1. Definisi
Hemodialisa adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut (Raharjo, et al. 2009). Proses dialisa
menyebabkan pengeluaran cairan dan sisa metabolisme dalam tubuh serta
menjaga keseimbangan elektrolit dan produk kimiawi dalam tubuh
(Ignatavicius & Workman 2006). Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil
zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Aliran darah
akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersikulasi di
sekitarnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi
membran semipermeabel tubulus (Rosdiana 2011). Proses hemodialis
dilakukan 1-3 kali dalam seminggu di rumah sakit dengan memerlukan waktu
sekitar 2-45 jam setiap kali hemodialisis (Syamsir&Hadibroto
2007).Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan parameter
laboratorium bila LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l .73 m 2.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada GFR kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
continious ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal.
1) Dialisis
Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai ekskresi.
Dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal dibawah ini :
Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
K serum > 6 mEq/L
Ureum darah > 200 mg/Dl
pH darah < 7,1
Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)
Fluid overloaded
Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui
suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen cair
lainnya. Terdapat dua teknik yang digunakan dalam dialisis, yaitu :
a. Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal
ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner &
Suddarth, 2006 ; Nursalam, 2006).
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya
adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra
dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal.
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2011). Cairan dialisat tersusun dari
semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan
cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah
dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah
(cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan
negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all, 2011)).
Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan femoralis,
fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter
femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian
segera dan sementara. Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan
(biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau 19
menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side
(dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). (Barnett & Pinikaha, 2007).
Kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lama tanpa asupan cairan
dibandingkan dengan makanan namun pasien dengan hemodialisis mengontrol
asupan cairan merupakan salah satu masalah yang utama karena ketidaktepatan
dalam mengontrol asupan cairan akan menimbulkan beberapa 22
komplikasi.perburukan pada kondisi pasien. Tujuan penatalaksanaan cairan pada
pasien yang menjalani hemodialisis adalah untuk dapat mempertahankan status
cairan yang optimal (Barnet & Pinika, 2007).
Gambar 1. Alat Hemodialisa
Gambar 2. AV Shunt
b. Peritoneal Dialisis
Peritoneal dialisis merupakan suatu proses dialisis di dalam rongga perut
yang bekerja sebagai penampung cairan dialisis dan peritoneum sebagai
membran semipermeabel yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan
tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun ureum yang akan
dibuang.Peritoneal dialysis ini secara prinsip mirip dengan hemodialisis.
Keduanya sama-sama tergantung pada pergerakan pasif dari air dan solute
melewati membrane semipermeable, proses ini disebut sebagai difusi. Pada
zaman dulu peritoneal dialisis dilakukan secara intermiten, dimana pasien harus
melakukan pergantian cairan secara rutin setiap 8 jam atau lebih (biasanya
sepanjang malam), 3 atau 4 kali seminggu. Sejumlah mesin otomatis telah
dikembangkan untuk membantu agar proses dialisis menjadi lebih sederhana
dan lebih mudah. Kemudian pada tahun 1976 diperkenalkan salah satu tehnik
peritoneal dialisis yaitu continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan
langsung dapat diterima sebagai terapi alternative untuk pasien dengan gagal
ginjal. Continuous pada CAPD ini berarti bahwa cairan dialisat selalu
berhubungan dengan membrane peritoneum, kecuali pada saat penggantian
cairan dialisat.
Pada CAPD, rongga abdomen/peritoneum pasien selalu terisi cairan
dialisat yang merupakan cairan khusus yang terdiri dari elektrolit dan dekstrosa.
Cairan dialisat ini perlu diganti secara periodik ketika konsentrasi dari produk
buangan (waste product) meningkat. Waste product ini berdifusi dari darah
pasien melewati membran peritoneum dan masuk ke rongga abdomen.
Dekstrosa atau gula pada cairan dialisat akan menarik air melalui proses
osmosis dari tubuh menuju ke rongga peritoneum. Karena sejumlah dekstrosa
diserap melalui proses difusi masuk ke dalam tubuh pasien dan karena
konsentrasi dekstrosa di dalam rongga peritoneum menurun karena
penambahan air, maka pergerakan cairan juga menurun dan pada saat inilah
diperlukan penggantian cairan dialisat.
Ada beberapa metode untuk memasukkan kateter peritoneal dialisis, yaitu
open dissection, blind percutaneus placement dengan trokar Tenckhoff, blind
percutaneus placement dengan guidewire (tehnik Seldinger), penempatan
minitrokar dengan peritoneoskopi (YTEC) atau laparoskopi, tehnik Moncrief-
Popovich, dan kateter presternal (merupakan modifikasi Swan neck Missouri coil
catheter yang terdiri dari 2 tube silikon).
Gambar 4. CAPD
2) Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal
diganti oleh ginjal baru. Pertimbangan program transplantasi ginjal :
Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh 100% fungsi dan faal ginjal
Kualitas hidup normal kembali
Survival rate meningkat
Komplikasi (biasanya dapat di antisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
Tindakan standar adalah dengan merotasi ginjal donor dan meletakkan pada fosa
iliaka kontralateral resipien. Ureter kemudian lebih mudah beranastomosis atau
berimplantasi kedalam kemih resipien. Arteri renalis berimplantasi pada arteri
iliaca interna dan vena renalis beranastomosis dengan vena iliaca komunis atau
eksterna.
Gambar 6. Transplantasi ginjal
1. Pre hemodialisa
a. Pemasangan acces pada Cimino
Memasang acces vascular pada cimino untuk melakukan hemodialisa
Tujuan
Mendapatkan flow darah pada daerah cimino yang dilakukan pada pasien yang
sudah operasi AV Shunt
Prosedur
Persiapan Alat dan bahan
- Bak dan instrument berisi
Duk, deppers, kassa, AV fistula pendek 2 buah, spuit 10cc berisi NaCl 0,9 %,
com berisi alcohol 70%, com berisi betadin 10%
- Bengkok
- P;ester
- Gunting
Cara kerja
Persiapan pasien:
1. Penderita dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Tanda tangan inform consent
3. Timbang badan, mengukur tensi, nadi, pernafasan
4. Posisikan pasien senyaman mungkin
Persiapan Hemodialisa
1. Perawat mencuci tangan dengan sabun, keringkan dan pakai handscoon
2. Ambil jarum shunt atau abocath dan spuit yang berisi Heparin yang sudah diencerkan
dengan NaCl 0,9%
3. Pastikan vena dan arteri yang akan dipunksi
4. Desinfeksi area yang akan dipunksi dengan menggunakan betadin dan alcohol 70%
kemudian pasang alas dengan duk steril dan perlak
5. Lakukan punksi dan fiksasi jarum dengan plester
6. Sambungkan jarum punksi dengan Blood Line
7. Sirkulasi sesuai dengan program yang ada
8. Tutup jarum dan area punksi dengan duk steril
9. Catat program dilembar observasi
3. Post hemodialisa
Merupakan proses mengembalikan darah ketubuh pasien setelah dialysis selesai agar
darah yang ada diluar tubuh pasien dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien pada
pasien yang telah selesai tindakan HD.
Persiapan alat:
- Bak instrument yang berisi: deppers secukupnya, com diberi betadin 10%, sarung
tangan, spuit 3 CC, kassa
- Alcohol 70%
- Elastic banded / kassa gulung
- Plester dan gunting
Pelaksanaan:
- Dekatkan persiapan alat yang sudah siap
- Pasang sarung tangan
- Selang infus dilepas dari blood line dan diberi sambungan / konektor
- Blood pump dimatikan
- Cabut arteri line fistula cimino, lalu sambungkan keselang infus, putar Qb 100-
130ml/ menit sampai darah bersih
- Cek tekanan darah
- Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital normal lepaskan fistula cimino, tekan
dengan depper 5- 10 menit atau sampai darah bersih
- Tutup tempat insersi dengan kassa betadin 10% dan plester
- Simpan fistula dan blood line pada tempat yang telah disediakan.