Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT ENDOKRIN:

DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
a. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus berasal dari bahasa yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan ” (siphon). Mellitus dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolute insulin
atau penurunan relative insenitivitas sel terhadap insulin. (Elisabeth;2009;624)
Diabetes mellitus merupakn suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis.(sujono;2008;69)
Diabetes mellitus merupakan sebuah penyakit, dimana kondidsi kadar glukosa
(gula sederhana) di dalam tubuh melebihi batas normal. (ratna;2010;187)
b. Klasifikasi diabetes mellitus
Klasifikasi diabetes mellitus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain :
 Insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM)
 Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDM)
 Diabetes Melitus tipe yang lain
 Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
 Gastrointestinal Diabetes Mellitus

2. Epidemiologi

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12


juta orang. 7 juta dari 12 juta penderita tersebut sudah terdiagnosis; sisanya tidak
terdiagnosis. Di Amerika Serikat, kurang lebih 650 ribu kasus diabetes baru
didagnosis setiap tahunnya. Berdasarkan bukti epidemiologi terkini, jumlah
penderita diabetes di seluruh dunia saat ini mencapai 200 juta, dan diperkirakan
meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini termasuk
meningkatkan angka harapan hidup dan pertumbuhan populasi yang tinggi dua
kali lipat disertai angka peningkatan obesitas yang disertai dengan urbanisasi dan
ketergantungan terhadap makanan olahan. Di amerika serikat, 18,2 juta individu
pengidap diabetes (6,3% dari populasi), hampir satu per tiga tidak menyadari
bahwa mereka memilki diabetes. (elisabeth;2009;624)

Diabetes melitus tipe satu (tergantung insulin) dapat terjadi pada usia berapa
pun, atau pada orang sebelum usia 30 tahun, tetapi manifestasi biasanya muncul
selama masa dewasa, antara usia 11-12 tahun, dan mempengaruhi sekitar 10-
20% populasi diabetik secara keseluruhan.

Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun 8.6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup
15 % populasi pada panti lansia. Di Amerika Serikat, orang hispanik, negro dan
sebagian penduduk asli amerika memiliki angka insiden diabetes yang lebih tinggi
daipada penduduk kulit putih. Sebagian penduduk asli amerika seperti suku
prima, mempunyaai angka diabetes dewasa 20% hingga 50%.

3. Etiologi
Diabetes mellitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta
pulau langerhans. Jenis Juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi
herediter terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau
degenerasi sel-sel beta.
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi factor yang banyak berperan antara lain:
a. Kelainan genetic
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes.
Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut diinformasikan
pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara drammatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pancreas untuk memproduksi
insulin.
c. Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat
saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pancreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme
dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energy yang berakibat pada
kelainan kerja pancreas. Beban yang tinggi membuat pancreas mudah rusak
sehingga berdampak pada penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko
terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan obesitas
meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak
teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakstabilan
kerja pancreas.
e. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pancreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pancreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita
obesitas untuk mencukupi energy sel yang terlalu banyak.
f. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pancreas akan berakibat rusaknya sel-
sel pancreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pancreas.

4. Patofisiologi pathway dan respon masalah keperawatan


Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan efek utama
kekurangan insulin yaitu:
a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan
peningkatan konsentrasi glukosa darah samapi setinggi 300 sampai 1200 mg
per 100 ml.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada
dinding vaskuler.
c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut berdampak :
1. Hiperglikemia
Hiperglikemia didefenisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada
rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100ml darah.
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam
tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk kedalam sel tubuh. Glukosa
itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energy. Apabila bahan energy yang
dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glukogen dalam sel-sel hati
dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan
glikogen dari unsure glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada
penderita diabetes mellitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik
sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia)
Proses terjadinya hiperglikemia karena deficit insulin tergambar pada
perubahan metaboli sebagai berikut :
 Transport glukosa yang melintasi membrane sel berkurang.
 Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap
terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
 Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan ke dalam darah
secara terus menerus melebihi kebutuhan.
 Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat)
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam
hasil pemecahan asam amino dan lemak
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme
dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut
sangat cocok dengan daerah yang kaya akan glukosa. Setiap kali timbul
peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan
yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat
peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita
diabetes mellitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
2. Hiperosmolaritas
Adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena danya
peningktaan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan
yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair.
Pada penderita diabetes mellitus terjadinya hiperosmolaritas karena
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi
terbanyaknya adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan
berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan
reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 250 mg/menit). Kelebihan ini
menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi
molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah
besar air (dieresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
Proses seperti ini mengakibatkan dehidrasi dengan ekstraseluler dan juga
diruangan intraseluler.
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380
mosmols/dl dalam keadaan tidak terdapaynya keton darah. Kondisi ini dapat
berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (K.HHN).
3. Starvasi selluler
Merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit
masuk padahal disekeliling sel banyak sekali glukosa. Sulitnya glukosa masuk
karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluleruntuk
tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :
 Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-
jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan
jarinagn lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot metabolism
cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa
dan energy mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas
(keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan masa otot, kelemahan
otot dan ras mudah lelah.
 Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolism
protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang
diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari
glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh.
Protein dan asam amino yang melalui proses glukoneogenesi akan
dirubah menjadi CO2 dan H2O serta glukosa. Perubahan ini nerdampak
juga pada penurunan sintesis protein.
 Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino
menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsure
nitrogen (sebagai unsure pemecahan protein) tidak digunakan kembali
untuk semua bagian tetapi siubah menjadi urea dalam hepar dan
dieksresikan dalam urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan
berakibat pada keseimbangan negative nitrogen..
 Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan
resitensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang
rusak (sulit sembuh kalau ada cidera).
 Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme
lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida dan gliserol yang
meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk
proses ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organic
(keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk
buffer PH darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk
mengkompensasi keadaan asidosis metabolic. Dieresis osmotic
menjadi berambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari
katabolisme protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal
sehingga tubuh banyak kehilangan protein.
 Adanya starvasi selluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian
tunuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin
makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala
klinis kelmahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energy. Dan
kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul
impotensi dan organ tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan
mata (muncul rasa baal dan mata kabur)

5. Komplikasi
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
2) Ketoasidosis
3) Koma hiperosmolar nonketotik
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Makroangiopatiyang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika,
nefropati diabetic.
3) Neuropati diabetika
4) Rentan infeksi
5) Kaki diabetik
6. Gejala klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumapi pada pasien diabetes meliputi yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi eksternal. Dehidrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
c. Rsa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energy.
d. Polifagia (peningkatan rasa lapar)
e. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi
mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah.
f. Kelainan kulit: gatal, bisul-bisul
Kelainan kulit berupa gatal-gatal,biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit
seperti ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
g. Kelainan genekologis
h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
i. Kelemahan tubuh yang tidak sembuh-sembuh
j. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
l. Mata kabur yang disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia.

7. Pemeriksaan diagnostic dan hasil


Pemeriksaan gula darah pada pasien diabetes mellitus amtara lain:
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110mg/dl
Kriteria diagnostikuntuk DM>140mg/dl paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan.
Atau >140 mg/dl disertai gelaja klasik hiperglikemia, atau IGT 115-140mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial<140mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan didiagnostik
c. Gula darah sewaktu <140mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan didiagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
GD<115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam<200 mg/dl, 2 jam <140mg/dl. TTGO
dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet dan beraktivitas fisik 3
hari sebelum tes tidak dianjurkanpada (1) hiperglikemia yang sedang puasa, (2)
orang yang mendapat thiazide, dilantin, propanolol, lasik, tyroid, estrogen, pil KB,
steroid. (3) pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorbs glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa
Digunakan jika TTGO tidak bermakna, kortrison menyebabkan peningkatan kadar
gula darah abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang
yang berpedisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam
dianggap sebagai hasil positif.
g. Glycosatet hemoglobin
Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih dari 3
bulan.
h. C-peptricle 1-2 jam mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
Untuk mengukur proinsulin (produks samping yang tak aktif secara biologis) dari
pembentukan insulkin dapat membantu mengetahui sekresi insulin.
i. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, tidak digunakan
secara luas dalam klinik , dapat digunakan dalam diagnose banding hipoglikemia
atau dalm penelitian diabetes.
8. Penatalaksanaan
a. Obat
Obat-obat hipoglikemik oral (OHO)
1) Golongan sulfoniluria
2) Golongan biguaniad
3) Alfa glukosidase inhibitor
4) Insulin sensitizing agent
b. Insulin
c. Diet
1) Tujuan umum penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah :
 Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal.
 Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
 Mencegah komplikasi akut dan kronik
 Meningkatkan kualitas hidup
2) Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut:
 Untuk menentukan diet kita harus tahu dulu kebutuhan energy dari
penderita diabetes mellitus. Kebutuhan itu dapat kita tentukan sebagai
berikut:
 Pertama kita tentukan berat badan ideal pasien dengan rumus (tinggi
badan -100-10%)
 Kedua kita tentukan kebutuhan kalori penderita. Kalau wanita BB ideal x
25. Sedangkan kalau laki-laki BB ideal x 30
 Kalu sudah ketemu kebutuhan energy maka kita dapat menerapkan
makanan yang dapat dikonsumsi penderita diabetes mellitus dengan
berpatokan pada jumlah bahan makanan.
 Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang dikonsumsi penderita
diabetes mellitus harus ditekankan adanya serat.
 Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner pada diabetes mellitus.
 Alkohol mempunyai banyak hal yang tidak menguntungkan untuk penderita
diabetes mellitus.
 Natrium individu dengan diabetes mellitus dianjurkan tidak makan lebih
dari 3 gr natrium setiap harinya.
d. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih ½ jam yang
sifatnya sesuai CRIPE.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu jangan memulai olahraga sebelum makan, dan
olahrag lebih dianjurkan pada pagi hari.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
 anamnesa
a. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis secara drastis menurun
dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
memasuki usia tersebut terutama setelah seseorang memasuki 45 tahun
terlebih orang dengan overweight.
b. Pendidikan dan pekerjaan
Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk mempunyai pola
hidup dan poia makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung gula dan lemakyang berlebihan, serta tingginya
konsumsi makanan yang berat serta aktivitas fisik yang sedikit oleh karena itu
penyakit ini biasanya banyak dialami pegawai perkantoran, bos perusahaan
dan pejabat pemerintahan.
c. Keluhan utama
Penderita biasanya dating dengan keluhan menonjol badan teras sangat
lemas sekali disertai penglihatan yang kabur. Meskipun muncul keluhan
banyak kencing (poliuria) kadang penderita belum tahu kalau itu salah satu
tanda penyakit diabetes mellitus
d. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit ini biasanya yang dominan adalah munculnya seing buang
air kecil (poliuria), sering lapar dan haus (polidipsi dan polifagia), sebelumnya
penderita mempunyai berat badan yang berlebih. Biasanya penderita belum
menyadari kalau itu merupakan perjalanan penyakit diabetes mellitus.
Penderita baru tahu kalau sudah memeriksakan diri dipelayanan kesehatan.
e. Riwayat kesehatan terdahulu
Diabetes dapat terjadi saat kehamilan, yang terjadi nahnya saat hamil saja dan
biasanya tidak dialami setelah melahirkan namun perlu diwaspadai akan
kemungkinan mengalami diabetes yang sesungguhnya dikemudian hari.
Diabetes sekunder umumnya digambarkan sebagai kondisi penderita yang
pernah mengalami suatu penyakit dan mengkonsumsi obat-obatan atau zat
kimia tertentu. Penyakit yang dapat menjadi pemicu timbulnya diabetes
mellitus dan perlu dilkukan pengkajian diantaranya:
1) Penyakit pancreas
2) Gangguan peneriamaan insulin
3) Pemberian 0bat-obatan seperti:
 Glukokortikoid (sebagai obat radang)
 Furosemid (sebagai diuretik)
 Thiazid (sebagai diuretik)
 Beta bloker (urnrtuk mengobati gangguan jantung)
 Produk yang mengandung estrogen (kontrasepsi oral dan terapi sulih
hormon)
f. Riwayat kesehatan keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes,
karena kelainan gen yang mengakibatkan insulin dengan baik akan di
sampaikan informasinya pada keturunan berikutnya (vitahealth, 2004P:34)
 Pemeriksaan fisik (menurut Barbara bates 1997) antara lain:
a. Status penampilan kesehatan : yang sering muncul adalah kelemahan fisik.
b. Tingkat kesadaran : normal, latergi, stupor, koma, (tergantung kadar gula
yang dimilki dan kondisi fisiologi untuk melakukan kompensasi kelebihan
gula darah).
c. Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi
Frekuensi pernafasan takhipnea (pada kondisi ketoasidosis)
Suhu tubuh: demam,hipotermia,
d. Berat badan melalui penampilan atau pengukuran: kurus ramping, gemuk
padat, gendut,
e. Kulit
1) Kulit
 Warna : perunbahan-perubahan pada melanin, kerotenemia(pada pasien
yang mengalami peningkatan trauma mekanik yang berakibat luka
sehingga menimbulkan gangren)
 Kelembapan :lembab (pada penderita yang tidak mengalami diuresis
osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering (pada pasien yang
mengalami dieresis osmosis dan dehidrasi)
 Suhu : dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan
menurunnya masukan nutrisi), hangat (mengalami infeksi atau kondisi
intake bnutrisi normal sesuai aturan diet).
 Tekstur: halus (cadngan lemak dan glikogen belum banyak dibongkar ),
kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen otot untuk produksi
energi).
 Turgor: menurun pada dehidrasi.
2) Kuku
 warna : pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi letoasidosis atau
komplikasi infeksi saluran pernafasan)

3) Rambut
 Kuantitas : tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi dan
nuruknya sirkulasi), lebat.
 Penyevaran : jarang atau alopesia total.
 Tekstur: halus atau kasar.
f. Mata dan kepala
1) Kepala
 Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan t5ekstur antara lain : kasar
dan halus.
 Kulit kepala : kista pilar dan psoriasis (yang rentan terjadi pada diabetes
mellitus karena penurunan antibody).
 Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur
 Wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah, antara lain : paralisis wajah
(pada penderita dengan komplikasi stroke) dan emosi.
2) Mata
Yang perlu dikaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata
(ketajaman menghilang)
Inspeksi
 Posisi dan kesejajaran mata mungkin muncul eksoftalmus, strabismus.
 Alis mata: dermatitis, seborea (penderita sangat beresiko tumbuhnya
mikroorganisme dan jamur pada kulit)
 Kelopak mata
 Apparatus akrimalis : scelera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada
penderita yang sulit idur karena banyak kencing pada malam hari
 Kornea:, , iris dan lensa: opaksitas atau katarak (penderita diabetes miletus
sangat beresiko pada kekkruhan lensa mata)
 Pupil : miosis, midrosis atau anisokor.
g. Telinga
1) Daun telinga dilakukan inspeksi : masih simetris antara kanan dan kiri
2) Lubang hidung dan gendang telinga
 Lubang telinga: produksi serumen tidak samapi mengganggu diameter
lubang
 Gendang telinga: kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan,
dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi
sekunder.
3) Pendengaran
Pengkajian ketajaman pendengaran terhadap bisikan atau tes garputala
dapat mengalami penurunan.
h. Hidung
Jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi
sekunder seperti influenza.
i. Mulut dan faring
1) Inspeksi
 Bibir : sianosis, pucat (apabila mengalami asidosis atau penurunan perfusi
jaringan pada stadium lanjut).
 Mukosa oral : kering (dalam kondisi dehidrasi akibat diuresi osmosis )
 Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis karena penderita memang rentan
terhadap pertumbuhan mikroorganisme
 Langit-langit mulut : mungkin terdapat bercak keputihan karena pasien
mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat kelemahan
fisik
 Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral
hygiene.
 Faring mungkin terlihat kemerahan akibat proses peradangan (faringitis)
j. Leher
Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar
limfe leher dapat muncul apabila ada imfeksi sistemik.
k. Toraks dan paru-paru
1) Inspeksi frekuensi ; irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain :
takipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke (pada kondisi
ketoasidosis)
2) Amati bentuk dada : normal atau dad tong
3) Dengarkan pernafasan pasien
 Stidor pada obtruksi jalan nafas
 Mengi (apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat astma atau
bronchitis kronik)
l. Dada
1) Dada posterior
 Inspeksi antar lain : deformitas, atau asimetris dan restruksi inspirasi
abdomen
 Palpasi antara lain : adanya nyeri tekan atau tidak.
 Perkusi antara lain : pekak terjadi bila da cairan atau jaringan padat
menggantikan bagian paru yang normalnya terisi udara
 Auskultasi antara lain : bunyi nafas vasikuler, bronkhovesikuler, (dalam
kondisi normal)
2) Dada anterior
 Inspeksi antara lain ; deformitas atau asimetris.
 Palpasi antara lain : adanya nyeri tekan, ekspansi pernafasan.
 Perkusi antara lain : pada penderita normal area paru terdengar sonor.
 Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, bronkhovesikuler (dalam kondisi tanpa
penyerta penyakit lain)
m. Aksila
1) Inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi.
2) Palpasi kelenjar aksila sentralis apakah ada linfodenopati
n. System kardiovaskuler
Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan darah
yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang menurun, rasa kesemutan
dan bebas pada ekstermita merupakan tanda gejala dari penderita
diabetes mellitus.
o. Abdomen
1) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran
organ (pada penderita dengan penyerta penyakit sirosis hepatic atau
hepatomegali dan splenomegali).
2) Auskultasi : bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan
mortilitas
3) Perkusi : perkusi abdomen terhadap proposisi dan pola tympani serta
kepekaan
4) Palpasi : untuk mengetahui adanya myeri tekan atau massa
p. Ginjal
Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebal
q. Genetalia
Penis : pada inspeksi apakah ada timosis pada prepusium dan apakah ada
hipospadia pada meatus uratrae
r. System muskuloskletal
Inspeksi persendian dan jaringan sekitar saat anda memeriksa berbagai
kondisi tubuh
s. System neurosensori
Penderita DM biasanya merasakan gejala seperti :
1) Pusing
2) Sakit kepala
3) Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia.
4) Gangguan penglihatan
5) Iritabilitas
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d perubahan kedalaman pernafasan

 DS : klien mengeluh sesak napas

 DO : dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi napas tambahan,


ekspansi paru terbatat atau asites, hipoksia .
 Goal : klien akan terhindar dari pola nafas tidak efektif selama
dalam perawatan
 Objectiv : klien akan terhindar dari perubahan kedalaman
pernafasan selama dalam perawatan.
 Outcomes : tidak mengeluh sesak napas.
tidak adanya dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas atau asites, hipoksia.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
 DS: klien mengeluh anorexia, nausea, dan muntah; mungkin
mengeluh sering kehilangan berat badan.
 DO: kehilangan berat badan <85-90% dari berat badan biasanya
(data ini bisa saja tidak ada pada pasien dengan asites dan
edema): asupan nutrisi < 75% dari anjuran diit: tanda-tanda gizi
buruk (e.g., kulit kering dan kurus.)
 Goal : klien akan terhindar dari ketidakseimbangan nutrisi:kurang
dari kebutuhan tubuh selama dalam perawatan

 Objektiv : klien akan terbebas dari ketidakmampuan mencerna


makanan

 Outcomes: dalam waktu 1x24 jam perawatan klien :


- Tidak mengeluh anorexia, nausea, dan muntah.
- Tidak mengeluh kehilangan berat badan.
- Tidak mengalami penurunan berat badan <85-90% dari berat
badan biasanya (data ini bias saja tidak ada pada pasien dengan
asites dan edema):
- Tidak mengalami kekurangan nutrisi (< 75% dari anjuran diit:
tanda-tanda gizi buruk), tidak tampak kurus.
- Tidak mengalami kekeringan pada kulit.
3. Resiko infeksi b.d peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen.
 DS : -
 DO : -
 Goal : klien akan terbebas dari resiko infeksi selama dalam
perawatan
 Objektiv : klien akan terbebas dari peningkatan pemajanan
lingkungan terhadap patogen
 Outcomees : -
4. Intoleransi aktivitas b,d kelemahan

 DS:mengeluh lelah, tidak dapat melakukan aktivitas sendiri

 DO: tekanan darah tidak normal akibat respon dari aktivitas, irama
jantung tidak normal akibat respon dari aktivitas,pernafasan
tidaknyaman,dispnea,kelemahan,kelelahan

 Goal : klien tidak akan meningkatkan toleransi aktivitas selama


dalam perawatan

 Objektiv :klien akan terhindar dari kelemahan selama dalam


perawatan

 Outcomes :

- Tidak akan mengeluh lelah dan memiliki energy.

- Tidak terlihat lelah

5. Kerusakan integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolik


 DS : klien mengeluh sulit melakukan aktivitas.
 DO : perubahan turgor ,invasi struktur tubuh, kerusakan lapisan kulit.
 Goal : klien tidak akan mengalami kerusakan intergritas kulit selama
dalam perawatan.
 Objektiv: klien akan terbebas dari gangguan metabolik selama
dalam perawatan
 Outcomes : klien tidak akan mengalami : kesulitan dalam melakukan
aktivitas, perubahan turgor,kerusakan lapisan kulit, invasi struktur
tubuh.
6. Disfungsi seksual b.d perubahan fungsi tubuh (proses penyakit )
 DS : klien mengeluh keterbatasan akibat penyakit.
 DO : klien tampak mengalami difisiensi hasrat seksual,tidak ada
minat terhadap orang lain.
 Goal : klien tidak akan mengalami disfungsi seksual selama dalam
perawatan
 Objektiv : klien akan terbebas dari perubahan fungsi tubuh selama
dalam perawatan
 Outcomes : klien tidak akan mengalami : keterbatasan akibat
penyakit, disfungsi hasrat seksual, perubahan minat terhadap orang
lain.
7. Gangguan eliminasi urin b.d penyebab multiple
 Ds : mengelu sering berkemih
 Do : sering berkemih,disuria,nokturia,inkontenensia.
 Goal: klien tidak akan mengalami gangguan eliminasi urin selama
dalam perawatan.
 Objektiv: klien akan terbebas dari penyebab multiple selama dalam
perawatan
 Outcomes : klien tidak akan mengalami : disuria,
nokturia,inkontenesia,sering berkemih.
8. Gangguan sensori perseepsi b.d perubahan penerimaan sensori
 Ds : klien mengeluh mengalami perubahan dalam ketajaman
 Do : disorientasi, iritabilitas,gelisah, distorsi sensori.
 Goal : klien tidak akan mengalami gangguan sensori persepsi
selama alam perawatan.
 Objektiv : klien akan terbebas dari perubahan penerimaan sensori
selama dalam perawatan.
 Outcomes : klien tidak akan mengalami: perubahan ketajaman,
disorientasi, galisah, distorsi sensori.
3. Intervensi keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d perubahan kedalaman pernafasan
Intervensi :

Jelaskan penyebab sesak


R/pengetahuan yang memadai meningkatkan sikap kooperatif
pasien terhadap tindakan yang dilakukan serta menurunkan
kecemasan yang dapat memperburuk sesak.
Berikan posisi semi fowler
R/memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran secret

Berikan lingkungan yang tenang.


R/lingkungan yang tenang meningkatkan relaksasi dan mengurangi
kecemasan klien segingga sesak berkurang.
Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia

Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan


R/pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau
akumulasi cairan dalam abdomen

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


keidakmampuan untuk mencerna makanan.
Intervensi :
Mandiri :
 Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat bagi tubuh.
Rasional : memberikan kalori untuk tenaga dan protein untuk proses
penyembuhan.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar
gula yang dimilki.
Rasional : mencegah peningkatan atau penurunan kadar gula dalam
darah.
 Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan, jumlah nutrisi.
Rasional : meningkatkan partisipasi keluarga dalam perawatan.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/ perut kembung,
mual, muntah.
Rasional : mengidentifikasi perkembangan status klien.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemi
Rasional : mengetahui keadaan kadar gula darah klien.
Kolaborasi :
 Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan tehnik intravena
secara intermiten atau secara kontinyu.
Rasional : insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan
cepat pula dapat membantu memindahkan ke dalam sel, pemberian
melalui intravena merupakan rute pemberian utama karena absorbsi
dari jaringan subkutan mungkin tidak menentu/sangat lambat.
 Lakukan konsultasi dengan ahli diet
Rasional : kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah
kalori karena kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.
 Berikan diet 60% karbohidrat, 20% protein, dan 20% lemak dengan dan
penataan makanan tambahan.
Rasional : intake kompleks karbohidrat berdampak pada penekanan
kadar glukosadarah, kebutuhan insulin, menurunkan kadar kolesterol,
dan meningkatkan rasa kenyang.
 Pemberian anti mual dan muntah
Rasional : mengurangi rangsangan gaster untuk mengeluarkan
makanan atau minuman yang masuk.
 Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH
dan HCO3.
Rasional : gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan
terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal
glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori.
3. Resiko infeksi b.d peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
pathogen
Intervensi :

Jelaskan factor-faktor dan tanda-tanda penyebab infeksi.


R/
Ajarkan kepada pasien untuk melaporkan insiden feses cair atau
diare . informasikan kepada dokter segera.
R/ feses cair dan diare dan mengidentifikasikan perlunya
menghentikan atau mengganti terapi antibiotic. Tanda-tanda
tersebut dapat juga mengindikasikan perlunya uji clostridium difficile.
Motivasi asupan cairan 3 sampai 4 liter setiap hari bila
dikontraindikasikan.
R/ untuk membantu menepiskan sekresi mukosa.
Minimalkan resiko infeksi klien dengan : memcuci tangan sebelum
dan sesudah memberikan perawatan,menggunakan sarung tangan
untuk mempertahankan asepsis pada saat memberikan perawatan
langsung.
R/ sarung tangan dapat melindungi tangan pada saat memegang
luka yang dibalut atau melakukan berbagai tindakan.
Bantu pasien bila memungkinkan untuk meyakinkan bahwa area
parianal bersih stelah eliminasi.
R/ membersihkan area perianal dengan menyeka dari area yang
sedikit kontaminasinya kearah yang terbanyak kontaminasinya
membantu mencegah infeksi genitourinaria.
Putar tempat masuk IV setiap 49 sampai 72 jam atau sesuai
kebijakan yang diterapkan dirumah sakit.
R/ mengurangi kemungkinan infeksi pada tempat masuk individual.
Gunakan teknik aseptic yang ketat pada saat mengisap saluran
nafas bagian bawah ,memasukan kateter urin menetap memasukan
kateter urin menetap ,memasukkan kateter IV dan memberikan
perawatan
R/ untuk mengurangi penyebaran pathogen.
Pantau hitung SDP ,sesuai program. Laporkan peningkatan dan
penurunannya.
R/ peningkatan SDP total mengindikasikan infeksi. Penurunan SDP
yang jelas dapat mengidikasikan penurunan produksi SDP akibat
debilitas ekstrem atau kekurangan vitamin dan asam amino yang
berat.
4. Intoleransi aktivitasb.d kelemahan

Berikan penyuluhan tentang nutrisi yang baik dan istirahat yang


adekuat
R/ untuk meningkatkan praktik kesehatan
Demonstrasikan tentang penggunaan alat bantu seperti
tongkat,wolker .
R/ untuk mengajarkan metode penghematan energy.
Lakukan pengkajian kesehatan secara berkala dan pantau adanya
keluhan kelemahan atau keletihan.
R/ untuk mengkaji apakah penyakit akut atau pemburukkan kondisi
kronis dapat menyebabkan intoleransi aktivitas.
Obaservasi pengobatan pasien
R/ untuk mengidentifikasikan obat-obatan yang dapat menggangu
toleransi aktivitas.

5. Gangguan pesepsi sensori b.d perubahan penerimaan sensori.

Intervensi :
Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien tantang metode
alternative untuk melakukan koping terhadap kehilangan
penglihatan.
R/ pasien dapat memiliki pengetahuan dan melakukan koping yang
baik terhapap kehilangan penglihatan secara lebih baik.
Anjurkan keluarga atau teman-teman pasien untuk mengunjungi
pasien dan membawa benda yang familier dapat ditinggal bersama
pasien.
R/ adanya benda yang familier dapat membantu pasien dalam
orientasi realitas.
Sediakan lingkungan yang aman dengan menyingkirkan furniture
yang berlebihan diruangan pasien. Orientasikan pasien dalam
ruangan,
R/ dengan mengorientasikan pasien pada keadaan sekitar dapat
mengurangi resiko keamanan.
Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kehilangan penglihatan ,seperti dampaknya terhadap gaya
hidup.
R/ dapat memberikan kesempatan pada pasien untuk mengatakan
ketakutannya.
Berikan dan pantau keefektifan obat yang diprogramkan.
R/ pengobatan dapat membantu menurunkan nyeri dan mengontrol
proses penyakit.
Observasi daya penglihatan klien.
R/mengetahui perkembangan respon klien terhadap perawatan.
6. Gangguan eliminasi urin b.d berhubungan dengan multiple

Intervensi :

 Berikan penjelasan kepada klien tentang penyakit yang diderita.


R/menurunkan kecemasan.
 Bantu klien dalam berkemih.
R/membantu mengosongkan kandung kemih.
 Ajarkan kepada pasien dan anggota keluarga atau pasangan
tentang teknik kateterisasi yang akan digunakan di rumah.
R/akan menurunkan ansietas dan meningkatkan kenyamanan.
 Observasi pola berkemih klien.
R/pengukuran asupan dan haluaran yang akurat sangat
penting untuk terapi pengganti cairan yang tepat.
 Observasi warna, jumlah dan karakteristik urin.
R/membantu penegakan diagnosis.

7 .Disfungsi seksual b.d perubahan fungsi tubuh

Intervensi :

 Jelaskan tentang pada klien tentang kondisi yang dialaminya.


R/mencegah kecemasan dan ketidakpercayaan diri.
 Anjurkan pasien untuk mendiskusikan keluhannya dengan
suami atau istri atau pasangan. Sediakan waktu dan
lingkungan yang kondusif untuk kumunikasi antara pasien
dan suami atau istri atau pasangan.
R/untuk berbagi keluhan dan memperkuat hubungan.
 Sarankan rujukan kekonselor seksual atau profesi terkait
lainnya dalam mendapatkan panduan selanjutnya.
R/untuk memberikan sumber-sumber penunjang kelanjutan
terapi bagi pasien.

8. Kerusakan Integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolik

Intervensi :

 Diskusikan faktor presipitasi, bila diketahui dan efek


kerusakan integritas kulit jangka panjang.
R/pengetahuan tentang faktor presipitasi dapat membantu
meminimalkan kerusakan kulit
 Jelaskan terapi kepada pasien dan keluarga.
R/untuk meningkatkan kepatuhan.
 Lakukan perawatan kulit.
R/mencegah terjadinya infeksi dan meningkatkan
kenyamanan.
 Bantu klien dalam mengubah posisi tiap 1 jam.
R/membantu mencegah terjadinya iritasi pada kulit.
 Observasi keadaan kulit, warna dan turgor kulit.
R/mengetahui tanda-tanda iritasi pada kulit.

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan atau
intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah maslah keperawatan
dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak
teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada criteria evaluasi.
6. Pendidikan passien
a. Untuk pasien yang baru didiagnosis atau pasien yang mengalami situasi
penuh stress yang menghalangi pendidikan lebih dalam, fokuskan pada
penatalaksanaan ketrampilan yang berhubungan dengan egns insulin,/oral,
penatalkasanan.
b. Uraikan gejala hipoglikemia gemetar, sakit kepala, rasa lapar, lemah, sulit
konsentrasi, perubahan emosi dan bahayanya jika tidak di obati
c. Identifikasi penyebab hipoglikemia insulin terlalu banyak, penundaan-
penggunaan makanan dan peningkatan aktivitas

d. Jelaskan pentingnya Pemantauan gula darah, konsumsi makanan sesuai diet

e. Uraikan gangguan hiperglikemia poliuri, polidipsi, dan polifagi

f. Uraikan penatalaksanaan diet, latihan, insulin serta obat+obatan untuk


penderita dengan diabetes mellitus zang telah kronik.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. Dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Jakarta:EGC

Nettina, M.S. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta:EGC

Wong, D.L.2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol.2. ed.6. Jakarta:EGC

Smeltzer, C.S dan Bare, G.B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Vol.2. Ed.8. Jakarta:EGC

Doenges, E.M.dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC

Muscari, M.2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik eds.3. Jakarta: EGC


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS

NAMA :
1. FANNY KOROH
2.MARTHA WILA PAGO
3. YAYU PUSPA CRHIRTIANI

KELAS : A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


CITRA HUSADA MANDIRI
KUPANG
2012

Anda mungkin juga menyukai