Anda di halaman 1dari 4

DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak
adekuatan penggunaan insulin.
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang
ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi), disebabkan karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya
glukosa dalam sel agar dapat di gunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel.
Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah
dan menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan
glukosa yang sangat di butuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Izzati &
Nirmala dalam Meivi I.Derek, 2017).

2. Etiologi
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin,
abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas
mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa.
Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas ketika terjadi
kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai
antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015). Penyebab
Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
- Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan
antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran
sel-sel beta.
- Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel
target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang
efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
- Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau
toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
- Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas
d. DM Tipe Lain
- Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
- Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak
- Obat-obatan
 Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
 Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.

3. Patofisiologi
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun,
sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena
produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam
makanan tetap berada di dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia
postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap
kembali semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat
menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing
manis). Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai
dengan ekskreta dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis
osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan
buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).
Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak,
yang menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi kekurangan insulin,
kelebihan protein dalam darah yang bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan.
Dengan tidak adanya insulin, semua aspek metabolisme lemak akan meningkat
pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat sekresi insulin minimal,
namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak pada DM akan
meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita gangguan toleransi glukosa,
kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
tetap pada level normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat
memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar glukosa akan
meningkat dan diabetes tipe II akan berkembang.

4. Manifestasi klinis
a. Poliuria (sering buang air keci)
muncul karena air di dalam pembuluh darah terlalu banyak sehingga perlu
dikeluarkan.
b. Polidipsi (cepat merasa haus)
Muncul karena sebagian besar air yang ada di dalam sel tertarik ke dalam
darah (yang mengandung glukosa dalam jumlah yang tinggi) akibat perbedaan
tekanan osmosis. Akibatnya, sel kekurangan cairan.
c. Polipagia (sering merasa kelaparan)
Hal ini terjadi karena sebagian sel-sel tubuh kita tidak mendapatkan glukosa
yang dibutuhkan untuk tetap bugar.
d. Penurunan berat badan
e. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
f. Pelinghatan kabur
g. Kesemutan pada ekstremitas
h. Mudah terserang infeksi
i. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat

5. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik
- Ketoasidosis diabetik
- HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b. Komplikasi
- Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
- Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).

REFERESI

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.

Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.

Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.

Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Amrina Rosyada, I.T. 2013. Determinan komplikasi kronik diabetes melitus pada lanjut usia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. vol. 7(9): 395- 401.

Anda mungkin juga menyukai