Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN Tn.

S PADA DIABETUS
MELLITUS DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PERMATA
BUNDA PURWODADI

Oleh
WIDYA ISMUNANDAR
NIM: 82021040114

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2021
A. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS
1. Pengertian
Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia)
akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
(Brunner &Suddarth, 2013).
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai dengan kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Pada
Diabetes Mellitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin
dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin (Wijaya, 2018).
Penyakit Diabetes Mellitus yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit
kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah
sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh,
dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai kebutuhan tubuh. (Hananta, 2016).
2. Etiologi
Etiologi diabetes mellitus menurut wijaya (2018) yaitu :
a. Diabetes mellitus tipe 1 (IDDM/Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
1) Faktor genetik / herediter
Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan
antibodi autoium terhadap penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus
Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara genetik.
3) Faktor imunologi
Respon autoimun abnormal antibodi menyerang jaringan
normal yang dianggap jaringan asing.
b. Diabetes mellitus tipe II (NIDDM/ Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
1) Obesitas obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari
sel target diseluruh tubuh insulin yang tersedia menjadi kurang
efektif dalam meningkatkan efek metabolik.
2) Usia cenderung meningkat diatas usia 65 tahun
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
c. Diabetes mellitus Malnutrisi
Kekurangan protein kronik menyebabkan pankreas.
d. Diabetes mellitus tipe lain
1) Penyakit pankreas pancreatitis, Ca pankreas, dll
2) Penyakit hormonal acromegali yang merangsang sekresi sel-
sel beta sehingga hiperaktif dan rusak.
3) Obat-obatan :
a) Aloxan , streptozokin sitotoksin terhadap sel-sel beta
b) Derivate thiazide menurunkan sekresi insulin
3. Patofisiologi
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati.Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesuadah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan dalam urine, eksresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan deuretik osmotik. Sebagai akibat dari
kehilamngan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan.Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori.Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
produksi badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda dan
gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbauaseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa didalam sel,
resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
interasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuri, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina
atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah diseluruh tubuh, disebut angiopati
diabetik.Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroanginopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati
(Brunner &suddarth, 2005).
Diabetes Melitus tipe 1 atau diabetes anak-anak dicirikan
dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh.
Diabetes tipe ini dapat diderita anak-anak maupun orang
dewasa.Sampai saat ini, diab etes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan
olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1.
Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik saat ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas
maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada
penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.Penyebab
terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Saat
ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin,
dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui
alat monitor pengujian darah. Kerusakan sel beta menyebabkan
abnormalitas metabolisme protein, sehingga mengakibatkan BUN
meningkat. Akibatnya adalah Nitrogen Urine meningkat, efek yang
ditimbulkan terjadi dehidrasi dan kelemahan.
Diabetes militus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “ kecacatan
dalam produksi insulin” dan “ resistensi terhadap insulin” atau
“berkurangnya sensitifitas terhadap insulin” (adanya defekasi respon
jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran
sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah
berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan
meningkatkan kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini
hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes
yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin atau mengurangi
produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi
insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang
dibutuhkan. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin disertai dengan penurunsn reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini,
namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya
resistensi terhadap insulin, mungkin dalam kaitan dengan pengeluaran
dari adipokenesis (suatu kelompok hormonnya) itu merusak toleransi
glukosa. Kegemukan yang ditemukan kira-kira 90% dari pasien dunia
didiagnosis mengembangkan diabetes tipe ini. Faktor lainnya bisa jadi
karena faktor sejarah keluarga dan kehamilan, walaupun pada dekade
terakhirnya hal itu terus meningkat dan mulai memengaruhi remaja dan
anak-anak. Untuk mengatasi resitensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat. Insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (Selamanya bertahun-tahun) dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terditeksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada
kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi, pandangan kabur (Brunner
dan Suddarth, 2002).
4. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinis Menurut Wijaya (2018) yaitu :
a. Keluhan Klasik
1) Banyak Kencing (Poliuri)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama
pada waktu malam hari.
2) Banyak minum (Polidipsia)
Rasa haus sering dialami penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita banyak minum.
3) Banyak Makan (Polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
Diabetes Melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk
menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan.
4) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang
menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan olahraga juga
mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan
otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot
sehingga menjadi kurus.
b. Keluhan Lain
1) Gangguan saraf tepi / kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
kaki di waktu malam hari, sehingga mengganggu tidur.
2) Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.
3) Gatal / bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan
dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara.
4) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena
sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya.
5) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala yang dirasakan.
5. Komplikasi
Komplikasi dari Diabetes Mellitus Menurut Margareth, (2012) terbagi
atas:
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia.
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh
darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstermitas), saraf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.
b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus antara lain :
1) Neuropati diabetik
Adanya gejala dan tanda dari disfungsi saraf penderita diabetes
mellitus tanpa ada penyebab lain.
2) Retinopati diabetik.
Merupakan kelompok penyakit pada retina mata (selaput jala)
yang ditandai dengan gejala penurunan tajam penglihatan
tanpa disertai proses inflamasi. Merupakan manifestasi okular
(gejala pada mata) dari suatu penyakit sistematik.
3) Nefropati diabetik.
Sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus yang ditandai
dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal
dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan
penurunan LFG (laju filtrat glomerulus).
4) Proteinuria.
Suatu kondisi dimana terlalu banyak protein dalam urin yang
dihasilkan dari adanya kerusakan ginjal.
5) Kelainan koroner.
Suatu penyakit yang terjadi ketika ada penyumbatan parsial
aliran darah ke jantung.
6) Ulkus / ganggren
Kematian jaringan, biasanya berhubungan dengan berhentinya
aliran darah ke daerah yang terkena.
Terdapat 5 grade ulkus diabetikum antara lain :
a) Grade 0 : tidak ada luka.
b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit.
c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang.
d) Grade III : terjadi abses.
e) Grade IV : gangren pada kaki bagian distal.
f) Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Wijaya (2018) adalah :
1) Kadar glukosa
(1) Gula darah sewaktu / random > 200 mg/dl.
(2) Gula darah puasa / nuchter > 140 mg/dl.
(3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) > 200 mg/dl.
2) Aseton plasma hasil (+) mencolok.
3) As lemak bebas peningkatan lipid dan kolesterol.
4) Osmolaritas serum (> 330osm/l)
5) Urinalisis proteinuria, ketonuria, glukosuria.
7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan menurut Brunner & suddarth(2013) yaitu :
a. Penatalaksanaan medis
Tujuan utama terapi adalah menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah guna mengurangi munculnya komplikasi
vaskuler dan neropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
mellitus adalah untuk mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa disertai hipoglikemia dan tanpa mengganggu
aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penatalaksanaan
diabetes nutrisi,olahraga,pemantauan,terapi farmakologis, dan
edukasi.
1) Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin
2) Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat
badan.
3) Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin.
4) Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga
tidak berhasil mengontrol kadar gula darah.injeksi insulin dapat
digunkan pada kondisi KUT.
5) Mengingat terapi bervariasi Selma perjalanan penyakit karena
adanya perubahan gaya hidup dan status fisik serta emosional
dan juga kemajuan terapi, terus kaji dan modifikasi rencana
terapi serta lakukan penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi
diperlukan untuk pasien dan keluarga.
Sedangkan penatalaksaan keperawatan menurut wijaya (2013)
adalah :
b. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk pasien penyandang diabetes
dapat mencakup banyak macam gangguan fisiologis, bergantung
pada kondisi kesehatan pasien atau apakah pasien baru terdiagnosis
diabetes atau tengah mencari perawatan untuk masalah kesehatan
lain yang tidak terkait. Karena semua pasien penyandang diabetes
harus menguasai konsep dan ketrampilan yang diperlukan untuk
penatalaksanaan jangka panjang serta untuk menghindari
kemungkinan komplikasi diabetes, landasan pendidikan yang solid
mutlak diperlukan dan menjadi fokus asuhan keperawatan yang
berkelanjutan.
c. Terapi Diabetes Mellitus menurut Margareth (2012) adalah :
Tujuan terepeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan
ganggguan series pada pola aktivitas pasien.
1) Diet
Syarat diet Diabetes Mellitus hendaknya dapat :
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b) Mengarahkan pada berat badan normal.
c) Menormalkan pertumbuhan diabetes mellitus anak dan
diaetes dewasa muda.
d) Mempertahankan kadar KGD normal.
e) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetic.
f) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita.
g) Menarik dan mudah diberikan.
Prinsip diet diabetes mellitus adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan.
b) Jadwal diet ketat.
c) Jenis : boleh dimakan/tidak.
Diet DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan
dengan kandungan kalorinya.
a) Diit DM I : 1100 kalori.
b) Diit DM II : 1300 kalori
c) Diit DM III : 1500 kalori.
d) Diit DM IV : 1700 kalori.
e) Diit DM V : 1900 kalori.
f) Diit DM VI : 2100 kalori.
g) Diit DM VII : 2300 kalori.
h) Diit DM VIII: 2500 kalori.
2) Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat
menambah laju metablisme istirahat, dapat menurunkan BB,
stres dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari
kemungkinan trauma pada ekstermitas bawah, dan hindari
latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada
saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki yang
tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
3) Pemantaun
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.
4) Terapi (jika diperlukan).
5) Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes melitus
yang menunjang perubahan perilaku, untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakit mencapai keadaan sehat
optimal.

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Fokus pengkajian
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda
dan gejala hiperglikemia dan pada faktor-faktor fisik, emosional, serta
sosial yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mempelajari
dan melaksanakan berbagai aktifitas perawatan diabetes mellitus secara
mandiri. Pasien dikaji dan diminta menjelaskan gejala yang mendahului
diabetes seperti poliuri, polidipsia, polifagia, kulit kering, penglihatan
kabur, penurunan berat badan, perasaan gatal-gatal pada vagina dan
ulkus yang lama sembuh. Kadar glukosa darah dan untuk penderitaan
tipe I, kadar keton dalam urin harus diukur.
Pada penderita tipe I dilakukan pengkajian untuk mendeteksi
tanda-tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernafasan kusmaul,
hipotensi ortostatik, dan latergi.Pasien ditanya tentang gejala ketoidosis
diabetik, seperti mual, muntah, dan nyeri abdomen. Hasil-hasil
laboratorium dipantau untuk mengenali tanda-tanda asidosis metabolik,
seperti penurunan nilai PH serta kadar bikarbonat dan untuk mendeteksi
tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit.
Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tanda-tanda
sindrom HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan penurunan
turgor kulit.Nilai laboratorium dipantau untuk melihat adanya tanda
hiperosmolaritas dan ketidakseimbangan elektroit.
Pasien dikaji untuk menemukan faktor-faktor fisik yang dapat
mengganggu kemampuannya dalam mempelajari atau melakukan
keterampilan perawatan seperti :
a. Gangguan penglihatan (pasien diminta untuk membaca angka atau
tulisan pada spuit insulin, lebaran menu, surat kabar, atau bahan
pelajaran).
b. Gangguan koordinasi motorik (pasien diobservasi pada saat makan
atau mengerjakan pekerjaan lain atau pada saat menggunakan spuit
atau lanset untuk menusuk jari tangan).
c. Gangguan neurologis (misalnya akibat stroke) dari riwayat penyakit
yang diderita sehingga pasien dikaji untuk menemukan gejala afasia
atau penurunan kemampuan dalam mengikuti perintah sederhana.
Perawat mengevaluasi situasi social pasien untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terapi diabetes dan rencana
pendidikannya seperti :
a. Penurunan kemampuan membaca (dapat dilakukan dengan
mengkaji gangguan penglihatan dengan cara menginstrusikan
pasien untuk membaca bahan-bahan pelajaran).
b. Keterbatasan sumber-sumber financial / tidak memiliki asuransi
kesehatan.
c. Ada tidak dukungan keluarga.
d. Jadwal harian yang khas (pasien diminta untuk menyebutkan
makanan serta jumlah makanan yang biasa dikonsumsi setiap
hari, jadwal kerja, serta olahraga, rencana untuk bepergian).
Status emosional pasien dikaji dengan mengamati sikap
atau tingkah laku yang tampak misalnya sikap menarik diri dan
cemas serta bahasa tubuh (misalnya menghindari kontak mata).
Tanyakan kepada pasien tentang kekhawatiran yang utama dan
ketakutannya terhadap penyakit diabetes (pendekatan ini
memungkinkan perawat mengkaji setiap kesalahpahaman atau
informasi keliru yang berkenaan dengan penyakit diabetes).
Keterampilan dalam mengatasi persoalan dikaji dengan
menanyakan cara pasien menghadapi berbagai situasi sulit yang
dialami di masa lampau (Smeltzer, 2002).
Adapun dampak masalah yang dapat timbul pada pasien
Diabetes Mellitus menurut pengkajian pola
fungsional(Doengoes, 2000) sebagai berikut :
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat
atau dengan aktivitas. Disorientasi, koma,
penurunan kekuatan otot.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram
otot, tonus otot menurun dan gangguan
tidur/istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun/bradikardi,
distritmia, kulit panas, kering dan kemerahan
serta bola mata cekung.
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut,
klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama.
c. Integritas ego
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
Gejala : stress tergantung pada orang lain, masalah
financial yang berhubungan dengan kondisi.
d. Eliminasi
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika
terjadi hipovolemia berat).
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokuria.
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK baru/berulang,nyeri tekan
abdomen,diare.
e. Makanan/cairan
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek,
kekakuan/distensi. Abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah),
bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton).
Gejala : Hilangnya napsu makan, mual/muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari minggu, haus,
penggunaan diuretic (tiasid).
f. Neurosensori
Tanda : Disorientasi, mengantuk,
stupor/koma,gangguan memori (baru, masa
lalu), kacau mental aktivitas kejang (tahap
lanjut DKA).
Gejala : pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas
kelemahan otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
g. Nyeri/kenyamanan
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak
sangat berhati-hati.
Gejala : Abdomen yang tegang dan nyeri (kualitas
sedang/berat).
h. Pernafasan
Tanda : lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum
purulen (infeksi), frekuensi pernafasan
meningkat.
Gejala : mereka kekurangan oksigen, batuk dengan
atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi atau tidak).
i. Keamanan
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rantang gerak,
arastesia/paralisis otot termasuk otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
Gejala : kulit kerig, gatal, ulkus kulit.
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah
impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung,
stroke, hipertensi, penyembuhan yang
lamabat, penggunaan obat steroid, diuretik
(tiazid), dilantin dan fenobarpital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah), mungkin
atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2018) :
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Kekurangan volume cairan
c. Resiko integritas kulit
d. Resiko Injury
e. Nyeri Akut

3. Fokus Intervensi
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
2) Batasan karakteristik :
a) Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat
badan ideal untuk tinggi badan dan rangka tubuh.
b) Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik, baik
kalori total maupun zat gizi tertentu.
c) Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang
adekuat.
d) Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang
dari recommended daily allowance (RDA).
3) NOC :
a) Semakin menambah berat badan menuju tujuan yang
diinginkan.
b) Berat badan dalam kisaran normal untuk tinggi badan dan
usia.
c) Mengenali faktor yang berkontribusi terhadap berat
badan.
d) Mengidentifikasi kebutuhan gizi.
e) Mengkonsumsi makanan yang memadai.
f) Bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
4) Kriteria Hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan (1-
2).
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
d) Tidak ada tanda-tanda malnutisi.
e) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari
menelan.
f) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
5) NIC :
1) Observasi dan catat asupan klien.
2) Sajikan makanan yang membutuhkan sedikit dikerat atau
dikunyah.
3) Tentukan makanan kesukaan pasien dan usahakan untuk
mendapatkan makanan tersebut.
4) Bila memungkinkan, duduk dengan pasien selama makan.
5) Timbang berat badan pasien pada jam yang sama setiap
hari.
6) Tentukan target berat badan dengan pasien dan anjurkan
pasien mencatat berat badannya.
7) Ajarkan pasien tentang makan makanan bergizi yang
tinggi kalori.
b. Kekurangan volume cairan
1) Definisi
Penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan atau
intraselular ini mengacu pada dehirasi, kehilangan cairan saat
tanpa perubahan pada natrium.
2) Batasan Karakteristik :
a) Perubahan status mental.
b) Penurunan tekanan darah.
c) Penurunan tekanan nadi.
d) Penurunan volume nadi.
e) Penurunan turgor lidah.
f) Penurunan haluaran urine.
g) Membran mukosa kering.
h) Kulit kering.
i) Peningkatan hematokrit.
j) Peningkatan suhu tubuh.
k) Peningkatan frekwensi nadi.
l) Peningkatan konsentrasi urine.
3) NOC :
a) Mempertahankan output urine lebih dari 1300 ml / hari.
b) Menjaga tekanan darah normal, denyut nadi, dan suhu
tubuh.
c) Mempertahankan turgor kulit elastis, lembab dan selaput
lendir lidah dan orientasi ke orang tempat, dan waktu.
d) Ukuran explain yang dapat diambil untuk mengobati atau
mencegah kehilangan volume cairan.
e) Menggambarkan symtoms yang menunjukkan kebutuhan
untuk berkonsultasi dengan ahli healt memberikan.
4) Kriteria Hasil :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT normal.
b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membran mujosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
5) NIC :
1) Mengobservasi untuk tanda-tanda awal hipovolemia,
termasuk haus, gelisah, sakit kepala, dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
2) Perhatikan turgor kulit di atas tonjolan tulang seperti
tangan atau tulang kering.
3) Amati untuk lidah kering dan membran mukosa dan
longitudinal lidah alur ini adalah gejala penurunan cairan
tubuh.
4) Mengamati berat badan klien setiap hari untuk penurunan
tiba-tiba, terutama di hadapan penurunan produksi urin
atau kehilangan cairan aktif.
c. Resiko integritas kulit
1) Definisi
Perubahan atau gangguan epidermis dan dermis.
2) Batasan karakteristik :
a) Kerusakan lapisan kulit (dermis).
b) Gangguan permukaan kulit (epidermis).
c) Invasi struktur tubuh.
3) NOC :
a) Kembali integritas permukaan kulit
b) Melaporkan sensasi diubah atau nyeri di situs gangguan
kulit
c) Menunjukkan pemahaman tentang rencana untuk
menyembuhkan kulit dan
d) Mencegah reinjury
e) Menjelaskan langkah-langkah untuk melindungi dan
menyembuhkan kulit dan merawat setiap lesi kulit.
4) Kriteria Hasil
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi).
b) Tidak ada luka atau lesi pada kulit.
c) Perfusi jaringan baik.
d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya sedera berulang.
e) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami.
5) NIC :
a) Memantau praktek perawatan kulit klien, jenis apa sabun
atau bahan pembersih lainnya suhu air yang digunakan
dan frekuensi pembersih kulit.
b) Rencana individual sesuai dengan kondisi kulit klien,
kebutuhan, dan preferensi.
c) Memonitor situs gangguan kulit kurang sekali sehari
untuk perubahan warna, kemerahan, pembengkakan
kehangatan, nyeri, atau tanda-tanda lain infeksi.
d) Memantau status klien kontinensia dan meminimalkan
paparan gangguan kulit dan area lain dari kelembaban
dari inkontinensia, keringat, atau luka drainase.
e) Tidak memposisikan klien di situs penurunan kulit.
f) Mengevaluasi penggunaan kasur khusus, tempat tidur,
atau sesuai perangkat.
g) Mengimplementasikan rencana perawatan tertulis untuk
pengobatan topikal dari situs gangguan kulit.
h) Memilih pengobatan topikal yang akan mempertahankan
lingkungan luka penyembuhan lembab dan yang
seimbang dengan kebutuhan untuk menyerap eksudat.
i) Menghindari memijat disekitar lokasi kerusakan kulit dan
di atas tonjolan tulang.
d. Resiko injury
1) Definisi
Pada resiko cedera sebagai akibat dari interaksi kondisi
lingkungan berinteraksi dengan sumber daya individu adaptif
dan defensif.
2) NOC :
a) Tetap bebas dari cedera.
b) Menjelaskan metode untuk mencegah cedera.
3) NIC :
a) Jika klien memiliki onset baru kebingungan (delirium),
mengacu pada rencana perawatan untuk kebingungan
akut.
b) Menghapus semua kemungkinan bahaya dalam
lingkungan seperti pisau cukur, obat-obatan dan mathes.
c) Membantu klien duduk di kursi yang stabil dengan
sandaran tangan.
d) Meninjau profil obat untuk potensi efek samping yang
dapat meningkatkan risiko cedera.
e) Untuk klien gelisah pertimbangkan menyediakan musik
individual.
f) Meminta keluarga untuk tinggal dengan klien untuk
mencegah klien dari sengaja jatuh atau menarik keluar
tabung.
g) Menempatkan klien rawan cedera dalam sebuah ruangan
yang dekat stasiun perawat.
h) Mengacu pada terapi fisik untuk memperkuat latihan dan
pelatihan untuk meningkatkan kiprah mobilitas.
e. Nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan aktual
atau potensial atau yang dijelaslkan dalam hal kerusakan
tersebut, onset mendadak atau lambat setiap intensitas dari
ringan sampai berat dengan akhir diantisipasi atau diprediksi
dan durasi kurang dari 6 bulan (Ackley and Ladwig, 2010).
2) Batasan karakteristik :
a) Melaporkan nyeri secara verbal.
b) Posisi untuk menahan nyeri.
c) Tingkah laku berhati – hati.
d) Terfokus pada diri sendiri.
e) Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,
kerusakanproses berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan).
f) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui
orang lain dan atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang.
g) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil).
h) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku).
i) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh
kesah).
j) Perubahan dalam nafsu makan dan minum.
3) NOC :
a) Pain level
b) Pain control
c) Comfort level
4) Kriteria hasil
a) Mampu mengontrol nyeri.
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
c) Mampu mengenali nyeri.
d) Menyatakan nyaman setelah secara komprehensif.
5) NIC :
a) Menilai tingkat nyeri pada klien menggunakan self
laporan valid dan reliabel tol nyeri, seperti skala nyeri 0-
10 peringkat numerik.
b) Menilai klien untuk kehadiran nyeri secara rutin pada
interval yang sering.
c) Menggambarkan efek samping nyeri tak henti-hentinya.
d) Menghindari memberikan obat nyeri intramuskular (IM).
e) Mendapatkan resep untuk mengelola analgesik opioid
jika diindikasikan, terutama untuk nyeri sedang sampai
berat.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2018).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu (Nursalam, 2018). Evaluasi keperawatan
dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Betty, J. Ackley. 2010. Nursing Dignosis Handbook, An Evidence Based Geide to


Planning Care. United State of Amerika. Mosby Elsever

Corwin, Elizabeth J, 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Marilyn E. Dongoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta : EGC.

Margareth TH, Rendy M. clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Muttaquin. A. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta :


Salemba Medika.

Nuratif Amin Huda dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC & NOC. Edisi Revisi
Jilid 1 Yogyakarta : Medication Publishing.

Potter & Perry A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wijaya. dkk .2018. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha Medika.

Taylor. Cynthina M. 2010. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan.


Jakarta : EGC.
Pathway

Diabetes Tipe I Diabetes Tipe II

Faktor Faktor Faktor Usia Obesitas

Peningkatan kelebihan lemak


HLA Proses Virus/toksin resistensi sel
Menurun autoimun tertentu terhadap insulin Lemak

Kesalahan diteksi lemak menumpuk


Terhadap benda asing di pembuluh darah

Mengenal sel pankreas mempengaruhi


Transfer glukosa
Destruksi sel beta

Gangguan produksi insulin

penurunan jumlah insulin

fungsi transfer menurun

gangguan distribusi gangguan distribusi gangguan distribusi


lemak glukosa protein
penumpukan lemak Resiko glukosa tidak bisa gangguan
di pembuluh darah
injury masuk sel regenerasi sel

hiperglikemia glikoneogenesis banyak glukosa ke sel


terganggu
gangguan pembuluh mikrovaskuler konsentrasi darah produksi keton
darah besar meningkat meningkat menurunnya produksi
(makrovaskuler) aterosklerosis metabolik
Deuresis osmosis
Pecahnya pembuluh ketoasidosis
Darah di koroid hipertensi gagal sekresi cairan kelemahan
Ginjal dan elektrolit
Retino pati berlebihan
Proloferatif pada arteri penurunan penurunan starvasi sel
Koroner banyak berkemih jumah
Neovaskulerisasi basal glukoneogenesis
Infark poliuri
Pembuluh darah koroner anoreksia
Kekurangan
Nyeri volume cairan Nutrisi kurang
akut dari kebutuhan
Pelepasan retina sorbital salah hipovolemik gangguan sirkulasi gagal
tubuh
Dan perdarahan satu perubahan darah ginjal
Dalam badan glukosa dehidrasi
suplai darah
Yang diatur oleh neurotrans ke otak Gangguan
Retinopati diabetik aldose reduktose miter menurun perfusi jaringan

Anda mungkin juga menyukai