Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes militus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular
mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.
Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan
gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolic
diabetes (Price, 2006).
Diabetes militus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Nugroho, 2011.)

2. KLASIFIKASI DIABETES MILITUS


Klasifikasi Diabetes Militus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain:
a. Insulin Dependent Diabetes Militus (IDDM)
Adalah defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan
dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis
fenomena autoimun (cenderung ketosisi dan terjadi pada semua usia muda).
Kelainan Ini terjadi karena kerusakan system imunitas (kekebalan tubuh) yang
kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pancreas. Kelainan ini berdampak
pada penurunan produksi insulin.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tetapi dapat terjadi pada semua
umur. Kebanyak penderita kelebihan berat badan, ada kecendrungan familiar,
mungkin perlu insulin saaat hiperglikemik selama stress.
c. Diabetes mellitus tipe yang lain
Adalah DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain, penyakit pancreas, hormonal, obat atau
bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindroma genetik tertentu.
d. Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa anatara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi
normal atau tetap tidak berubah.
e. Gastrointestinal Diabetes Militus (GDM)
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan terjadi
perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan
makanan bagi janin serta persiapan menyusui . Menjelang aterm, kebutuhan
insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila
seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehiungga relative
hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi. Resisten insulin juga disebabkan
oleh adanya hormone estrogen, progesterone, prolaktin dan placenta laktogen.
Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi
aktivitas insulin (Riyadi, 2008).

3. ETIOLOGI
Diabetes militus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta
pulau langerhans. Jenis Juvenilis (usia muda disebabkan) oleh predisposisi herediter
terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-sel
beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenarsi ssel-sel beta akibat
penuaan dan akibat kegemukan / obesitas . Tipe ini jelas disebabkan oleh degenarasi
sel-sel beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang rentan dan obesitas
mempredidposisi terhadap jenis obesitas karena diperlukan insulin dalam jumlah yan
besar untuk pengelolaan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang
norma
Penyebab ressistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi
factor resiko yang banyak berperan antara lain:
a. Kelainan genetik, diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
b. Usia, umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan capat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsiu endokrin pancreas untuk memproduksi insuli.
c. Gaya hidup stress, strees kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawat, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh
besar terhadap kerja pancreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme
dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energy yang berakibat pada kenaikan
kerja pancreas. Beban yyang tinggi membuat pancreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah, kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama
meningkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas,
sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola
makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada
ketidakstabilan kerja pancreas.
e. Obesitas, mengakibatkan sel-sel beta pancreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pancreas disebabkan
karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energy sel yang terlalu banyak.
f. Infeksi, masuknya bakteri atau virus ke dalam pancreas akan berakibat rusaknya
sel-sel pancreas. Kerusakan ini berakibat pada penuruynan fungsi pancreas
(Riyadi, 2008).

4. PATOFIOLOGIS
Kerusakan pancreas menyebabkan defesiensi insulin sehingga glukosa tidak
dapat menerobos masuk kedalam sel mengakibatkan peningkatan glukosa diluar sel
dan menyebabkan “hiperglikemia”.dalam sel. Hiperglikemia ini menyebabkan
kelaparan, sehingga penderita banyak makan. Salah satu efek yaitu hiperosmolaritas
cairan (kelebihan tekanan osmotic pada plasma sel karena adanya peningkatan
konsentrasi zat (Riyadi, 2008)) sehingga menarik cairan intraseluler mengalami
dehidrasi akan menyebabkan haus yang berlebihan sehingga memaksa orang untuk
banyak minum, akibat dari banyak minum maka akan banyak kencing. Fungsi dari
ginjal yaitu filtrasi, reabsorsi dan sekresi. Berhubungan dengan hiperglikemia
menyebabkan gangguan faal ginjal sebagai filtrasi sehingga molekul-molekul dalam
darah tidak dapat disaring ( protein, glukosa ) dan dikeluarkan bersama urine yang
dinamakan :” glukosuria”. Kompensasi tubuh atas ketidakmampuan tubuh mengubah
karbohidrat menjadi energy adalah dengan cara membakar lemak dan protein
sehingga penurunan BB. Hasil akhir dari metabolisme adalah dalam benda-benda
keton dan asam lemak, jika dalam jumlah yang berlebihan akan menyebabkan
ketoasidosis dan aseton uria. Zat keton ini meracuni tubuh dan dapat menyebabkan
muntah, pusing, bingung dan akhirnya jatuh dalam koma.
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat menghubungkan dengan salah satu
efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
 Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa setinggi 300-1200 mg/dl.
 Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah.
 Berkurangnya protein dalam jaringan darah..
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar
160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan dieresis
osmotic yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa
yang keluar bersama urin maka pasien akan mengalami keseimbangan protein
negative dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polofagi. Akibat yang lain
adalag asthenia atau kekurangan energy sehingga pasien menjadi cepat lelah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurannya penggunaan karbohidrat untuk energy hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membrane basalis dan perubahan pada saraf
perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Trias gejala dari diabetes mellitus adalah :polidipsi, polyuri, poliphagia. Saat ini
gejala diabetes mellitus ditambah satu lagi yai adanya penurunan berat badan
(Arjatmo, 2002).
5. MANIFESTAS KLINIK
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
c. Palifagi (peningkatan rasa lapar)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukan berat badan yang terus naik,
bertambah gemuk karena pada sat itu jumlah insulin masih mencukupi/ ini
merupakan permulaan gejala yang dapat menunjukan bila seorang mengidap
penyakit diabetes militus.Bila keadaan tersebut tidak diobati lama kelamaan
mulai timbul gajala yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Nafsu makan mulai
berkurang, bahkan kadang mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/detik.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagi energy.
e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi
imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
f. Kelainan kulit: kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal.
Lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya
jamur.
g. Kelainan genekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
h. Kesemutan rasa akibat terjadinya neuropati, pada penderita diabetes mellitus
regenarasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar
utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama
perifer mengalami kerusakan.
i. Kelemahan tubuh, terjadi akibat penurunan produksi energy metabolik yang
dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
j. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utam dari protein dan unsure makanan yang lain. Pada
penderita diabetes militus bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan
energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.
k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi, Ejakulasi dan dorongan seksualitas
laki-laki banyak dipengaruhi oleh peningkatan hormone testoteron. Pada kondisi
optimal (periodic hari ke 3) maka secara otomatis akan meningkatkan dorongan
seksual. Penderita diabetes militus mengalami penurunan produksi hormone
seksual akibat kerusakan testoteron dan system yang berperanan.
l. Mata kabur yang disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia.mungkin juga disebabkan oleh kelainan pada
corpus vitreum.
(Riyadi, 2008).

6. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi 2 kategori mayor yaitu:
a. Komplikasi metabolik akut
 Koma hipoglikemia, terjadi karena pemakaina obat-obat diabetic yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam
darah, Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
 Ketoasidosis, minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel
mencari sumber alternative untuk dapat memperoleh energy sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan
memgakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton yang
berlebihan yang dapat mengakibatkan asidosis.
 Koma hiperosmolar nonketotik, koma ini terjadi karena penurunan komposisi
cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak diekskresi lewat urin.
b. Komplikasi kronik jangka panjang
 Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh drah otak. Perubahan pada pembuluh
darah besar dpat mengalami aterosklerosis sering terjadi pada
DMTT1/NIDDM. Komplikasi makroangipati adalah penyakit vascular otak,
penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler perifer.
 Mikroangipati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika,
nefropati diabetic. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan
membrane diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada
penderita DMTI/IDDM yang terjadi neuropati, nefropati dan retinopati.
 Neuropati diabetika adalah akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan
metabolic mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun,
kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
 Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivintis dan ISK
 Kaki diabetic, perubahan mikroangiopati dan neuropati menyebabkan
perubahan pada ekstremitas bawah. Komlikasinya dapat terjadi gangguan
sirkulasi, terjadi infeksi, gangrene, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi
saraf sensorik dapat menunjangterjadi trauma atau tidak terkontolnya infeksi
yang mangakibatkan gangrene (Riyadi,2008).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan gula darah pada penderita diabetes militus adalah:
a. Gula darah puasa (GDO) 70- 110 mg/dl. Kriteria diagnostic untuk DM> 140
mg/dl paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan atau > 140 mg/dl disertai gejal
klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg.dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial< 140 mg/dl digunakan untuk skrining atau
evaluasi pengobatan bukan didiagnostik
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan didiagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO), GD < 115mg/dl ½ jam, 1 jam , 1 ½ jam <
200mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl. TTGOhanya dilakukan pada pasien yang telah
bebas dan diet dan beraktifitas fisik 3 hari sebelum tes tidak dianjurkan pada
hiperglikemi yang sedang puasa, orang yang mendapat thiazide, dilantin,
propanolol, lasik, thyroid, estrogen, pil KB, steroid, pasien yang dirawat atau sakit
akut atau pasien inaktif.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI), dilakukan jika TTGO merupakan kontra
indikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi
glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna, kortison
menyebabkan peningkatan kadar gula arah abnormal dan menurunan penggunaan
gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa
darah 140 mg/ dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
g. Glycosatet Hemoglobin, berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata
selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Peptida 1-2 mg/dl (puasa )5-6 kali menigkat setelah pemberian glukosa. Untuk
mengukur proinsulin dari pembentukan insulin dapat mengetahui sekresi insulin
i. Insuliin serum puasa: 2-20 mu/ml glukosa sampai 120 mu/ml, tidak dapat
digunakan dalam diagnose banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes
(Riyadi, 2008)

8. PENATALAKSAAN DIABETES MILITUS


 Penatalaksaan umum:
Perancanaan makan/diet Misalnya :
- Kurangi makan yang ,mengandung glukosa jeroan, santan dan makan ringan
yang banyak mengandung glukosa
- Sering mengkonsumsi yang kurang manis, misalnya papaya, kedondong, pisang,
apel, tomat,semangka
- Sayur-sayuran dan buahan yang berserat
 Latihan jasmani/latihan fisik
Dapat memperbaiki metabolisme glukosa asam lemak dan meranggsang
sintesis glikogen. Latihan juga meningkatkan kepekaan insulin pada jaringan
oerifer, sehingga dosis insulin dapat menurunkan waktu latihan.
 Pemberian obat hipoglikemi
Obat OAD : oral anti diabetes dan insulin
 Pengobatan dan perawatan
Dasar-dasar pengobatan dan perawatan diabetes militus yang dinamakan pentalogi
terapi diabetes militus

 Terapi primer, meliputi :


 Diet : dalam pelaksanaan diet diabetes militus sehari-hari, hendaklah di ikuti
pedoman 3 J (jumlah, jadwal,jenis)
 Latihan fisik atau olahraga : macam dan intensitas latihan olahraga pada
penderita diabetes mellitus tergantung pada usia dan komplikasi yang ada pada
penderita
 Terapi sekunder, meliputi :
 Obat hipoglikemi
 Cangkok pangkreas
(Arjatmo. 2002)
PHATWAY

Kelainan genetik Gaya hidup stress malnutrisi obesitas infeksi

Penyampaian kelainan Meningkatkan beban Penurunan Peningkatan Merusak


pancreas metabolik pankreas produk insulin kebutuhan insulin pankreas
Hipoglikemi

Kurang
Penurunan insulin
Kurang terpajan pengetahuan
Penurunan fasilitas glukosa dalam (berakibat penyakit
sel informasi
diabetes militus)
Kurang diet, pengobatan
Hiperglikemia MRS yg tidak teratur
Prognosa penyakit,
perawatan jangka kecemasan
panjang

B1 B2 Infeksi hiper B3 B4 B5 B6
glikemi

Sel tidak Sel tidak Glukosa Glukosa menumpuk Sel tidak Sel tidak
memperoleh memperoleh menump dalam darah memperoleh memperoleh
nutrisi nutrisi Media uk dalam nutrisi nutrisi
penumpukan darah
kuman
Starvoid
Starvoid seluler Peningkata Starvoid seluler Starvoid seluler
seluler n tekanan
mobilitas
Penyumbatan di
Pembongkaran Pembongkaran plasma Nutrisi kurang Pembongkaran
pembuluh darah
glikogen asam protein dan asam dari kebutuhan protein dan asam
retina
lemak, keton amino tubuh amino
untuk energi Kelebihan
ambang
Kerusakan
Penurunan anti glukosa paada
pembuluh Penurunan
bodi ginjal
darah di retina perbaikan
Penumpukan
jaringan
benda keton Defisif volume
Resiko tinggi Diuresis cairan
Iskemik
infeksi osmotik
jaringan Resiko
asidosis
kerusakan
polinaria integritas
Lapang
Sesak napas kulit
pandang
Gangguan
Kehilangan Persepsi sensori eliminasi urin
kesadaran

Sel tidak
Pola napas tidak memperoleh
efektif Starvoid seluler
nutrisi

Pembongkaran asidosis
glikogen asam Penumpukan
lemak, keton benda keton
untuk energi Penurunan Risiko cedera
kesadaran
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Nama : -
2. Umur : Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
memasuki usia tersebut terutama setelah seseorang memasuki 45 tahun terlebih
orang dengan overweight.
3. No RM : -
4. jenis kelamin : Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk
mempunyai pola hidup dan poia makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemakyang
berlebihan, serta tingginya konsumsi makanan yang berat serta aktivitas fisik yang
sedikit oleh karena itu penyakit ini biasanya banyak dialami pegawai perkantoran,
bos perusahaan dan pejabat pemerintahan.
5. status :-
6. agama : pada semua agama
7. alamat :-
8. suku bangsa : pada semua suku bangsa
9. pekerjaan : pada orang dengan pendapatan tinggi
cendrung untuk mempunyai pola hidup dan pola makan yang sama
10. pendidikan : pada semua jenjang pendidikan
11. Alasan MRS :-
12. Tanggal MRS : -
13. Diagnosa medis :-
b. Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka,
Penderita biasanya datang dengan keluhan menonjol badan teras sangat lemas sekali
disertai penglihatan yang kabur.
c. Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada rasa haus yang berlebihan? , Apakah ada nafsu makan berlebihan?,
Apakah sering buang air kecil ?
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular, biasanya klien pernah terjadi
kecelakaan, cedera akibat kekerasan dan trauma persalinan. Diabetes dapat terjadi saat
kehamilan, yang terjadi nahnya saat hamil saja dan biasanya tidak dialami setelah
melahirkan namun perlu diwaspadai akan kemungkinan mengalami diabetes yang
sesungguhnya dikemudian hari. Diabetes sekunder umumnya digambarkan sebagai
kondisi penderita yang pernah mengalami suatu penyakit dan mengkonsumsi obat-
obatan atau zat kimia tertentu. Penyakit yang dapat menjadi pemicu timbulnya
diabetes mellitus dan perlu dilkukan pengkajian diantaranya: Penyakit pancreas,
Gangguan peneriamaan insulin, Pemberian obat-obatan seperti: (Glukokortikoid
(sebagai obat radang), Furosemid (sebagai diuretik), Thiazid (sebagai diuretik), Beta
bloker (urnrtuk mengobati gangguan jantung), Produk yang mengandung estrogen
(kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon).
e. Riwayat penyakit keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena
kelainan gen yang mengakibatkan insulin dengan baik akan di sampaikan
informasinya pada keturunan berikutnya (vitahealth, 2004 P:34). karena diabetes
militus merupakan penyakit keturunan sehingga perlu ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang pernah menderita diabetes militus
f. Riwayat alergi
Apakah ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan dll Data-data ini sangat
berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien
g. Riwayat pengobatan
Pengobatan terdahulu yang dilakukan.
h. Pemeriksaan fisik
1. Primary survey
Adalah suatu kegiatan untuk menilai kondisi penderita (diagnostik) untuk
menolong nyawa.
a. Airway
Kerusakan otak yang ireversible dapat terjadi 6-8 menit setelah anoxia
otak. Oleh karena itu, prioritas pertama dalam penanganan trauma yaitu
pastikan kelancaran jalan napas, ventilasi yang adekuat dan oksigenasi. Ini
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
laring atau trakea.
Untuk penanganan airway juga harus dipikirkan adanya dugaan trauma
pada vertebra servikal. Vertebra servikal harus sangat hati-hati dijaga setiap
saat dan jangan terlalu hiperekstensi, hiperfleksi atau rotasi yang dapat
mengganggu jalan napas. Dalam hal ini harus dilakukan dengan posisi kepala
dalam keadaan netral, chin lift atau jaw thrust diperlukan pada penanganan
airway (Abadi, 2012).
penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara napas tambahan seperti snoring. Yang dinilai adalah terjadi
perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat
dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia breathing), bunyi napas
ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus.
Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan
terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh. Jalan napas harus
dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang
tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh kebelakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan dan buka mulut.
b. Breathing
Tindakan kedua setelah airway tertangani adalah ventilasi. Penurunan
oksigen yang tajam (10 lpm) harus dilakukan suatu tindakan ventilasi.
Analisa gas darah dan pulse oximeter dapat membantu untuk mengetahui
kualitas ventilasi dari penderita. Airway yang baik tidak menjamin
ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma. Tanda hipoksia dan hipercarbia bisa
terjadi pada penderita dengan kegagalan ventilasi.
Kegagalan oksigenasi harus dinilai dengan dilakukan observasi dan
auskultasi pada leher dan dada melalui distensi vena, deviasi trakeal,
gerakan paradoksal pada dada, dan suara napas yang hanya pada satu sisi
(unilateral). Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat
adalah tension pneumothorax, flail chest dengan kontusio paru, open
pneumothorax, massive hematothorax, simple pneumothorax, patahnya
tulang iga dan kontusio paru mengganggu ventilasi pada derajat yang lebih
ringan dan harus dikenali pada saat melakukan secondary survey. (Abadi,
2012).
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada. Segera memberikan bantuan
napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke
mulut atau mulut ke hidung. Pada trauma kepala yang disertai kompresi
langsung pada medulla oblongata dapat mengakibatkan terjadinya resiko
tidak efektifnya jalan napas. Penderita yang mengalami sumbatan jalan
napas selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus
segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
krikotirotomi atau trakeotomi.
c. Circulation
Perdarahan merupakan sebab uama kematian pasca bedah yang mungkin
dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat dirumah sakit. Suatu
keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai
terbukti sebaliknya. Kerusakan pada jaringan lunak dapat mengenai
pembuluh darah besar dan menimbulkan kehilangan darah yang banyak.
Menghentikan perdarahan yang terbaik adalah dengan tekanan langsung.
Hipotensi pada pasien dengan multiple trauma selalu disebabkan oleh
kehilangan darah yang banyak. Penanganan segera dengan pemberian
larutan ringer laktat secara intravena harus memberikan respons yang baik
(2-L pada dewasa, anak. 30 ml/kgbb). Perdarahan oleh karena luka yang
terbuka dapat di kontrol dengan penekanan luka secara langsung. Perfunsi
jaringan dapat dievaluasi dengan produksi urine dan pengisian kapiler
pada ujung-ujung jari. Pengisian kapiler padanujung-ujung jari lebih dari 2
menit ni menandakan perfungsi jaringan lemah.
Jika hipotensi memberikan repons yang baik pada penanganan
pertama, maka pemberian larutan kristaloid dapat dibrikan bahkan sampai
dengan pemberian transfusi darah. Namun jika respons tersebut sedikit
atau sama sekali tidak meberikan respon tidak, maka pemberian cairan
larutan ringer laktat (2-L) dapat diulang kembali. Kemudian dapat di
lakukan transfusi darah baik tipe spesifik atau noncross matched universal
donor O negatif. Vasopressor tidak bpleh diberikan pada pasien dengan
syok hipovolemik (Abadi, 2012).
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan
keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol,
penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati
(iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting. Kronologi muntah dan
hematemesis harus ditentukan. yaitu bila tidak teraba nadi arteri besar
(arteri Karotis atau arteri femoralis). Segera lakukan kompresi jantung.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara tepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, serta
ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana untuk menilai tingkat
kesadaran adalah metode AVPU :
A : Alert (sadar)
V : Respon terhadap rangsangan vocal (suara)
P : Respon terhadap rangsangan nyeri (pain)
U : Unresponsive (tidak ada respon)
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah system scoring yang sederhana dan
dapat meramal kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat dilakukan
sebagai pengganti AVPU. Bila belum dilakukannya reevaluasi pada survey
primer, harus dilkukan pada secondary survey pada saat pemeriksaan
neurologis.
Penurunan keadaan dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau dan
penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma pada otak. Penurunan
kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi,
ventilasi, dan perfusi (Abadi, 2012).
e. Exposure (control lingkungan)
Keadaan dengan laserasi, kontusio, abrasi, swelling, dan deformitas
sering terjadi pada pasien truma. Cara yang paling aman dengan membuka
pakaian penderita secara keseluruhan. Ini dilakukan dengan tujuan
untukmemudahkan dalam memeriksa dam mengevaluasi keadaan
penderita, mencegah terjadinya displacement pada fraktur, meminimalkan
resiko terjadinya komplikasi lebih lanjut. Hipothermia harus dapat
dicegah, fungsi jantung harus baik, terutama bila volume darah turun. Kain
yang steril dapat digunakan untuk menutup luka yang terbuka dengan
tujuan untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut (Abadi, 2012).

2. Secondary survey
 Head to toe
1) B 1
Sesak napas,batuk dengan/tanpa sputum purulen, perubahan frekuesi
pernapasan, lapar udara, Terjadi perubahan pola napas, baik irama,
kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur
(chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor.
Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat
terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus
sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
2) B 2
Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan
darah yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang menurun, rasa
kesemutan dan bebas pada ekstermita merupakan tanda gejala dari
penderita diabetes mellitus.
3) B 3
Pusing/pening, kesemutan,kram, gangguan penglihtan, sakit kepla,
kelemahan pada otot, disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, abdomen
yang tegang/nyeri, wajah meringis dengan palpitasi: tampak sangat
berhati-hati Iritabilitas
4) B 4
perubahan pola perkemihan, nokturia, adanya rasa nyeri/terbakar, ISK
baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, urine encer, pucat, kuning, poliuria,
abdomen keras dan asites

5) B 5
Hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan pemasukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari/minggu, harus meningkat, penggunaan
diuretic
penurunan BB, turgor jelek, kekakuan, kulit kering bersisik, banyak
minum, muntah, pembesaran tiroid, bau hilotosis/ manis, bau buah, pada
kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran organ (pada
penderita dengan penyerta penyakit sirosis hepatic atau hepatomegali dan
splenomegali)
6) B 6
Lemah, letih dan sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau istirahat, takikardia dan takipnea pada
keadaan istirahat atau dengan aktivitas, penurunan kekuatan
otot,kelelahan, kulit gatal – gatal, kulit kering, ulkus kulit, parastesia/
paralisis, penurunan kekuatan otot, penurunan kemampuan dalam
beraktivitas
 Tanda- tanda vital
tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi, RR bervariasi dan
Suhu bervariasi.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d dieresis osmotic.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d disfungsi insulin, penurunan
masukan oral
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan kimia; ketidakseimbangan glukosa /insulin
dean elektrolit
4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
5. Risiko cidera b.d kurang kesedaran terhadap lingkungan.
6. Gangguan eliminasi urin b.d gangguan sensori atau neuromuskular.
7. Pola napas tidak efektif b.d sesak napas.
8. Kecemasan b.d perubahan status peran, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran,status ekonomi.
9. Resiko tinggi infeksi b.d faktor lingkungan
10. Kerusakan integritas kulit b.d faktor internal

3. Perencanaan Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d diuresis osmotik
Goal : klien akan mempertahankan volume cairan yang adekuat selama dalam
perawatan
Objectif : klien tidak akan mengalami diuresis osmotik selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien akan
 Tanda - tanda vital tetap stabil
 Warna kulit dan suhu normal
 Nadi perifer dapat teraba
 Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji riwayat pasien berhubungan dengan Membantu memperkirakan kekurangan
lamanya/intensitas dari gejala seperti volume cairan tubuh total
muntah, pengeluaran urin yang berlebihan
Pantau tanda-tanda vital Hipofolomik dan dimanivestasikan
oleh hipotensi dan takikardi
Kaji pola napas, adanya pernapasan Paru-paru mengeluarkan asam
kusmaul/napas bau keton. karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratori terhadap keadaan
ketoasidosis.
Kaji nadi perifer, pengisian perifer, turgor Sebagai indicator dari dehidrasi atau
kulit dan membrane mukosa. volume sirkulasi yang adekuat
Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik
dari suatu status cairan yang sedang
berlangsng

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d disfungsi insulin, penurunan
masukan oral
Goal : klien akan meningkatkan kebutuhan nutrisi yang adekuat selama dalam
perawatan
Objectif : klien tidak akan mengalami disfungsi insulin, penurunan masukan oral
Outcomes : dalam waktu 3x 24 jam perawatan klien akan
 berat badan normal
 menghabiskan porsi makan sesuai diet
 keluhan mual muntah berkurang atau tidak ada

Intervensi rasional
Timbang berat badan setiap hari dan Mengkaji pemasukan makanan yang
sesuai indikasi adekuat
Tentukan pola makan dan pola diet Mengidentifikasi kekurangan dan
pasien dan bandingkan dengan makan penyimpangan dari kebutuhan
yang dapat dihabiskan pasien terapeutik
Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih
zat makanan dan elektrolit segera jika baik apabila pasien sadar dan fungsi
pasien tidaka toleransi terhadap gastrointestinal baik
pemberian cairan peroral.
Identifikasi makanan yang disukai atau
Jika makanan yang disukai pasien
yang dikehendaki termasuk kebutuhan dapat dimasukkan dalam pencernaan
etnik/cultural makan kerja sama ini dapat diupayakan
setelah pulang
Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatan rasa keterlibatan,
makan ini sesuai dengan indikasi memberikan informasi kepada keluarga
untuk memahami kebutuahan nutrisi
klien

3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan kimia, ketidakseimbangan glukosa/insulin


dan elektrolit
Goal : klien akan meningkatkan persepsi sensori selama dalam perawatan
Objectif : klien akan menurunkan perubahan kimia ketidakseimbangan
glukosa/insulin dan elektrolit
selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 keadaan mental normal
 mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital Scederaebagai dasar untuk
membandingkan temuan abnormal,
seperti suhu yang dapat mempengaruhi
fungsi mental
Jadwalkan intervensi agar tidak Meningkatkan tidur dan mengurangi
menggangu pasien rasa letih dan memperbaiki daya piker
Lindungi pasien dari cedera pada saat Pasien mengalami disorientasi
tingkat kesadarannya terganggu merupakan awal kemungkinan
timbulnya
Berikan tempat tidur yang lembut dan Meningkatkan kenyamanan dan
pelihara kehangatan kaki, tangan dan menurunkan kemungkinan kerusakan
hindari suhu panas atau dingin yang tiba- integritas kulit.
tiba

4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi


Goal : klien akan meningkatkan pengetahuan selama dalam perawatan
Objectif :klien akan mendapatkan informasi selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 1x24 jam perawatan klien
 pasien dapat mengungkapkan masalah
 meminta informasi dan selalu bertanya
 mengungkapkan pemahaman terhadap penyakit.
Intervensi Rasional
Ciptakan suasan saling percaya dengan Menggapi perlu diciptakan sebelum
mendengarkan penuh pehatian dan selalu pasien bersedia mengambil bagian
ada untuk pasien dalam proses belajar
Bekerja sama dengan pasien dalam Partisipati dalam perencanaan
menata tujuan belajar yang diharapkan meningkatkan antusias dan kerja sama
pasien
Demonstrasikan cara pemeriksaan gula Melakukan tes gula darah sendiri,
darah dengan menggunakan finger stik meningkatkan kontrol kadar gula darah
dan biarkan ia ulangi yang secara ketat
Diskusikan tentang rencna diet Kesadaran pentingnya control diet
penggunaan makanan tinggi berserat akan membantu pasien dalam
merencanakan makanan dan mentaati
program diet
Buat jadwal latihan/aktivitas yang teratur Waktu latihan tidak boleh bersamaan
dan identivikasi hubungan dengan dengan waktu kerja puncak insulin
penggunaan insulin.
Instruksikan pemeriksaan secara rutin Mencegah atau mengurangi komplikasi

5. Risiko cidera b.d kurang kesedaran terhadap lingkungan.


Goal : klien tidak akan mengalami cedera selama dalam perawatan.
Objectif : klien akan meningkatkan kesadaran selama dalam perawatan.
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 Tidak terjadi tanda-tanda cedera
Intervensi Rasional
Bantu pasien mengidentifikasi situasi dan Untuk meningkatkan kesadaran pasien
bahaya yang dapat mengakibatkan tentang kemungkinan bahaya
kecelakaan.
Anjurkan pasien untuk mengadakan Untuk mengurangi kemungkinan
perbaikan kesadaran pasien tentang cidera
kemungkinan bahaya
Rujuk pasien ke sumber-sumber Dengan tindakan ini paisen dan
komunitas yang tepat untuk mendapatkan anggota keluarga dapat mengubah
informasi lebih lanjut tentang usaha lingkungan dalam mencapai tingkat
mengidentifikasi dan menyingkirkan keamanan yang optimal.
bahaya.

6. Gangguan eliminasi urin b.d gangguan sensori atau neuromuskular


Goal : klien tidak akan meningkatkan eliminasi urin yang adekuat selama dalam
perawatan
Objectif : kilen tidak akan mengalami ganguan sensori selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 Dapat Bak dengan normal
Intervensi Rasional
Pantau status neuromuscular dan pola Pengukuran asupan dan haluaran yang
berkemih pasien : dokumentasikan dan akurat sangat angat penting untuk
laporkan asupan dan haluaran. pemberian terapi penggantian cairan
yang benar. Format data evaluasi yang
lengkap bermanfaat untuk
mendiagnosis faktor kausatif.
Berikan perawatan untuk kondisi
perkemihan pasien dengan tepat dan
sesuai program; pantau kemajuanya.
Laporkan respons terhadat penanganan.
Bantu pasien dan juga penanganan untuk
memangfaatkan semua tindakan yang
mendukung pemulihan.

4. Implementasi
Implementasi dibuat berdasarkan intervensi yang dibuat
5. Evaluasi
Evaluasi dibuat untuk mengetahui apakah kriteria evaluasi tercapai sebagian, seluruh
atau tidak tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI,

Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC,.

Nanda Internasional.2013. Diagnosa keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014,


EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,.

Anda mungkin juga menyukai