Liana

NIM P2305093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

2022/2023
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal

untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah

manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat

lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada

ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma &

Nurarif, 2012).

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau

filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun

secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini

dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran

penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar

toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan

permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi

pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian

dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V

dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi

pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3

yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler

(Daurgirdas et al., 2007).

B. Tujuan Hemodialisa

Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah

terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada

klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan

organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara

permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya

(biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau

sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

C. Indikasi Hemodialisa

Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.

Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis

segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):

1. Kegawatan ginjal

1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )

5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)

7) Ensefalopati uremikum

8) Neuropati/miopati uremikum

9) Perikarditis uremikum

10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)

11) Hipertermia

2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

Indikasi Hemodialisis Kronik

Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur

hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis

dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit

tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah

satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):

a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.

c. adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.


d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

D. Prinsip Hemodialisis

Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu:

difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di

dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.

2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu

perbedaan osmolalitas dan dialisat.

3. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan

hidrostatik didalam darah dan dialisat.

Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah

zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat

memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang

dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan

(hipotensi, kram, muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi

terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011)

E. Pedoman Pengkajian Praprosedur Hemodilasis

Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien

dengan hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam melakukan

pengkajian keperawatan praprosedur hemodialisa.

1. Pengkajian Anamnesis

a. Kaji identitas klien

Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan

b. Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodialisis

Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi

keperawatan yang sesuai dengan progam dokter.

c. Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan

praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladaptif terutama pada pasein yang pertama

kali divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi pelaksanaan. Peran

perawat sangat penting untuk membantu pasien dalam mencari mekanisme

koping yang positif. Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering

dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodilalisis. Peran perawat

memberikan dukungan dan penjelasan yang ringkas dan mudah dimengerti

agar bisa menurunkan kecemasan pasien.

d. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis

Rasional: untuk menentukan tingkat kooperatif dan sebagai materi dasar

untuk memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan tingkat

pengetahuannya.

e. Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed

consent

Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu diberi

penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat pesetujuan

tindakan.

f. Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.

Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis

g. Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya

Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida jantung,

antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk

memastikan agar kadar obat ini dalam darah dan jaringan dapat

dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksis. Beberapa obat akan

dikeluarkan dari darah pada saat dialisis, oleh karena itu penyesuaian dosis

oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak

akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain

bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien

menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisinya harus dievaluasi dengan

cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan

terapi dialisis meruapakan salah satu contoh dimana komunikasi, pendidikan

dan evalusasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus


mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika

obat antihipertensi diminum pada pagi hari yang sama dengan saat menjalani

hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan

menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Timbang berat badan pasien

Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan hemodialisis.

Berat badan akan menurun pada saat prosedur selesai dilaksanakan.

b. Periksa Tanda-tanda vital

Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan

tekanan darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada

saat selesai prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah

prosedur.

c. Kaji adanya akses vakuler

Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian

praprosedur

1) Subklavia dan femoralis

Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis

darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara.

Kateter dwi lumen atau multi lumen dimasukkan ke dalam vena

subklavia. Meskipun metode akses vaskular ini memiliki risiko misalnya

dapat menyebabkan cedera vaskuler seperti hematom, pneumothoraks,

infeksi, trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuat.

Namun metode tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa

minggu. Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah

femoralis untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut

dikeluarkan jika sudah tidak diperlukan karena kondisi pasien telah

membaik, atau terdapat cara akses lain. Oleh karena mayoritas pasien

hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat dirumah sakit

merupakan pasien dengan kegagalan akses sirkulasi yang permanen,


maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien hemodilasis adalah

perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.

2) Fistula arteri vena

Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang

biasanya dilakukan pada lengan bawah dengan cara menghubungkan

atau menyambung pembuluh arteri dengan vena secara dihubungkan

antar sisi atau dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah.

Fistula tersebutkan memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk

menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk

memberikan kesempatan agar fistula pulih dn segmen vena fistula

berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar

dengan ukuran – 14 sampai – 16. Jarum ditusukan ke dalam pembuluh

darah agar cukup aliran darah yang akan mengalir melalui dialiser.

Segmen arteri fistula digunakan untuk aliran darah arteri dan segmen

vena digunakan untuk memasukan kembali reinfus darah yang sudah

didialisis. Untuk menampung aliran darah ini, segmen arteri vena fistula

tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah normal. Pasien

dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran

pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola karet untuk melatih

fistula yang dibuar dilengan bawah sehingga pembuluh darah yang

sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang digunakand

alam proses hemodialisis.

3) Shunt/ Tandur

Rasional: dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum

dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong

pembuluh arteri atau vena dari sapi, materia; gore tex (heterografi) atau

tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat

bila pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur

biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian

atas. Pasien dengan sistem vaskular yang terganggu seperti pasien


diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani

hemodialisis. Oleh karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah

artifisial, risiko infkesi akan meningkat.

3. Pengkajian Penunjang

a. Kaji pemeriksaan laboratorium

Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan hemodialisis,

meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan elektrolit.

b. Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV

Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan universal

precaution dan mencegahan menular

c. Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT

Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim serum

hati

F. Perawatan Hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)

a) Persiapan mesin :

- Listrik - Air (sudah melalui pengolahan)

- Saluran pembuangan - Dialyzer (ginjal buatan)

- AV Bloodline - AV Fistula/ Abocath

- Infuse set - Spuit 50cc, 5 cc

- Insulin, Heparin Injeksi - Xylocain (anestesi local)

- Nacl 0,90% - Kain Kasa/ Gaas Steril

- Persiapan peralatan & obat2 - Duk steril

- Sarung tangan steril - Bak & mangkuk steril kecil

- Klem, Plester - Desinfektan (alkohol, betadin)

- Gelas ukur - Timbangan BB

- Formulir Hemodialisis - Sirkulasi darah

b) Langkah – langkah:

1) Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas

2) Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah


3) Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL

dihubungkan dengan alat penampung/ matkan

4) Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas

5) Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)

6) Pasang inus set pada kolf NaCl

7) Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat

khusus

8) Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan

tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)

9) Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set

10) Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m

11) Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan cara

menekan nekan VBL

12) Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian

13) Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan

14) Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung

VBL, klem tetap dilepas

15) Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U

16) Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem

infus dibuka

17) Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10- 15

menit sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien

c) Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:

1) Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)

2) Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)

3) Soaking (Melembabkan GB)

d) Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi

dialisat. Bila mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:

1) Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat

2) Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15

menit pada posisi rinse.


e) Test formalin dengan tablet clinitest:

Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100 tts ( 1/ 2 cc)

masukkan ke dalam tabung gelas, masukan 1 cairan tablet clinitest ke dalam

tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat reaksi:

Warna biru : - / negatif

Warna hijau : + / positif

Warna kuning : + / positif

Warna coklat : + / positif

f) Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.

Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL)

Cara menghitung volume priming :

NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang ada didalam mat

kan (gelas tampung/ukur). Contoh:

- Nacl yang dipakai membilas 1000 cc

- Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc

Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc

g) Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis, persiapan fisik

(timbang BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur TTV)

2. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien

a) Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:

1) Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino

2) Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan

3) Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol

4) Anestesi local (lidocain, procain inj)

5) Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi tutup

dengan kasa steril

6) Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)

7) Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril

8) Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena

9) Bolus heparin inj (dosis awal)

10) Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal


11) Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan

12) Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril

13) Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan arteri

femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis

b) Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)

1) Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan fiksasi,

tutup kassa steril

3. Memulai Hemodilasis

a) Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet

b) Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet

c) Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi darah

terisi semua

d) Jalankan pompa darah dengan Ob

e) Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan

punksi outlet

f) Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)

g) Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan

dikeluarkan sesuai kebutuhan)

h) Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikan

sampai 300 ml/ m (dilihat dari keadaan pasien)

i) Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure,

hidupkan air/ blood leak detector

j) Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin

dilarutkan dengan NaCl

k) Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan

megukur TD, nadi lebih sering

l) Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB, cairan

priming yang masuk, makan/ minum, keluhan selama HD, Masalah selama

HD.

Cacatan:
a. Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi

kembalikan ke posisi sebenarnya

b. Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus

diamankan lebih dulu

c. Semua sambungkan dikencangkan

d. Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi

perdarahan dari tempat punksi

Mesin:

Memprogram mesin hemodialisis:

a. Qb: 200 – 300 ml/ m

b. Qd : 300 – 500 ml/m

c. Temperatur : 36 – 400 c

d. TMP, UFR

e. Heparinisasi

Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB

Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB

Cara memberikan:

a. Kontinus

b. Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD

selesai

Heparin Umum:

Kontinius:

Dosis awal : ........ U

Dosis Selanjutnya: ........ U

Intermitten:

Dosis awal : ...... U

Dosis selanjutnya : ...... U

Heparinisasi Regional :

Dosis awal : ....... U

Dosis Selanjutnya : ..... U

Protamin : ....... U
Heparin : Protamin = 100 U : 1 mg

Heparin & Protamin dilarutkan dengan NaCl, hepain diberikan atau

dipasang pada selang sebelum dialyzer. Protamin diberikan atau dipasang pada

selang sebelum masuk ke tubuh / VBL.

Heparinisasi Minimal:

Syarat – syarat:

- Dialyzer Khusus (kalau ada)

- Qb tingi ( 250 – 300 ml/ m)

Dosis Heparin : 500 U (pada sirkulasi darah)

Bilas dengan NaCl yang masuk harus dhitung

Banyaknya Nacl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke

dalam progam ultrafiltarsi

Catatan :

a. Dosis awal: diberikan pada waktu punksi (sirkulasi sistem)

b. Dosis selanjutnya: diberkan dengan sirkulasi ekstra korporeal

c. Tekanan (+) , tekanan (-)

d. Tekanan / Pressure:

- Aterial pressure / tekanan arteri: banyaknya darah yang keluar dari tubuh

- Venous pressure/ tekanan vena: lancar atau tidak darah yang masuk ke

dalam.

3. Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa

a) Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet, outlet,

keluhan / komplikasi hemodialisis

b) Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/ tekanan

arterial & venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak, heparinisasi,

sirkulasi ekstra corporeal, sambungan-sambungan

Catatan:

Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul + 10 cc

aquadest kmd disuntik 2 ml/ IV

4. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)

Mengakhiri HD:
Persiapan alat:

Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine, antibiotik

powder (Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram): pada punksi femoral

Cara Bekerja:

a) Menit sebeum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m UFR= 0

b) Ukur TD, nadi

c) Blood Pump Stop

d) Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet ditekan dengan

kassa steril yang diberi betadine

e) Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 – 100 cc, 100ml/m Nacl masuk

f) Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl sambil Qb

dijalankan

g) Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL diklem

h) Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa steril

yang diberi betadine

i) Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet dan

outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/ band aid lalu

pasang verband

j) Ukur TTV : TD, N, S, T

k) Timbang BB (kalau memungkinkan)

l) Isi Formulir Hemodialisis

Catatan:

1. Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan kalau perlu

didorong dengan udara (harus hati-hati)

2. Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit

3. Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti, ditekan kembali

dengan bantal pasir

4. Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama

5. Memakai teknik aseptik dan antiseptik


Scribner:

1. Pakai sarung tangan

2. Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula vena

harus diklem lebih dulu

3. Kanula arteri & vena dibilas dengan Nacl yang diberi 250 U – 300 U heparin inj

4. Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor

5. Lepas klem pada kedua kanula

6. Fiksasi

7. Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar untuk mengetahui

ada bekuan atau tidak

8. Bila perdarahan pada pungsi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet & outlet

dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/band aid lalu pasang

verband

9. Ukur TTV: TD, N, S, P

10. Timbang BB

11. Isi Formulir

Catatan:

1. Cairan pendorong atau pembilas Nacl sesuai dengan kebutuhan. Kalau perlu

didorong dengan udar

2. Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit

3. Bekas pungsi femoral lebih lama, setelah perdaragan berhenti, ditekan kembali

dengan bantal pasir

4. Memakai teknik aseptik dan antiseptik.

G. Komplikasi
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi

ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK)

stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini mengalami

perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami

masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita

yang menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya

menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi

intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H reguler. Namun sekitar 5-

15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut

hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010).

Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik

(Daurgirdas et al., 2007).

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis

berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual

muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil

(Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering

terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD

atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi

dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis,

emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

Komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan

hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada Tabel

2.4 di bawah ini (Bieber dan Himmelfarb, 2013).

1. Penyakit jantung

2. Malnutrisi

3. Hipertensi / volume excess

4. Anemia

5. Renal osteodystrophy

6. Neurophaty

7. Disfungsi reproduksi

8. Komplikasi pada akses


9. Gangguan perdarahan

10. Infeksi

11. Amiloidosis

12. Acquired cystic kidney disease

H. Diagnosis Keperawatan

Pre Hemodialisa

1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

2. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan

natrium

3. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan energi, sindrom

hipoventilasi

4. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (penyakit gagal ginjal kronis )

5. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi

hemoglobin

Intra Hemodialisa

1. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen

2. Resiko ketidakseimbangan Cairan dibuktikan dengan penyakit ginjal dan kelenjar

Post Hemodialisa

1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi,

kelebihan volume cairan, perubahan pigmentasi

2. Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

3. Resiko Cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan, kegagalan mekanisme

pertahanan tubuh, malnutrisi


I. Rencana Tindakan

Pre Hemodialisa

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


SDKI SLKI SIKI
Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan…….,Manajemen Nutrisi
dengan peningkatan kebutuhan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
Observasi
metabolism, ditandai dengan 1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat - Identifikasi status nutrisi
Data subyektif dengan skala 5 - Identifikasi alergi dan intoleran makanan
Nafsu makan menurun 2. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan
- Identifikasi makanan yang disuka
Kram/nyeri adomen nutrisi meningkat dengan skala 5 - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
Data obyektif 3. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi
- Monitor asupan makanan
Berat badan menurun minimal yang tepat meningkat dengan skala 5 - Monitor berat badan
10% dibawah rentang ideal 4. Frekuensi makan membaik dengan skala 5Teraupetik
Bising usus hiperaktif 5. Indeks massa tubuh membaik dengan skala 5
- Fasilitasi menentukan program diet
Sariawan 6. Berat badan membaik dengan skala 5 - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
Memberan mukosa pucat konstipasi
Edukasi
Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrient yang dibutuhkan
Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Hemodialisis
dengan kelebihan asupan cairan, ….., keseimbangan cairan meningkat dengan Observasi
kelebihan asupan natrium ditandai kriteria hasil - Identifikasi tanda dan gejala kebutuhan hemodialysis
dengan: 1. Asupan cairan meningkat dengan skalan 5 - Identifikasi kesiapan hemodialysis (berat badan,
Data subyektif 2. Haluaran urine meningkat tanda vital, kelebihan cairan, kontraindikasi
Dispnea 3. Dengan skala 5 pemberian heparin)
Orthopnea 4. Kelembaban memberan mukosa meningkat - Monitor tanda vital dan perdarahan selama proses
Paroxymal Nocturnal dyspnea dengan skala 5 hemodialysis
Data obyektif 5. Edema menurun dengan skala 5 - Monitor tanda vital pasca hemodialysis
Edema anasarca atau edema 6. Tekanan darah membaik dengan skala 5 Teraupetik
perifer 7. Denyut nadi radial membaik dengan skala 5 - Siapkan peralatan hemodialysis
JVP meningkat 8. Berat badan membaik dengan skala 5 - Lakukan prosedur dialysis dengan prinsip aseptic
Distensi vena jugularis - Atur filtrasi sesuai dengan kebutuhan penarikan
Terdapat suara nafas tambahan kelebihan volume cairan
- Atasi hipotensi selama dialysis
- Hentikan dialysis jika kondisi membahayakan
- Ambil sampel darah untuk mengevaluasi
keefektifan hemodialysis
Edukasi
- Jelaskan tentang prosedur hemodialysis
- Ajarkan pembatasan cairan, penanganan insomnia,
pencegahan infeksi akses HD
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian heparin pada blood line, sesuai
indikasi
Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan penurunan ….., pola nafas membaik dengan kriteria hasil: Observasi
energi, sindrom hipoventilasi, 1. Dispena menurun dengan skala 5 - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
ditandai dengan: 2. Penggunaan otot bantu pernafasan menurun nafas
Data subyektif dengan skala 5 - Monitor pola nafas
1 Dyspnea 3. Ortopnea menurun dengan skala 5 - Monitor kemampuan batuk efektif
2 Orthopnea 4. Pernafasan cuping hidung menurun dengan - Monitor adanya produksi sputum
Data obyektif skaa 5 - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
1 Pengguanaan otot bantu 5. Frekuensi nafas membaik dengan skala 5 - Asukulatasi bunyi nafas
pernafasan 6. Kedalaman nafas membaik dengan skala 5 - Monitor saturasi oksigen
2 Fase eksporasi memanjang Teraupetik
3 Pernafasan cuping hidung - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pematauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantuan

Intra Dialisa

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


SDKI SLKI SIKI
Intoleran Aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatanManajemen Energi
dengan ketidakseimbangan selama….., tingkat keletihan menurun dengan Observasi
antara suplai dan kebutuhan kriteria hasil: Monitor kelelahan fisik dan emosional
oksigen, ditandai dengan: 1. Kemampuan melakukan aktivitas rutin Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Data subyektif meningkat dengan skala 5 melakukan aktivitas
Mengeluh Lelah 2. Verbalisasi Lelah menurun dengan skala 5 Teraupetik
Dyspnea setelah aktivitas 3. Lesu menurun dengan skala 5 Lakukan rentang gerak pasif dan aktif
Merasa nyaman setelah 4. Ganggguan konsentrasi menurun dengan Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
beraktivitas skala 5 Edukasi
Merasa lemah 5. Gangguan konsentrasi menurun dengan skala Anjurkan tirah baring
Data obyektif 5 Anjurkan melakukan aktivitas bertahap
Frekuensi jantung menigkat >20% 6. Selera makan membaik dengan skala 5 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
dari kondisi istirahat 7. Pola nafas membaik dengan skala 5 Kolaborasi
Tekanan darah perubahan >20% 8. Pola istirahat membaik denga skla 5 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
Sianosis asupan nutrisi
Resiko ketidakseimbangan Cairan Setelah dilakukan intervnsi kperawatan selama, Pemantauan Cairan
ditandai dengan penyakit ginjal kesimbangan status cairan meningkat dengan Observasi
dan kelenjar kriteria hasil: Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
1. Asupan cairan meningkat dengan skalan 5 Monintor frekuensi nafas
2. Haluaran urine meningkat Monitor tekanan darah
3. Dengan skala 5 Monitor berat badan
4. Kelembaban memberan mukosa meningkat Monitor waktu pengisian kapiler
dengan skala 5 Monitor intake dan output
5. Edema menurun dengan skala 5 Identifikasi tanda – tanda hypovolemia
6. Tekanan darah membaik dengan skala 5 Indentifikasi tanda – tanda hypervolemia
7. Denyut nadi radial membaik dengan skala 5 Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan
8. Berat badan membaik dengan skala 5 Teraupetik
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosdedur pemerintah

Post Hemodialisa
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
SDKI SLKI SIKI
Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Edukasi Perawatan Kulit
berhubungan dengan perubahan ….., integritas kulit dan jaringan meningkat Observasi
status nutrisi, kelebihan volume dengan kriteria hasil: Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
cairan, perubahan pigmentasi, 1 Elastisitas meningkat dengan skala 5 informasi
ditandai dengan 2 Hidrasi meningkat dengan skala 5 Teraupetik
Data subyektif 3 Perfusi jaringan meningkat dengan skala 5 - Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan
- 4 Pigmentasi abnormal menurun dengan skala 5 - Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai
Data obyektif 5 Suhu kulit membaik dengan skala 5 kesepakatan
Kerusakan jaringan atau kulit 6 Tekstur kulit membaik dengan skala 5 - Berikan kesempatan untuk bertanya
Nyeri Edukasi
Perdarahan - Anjurkan menggunakan tabir surya jika berada
Kemerahan diluar rumah
Hematoma - Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan melapor jika ada lesi kulit yang tidak biasa
Resiko Infeksi dibuktikan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Pencegahan Infeksi
efek prosedur invasive, adanya ….., Tingakt infeksi menurun dengan kriteria Observasi
kanulasi (akses vascular) hasil: Monitor tanda infeksi local dan sistemik
1 Demam menurun dengan skala 5 Teraupetik
2 Kemerahan menurun dengan skala 5 - Berikan perawatan kulit pada area edema
3 Nyeri menurun dengan skala 5 - Cuci tanagan sebelum dan sesudah kontak dengan
4 Bengkak menurun dengan skala 5 pasien dan lingkungan pasien
5 Kadar sel daraha putih membaik dengan skala - Pertahanakan Teknik aseptic pada pasien beresiko
5 tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
- Anjurkan meningkatakan asupan nutrisi
Resiko Cedera dibuktikan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Pencegahan Perdarahan
adanya akses vascular, hipoksia ….., tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil: Observasi
jaringan, kegagalan mekanisme 1 Kejadian cedera menurun dengan skala 5 - Monitor tanda dan gejala perdarahan
pertahanan tubuh, malnutrisi 2 Luka atau lecet menurun dengan skala 5 - Monitor tanda vital ortostatik
3 Tekanan darah membaik dengan skala 5 - Monitor koagulasi
4 Frekuensi nadi membaik dengan skala 5 Terupetik
5 Frekuen nafas membaik dengan skala 5 - Pertahankan bed rest selan perdarahan
- Batasi tindakan invasive jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan bahaya perdarahan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
- Anjurkan segera melapor bila terjadi pedarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu
Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th

edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors.

Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.

Lipincott William & Wilkins.

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:

Mediaction Publishing.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnotik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai