B. ETIOLOGI
Penyebab Diabetes Melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang
peranan. Diabetes Melitus dapat dibedakan atas dua tipe yaitu :
1. Diabetes tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus/ IIDM) tergantung
insulin dapat disebabkan karena faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan, misalnya infeksi virus.
a. Faktor genetik,
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi. Suatu predisposisi atau
kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1 kecenderungan
ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor immunologi
Pada diabetes mellitus tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau vaksin menurut hasil penelitian dapat memicu
destruksi sel beta dapat memicu proses autoimjun yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta.
1
2. Diabetes tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/ IIDM) yaitu tidak
tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting
dalam proses terjadinya restistensi insulin.
Menurut kewilayahan (2011) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
Diabetes Melitus, yaitu :
1. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus
orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus
mempunyai anggota keluarga yang juga terkena. Jika kedua orang tua
tersebut menderita diabetes, insiden diabetes pada anak – anaknya
meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes.
Resiko terbesar bagi anak – anak terserang diabetes terjadi jika salah satu
atau kedua orwang tua mengalami penyakit ini sebelum berumur 40
tahun. Riwayat keluarga pada kakek dan nenek kurang terpengaruh
secara signifikan terhadap cucunya.
2. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes Melitus. Hal
ini disebabkan jumlah/kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengkonsumsi
makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi ole sekresi insulin dalam
jumlah memadapi dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat
dan menyebabkan Diabetes Melitus.
3. Obesitas
Orang yang gemuk berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang Diabetes Melitus
dibanding dengan orang yang tidak gemuk.
4. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologi yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang berisiko pada penurunan fungsi pancreas untuk memproduksi
insulin.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi
pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan
sel β pada pankreas tidak bekerja optimal dalam mensekresi insulin.
Beberapa penyakit tertentu, seperti kolsestrol tinggi dan dislipdemia
dapat meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus.
6. Bahan – bahan kimia dan obat – obatan
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang
menyebabkan radang pankreas. Pandangan pada pankreas dapat
menyebabkan pankreas tidak dapat berfungsi secara optimal dan
mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh,
termasuk hormon insulin.
2
C. PATHOFISIOLOGI
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam
darah tinggi, karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara cukup. Sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas
dan mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan
energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arteriosclerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada staf perifer yang
akan memudahkan terjadinya gangrene.
1. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
3
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
2. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM
tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Kwinahyu (2011) menifestasi klinik dapat digolongkan menjadi
gejala akut dan gejala kronik, diantaranya yaitu :
1. Gejala Akut
4
Gejala penyakit Diabetes Mellitus (DM) ini dari satu penderita ke
penderita lainnya tidaklah sama dan gejala yang disebutkan di sini adalah
gejala yang umum timbuld dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya
variari gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang tdiak menunjukkan
gejala apapun sampai saat tertentu.
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama – kelamaan mulai timbul
gejala yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan
hanya 2P saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain, seperti
nafsu makan mulai berkurang, bahkan kadang – kadang timbul rasa mual jika
kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, pada permulaan gejala ditunjukkan
meliputi tiga serba banyak, yaitu :
5
E. PATHWAY
a. Komplikasi Makrovaskuler
7
Penelitian tentang penebalan intima – media pada karotis
merupakan tanda yang sensitive untuk timbulnya komplikasi
makrovaskuler yaitu penyakit jantung koroner dan penyakit serebro
vaskuler.
b. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi Mikrovaskuler berupa retinopati, nefropati, dan
neuropati merupakan kelainan yang lebih sering timbul setelah
pubertas, namun juga dapat terjadi selama periode prepurbertas
memberikan efek yang tidak sama pada masing – masing individu
dalam hal komplikasi.
c. Neuropati
Menurut Batubara (2010), system saraf sentral dan perifer juga
terkena oleh diabetes. Pola keterlibatan yang paling sering adalah
neuropati perifer simetris di ekstremitas bawah yang mengenai, baik
fungsi motoric maupun sensorik, terutama yang terakhir. Walaupun
gejala klinis kelainan saraf pada anak dan remaja jarang didapatkan
namun keberadaan kelainan subklinis sudah didapatkan. Evaluasi
klinis dari pemeriksaan saraf perifer harus meliputi :
1. Penentuan sensasi vibrasi
2. Anamnesis timbulnya nyeri, parestasia, maupun rasa tebal.
G. DATA PENUNJANG
1. Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu
nilai lain lebih dari 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gr
2. Pemeriksaan kadar glukosa urin
95% glukosa urin direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160 – 180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin : +
nilai ambang ini akan naik pada orang tua.
3. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu)
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu dapat diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
dapat mengetahui kadar glukosa darah sewaktu dan juga untuk menengakkan
diagnosa Diabetes Melitus (DM), apabila >200 mg/dl maka penderita
tersebut sudah dapat disebut Diabates Melitus (DM).
4. Glukosa Darah
Darah arteri/kapiler 5 – 10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10 – 15 % daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi
5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
5. Pemeriksaan Elektrolit
Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
8
6. Pemeriksaan Kultur
Kultur dan sensitivitas kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.
7. Pemeriksaan Trombosit
Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
8. Pemeriksaan Gas darah arteri
Menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
9. Pemeriksaan lain
Fungsi ginjal (Ureum, Creatinin), lemak darah : (Kolestrol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula Langerhans (cellantibody).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data
secara sistematis, memilihn dan mengatur data yang dikumpulkan dan
mendokumentasikan data dalam format yang didapat. Untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah – maslaah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadapa tindakan keperawatan.
(Tarwoto, 2012). Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung
pada tahap ini yang terbagi atas :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnese
a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnose medis.
b) Keluhan Utama
Mengambarkan alas an seorang masuk rumah sakit. Pada
umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan
pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan :
a. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi syeri.
9
b. Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
munusuk, dan berdenyut.
c. Region :radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalara atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e. Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
10
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki
yang luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan
penglihatan.
7) Koping toleransi lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit
yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif/adaptif.
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
11
g. Sistem urinari
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas
atau sakit saat berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
2. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan pigmentas
3. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
4. Kerusakan integritas jaringan b.d kekurangan volume cairan
5. Resiko cedera b.d hambatan fisik
c. Intervensi
12
dipertahankan antiemetic)
4. Anjurkan pasien terkait
pada skala 3
dengan kebutuhan diet
(cukup untuk kondisi sakit (yaitu :
untuk pasien dengan
menyimpang dari
penyakit ginjal, pembatasan
rentang normal) natrium, kalium, protein,
dan cairan)
ditingkatkan ke
5. Berkolaborasi dengan ahli
skala 5 (tidak gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis gizi
menyimpang
yang dibutuhkan untuk
rentang normal) memenuhi kebutuhan gizi
pasien
2. Asupan energi
6. Lakukan atau bantu pasien
dipertahankan terkait dengan perawatan
mulut sebelum makan.
pada skala 3
(cukup
menyimpang dari
rentang normal)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
menyimpang
rentang normal
3. Asupan gizi
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
menyimpang dari
rentang normal)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
menyimpang
rentang normal).
2. Kerusakan Integritas Penyembuhan Luka : Perawatan Luka
Kulit b.d gangguan Sekunder Definisi : pencegahan komplikasi
pigmentasi Setelah dilakukan tindakan luka dan peningkatan penyembuhan
Definisi : rentan keperawatan selama 3x24 luka
mengalami kerusakan jam klien dengan Aktivitas – aktivitas :
epidermis dan dermis yang Kerusakan Integritas Kulit 1. Monitor karakteristik luka,
dapat mengganggu b.d Gangguan Pigmentasi termasuk drainase, warna,
13
kesehatan. dapat terpenuhi dengan ukuran, dan bau.
kriteria hasil : 2. Ukur luas luka yang sesuai
1. Bau busuk luka 3. Posisikan untuk menghindari
dipertahankan menempatkan ketegangan
pada skala 2 pada luka dengan tepat
(besar) 4. Bersihkan dengan normal
ditingkatkan ke saline atau pembersih yang
skala 5 (tidak ada) tidak beracun dengan tepat
2. Lubang pada luka 5. Tempatkan area yang terkena
dipertahankan pada air yang mengalir
pada skala 2 dengan tepat
(besar) 6. Berikan balutan luka yang
ditingkatkan ke sesuai dengan jenis luka
skala 5 (tidak ada) 7. Pertahankan teknik balutan
3. Kulit melepuh steril ketika melakukan
dipertahankan perawatan luka dengan tepat
pada skala 2 8. Anjurkan pasien atau anggota
(besar) ke skala 5 keluarga pada prosedur
(tidak ada) perawatan luka.
4. Peradangan luka
dipertahankan
pada skala 2
(besar)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak ada)
14
pada skala 4 pemberian analgetik tidak
(sering berhasil.
menunjukkan)
ditingkatkan ke
skala 1 (tidak
pernah
menunjukkan)
3. Mengenali apa
yang terkait
dengan gejala
nyeri
dipertahankan
pada skala 1 (tidak
pernah
menunjukkan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
menunjukkan)
15
3. Hematocrit
dipertahankan
pada skala 2
(banyak
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 4 (sedikit
terganggu)
16
DAFTAR PUSTAKA
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. IOWA
Intervention Project: Mosby
(http://www.scribd.com/doc/49177282/Patofisilogi-Diabetes-Melitus)
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Yogyakarta: Nuha Medika
Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Tim
17
Intervensi Rasional
1.Timbang berat badan klien 1.Memberikan informasi tentang
(tanyakan berapa berat badan kebutuhan diet/keefektifan intervensi.
terakhir). 2.Makanan sedikit menurunkan
2.Anjurkan klien makan makanan porsi kelemahan dan membantu proses
sedikit tapi sering. pemulihan.
3.Kafein dapat meningkatkan aktivitas
3.Anjurkan klien untuk menghindari lambung, rokok dapat mengurangi
kopi, alkohol, dan merokok sekresi pancreas sehingga menghambat
netralisasi asam lambung, juga
memacu kerja jantung.
4.Memperbaiki kekurangan dan
4.Anjurkan mengkonsumsi vitamin B membantu proses penyembuhan.
kompleks, tambahan diet lain sesuai
indikasi. 5.Membantu klien untuk mengatur pola
5.Berikan klien petunjuk makanan diet sehari-hari.
sehari-hari untuk lansia
Intervensi Rasional
1.Anjurkan klien untuk melakukan 1.Mencegah kelelahan yang berlebihan
aktivitas yang dapat ditoleransi\
2.Anjurkan klien untuk istirahat yang 2.Mengembalikan energi yang telah
cukup terpakai / pengumpulan energi.
3.Kaji faktor yang dapat meningkatkan 3.Membantu dalam pembuatan diagnosa
dan mengurangi kelelahan dan kebutuhan terapi ataupun
intervensi
18
4.Diskusikan bersama klien hal-hal apa 4.Memberi kesempatan kepada klien
yang dapat menimbulkan kelelahan untuk bersama-sama perawat
mengidentifikasi hal-hal / aktivitas
yang perlu dihindari.
Intervensi Rasional
1.Beritahu klien bahwa mulut yang 1.Memberikan pemahaman kepada klien
kering dapat disebabkan oleh efek obat tentang sebab keringnya mukosa mulut
dan harus dievaluasi sebelum memulai dan pentingnya untuk melakukan
obat simptomatik. evaluasi.
2.Beri tahu klien bahwa mengunyah 2.Sebagai informasi bagi klien tentang
permen karet atau menhisap permen cara lain untuk mencegah mulut kering
yang asem dapat merangsang produksi
saliva (bila dapat ditoleransi)
3.Anjurkan klien untuk minum 10-12 3.Membantu memberikan kelembaban
gelas/hari pada mukosa mulut.
4.Anjurkan klien untuk menghindari 4.Dapat menimbulkan eksoserbasi pada
mencuci mulut dengan bahan yang mulut.
mengandung alkohol.
5.Anjurkan klien untuk menghindari 5.Rokok dapat menimbulkan eksoserbasi
rokok pada mulut dan dapat mengiritasi
membran mukosa mulut.
6.Anjurkan klien agar teratur dalam 6.Mulut yang kering dapat meningkatkan
melakukan oral hygiene resiko kerusakan lidah dan gigi.
19
dihadapi dan penanganannya: Meningkatkan kesadaran klien tentang
pengaturan diet dan kebiasaan makan.
Intervensi Rasional
1.Kaji pengetahuan klien tentang masalah1.Membantu menentukan hal spesifik
kesehatan yang dialami. yang akan menjadi topik/materi
penyuluhan.
2.Identifikasi bersama klien kebiasaan 2.Membantu klien mengidentifikasi
yang memungkinkan munculnya hubungan kebiasaan dengan masalah
masalah yang dihadapi saat ini.
3.Anjurkan klien untuk teratur 3.Memberikan dorongan kepada klien
mengkonsumsi obat-obatan penurun agar konsisten terhadap program
glukosa darah sesuai resep (kolaborasi) penyembuhan.
4.Berikan klien daftar zat-zat yang harus 4.Memberikan informasi kepada klien
dihindari (misalnya: kafein, nikotin, dan panduan agar dapat dipatuhi.
permen, coklat, makanan yang manis,
dll)
5.Anjurkan klien untuk menyesuaikan 5.Memberi kesempatan kepada klien
diet dengan makanan yang disukai, untuk bekerjasama dengan perawat
pola makan dan jumlah yang dalam pengaturan diet.
dibutuhkan.
6.Jelaskan kepada klien informasi 6.Informasi yang diberikan kepada klien
tentang diabetes mellitus yang bertujuan untuk memberikan
meliputi: pengertian, penyebab, gejala pemahaman tentang hal-hal yang
klinik dan cara penanggulangannya. berhubungan dengan DM dan
penanganannya.
7.Berikan dorongan kepada klien untuk 7.Meningkatkan kesadaran klien tentang
mematuhi semua saran-saran yang pengaturan diet dan kebiasaan makan.
disampaikan oleh perawat.
8.Berikan klien kesempatan bertanya 8.Memberikan kesempatan kepada klien
tentang hal-hal yang berhubungan untuk mencari informasi tentang hal-
dengan masalah yang sedang dihadapi hal yang belum diketahui dan
dipahami.
20