Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II

OLEH: PUTU DEWI PRADNYANI P07120011016 KELAS II.1 REGULER

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner and Suddart, 2002 : 1220). Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 2001 : 580). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

2. Epidemiologi a. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1) Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa. b. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 30 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa. c. Diabetes Melitus Tipe Lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,

karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM. d. Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun. b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmapuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

4.

Komplikasi diabetes melitus a. Akut : Koma hipoglikemia Ketoasidosis Koma hiperosmolar nonketotik b. Kronik : Makroangiopati , mengenai pembuluh darah besar ; pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil ; retinopati diabetik, nefropati diabetik. Neuropati diabetik Rentan infeksi seperti : TB paru, ginggivitis, dan ISK. Kaki diabetik.

5. Obese, gaya hidup, Usia,

Patofisiologi Kurang Informasi

Kurang taat thd diet DM Tipe II

PK Hipoglikemia

Resistensi insulin

Kurang pengetahuan Thd penyakit DM

Riwayat klg DM, Pola makan >> Obese, gaya hidup, usia, riwayat klg DM, pola makan >> Komplikasi vaskuler Mikrovas Retinopati Ggn persepsi sensori makrovas PK Gangren Nefropati PK GGK

Neoropati Parastesia, sesibilitas nyeri, suhu menurun Glukosa intrasel Pbentukan ATP terganggu Lemah Risiko infeksi Intoleransi aktivitas

Penyakit Autoimun (genetik)

Penyakit Autoimun (Genetik) Insufisiensi insulin DM Tipe I PK Ketoasidosis diabetik

Penggunaan glukosa otot & hati Produksi glukosa hati Hiperglikemi a Keseimbangan kalori (-) Glukosuri a Diuresis osmotik poliuri a Ketidakseimbangan nutrisi > Kebutuhan Gangguan pola tidur

Glukoneogenesis

BK Cadangan lemak & Protein BB menurun

Hiperosmolalitas darah polidipsi

Polifagi

Dehidrasi Risk kekurangan vol cairan

Haus

PENJELASAN Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada

diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

6. Klasifikasi Klasifikasi Diabetes yang utama adalah : (Brunner and Suddarth) a. Tipe I : Diabetes Melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun), biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi, etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan misalnya virus, sering memiliki antibodi terhadap insulin meskipun belum pernah mendapatkan terapi insulin, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin, komplikasi akut hiperglikemi : ketoasidosis diabetik. b. Tipe II : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu awitan terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh gemuk pada saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan, penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita infeksi, komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).

7. Gejala klinis Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan

dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Nama lama Umur (th) Keadaan klinik saat diagnosis Kadar insulin Berat badan Pengobatan DM Tipe 1 DM Juvenil Biasa <40 Berat Tak ada insulin Biasanya kurus Insulin, diet, olahraga DM Tipe 2 DM dewasa Biasa >40 Ringan Insulin cukup/tinggi Biasanya gemuk/normal Diet, olahraga, tablet, insulin

Tabel Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan DM Tipe 2

8. Penatalaksanaan a. Penyuluhan Edukasi Diabetes Mellitus adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya. b. Perencanaan makanan (Diet) Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut : 1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral). 2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai. 3) Memenuhi kebutuhan energi. 4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis. 5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

c. Olahraga Manfaat Olahraga bagi Diabetisi : Mengendalikan kadar glukosa darah Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan) Membantu mengurangi stress Memperkuat otot dan jantung Meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL) Membantu menurunkan tekanan darah

d.

Perawatan dirumah Sebagai seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki. Perawatan tersebut meliputi : Hentikan kebiasaan merokok Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, luka lecet ; gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik terutama dicelah jari kaki. Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari pemakaian pada celah jari kaki. Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas. Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam. Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin ; ganti kaos kaki setiap hari. Jangan berjalan tanpa alas kaki. Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya ; periksa adanya benda asing. Hindari trauma yang berulang. Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol walaupun ulkus/gangren telah sembuh.

e. Farmakologis, berupa: 1) Obat Hipoglikemik Oral a) Sulfonilurea, obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara : Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan. Menurunkan ambang sekresi insulin. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada kaedaan insufisiesi renal dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan. b) Biguanid Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (Indek Masa Tubuh/IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea. c) Inhibitor glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. d) Insulin Insulin diperlukan pada keadaan : Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetic Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis hampir maksimal Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO

Jenis dan lama kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni : Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap (premixed insulin)

Efek samping terapi insulin Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Cara penyuntikan insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi : a. Identitas Pasien Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/ istri. b. Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan Sekarang Tanyakan kepada pasien Berapa lama menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan kepada pasien apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau penyakit lainnya. Pengkajian 1) Aktivitas/ Istirahat Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 2) Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah 3) Integritas Ego Stres, ansietas 4) Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare 5) Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. 6) Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan. 7) Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) 8) Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) 9) Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. 2. Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai dengan peningkatan haluaran urine, haus b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin ditandai dengan penurunan berat badan, kurang minat terhadap makanan. c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit. d. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah: insufisensi insulin ditandai dengan

keyidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa. f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progressif yang tidak dapat diobati ditandai dengan apatis, menarik diri, marah. g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan, meminta informasi. 3. Rencana Keperawatan Prioritas Diagnosa 1) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai dengan peningkatan haluaran urine, haus

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin ditandai dengan penurunan berat badan, kurang minat terhadap makanan. 3) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah: insufisensi insulin ditandai dengan

keyidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa. 4) Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progressif yang tidak dapat diobati ditandai dengan apatis, menarik diri, marah. 5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan, meminta informasi. 6) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit. 7) Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit. Rencana Keperawatan 1) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai dengan peningkatan haluaran urine, haus. Tujuan: Volume cairan terpenuhi. Kriteria hasil: Mempertahankan volume cairan yang adekuat dan keseimbangan elektrolit, turgor kulit normal, hidrasi adekuat, TTV stabil, pengisian kapiler baik. Intervensi: Mandiri: Pantau TTV R/: hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring keposisi duduk/ berdiri.

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. R/: merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. Ukur masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin. R/: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairab pengganti, fungsi ginjal, dan keeektifan dari terapi yang diberikan. Kolaborasi: Berikan terapi cairan dan elektrolit sesuai indikasi. R/: tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin. Tujuan: Klien dapat mempertahankan nutrisi yang adekuat. Kriteria hasil: BB ideal. Intervensi: Mandiri: Timbang berat badan. R/: mengkaji pemasukan makanan yang adekuta (absorpsi dan utilisasinya). Tentukan program diet dan pola makan klien. R/: mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna. R/: hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi/ ileus paralitik).

Berikan makanan yang mengandung nutrient dan elektrolit. R/: pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gasrtointestinal baik. Identifikasi makanan yang di sukai/ tidak di sukai. R/: jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/ dingin, denyut nadi cepat, peka rangsangan, cemas, sakit kepala. R/: metabolisme karbihidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi). Kolaborasi: Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah. Rasionalisasi: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontriol. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet. R/: sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuain diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. 3) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa. Tujuan: tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil: TTV dalam batas normal, tanda-tanda infeksi tidak ada, nilai leukosit dalam batas normal (4000-10000/ mm3). Intervensi: Mandiri: Observasi tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, calor, tumor,

fungsiolaesa).

R/: pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial. Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif. R/: kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. Kolaborasi: Observasi hasil laboratorium (leukosit). R/: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian caairan dan terapi insulin terkontrol. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi. R/: penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinnya sepsis.

4) Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit. Tujuan: tidak terjadi perubahan sensori perseptual. Kriteria hasil: mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakkan sensori Intervensi: Mandiri: Pantau dan tanda-tanda vital dan status mental. R/: sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai

kebutuhannya. R/: menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. Bantu pasien ambulasi dalam perubahan posisi. R/: meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa

keseimbangan dipengaruhi.

5) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,

perubahan kimia darah: insufisensi insulin.

Tujuan: tidak terjadi kelelahan akibat penurunan metabolik. Kriteria hasil: Keluhan lelah tidak ada, dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Intervensi: Mandiri:
Observasi TTV.

R/: mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.


Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

sesuai dengan yang dapat ditoleransi. R/: meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien.
Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas.

R/: pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan meskipun tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa

diganggu. R/: mencegah kelelahan yang berlebihan. 6) Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progressif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. Tujuan: tidak terjadi ketidakberdayaan. Kriteria hasil: mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Intervensi Mandiri: Anjurkan pasien/ keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dirumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. R/: mengidentifikasi area perhatiannya dan mudahkan cara

pemecahan masalah. Berikan kesempatan pada kelurga untuk mengekspresikan

perhatiannya.

R/: meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan masalah. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya. R/: mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usahat yang dilakukan. R/: meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

7) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan: Klien mengerti tentang penyakit yang dideritanya. Kriteria hasil: klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, klien melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan. Intervensi: Mandiri: Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada untuk pasien. R/: menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersidia mengambil bagian dalam proses belajar. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan. R/: partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari. Pilih strategi belajar. R/: penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar. 4. Implementasi Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Cahyono, B. (2007), Diabetes Melitus, Available: http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment. (Accessed: 2008, Pebruari 18). Carpenito, L.J. (2001) Handbook of Nursing Diagnosis (Buku terjemahan), Ed.8. EGC, Jakarta. Mansjoer, A. (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Ed.3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Suyono, S. (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Ed.3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Soegondo, S. (2006), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia, Perkeni FKUI, Jakarta. Yasin, S. (2006). Asuhan Keperawatan Pada DM, available:

http://www.siaksoft.net/index.html (Accessed: 2012, November 27).

Denpasar, 28 November 2012 Mengetahui, Pembimbing Praktik

Mahasiswa,

I Nyoman Sutarja, S.KM NIP.

Putu Dewi Pradnyani NIM.P07120011016

Mengetahui, Pembimbing Akademik

I Made Mertha,S.Kp., M.kep. NIP : 19691015 199303 1 015

Anda mungkin juga menyukai