DIABETES MELITUS
Disusun Oleh :
SOFIYATUL HIDAYAH
(P27220019132)
A. PENGERTIAN
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mokrovaskuler, makrovaskular, dan neuropati.
Kemudiana secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Diabetes melitus adalah
gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidakadekuatan penggunaan
insulin. Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
Fatimah, Restyana Noor. (2015).
B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Klinis
a) DM
1. Tipe I : IDDM
Disebabkan oleh obstruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses
autoimun
2. Tipe II : NDDM
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan reistensi insulin.
Reistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati :
1) Tipe II dengan obesitas
2) Tipe II tanpa obesitas
b) Gangguan Toleransi Glukosa
c) Diabetes Kehamilan
2. Klasifikasi resiko statistic
a) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b) Berpotensi menderita kelinan glukosa
C. ETIOLOGI
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun
1995 adalah :
a) DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1. Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-
sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah
pada penghancuran sel-sel beta. Penderita tidak mewarisi diabetes tipe
itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya DM tipe 1.
2. Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu
yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara
genetic.
3. Factor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan estruksi beta.
b) DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam
sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia
kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa. Factor
resiko yang berhubungan dengan DM tipe II yaitu usia, obesitas, riwayat
dan keluarga.
c) DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi
rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel
Beta pancreas
d) DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
2) Penyakit hormonal
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Fatimah, Restyana Noor, (2015) Manifestasi Diabetes Militus
dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin dengan gejala
dan tanda yaitu :
1) Poliuria : sering kencing
2) Polidipsi : timbul rasa haus terus enerus
3) Polipagia : rasa lapar yang semakin besar
4) Penurunan berat badan
5) Kelemahan, keletihan dan mengantuk
6) Malaise
7) Kesemutan pada ekstremitas, mata kabur, gatal, impotensi, peruritas
vulva.
8) Infeksi kulit dan pruritus
9) Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi DM tpe 1 adalah hiperglikemia terjadi karena produksi
glukosa tidak terukur oleh hati dan glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dihati meskipun tetap berada di dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial. Jika konsentrasi darah tinggi, maka ginja tidak
dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, sehingga glukosa
tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Saat glukosa yang di ekskresikan
ke dalam urin berlebih, maka ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebut dengan diuresis osmotik.
Akibat dari kehilangan cairan berlebih ini, penderita akan mengalami
peningkatan berkemih (poliuria) dan rasah haus (podipsi). Defisiensi insulin
juga akan menganggu metabolisme protein daam lemak sehingga
menyebabkan penurunan berat badan. Akibat menurunnya simpanan kalori,
penderita dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia). dalam
keadaan normal, insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang tersimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam
amino dan substansi lain), tetapi pada penderita defisiensi insulin proses
tersebut akan terjadi tanpa hambatan dan dapat menimbulkan
hiperglikemia. Selain itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Ketoasidosis yang disebabkan tersebut dapat
mengakibatkan munculnya nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton.
Sedangkan patofisiologi DM tipe 2 adalah faktor genetik yang
berpadu dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, diet, tingginya kadar asam lemak bebas. DM tipe 2
disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, akibatnya
terbentuk suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra
sel, sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasikan
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus meningkatkan
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan memoertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Tetapi, jika sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe
2. Pada penderita DM tipe 2, mereka masih memiliki insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM
tipe 2. perlu menjadi perhatian, DM tipe 2 harus selalu dikontrol karena
dapat menimbulkan masalah akut lain seperti sindrom Hiperglikemik
Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK). akibat dari intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka DM tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi, sehingga harus memperhatikan gejala yang dialami penderita.
(Edi Esrat. 2020)
F. PATHWAY
G.
Reaksi autoimun Obesitas, usia,
genetik
(DM tipe 1)
(DM tipe 2)
Sel B pankreas Sel B pankreas rusak
hancur Defisiensi insulin
Produksi glukosa
tidak terkendali
Liposis meningkat
Hiperglikemia
Produksi bahan
keton meningkat
Peningkatan berkemih
Perfusi perifer
(poliuria) dan haus berlebih
tidak efektif
(polidipsi)
Ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
Kerusakan vaskuler
Neuropati perifer
Leukosit meningkat
Gangguan integritas
kulit atau jaringan
Risiko infeksi
H. FAKTOR RESIKO
1. Riwayat seperti diabetes dalam keluarga
2. Obesitas
3. Umur
4. Hipertensi
5. Hyperlipidemia (kadar HDL rendah <35 mg/dl)
6. Kurang olahraga
7. Pola makan rendah serat
Faktor risiko yang tidak dapat berubah pada DM tipe 2 menurut American
Diabetes Association (ADA) meliputi :
1. Riwayat keluarga dengan DM
2. Umur ≥45 tahun
3. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir >4000 gram
4. Riwayat pernah menderita DM gestasional
5. Riwayat dengan berat badan rendah (<2,5 kg)
1. Obesitas berdasarkan IMT ≥25 kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada
wanita dan ≥90 cm pada laki-laki
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Hipertensi
4. Dislipidemia
5. Diet tidak sehat
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar gukosa darah, berupa kadar glukosa darah sewaktu dan kadar
glukosa darah puasa
2. Pemeriksaan fungsi tiroid, karena peningkaan aktivitas hormon tiroid
dapat mningkatkan glukosa darah dan kebutuhan insulin
3. Urine, dengan ditemukannya glukosa dalam urine
Kultur pus, untuk mengetahui jenis kuman pada luka da memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)
b. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D.0027)
c. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
d. Gangguan Integritas Kulit Dan Jaringan (D.0129)
e. Defisit Nutrisi (D.0019)
f. Resiko Infeksi (D.0142)
3. INTERVENSI
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
DX
1. Keseimbangan elektrolit Pemantauan elektrolit (I.03122)
(L.03021) Observasi
Setelah dilakukan tindakan a. Identifkasi kemungkinan penyebab
keperawatan 2x24 jam ketidakseimbangan elektrolit
diharapkan dapat teratasi, b. Monitor kadar eletrolit serum
dengan kriteria hasil : c. Monitor mual, muntah dan diare
1. Keseimbangan elektrolit d. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
meningkat e. Monitor tanda dan gejala hypokalemia (mis.
Kelemahan otot, interval QT memanjang,
gelombang T datar atau terbalik, depresi
segmen ST, gelombang U, kelelahan,
parestesia, penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas usus menurun, pusing,
depresi pernapasan)
f. Monitor tanda dan gejala hyperkalemia (mis.
Peka rangsang, gelisah, mual, munta,
takikardia mengarah ke bradikardia,
fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung mengarah asistol)
g. Monitor tanda dan gejala hipontremia (mis.
Disorientasi, otot berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa kering, hipotensi
postural, kejang, letargi, penurunan
kesadaran)
h. Monitor tanda dan gejala hypernatremia
(mis. Haus, demam, mual, muntah, gelisah,
peka rangsang, membrane mukosa kering,
takikardia, hipotensi, letargi, konfusi, kejang)
i. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis.
Peka rangsang, tanda IChvostekI [spasme
otot wajah], tanda Trousseau [spasme
karpal], kram otot, interval QT memanjang)
j. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis.
Nyeri tulang, haus, anoreksia, letargi,
kelemahan otot, segmen QT memendek,
gelombang T lebar, kompleks QRS lebar,
interval PR memanjang)
k. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia
(mis. Depresi pernapasan, apatis, tanda
Chvostek, tanda Trousseau, konfusi,
disritmia)
l. Monitor tanda dan gejala hipomagnesia (mis.
Kelemahan otot, hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi, koma, depresi)
Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Ketidakstabilan kadar Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
gluukosa darah (L.03022) Observasi
Setelah dilakukan tindakan a. Identifkasi kemungkinan penyebab
keperawatan 2x24 jam hiperglikemia
diharapkan masalah dapat b. Identifikasi situasi yang menyebabkan
teratasi, dengan kriteria kebutuhan insulin meningkat (mis. penyakit
hasil : kambuhan)
1. Koordinasi meningkat c. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
2. Haus menurun d. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
3. Kadar glukosa dalam poliuri, polidipsia, polivagia, kelemahan,
darah membaik malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
4. Kadar glukosa dalam e. Monitor intake dan output cairan
urine membaik f. Monitor keton urine, kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
a. Berikan asupan cairan oral
b. Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
c. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik
Edukasi
a. Anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah
lebih dari 250 mg/dL
b. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
d. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan
bantuan professional kesehatan)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
c. Kolaborasipemberian kalium, jika perlu
3. Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Setelah dilakukan tindakan
Observasi
keperawatan 2x24 jam
diharapkan masalah dapat a. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer,
teratasi, dengan kriteria edema, pengisian kalpiler, warna, suhu,
hasil : angkle brachial index)
1. Kekuatan nadi perifer b. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
meningkat (mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
2. Edema perifer menurun dan kadar kolesterol tinggi)
3. Trugor kulit membaik c. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
Edukasi
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
5. EVALUASI
S : Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien (data subjektif)
O : Data berdasarkan hasil pengukuran langsung kepada pasien (data
objektif)
A: Suatu masalah/ diagnosis keperawatan yang masih terjadi/ baru
terjadi akibat perubahan status klien yang telah teridentifikasi datanya
dalam data subjektif dan objektif
P : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi / menambahkan rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, Restyana Noor. (2015). “Diabetes Mellitus Tipe 2”. Artikel review : J
Majority Vol. 4 No. 5, online
(https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615
/619 (diakses pada 7 September 2021)
Istianah, Isti; dkk. 2020. Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Kota Depok Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Indonesia
(The Indonesian Journal of Health): X (2).
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI