Anda di halaman 1dari 32

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus (DM)

1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik
yang ditandai dengan kadar glukosa tinggi dalam darah (hiperglikemia)
yang penyebabnya karena gangguan sekresi insulin, penurunan kerja
insulin atau akibat dari keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari
diabetes ini berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan
fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah (Association, 2015).

Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan dimana seseorang


mengalami ketidakstabilan gula darah yang ditandai dengan adanya
ketidakabsolutan insulin di dalam tubuh (Kemenkes RI, 2014).

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik


menahun akibat adanya jumlah insulin yang dihasilkan oleh sel beta
pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme secara normal,
karena sel beta pankreas mengalami penurunan fungsi yang
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang terlibat dalam
pengaturan kadar gula dalam darah mengalami gangguan serta tidak
dapat melakukan metabolisme secara normal (Ginting, 2014).
6

2. Klasifikasi
World Health Organization (WHO) dalam buku (Damayanti,
2015) mengelompokkan diabetes melitus menjadi 4 tipe, yaitu :
a. DM tipe 1 / IDDM (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) Diabetes
tipe 1 adalah suatu gangguan katabolisme yang ditandai oleh
kekurangan insulin absolut, peningkatan glukosa dalam darah,
pemecahan lemak dan protein tubuh.
b. DM tipe 2 NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus)
Diabetes tipe 2 dikarakteristikan dengan hiperglikemia, resistensi
insulin dan kerusakan relatif sekresi insulin.
c. Diabetes pada kehamilan (Gestasional Diabetes)
Merupakan diabetes yang terjadi pada wanita hamil.
d. Diabetes tipe lain
Merupakan penyakit endokrin yang menyebabkan hiperglikemia.

3. Etiologi
a. DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependen Diabetes Mellitus)
Merupakan diabetes mellitus yang tergantung dengan
insulin, pasien diabetes mellitus tipe 1 mengakibatkan sedikit insulin
atau sama sekali tidak dapat menghasilkan insulin. Diabetes mellitus
disebabkan oleh adanya destruksi sel beta akibat proses autoimun.
Terjadi pula karena adanya kerusakan sel-sel beta pancreas yang
diperkirakan terjadi akibat kombinasi faktor genetic, imunologi dan
mungkin juga karena infeksi.
b. DM tipe 2 NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus)
Merupakan diabtes mellitus yang tidak tergantung dengan
insulin. Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relative
sel beta dan menurunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer serta untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Dan sel beta tidak dapat mengimbangi
resistensi insulin sepenuhnya.
7

c. Diabetes pada kehamilan (Gestasional Diabetes)


Diabetes mellitus gestasional terjadi pada perempuan yang
tidak mengalami diabetes mellitus sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone
hormon plasenta. Setelah melahirkan, kadar glukosa darah pada
perempuan yang mengalami diabetes mellitus gestasional akan
kembali normal. Tapi, banyak perempuan yang mengalami diabetes
gestasional ternyata dikemudian hari menderita diabetes mellitus
tipe 2.
d. Diabtes Mellitus Tipe Lain
Diabetes mellitus ini adalah diabetes yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom lain, contohnya efek genetic sel beta
pankreas, penyakit seperti pankreasitis, kelainan hormonal atau
penggunaan obat-obatan seperti glukokortikoid, diabtes mellitus
tipe ini mempunyai pravelansi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun dan seringkali pasien
mengalami obesitas serta resisten terhadap insulin.

4. Patofisiologi
Pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
jumlah glukosa dalam darah secara alami (Wijaya, 2013).
a. Diabetes Melllitus Tipe 1
Pada diabetes mellitus tipe 1 kendala utama adalah
rusaknya sel-sel beta pankreas pembentuk insulin akibat proses
autoimun. Hati tidak dapat menyimpan hasil glukosa dari makanan,
akibatnya terjadi ketidakseimbangan produksi glukosa di dalam
tubuh. Dengan jumlah glukosa yang abnormal maka tubulus tidak
dapat mereabsorbsi kelebihan glukosa, sehingga terjadi glukosuria
saat ekskresi urin disertai pengeluaran cairan elektrolit yang berlebih
sehingga terjadi poliuria dan polidipsi. Defisiensi glikogen juga
menyebabkan polifagia. Sementara itu hiperglikemia juga
menggagu metabolisme lemak yang menimbulkan abnormalnya
8

produksi badan keton, badan keton dapat mengganggu


keseimbangan asam basa dalam tubuh. Hasilnya adalah ketoasidosis
diabetik dengan manifestasi klinik nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila dalam jangka panjang
tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada diabetes mellitus tipe 2 terdapat kendala utama yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Reaksi pada
metabolisme glukosa di dalam sel dipengaruhi oleh ikatan antara
insulin dengan reseptor khusus di permukaan sel. Akibat resistensi
insulin maka terjadi penurunan reaksi antar sel, sehingga fungsi
insulin menjadi inefektif. Dari abnormalitas produksi insulin yang
cenderung lambat sering kali awalan yang timbul kurang disadari.
Gejala yang timbul sering kali bersifat ringan misalnya kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka yang lama sembuh, infeksi
vagina, atau pandangan yang kabur. Komplikasi yang sering dialami
pada DM tipe 2 adalah angiopati diabetik.
9

5. Pathways Keperawatan Diabetes Mellitus


Obesitas, gaya hidup, usia,
Penyakit autoimun (genetik) riwayat keluarga DM, pola makan

Insufisiensi insulin Retensi insulin

DM Tipe I DM Tipe II

Penggunaan glukosa
Glukosa otot & hati Menurun Pankreas berhenti
intrasel memproduksi insulin
menurun
Produksi glukosa
hati meningkat
Glukoneogenesis Hiperglikemia
meningkat Glukosuria
Meningkat
Komplikasi
Pembentukan
Keseimbangan mikrovaskuler
ATP terganggu Diuresis
Kalori osmotik
meningkat
Peningkatan
Lemah metabolisme Polifagi Retinopati Nefropati Neoropati
protein dan
lemak Polidipsi Poliuria
Parastesia, sesibilitas
Intoleransi nyeri, suhu menurun
aktivitas Cadangan
Resiko berat
lemak &
badan lebih Resiko infeksi
protein
menurun Dehidrasi

BB menurun
Resiko Gangguan
ketidakseimbangan pola tidur
Defisit Nutrisi elektrolit

Gambar 1.1 Pathways Keperawatan Diabetes Mellitus


Sumber : https://www.scribd.com/doc/252283025/Pathway-DM-Fix
10

6. Faktor Risiko Diabetes Mellitus


(Damayanti, 2015), faktor resiko terjadinya diabetes mellitus
yaitu :
a. Faktor Keturunan / Genetik
Keluarga dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2
berpeluang menderita diabetes mellitus sebesar 15% dan resiko
intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam metabolisme
karbohidrat secara normal sebesar 30% karena sel beta bisa langsung
terpengaruhi dan merubah kemampuannya untuk mengenali serta
menyebarkan rangsang sekretoris insulin yang disebabkan faktor
genetik.
b. Tekanan Darah
Sesorang yang memiliki tekanan darah tinggi (hypertensi)
yaitu tekanan darah > 140/90 mmHg dapat berisiko mengalami
diabetes mellitus. Pada umumnya penderita diabetes mellitus juga
mengalami hipertensi.
c. Obesitas
Kegemukan bisa menghasilkan jumlah reseptor insulin
yang bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak
berkurang. Kelebihan berat badan > 20% dari BMI (Body Mass
Index) > 27kg/m2 merupakan obesitas atau kegemukan.
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik memiliki dampak terhadap aksi insulin pada
orang yang berisiko diabetes mellitus. Kurangnya aktivitas fisik bisa
mengakibatkan retensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2.
e. Kadar Kolesterol
Kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol ≤ 35
mg/dL (0,09 mmol/L) dan atau kadar trigliserida ≥ 259 mg/dL (2,8
mmol/L) kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas
dan diabetes mellitus tipe 2. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI
27 adalah penderita hiperkolesterolemia.
11

f. Usia
Usia di atas 30 tahun dapat berisiko menderita diabetes
mellitus tipe 2 karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimia.
g. Stress
Diabetes yang mengalami stress dapat merubah pola
makan, latihan, penggunaan obat, yang biasanya dipatuhi dan hal ini
menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
h. Riwayat Diabetes Gestasional
Wanita yang melahirkan bayi dengan BBL lebih dari 4 kg
dapat berisiko menderita diabetes mellitus tipe 2. Hal ini terjadi
ketika ibu hamil gagal mempertahankan kadar glukosa darah
normal.

7. Tanda dan Gejala


Menurut (Wijaya, 2013) didalam buku Keperawatan Medikal
Bedah 2, penyakit diabtes pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu
diperhatikan meliputi :
a. Keluhan Klasik
1) Banyak minum (Polidipsia)
Banyaknya cairan yang keluar melalui kencing membuat
penderita akan sering mengalami rasa haus.
2) Banyak kencing (Poliuria)
Kadar gula darah yang tinggi akan membuat penderita banyak
kencing.
3) Banyak makan (Polifagia)
Penderita diabetes mellitus mengalami keseimbangan kalori
negatif, mengakibatkan timbul rasa lapar yang sangat besar.
Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan.
12

4) Penurunan berat badan dan rasa lemah


Rasa lemah disebabkan glukosa dalam darah tidak bisa masuk
ke dalam sel, mengakibatkan sel kekurangan bahan bakar untuk
membuat tenaga. Kemudian untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan
otot sehingga penderita menjadi kurus karena kehilangan
jaringan lemak serta otot.
b. Keluhan lain
1) Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan sering terjadi pada penderita di fase awal
diabetes mellitus.
2) Ganguan saraf tepi/kesemutan
Rasa sakit atau kesemutan terutama di kaki terjadi pada
penderita.
3) Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, umumnya terjadi di daerah
kemaluan dan daerah lipatan kulit contohnya ketiak dan di
bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbul bisul dan luka
yang lama sembuh. Luka ini bisa timbul akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
4) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi menjadi masalah karena hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang tersembunyi sering tidak berterus
terang mengungkapkan yang sedang dialami.
5) Keputihan
Keputihan dan gatal sering terjadi dan kadang-kadang
merupakan satu-satunya gejala yang dialami pada wanita.

8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus dikelompokkan menjadi 2
kelompok besar yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis
(Damayanti, 2015). Komplikasi tersebut antara lain :
13

a. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler disebabkan karena perubahan
ukuran diameter pembuluh darah. Komplikasi yang sering
terjadi adalah penyakit arteri coroner, penyakit cerebrovaskuler,
dan vaskuler perifer.
2) Komplikasi mikrovaskuler atau kelainan pada pembuluh darah
kecil menghasilkan retinopati diabetik yang terjadi pada retina
dan nefropati diabetik di ginjal.
3) Komplikasi neuropati adalah sindrom penyakit yang
mempengaruhi semua jenis saraf. Bentuk komplikasi umumnya
berupa ulkus kaki diabetik.
b. Komplikasi Akut
Terjadi akibat ketidakseimbangan akut kadar glukosa darah yaitu :
hipoglikemia, diabetic ketoasidosis dan hiperglikemia hyperosmolar
non kronis.

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila dalam buku Keperawatan Medikal Bedah
tahun 2018, terdapat pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Tabel 1.1 Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
diagnosis diabetes mellitus (mg/dl).
Bukan Belum DM
DM Pasti DM
Kadar Plasma <100 100-199 ≥200
glukosa darah vena
sewaktu Darah <90 100-125 ≥126
(mg/dl) kapiler
14

Kadar Plasma <100 100-125 ≥126


glukosa darah vena
puasa (mg/dl) Darah <90 90-99 ≥100
kapiler

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes mellitus dibagi menjadi 2
komponen, antara lain :
a. Farmakologi
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO), meliputi :
a) Biguanid, untuk mengurangi kadar glukosa darah tetapi tidak
sampai di bawah normal.
b) Sulfonilurea, bekerja dengan menstimulasi penglepasan
insulin yang tersimpan, mengurangi ambang sekresi insulin
dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat dari
rangsangan glukosa.
c) Inhibitor α glukosidase, untuk menghambat kerja enzim α
glukosidase di dalam saluran cerna, untuk menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca
prandial.
d) Insulin sensiting agent, untuk meningkatkan sensitivitas
insulin, yang dapat mengatasi masalah resistensi insulin
tanpa menyebabkan hipoglikemia, tetapi obat ini belum
beredar di indonesia. (Wijaya, 2013)
2) Insulin
Terapi insulin untuk menjaga kadar gula darah normal
atau mendekati normal. Pada diabetes mellitus tipe 2 insulin
terkadang diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Pasien kadang
membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit,
infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress
lainnya pada diabetes mellitus tipe 2. (Damayanti, 2015)
15

b. Non Farmakologi
1) Latihan Fisik (olahraga)
Latihan fisik bermanfaat mengurangi kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah
dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah dan mengurangi
kadar kolesterol total serta trigliseriba (Damayanti, 2015).
2) Pemantauan kadar Gula Dasar
Beberapa hal yang harus diperhatikan secara berkala
adalah glukosa darah, glukosa urin, keton darah, keton urin,cek
berat badan secara regular, pemeriksaan fisik teratur dan
pendidikan tentang diet, pengetahuan umum tentang diabetes
mellitus serta perubahan-perubahan dalam diabetes mellitus.
Pemantauan ini memungkinkan untuk deteksi dan mencegah
hiperglikemia dan hipoglikemia yang pada akhrinya akan
menurunkan komplikasi diabetes jangka panjang (Damayanti,
2015).
3) Pendidikan Kesehatan
Penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan
perilaku penanganan yang khusus seumur hidup sehingga
diperlukan pendidikan kesehatan untuk pasien diabetes mellitus.
Pasien diabetes melitus harus memperoleh pendidikan kesehatan
dalam upaya merawat diabetes mellitus secara mandiri. Pasien
harus paham mengenai nutrisi,manfaat dan efek samping terapi,
latihan, perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik
pengontrolan gula darah serta penyesuaian proses terapi
(Damayanti, 2015).
4) Diet
Standar komposisi makanan untuk pasien diabetes
mellitus adalah 45-65% karbohidrat, 10-20% protein, 20-25%
lemak, kolesterol < 300mg/hari, kemudian garam dan pemanis
16

digunakan secukupnya. Salah satu cara untuk menentukan


jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan diabetes yaitu
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kg berat badan ideal, bisa ditambah atau dikurangi
kalorinya tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin,
umur, aktivitas, kehamilan atau laktasi, adanya komplikasi dan
berat badan (Damayanti, 2015).
Dalam penatalaksanaan diet pada seseorang yang
menderita diabetes mellitus ada beberapa makanan yang baik
untuk dikonsumsi, makanan yang dibatasi dan makanan
pantangan. Contoh makanan yang baik untuk penderita diabetes
mellitus antara lain : makanan yang terbuat dari biji-bijian,
sayur-sayuran yang diproses dengan direbus, dikukus,
dipanggang atau mentahan, buah-buahan, kacang-kacangan dan
ikan. Contoh makanan yang dibatasi : seperti makanan yang
banyak mengandung gula,garam dan makanan tinggi kolesterol.
Contoh makanan pantangan : roti tawar putih, makanan terbuat
dari tepung, buah-buahan kaleng yang mengandung banyak
gula,makanan yang mengandung banyak garam dan lemak
tinggi (Nabyl, 2012)

B. Konsep Ulkus Diabetikum

1. Pengertian
Ulkus diabetikum merupakan kerusakan beberapa bagian
maupun keseluruhan kulit, yang bisa menyebar pada jaringan bawah
kulit, tendon, otot, tulang atau persendian. (Tarwoto, 2016)
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka di permukaan kulit
sebagai akibat dari komplikasi diabetes mellitus akibat gangguan saraf
peripheal dan autonomik, yang ditandai dengan adanya jaringan
nekrosis yang berbau khas dari invasi kuman saprofit. (Wijaya, 2013)
17

2. Etiologi
Menurut (Wijaya, 2013) penyebab dari munculnya ulkus
diabetikum adalah sebagai berikut :
a. Faktor Eksogen berupa trauma, infeksi, dan obat.
Faktor utama pencetus ulkus diabetikum adalah angiopati,
neuropati, dan infeksi. Neuropati memberikan efek hilangnya
sensasi pada kaki, yang mengakibatkan kemungkinan terjadinya
trauma sangat tinggi, sebagian besar penderita ulkus diabetik
mengalami gangguan mobilisasi yang menyebabkan atrofi pada otot
kaki sehingga merubahnya titik tumpu dan terjadi ulserasi pada kaki
penderita. Adanya angiopati menjadi penyebab utama penurunan
asupan nutrisi, oksigen, dan antibiotika yang menyebabkan luka
yang sukar sembuh.
b. Faktor Endogen berupa genetik metabolik, angiopati diabetik,
neuropati diabetik.

3. Manifestasi Klinis
Ulkus diabetikum akibat mikroangiopati umumnya disebut
gangren panas karena nekrosis, daerah akral terlihat merah dan teraba
hangat oleh peradangan, biasanya teraba pulsasi di bagian distal. Proses
makroangiopati membuat sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu Pain (nyeri),
Paleness (kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut
nadi hilang), Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul manifestasi klinis
sebagai berikut :
a. Stadium I : asimptomatis / gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : klaudikasio intermiten
c. Stadium III : nyeri saat istirahat
d. Stadium IV : kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). (Wijaya,
2013).
18

4. Patofisiologi
(Suriadi, 2015) dalam bukunya menyatakan, luka diabetikum
mempunyai beberapa komponen yaitu neuropati, tekanan biomekanik,
dan suplai pembuluh darah. Neuropati adalah faktor utama penyebab
luka dan lebih dominan daripada faktor penyebab yang lain.
Hiperglikemik pada pasien diabetes mellitus dikaitkan dengan
berkembangnya kondisi polineuropati sehingga menyebabkan
perlukaan di kaki. Kondisi kurang suplai oksigen juga mengakibatkan
kerusakan saraf, sebab lain karena adanya penyakit vaskuler akibat
ganngguan saraf otonom vaskuler pembuluh.
Gangguan neuropati dapat menyebabkan hilangnya sensasi
disertai dengan trauma atau peningkatan tekanan, neuropati juga
menyebabkan atrofi otot-otot pada kaki sehingga menyebabkan tekanan
biomekanik pada plantar kaki. Neuropati otonom dapat menyebabkan
sirkulasi perifer berkurang hingga berpengaruh pada kelenjar keringat
sehingga kulit kaki menjadi kering, pecah-pecah, dan menjadi penyebab
utama terjadinya kerusakan integritas kulit.
Diabetes mellitus berhubungan erat dengan aterosklerosis dan
risiko tersebut akan lebih meningkat pada pasien perokok aktif. Akibat
gangguan makrovaskuler menjadi penyebab utama adanya iskemik
sehingga muncul luka pada kaki. Luka pada pasien diabetes mellitus
yang awalnya muncul karena trauma ringan dapat menjadi luka infeksi
yang meluas. Penyebabnya karena penyempitan pembuluh darah secara
bertahap, bahkan plak kolesterol muncul akibat arteriosklerosis. Faktor
pemicu lain adalah adanya kuman yang mempercepat kondisi infeksi,
hal tersebut menjadi faktor penyebab meluasnya ulkus diabetikum.

5. Klasifikasi Luka Diabetikum


Menurut (Tholib, 2016) klasifikasi luka diabetikum adalah
sebagai berikut :
a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw dan callus.
19

b. Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit


c. Derajat 2 : ulkus dalam menembus tendon dan tulang
d. Derajat 3 : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
e. Derajat 4 : gangren dari jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis
f. Derajat 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
(Wijaya, 2013) klasifikasi ulkus diabtikum menjadi 2 yaitu :

a. Kaki Diabetikum akibat Neuropati (KDN)


Kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada
gangguan dari sirkulasi, gambaran klinis dijumpai kaki yang kering,
hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh
darah kaki teraba baik.
b. Kaki Diabetikum akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat
makroangiopati (arteriosklerosis) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinisnya adalah
penderita mengeluh nyeri waktu istirahat, pada perabaan terasa
dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat, didapatkan ulkus
sampai gangren.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Wijaya, 2013) pemeriksaan diagnostik pada ulkus
diabetikum adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Neuropati otonom meyebabkan kelenjar keringan berkurang,
sehingga kulit kering pecah, kalus. Ulkus tergantung saat
ditemukan (0-5).
20

2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Ektremitas pada bagian luka teraba dingin, tidak teraba
pulsasi
c) Pada ulkus kalus tebal dan keras
b. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brachial index (ABI), tekanan sistotik betis dengan tekanan sistolik
lengan.
c. Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis.
d. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Urin
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dilihat melalui perubahan warna pada urin : hijau (+), kuning
(++), merah (+++), dan merah bata (++++).
2) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS >200 mg/dl, gula darah puasa
.120 mg/dl dan dua jam post prandial .200 mg/dl.
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

7. Penatalaksanaan
(Wijaya, 2013) dalam bukunya menyatakan penatalaksanaan
ulkus diabetikum adalah sebgai berikut :
a. Pengobatan
Pengobatan ini tergantung pada tingkat keparahan dari
luka diabetikum, untuk menetukan besar kecilnya tindakan
debridement yang akan dilakukan harus memperhatikan
pemeriksaan pada ulkus. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk
mengurangi faktor penyebab, mempertahankan luka dalam kondisi
21

yang lembab, dukungan penuh pada kondisi klien, meningkatkan


pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan diabetes
mellitus.
b. Perawatan ulkus diabetikum
1) Mencuci luka
Tujuan dari tindakan mencuci luka adalah untuk
menghindari terjadinya infeksi dengan cara membersihkan
jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebih, sisa balutan yang
digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka.
Pencucian biasanya menggunakan cairan NaCl 0.9%, untuk
cairan debridement tidak dianjurkan pada jaringan granulasi,
serta cairan antiseptik hanya digunakan pada luka yang
terinfeksi saja. Alat dan Bahan yang digunakan untuk perawatan
luka adalah :
a) Satu set perawatan luka steril/bak steril :
• 1 pasang sarung tangan steril
• 2 buah pinset anatomis
• 1 buah pinset chirugis
• 1 buah gunting jaringan
• Kassa steril
• Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0.9% sesuai
anjuran dokter)
b) Alat non steril
• Sarung tangan bersih
• Bengkok
• Kom berisi Lysol 1%
• Gunting verban/ plester
• Verban dan plester
• Schort
• Masker
22

• Obat sesuai program medis


• Tempat sampah
• Kapas alkohol
• Korentang
• Perlak atau pengalas
2) Nutrisi
Penderita ulkus diabetikum umumnya diberikan diet
B1 dengan nilai gizi yaitu 60% karbohidrat, 20% lemak, 20%
protein.
3) Terapi Antibiotika
Biasanya diberikan peroral namun apabila luka tidak
mengalami perbaikan bisa diberikan parenteral sesuai indikasi.
Tujuannya untuk menghambat kuman gram positif dan gram
negatif.
4) Pemilihan balutan
Dalam pemilihan balutan disarankan untuk
menggunakan balutan yang bisa mempertahankan kelembaban,
dapat terhindar dari kontaminasi eksternal, tidak menimbulkan
rasa sakit, serta dapat meminimalisir produksi eksudat (dressing
foam).Sementara luka eksudat yang kering dapat menggunakan
hidrogel.
Penggunaan balutan yang efektif diharapkan dapat
memberikan perawatan luka yang optimal.Dengan upaya
mencegah mengeringnya jaringan dan kematian sel,
mempercepat angiogenesis, serta mempercepat pertumbuhan
sel-sel epitel yang baru. (Suriadi, 2015)

C. Konsep Debridement

1. Pengertian
Debridement merupakan pembuangan jaringan nekrotik,
eksudat, dan debris metabolik (Prasetyono, 2015).
23

2. Tujuan Debridement
Debridement memiliki tujuan antara lain :
a) Menghilangkan jaringan mati atau eskar dalam persiapan bagi graft
dan penyembuhan luka.
b) Menghilangkan jaringan yang terkontaminasi bakteri dan benda
asing, sehingga klien dilindungi terhadap kemungkinan invasi
bakteri.

3. Jenis – Jenis Teknik Debridement


a) Surgical debridement / debridement bedah
Teknik yang paling sering digunakan, karena dinilai lebih
efisien dalam membuang jaringan nekrotik namun pada
penerapannya harus dilakukan klinis yang terampil.
Debridement pembedahan biasanya memerlukan proses
penyembuhan 6-12 minggu. Hal ini bisa berbeda untuk setiap orang,
tergantung berdasarkan tingkat keparahan, ukuran, lokasi luka, dan
metode debridement.
b) Pulse lavage instrument / pulse lavage with vacum
Teknik ini menggunakan tekanan untuk membersihkan
luka, menggunakan tekanan sebesar 10-15 psi. Kelemahan teknik ini
adalah membutuhakan peralatan canggih dan biaya yang cukup
banyak, dan dapat mengakibatkan nyeri serta jaringan yang sehat
dapat ikut terbuang.
c) Chemical debridement / enzymatic debridement
Teknik ini menjadi alternatif jika teknik pembedahan tidak
dapat dilakukan. Teknik ini bergantung pada agen kimia, yaitu
enzim-enzim atau solusi cairan. Kelemahannya dapat menimbulkan
iritasi kulit di sekitar luka, timbulnya reaksi antigen bila bersamaan
dengan obat-obatan trombolitik. Enzim yang sering digunakan
adalah enzim proteolitik, fibrinolitik, dan kolagenase.
d) Biological debridement / debridement biologis
24

Teknik ini menjadi alternatif jika tidak bisa dilakukan


tindakan pembedahan atau kimiawi. Teknik ini menggunakan
maggots (belatung dari jenis lalat Lucilia sericata) sebagai terapi
luka, maggots akan memakan jaringan nekrosis. Kelemahan teknik
ini menbutuhkan biaya yang cukup tinggi, kelemahan yang lain
dapat mengiritasi kulit pada tepi luka, namun teknik ini jauh lebih
efisien daripada teknik yang lain.

D. Konsep Risiko Infeksi

1. Pengertian
Infeksi merupakan suatu kondisi penyakit akibat dari
masuknya kuman patogen / mikroorganisme lain ke dalam tubuh
maupun ke tubuh sehingga mengakibatkan gejala tertentu (Ambarwati,
2014). Resiko infeksi adalah adanya bahaya internal atau eksternal yang
mengancam kesejahteraan fisik (Cynthia M. Taylor & Sheila S.R,
2015).
Risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan
organisme patogenik (PPNI, 2017).
Risiko tinggi infeksi post debridement adalah suatu kondisi
sesudah tindakan debridement dimana tubuh berisiko terhadap patogen
yang masuk sehingga mengakibatkan timbulnya tanda dan gejala infeksi
yang dapat mengancam kesejahteraan fisik penderita.

2. Tanda – Tanda Infeksi


Menurut (Ambarwati, 2014), tanda-tanda infeksi antara lain :
a. Tanda infeksi lokal
1) Dolor atau rasa sakit / nyeri akibat perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang merangsang ujung-ujung
saraf.
2) Kalor atau panas merupakan sifat dari reaksi infeksi yang hanya
terjadi di permukaan tubuh.
25

3) Rubor atau kemerahan umumnya merupakan tanda yang


pertama kali pada daerah yang mengalami infeksi.
4) Tumor atau bengkak disebabkan adanya pengiriman cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial.
5) Fungsio laesa atau perubahan fungsi anggota gerak.
b. Tanda infeksi sistemik
1) Diare
2) Sakit kepala
3) Muntah
4) Anoreksia
5) Malaise
6) Demam
7) Mual

3. Jenis Infeksi
Menurut Kozier, dkk (2011), jenis-jenis infeksi antara lain :
a. Infeksi lokal
Infeksi lokal adalah suatu keadaan dimana mikroorganisme hanya
berada di bagian tubuh tertentu.
b. Infeksi sistemik
Infeksi sistemik adalah suatu keadaan dimana mikroorganisme
sudah menyebar dan merusak bagian tubuh lain.
c. Infeksi akut
Infeksi akut adalah suatu keadaan dimana infeksi berlangsung dalam
waktu yang sangat pendek.
d. Infeksi kronik
Infeksi kronik adalah suatu keadaan dimana infeksi berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun.
26

4. Batasan Karakteristik Risiko Infeksi


Batasan karakteristik risiko infeksi post debridement ulkus
diabetikum adalah :
a. Nyeri di sekitar luka
b. Bedrest lama
c. Immobilisasi
d. Hb menurun
e. Kurang pengetahuan perawatan luka
f. Intake makanan berkurang
g. Gangguan tidur

5. Standar Pengendalian Risiko Infeksi


a. Mencuci tangan
Cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara
mekanis dari permukaan kulit serta menurunkan jumlah
mikroorganisme sementara. Cuci tangan yang dilakukan dengan
sabun biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan dengan
menggunakan sabun anti mikrobial.
b. Menggunakan sarung tangan
Menggunakan sarung tangan bersih untuk mencegah
kontak lansung dengan darah atau cairan tubuh klien, baik saat akan
melakukan tindakan maupun saat memegang benda yang
terkontaminasi.
c. Antisepsis tangan
Tujuan antisepsis tangan adalah menghilangkan kotoran
dan debu serta mengurangi baik flora sementara maupun tetap.
d. Asepsis
Asepsis merupakan keadaan bebas dari mikroorganisme
patogen yang dapat mengakibatkan penyakit. Ada 2 macam asepsis,
yaitu asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis dilakukan
dengan mencuci, merebus, mengisolasi, membersihkan peralatan
dari debu, dll. Tujuan dari asepsis medis untuk mengurangi jumlah
27

mikroorganisme dan mencegah penyebaran mikroorganisme ke


individu lain. Sedangkan asepsis bedah dilakukan dengan
menerapkan teknik steril. Tujuan dari asepsis bedah untuk menjaga
agar semua objek atau benda bebas dari mikroorganisme.
e. Desinfeksi
Desinfeksi merupakan tindakan membunuh kuman patogen
dan apatogen tanpa disertai sporanya pada alat-alat perawatan atau
pada permukaan jaringan menggunakan bahan desinfektan dengan
mencuci, mengoles, merendam, dan menjemur peralatan. Tujuan
desinfeksi untuk mencegah terjadinya infeksi pada tindakan invasif.
Langkah-langkah desinfeksi dilakukan dengan :
1) Mencuci, untuk membersihkan luka kotor, siram luka dengan
perhidol atau H2O3 3%, dan betadin. Sedangkan untuk
membersihkan kulit sebelum dilakukan tindakan operasi,
oleskan larutan iodium tinktur 3% dilanjutkan dengan alkohol
70%. Vulva dibersihkan dengan sublimat 1/7000, PK 1/1000
2) Mengolesi, peralatan dibersihkan dengan diolesi desinfektan.
3) Merendam, tangan direndam dengan Lysol 0,5%. Peralatan
direndam Lysol 3-5% selama ± 2 jam, sedangkan alat tenun
direndam Lysol 3-5% selama 24 jam.
4) Menjemur, alat tenun, kasur, bantal, peralatan dijemur di bawah
sinar matahari.
f. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan membunuh kuman patogen dan
apatogen beserta sporanya pada alat-alat perawatan serta alat-alat
kedokteran dengan cara merebus, panas yang tinggi, atau
menggunakan bahan kimia.
28

E. Konsep Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi Pada Pasien Dengan Post


Debridement Ulkus Diabetikum

1. Pengkajian
Menurut (Wijaya, 2013) pengkajian merupakan tahap utama
dan dasar dari proses keperawatan, kegiatannya meliputi :
a. Pengumpulan data pasien
Pengumpulan data pasien yang akurat dan sistematis
tentunya akan membantu dalam menilai status kesehatan penderita,
informasi yang didapat diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
1) Identitas Pasien / Klien / Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, alamat, status perkawinan, nomor register,
suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis
serta data tambahan lainnya.
2) Keluhan Utama
Kesemutan pada kaki / tungkai bawah, sensasi
perabaan yang menurun, adanya luka yang sulit sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka, serta upaya yang dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4) Riwayat Kesehatan Dulu
Riwayat penyakit diabetes mellitus atau penyakit lain
yang kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya penyakit jantung, obesitas ataupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
29

5) Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita diabetes mellitus atau
penyakit yang bisa menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misalnya hipertensi dan jantung.
6) Riwayat Psikososial
Informasi perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita berhubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi pada kulit
Inspeksi pada kulit adalah status kulit seperti warna,
turgor kulit, pecah-pecah, berkeringat, adanya infeksi dan
ulserasi, adanya kalus atau bula, bentuk kuku, adanya rambut
pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari
tungkai kaki, deformitas pada kaki membentuk claw toe atau
charcot joint, keterbatasan gerak sendi, tendon, cara berjalan,
dan kekuatan kaki.
2) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
monofilamen ditambah tunning fork 128-Hz, pinprick sensation,
reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan
dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah
Pemeriksaan aliran darah menggunakan palpasi denyut
nadi pada arteri kaki, capillary refiling time (CRT), perubahan
warna, atropi kulit dan kuku serta pengukuran ankle brachial
index (ABI). Ankle brachial index (ABI) didapatkan dari
tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis. Nilai
normal ABI >0,9-1,3. ABI merupakan pemeriksaan noninvasif
yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat
30

Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa


sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler.Cuff
kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama
dilakukan pada bagian tungkai, dimana cuff dipasang pada calf
distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri
tibialis posterior.Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah
pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki
diabetik dengan melihat gangguan aliran darah pada kaki.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Urin
Pemeriksaa didapatkan adanya glukosa dalam urin. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan Benedict (reduksi). Hasil dapat
dilihat dengan perubahan warna pada urin : hijau (+), kuning
(++), merah (+++), atau merah bata (++++).
2) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl, dan dua jam post pradial >200 mg/dl.
3) Kultur pus
Untuk mengetahui jenis kumat pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
31

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis tentang
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan yang muncul pada
pasien ulkus diabetikum sebagai berikut :
a. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (diabetes melitus)
b. Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b/d ketidakseimbangan cairan
(dehidrasi)
d. Risiko berat badan lebih b/d kelebihan konsumsi gula
e. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme
f. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

3. Intervensi Keperawatan
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis hanya berfokus pada
intervensi dengan diagnosa keperawatan resiko infeksi b/d penyakit
kronis (diabetes melitus) dengan fokus intervensi sebagai berikut :
32

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Risiko infeksi 1.Tujuan Pencegahan Infeksi
b/d penyakit Derajat infeksi
kronis berdasarkan A. Observasi
(diabetes observasi atau 1) Monitor tanda dan
melitus) sumber infomasi gejala infeksi
(Ekspektasi : lokal dan sistemik
Menurun)
B. Terapeutik
2.Kriteria Hasil 1) Batasi jumlah
1) Kebersihan tangan pengunjung
meningkat 2) Berikan perawatan
2) Kebersihan badan kulit pada area
meningkat edema
3) Nafsu makan 3) Cuci tangan
meningkat sebelum dan
4) Demam menurun sesuadah kontak
5) Kemerahan dengan pasien dan
menurun linhkungan pasien
6) Nyeri menurun
7) Bengkak menurun
33

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
8) Vesikel menurun 4) Pertahankan
9) Cairan berbau teknik aseptik
busuk menurun pada pasien
10) Sputum berwarna berisiko tinggi
hijau menurun
11) Drainase purulen C. Edukasi
menurun 1) Jelaskan tanda dan
12) Piuna menurun gejala infeksi
13) Periode malaise 2) Ajarkan cara
menurun mencuci tangan
14) Periode menggigil dengan benar
menurun 3) Ajarkan cara
15) Letargi menurun memeriksa kondisi
16) Gangguan kognitif luka atau luka
menurun operasi
17) Kadar sel darah 4) Anjurkan
putih membaik meningkatkan
18) Kultur darah asupan nutrisi
membaik 5) Anjurkan
19) Kultur urien meningkatkan
membaik asupan cairan
34

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
20) Kultur D. Kolaborasi
sputum membaik 1) Kolaborasi
21) Kultur pemberian
area luka membaik imunisasi,
22) Kultur jika perlu
feses membaik

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik, dengan
kriteria hasil yang diharapkan (Potter &Perry, 2011). Implementasi
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, (Nurarif, 2015) tindakan
keperawatan tersebut antara lain merawat luka dengan tindakan aseptik,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus, pemeriksaan gula darah, pemberian antibiotik, monitoring kadar
gula darah, mempertahankan lingkungan yang nyaman, menganjurkan
pasien tidak menyentuh luka atau balutan, dan menganjurkan
mengonsumsi makanan program diet (Nurarif, 2015).
35

5. Evaluasi
Evaluasi adalah catatan perkembangan pasien dengan
berpedoman hasil dan tujuan yang hendak dicapai, untuk menilai
efektifitas proses keperawatan dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, dkk, 2011) Evaluasi disusun dengan metode
SOAP, yaitu :
a. S (Subjektif) : data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang
merupakan ungkapan langsung. Contoh : Pasien mengatakan
lukanya sudah mengering.
b. O (Objektif) : data dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik.
Contoh : luka tampak bersih, kelembaban terjaga.
c. A ( Assesment) : membandingkan antara informasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan masalah teratasi, masalah teratasi sebgian, masalah
belum teratasi.
d. P (Planning) : rencana tindakan yang akan diberikan untuk
intervensi yang belum teratasi.

Anda mungkin juga menyukai