Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA

A. Pengertian
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan
Madjid, 2009).
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisis yaitu
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika
secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut (Muttaqin & Sari, 2011).
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal
ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner &
Suddarth, 2006 ; Nursalam, 2006).

B. Indikasi dan Kontra Indikasi


Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan beberapa kondisi,
seperti ensefalopati uremik, perikarditis, asidosis yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainya, gagal jantung dan hiperkalemia (Muttaqin & Sari,
2011). Kontra indikasi dari hemodialisa antara lain : hipertensi berat (TD>200/100
mmHg), Hipotensi (TD<100 mmHg), adanya perdarahan hebat, demam tinggi
(Wijaya & Putri, 2013).
C. Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi
utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi
karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada
ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal
dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan
menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah
satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua
gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien
dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya
untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia.

D. Prinsip – prinsip Hemodialisa


Seperti pada ginjal ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu:
difusi osmosis, dan ultrafiltrasi.
1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar
didalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat
3. Proses filtrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah
zat dan air yang berpindah. Pada saar dialisis, pasien, dialiser, dan rendaman
dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai
komplikasi yang dapat terjadi.

E. Komponen Hemodialisa
1. Dialyzer / Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,
bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan
komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak
dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya
berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal. Macam-macam
ginjal buatan :
a. Dialisis lempeng paralel, terdiri dari dua lapisan churophane yang dijepit
oleh dua penyokong yang kaku untuk membentuk suatu amplop yang
disusun secara paralel. Dimana darah mengalir melalui lapisan-lapisan
membran, dan cairan dialisis dapat mengalir dalam arah yang sama, atau
dengan alat yang berlawanan.
b. Hollow Fibre Dialyzer (dialisis serabut berongga), terdiri dari ribuan
serabut mempunyai dinding setebal 30 µm, dan diameter sebesar 200 µm,
dan panjangnya 20 cm, darah mengalir dari bagian tengah tabung tabung
kecil, dan cairan dialisis membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisis
berlawanan dengan aliran darah.
2. Dialisat
Dialisat adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya
mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat pada
dialisit:
a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolism
b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Tabel perbandingan darah dan dialisat :
Komponen elektrolit Darah Dialisat
Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L
Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L
Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L
Chloride 106mEq/L 106mEq/L
Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :
a. Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan
perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian
mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.
b. Batch Recirculating/single pas
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung
buang.
c. Proportioning Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampur secara konstan oleh
porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat =
34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara
langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600
cc/menit.
a. Akses Vaskuler Hemodialisis
Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangka panjang maka perlu ada
jalan masuk ke dalam sistem vaskuler penderita. Darah harus keluar dan
masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 – 400 ml/menit. Teknik
akses vaskular diklasifikasikan sebagai berikut :
b. Akses Vaskuler Eksternal (sementara)
1) Pirau arteriovenosa (AV) atau sistem kanula diciptakan dengan
menepatkan ujung kanula dari teflon dalam arteri dan sebuah vena
yang berdekatan ujung kaula ihubungkan dengan selang silicon dan
sambungan Teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu dilakukan
dialisis, maka selang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat hubungan
dengan alat dialisis. Darah kemudian mengalir dari ujung arteri,
melalui alat dialisis dan kembali ke vena. Kesulitan utama pirau
eksternal adalah masa pemakaian yang panjang (9 bulan). Pirau
eksternal dapat digunakan bila terapi dialitik diperlukan dalam jangka
waktu pendek seperti pada dialisis karena keracunan, keebihan dosis
obat, gagal ginjal akut, dan fase permulaan pada pengobatan gagal
ginjal kronik.
2) Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila
diperlukan akses vaskuler sementara, atau bila teknik lain tidak dapat
berfungsi. Terdapat dua tipe kateter dyalisis femoralis.
Kateter shaldon adalah kateter berlumen tunggal yang memerlukan
akses kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen
ganda, salah satu darah ketubuh penderita. Komplikasi pada kateter
vena femoralis adalah laserasi arteria femoralis, perdarahan,
thrombosis, emboli, hematoma, dan infeksi.
3) Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses
vaskular karena pemasangan yang mudah dan komplikasinya
lebih sedikit dibanding kateter vena femoralis. Kateter vena
subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk dan keluar.
Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai 4 minggu sedangkan
kateter vena femoralis dibuang setelah satu samapai dua hari setelah
pemasanagan. Komplikasi yang disebabkan oleh katerterisasi vena
subklavia serupa dengan vena femoralis yang termasuk pneumotoraks
robeknya arteria subklavia, perdarahan, thrombosis, embolus,
hematoma, dan infeksi.
c. Akses vaskuler internal permanen
1) Fistula, yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang
(biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan
atau menyambungkan (anastomosis) pembuluh aretri dengan vena
secara side to-side (dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side
(dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Segmen-arteri
fistula diganakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan
untuk memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis. Umur
fistula AV adalah empat tahun dn komplikasinya lebih sedikit dengan
pirau AV. Masalah yang paling utama adalah nyeri pada pungsi vena
sehingga terbentuknya aneurisma, thrombosis, kesulitan hemostatis
pasca dialysis, dan iskemia pada tangan.
2) Tandur, dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum
dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex (heterograft)
atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut
dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan
fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau
paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu,
seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur
sebelum menjalani hemodialisis. Karena tandur tersebut merupakan
pembuluh darah artifisial risiko infeksi akan
meningkat. Komplikasi tandur AV sama dengan fistula AV.
Trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang
disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh sirkulasi
distal. Prosthesis dan jauh dari sirkulasi distal.

F. Komplikasi Hemodialisa
1. Kram otot, kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume
yang tinggi.
2. Hipotensi, terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia, hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa, sindrom ketidakseimbangan dialisa
dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan
bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan
suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan
oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan, uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

G. Penatalaksanaan Medis Pasien Yang Menjalani Hemodialisa Jangka Panjang


1. Diet dan masalah cairan
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini
akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik.
Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal
sebagai gejala uremik dan akan  mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih
banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rend
protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat
mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian,
pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien
dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau
pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan
pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis
yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah penggunaan
protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif.
Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan
ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah
gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi
banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman
merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan
ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa pilihan
makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan,
komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema
paru dapat terjadi.
2. Pertimbangan medikasi
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik. Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah
pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin
diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan
selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan
ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat
dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan
minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi
diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek
hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya.
H. Pengkajian
1. Pengkajian Pasien
a. Data demografi : berisi tentang nama, umur, alamat, jenis kelamin,
pendidikan
b. Keluhan utama : klien dengan hemodialisa biasanya mengeluhkan; lemas,
pusing, gata, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar,
mual, muntah, tidak nafsu makan, susah tidur berdebar, mencret, susah
BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung,
susah berkonsentrasi, kulit kering, nyeri otot, keringat dingin
c. Riwayat kesehatan saat ini : penderita gagal ginjal akut maupun kronik,
ketidak seimbangan elektrolit dalam tubuh, oedema, keracunan.
d. Riwayat kesehatan dahulu; menanyakan adanya infeksi saluran kemih atau
infeksi organ lain, riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat mengkonsumsi
oba-obatan atau jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat penyakit
kardiovaskuler, riwayat penyakit endokrin, riwayat dehidrasi.
e. Riwayat kesehatan keluarga; apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit
diabetes, hipertensi, penyakit ginjal. Dan mencantumkan genogram 3
generasi.
f. Psikospiritual : Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir
akan kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya
menghadapi masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang
kronis dan ketakutan terhadap kematian. Prosedur kecemasan merupakan hal
yang paling sering dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis.
g. Pengkajian persistem
1) Respirasi; sesak nafas, ronchi
2) Kardiovaskuler; lelah, lemah/malaise, letih, nyeri dada, anemia,
hiperlipidemia, trombositopenia, pericarditis, aterosklerosis, CHF,
palpitasi, angina, hipertensi, distensi vena jugularis, disritmia, pallor, nadi
lemah/halus.
3) Digestif; edema/ peningkatan berat badan, dehidrasi/penurunan berat
badan, mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati, perhatikan turgor kulit,
perdarahan gusi, lemak subkutan menurun, distensi abdomen, rasa haus,
ascites, diare, konstipasi.
4) Neurosensiori; insomnia, tonus otot menururn, ROM berkurang, sakit
kepala penglihatan kabur, sakit kepala/
5) Integumen; iritasi kulit, kram, baal-baal
6) Reproduksi; penurunan libido, gangguan fungsi ereksi, infertile
7) Urinari;edema periorbital-peritibial, poliuri pada awal gangguan ginjal,
oliguri, dan anuri pada fase lanjut, kaji warna urin, riwayat batu saluran
kencing, uremia, asidosis metabolik, kejang-kejang
8) Reaksi transfusi, demam, infeksi berulang, penurunann daya tahan tubuh,
h. Pemeriksaan penunjang : Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-
laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4 ml/detik.

I. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
Keperawatan
Pre HD
1. DS : CKD Hipervolemia

Penurunan fungsi ginjal


DO :
 Edema anasarka atau GFR menurun
edema perifer
 BB meningkat dalam Perubahan laju ekresi
waktu singkat nefron
 Distensi vena jugularis
 Terdengar suara napas Fleksibilitas nefron hilang

tambahan
 Kadar Hb/ Ht turun Produksi urin menurun

Anuria

Hipervolemia
2. DS : CKD Gangguan
 Mengeluh gatal integritas kulit
Penurunan fungsi ginjal
DO :
 Kemerahan GFR menurun
 Kerusakan lapisan kulit
 Hematoma Ekskresi urin meurun

BUN meningkat

Uremia

Pada kulit

Pruritus

Gangguan integritas kulit


Intra HD
1. DS : Kerusakan nefron ginjal Risiko
 Mengeluh pusing ketidakseimbangan
Filtrasi glomelurus elektrolit
DO : menurun
 Muntah
 Lemes GFR menurun

 Kram otot
Perubahan sistem tubuh
 Pusing

Gangguan asidosis
metabolik

Gangguan elektrolit

Risiko ketidakseimbangan
elektrolit
2. DS : Agregasi trombosit Risiko perdarahan

DO : Agregasi trombosit
 Aneurisma meningkat
 Nilai trombosit
meningkat Trombositopenia
Faktor koagulasi menurun

Manifestasi perdarahan
ringan – berat

Risiko terhadap cidera


perdarahan lebih lanjut

Vasokositas menurun

Risiko perdarahan

Post HD
1. DS : Kerusakan fungsi ginjal Risiko Infeksi

DO : Kerusakan glomelurus
 Leukosit meningkat
 Terdapat kemerahan Protein / albumin dapat

 Terdapat luka melewati membrane


glomelurus

Proteinuria

Sel kekurangan protein

Sistem imun menurun

Risiko infeksi

J. Diagnosa Keperawatan
1. Pre HD
a. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema anasarka atau
edema perifer, BB meningkat dalam waktu singkat, distensi vena jugularis
terdengar suara napas tambahan, kadar Hb/ Ht turun, penyakit gagal ginjal
kronik
b. Gangguan integritas kulit b.d perubahan pigmentasi d.d kerisakan jaringan/
kulit
2. Intra HD
a. Risiko Ketidakseimbangan elektrolit b.d ketidakseimbangan cairan
b. Risiko perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
3. Post HD
a. Risiko infeksi b.d imunosupresi dan efek prosedur berulang

K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan Tindakan Rasional
Hipervolemia b.d Setelah dilakukan 1. Periksa tanda 1. Untuk
tindakan dan gejala pengkajian data
gangguan
hemodialisa selama hipervolemia dan menentukan
mekanisme 4 – 5 jam (ortopnea, intervensi
diharapkan dispnea, edema,
regulasi d.d edema
hipervolemia suara napas 2. Agar tidak
anasarka atau teratasi, dengan tambahan) merasa sesak
kriteria hasil : 2. Tinggikan
edema perifer, BB
 Tidak ada edema kepala tempat 3. Agar terhindar
meningkat dalam  Antara input dan tidur 30 – 40o dari kelebihan
waktu singkat, output seimbang 3. Ajarkan cara volme cairan
membatasi 4. Diuretik
distensi vena asupan cairan berfungsi untuk
membuang
jugularis terdengar
kelebihan garam
suara napas 4. Kolaborasi dan air dalam
pemberian tubuh
tambahan, kadar
diuretik
Hb/ Ht turun,
penyakit gagal
ginjal kronik
Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
tindakan penyebab efek yang
integritas kulit b.d
hemodialisa selama ganguan terjadi pada
perubahan 4 – 5 jam integritas kulit kulit
diharapkan 2. Hindari 2. Mencegah
pigmentasi d.d
gangguan integritas menggaruk atau terjadinya
kerisakan jaringan/ kulit teratasi, menggosok perlukaan pada
dengan kriteria area kulit
kulit
hasil: 3. Anjurkan 3. Mengurangi
 Integritas kulit mandi dan iritasi pada kulit
yang baik bisa mengunakan
dipertahankan sabun
(sensasi, secukupnya
elastisitas, 4. Tinjau ulang 4. Mengetahui
temperatur, efek samping perubahan pada
hidrasi, dermatologis kulit pada saat
pigmentasi) yang dicurigai pengobatan
 Tidak ada pada
luka/lesi pada hemodialisis.
kulit
 Perfusi jaringan
baik
 Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban
kulit dan
perawatan alami

Risiko Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk


tindakan kemungkinan menentukan
Ketidakseimbangan
hemodialisa selama penyebab intervensi
elektrolit b.d 4 – 5 jam ketidakseimban
diharapkan tidak gan elektrolit
ketidakseimbangan
terjadi risiko 2. Monitor tanda 2. Dengan
cairan ketidakseimbangan dan gejala melakukan
elektrolit, dengan hipokalemia pemantauan
kriteria hasil: (kelemahan untuk
 Tercapainya otot, penurunan mengetahui
keseimbangan reflex, terjadinya
elektrolit dan anoreksia, dehidrasi dan
asam-basa. motilitas usus mencegah agar
 Tanda-tanda menurun, tidak terjadi
vital seperti nadi pusing depresi komplikasi yang
dan pernapasan pernapasan serius
dalam batas 3. Atur interval 3. Untuk
normal. waktu melakukan
pemantauan pemantauan
 pH urine dalam sesuai dengan
batas normal kondisi pasien
 Tidak ada asites 4. Jelaskan tujuan 4. Agar pasien atau
 Tidak ada dan prosedur keluarga
edema perifer pemantauan mengetahui
 Berat badan prosedur
dalam keadaan tindakan yang
stabil dilakukan
  Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi

Risiko perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk


tindakan dan gejala mengetahui dan
b.d penggunaan
hemodialisa selama perdarahan agar pendarahan
heparin dalam 4 – 5 jam dapat tercegah
diharapkan tidak 2. Monitor nilai 2. Untuk
proses hemodialisa
terjadi perdarahan, hemoglobin dan mengetahui
dengan kriteria hematokrit adanya
hasil : penurunan pada
 tekanan darah kadar Hb dan Ht
dalam batas 3. Pertahankan bed 3. Agar pasien
normal rest selama beristirahat
 hemoglobin dan perdarahan
hematokrit 4. Anjurkan segera 4. Agar perawat
dalam batas melapor jika dapat
normal terjadi melakukan
perdarahan pencegahan
terhadap
terjadinya
pendarahan.

Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk


imunosupresi dan tindakan dan gejala mengetahui
efek prosedur hemodialisa selama infeksi lokal terjadinya tanda
berulang 4 – 5 jam dan sistemik dan gejala
diharapkan tidak infeksi
terjadi infeksi, 2. Berikan 2. Agar mencegah
dengan kriteria perawatan kulit terjadinya
hasil : pada aerea infeksi
 Klien bebas dari edema
tanda dan gejala 3. Jelaskan tanda 3. Agar pasien
infeksi dan gejala mengetahui
 Jumlah leukosit infeksi tanda dan gejala
dalam batas infeksi dan agar
normal pasien segera
melapor jika
terjadi infeksi
4. Pertahankan 4. Agar tidak
tehnik steril saat terjadi infeksi
pelepasan dan silang atau
penusukan nasokomial
akses vaskuler

DAFTAR PUSTAKA
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. (2013). Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson,
E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia:2473-505.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of Dialysis. 4th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.

TIM Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

TIM Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai