Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS (DM) RSUD BANGIL


KABUPATEN PASURUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
JEFRI KABUKUT NDATANG
2022611009

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2023

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolit yang ditandai
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikimia) akibat kerusakan pada sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare, 2016 ). diabetes melitus merupakan
suatu kelimpok penyakit atau gangguan metabolit dengan karakteristik hiperglikimia
yang terjadi karna kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.
Hiperglikimia kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jatung dan pembulu darah (PERKENI, 2017 dan ADA, 2018).
Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit
yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar glukosa darah dapat
menentukan apakah seseorang memderita Diabetes Mellitus atau tidak (Hasdinah, 2012).
B. ETIOLOGI
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau
sebagian besar dari sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi
menghasilkan insulin, akibatnya tejadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes
melitus juga dapat terjadi karna gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan
glukosa kedalam sel. Gangguan dapat terjadi karna kegemukan atau sebab lain yang
belum di ketahui (Smeltzer dan Bare, 2016). Diabetes melitus atau labih dikenal dengan
istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain :
1. Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Kosumsi makanan
berlebihan dan tidak di imbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang
memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pasitnya
akan menyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas (kegemukan) Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg
cenderung memiliki peluang lebihbesar untuk trkena penkit diabetes melitus.
Sebilan dari sepuluh orang gemuk bepotensi untuk teserang diabets melitus.
3. Faktor genetis Diabetes melitus dapat diariskan orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita
diabetes nelitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucu cucunya bahkan cicit
walaupun resikonya sangat kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat obatan Bahan bahan kimia dapat mengiritasi
pankreas yang menyebabkan radang pangkreas, radang pada pangkreas akan
mengakibatkan fungsi pankres menurun sehingga tidak ada sekresi hormon
hormon untuk pross metabolism tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat
yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas Infeksi mikro organisme dana virus pada
pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan
menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol
tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus.
6. Pola Hidup Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes
melitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit diabetes melitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang
tertimbun didalam tubuh, kalori yang tertimbun didalam tubuh merupakan faktor
utama penyebab diabetes melitus selain disfungsi pankreas.
7. Kadar kortikosteroid yang tinggi.
8. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
9. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien DM menurut Wijaya & Yessie
(2013) yaitu:
1. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) Gejala yang paling utama yang
dirasakan oleh setiap pasien. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal
tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmosis. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria).
2. Polidipsia Peningkatan rasa haus akibat volume urine yang besar dan keluarnya
air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan derdisfusi keluar mengikuti penurunan gradien
konsentrasi ke plasma hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antideuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya cadangan gula didalam
tubuh meskipun kadar gula darah tinggi.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
5. Peningkatan infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi
imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6. Kelainan kulit Kelainan kulit gatal-gatal diketiak dan dibawah payudara, biasanya
akibat tumbuhnya jamur.
7. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati Pada penderita DM regenerasi sel
persyarafan mengalami gangguan akibat kurangnya bahan dasar utama yang
berasal dari unsur protein. Akibat banyak persyarafan terutama perifer mengalami
kerusakan.
8. Luka yang tidak sembuh-sembuh Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita DM bahan
protein banyak diformulasikan untukkebutuhan energi sel sehingga bahan
dipergunakan untuk pergantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain
itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.
9. Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia. Dapat dsebabkan juga kelainan pada korpus itreum.
D. Patofisiologis
Menurut Wijaya (2013) patofisiologi diabetes melitus yaitu sebagian besar
gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 200-1200 mg/dl. Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding
pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien-
pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah
yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100
ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan
poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan
berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia
atau kekurangan energi sehingga protein menjadi cepat lelah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan
karbohidrat, jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul
glukosoria. Glukosoria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
mengeluarkan kemih (poliuria) harus testimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam
jumlah banyakkarena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
E. KOMPLIKASI
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe 2 terbagi dua
berdasarkan nama terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzer
dan Bare, 2016).
1. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD) KAD merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi
(300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan
plasma keton (+) kuat.
2) Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap (PERKENI, 2017).
3) Hiperosmolar non ketotik (HNK) Pada keadaan ini terjadi peningkatan
glukosa darah sangat tinggi (600- 1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala
asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI,
2017).
4) Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah mg/dL. Pasien diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus
dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri
dari berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah,
dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2017).
2. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat
akteros leorosis dari pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri
akibat timbunan plat ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes
mellitus namun dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih
serius. Berbagai studi epidemiologismenunjukan bahwa angka kematian
akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes mellitus meningkat
4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati
umumnya tidak ada hubungan dengan control kadar gula darah yang baik.
Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia
merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana
peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya resiko
kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa >15 mU/mL
akan meningkatkan resiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah
pembulu darah jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh darah
otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga
dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam
timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2016).
2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati
diabetik dan neprovati diabetik.Retinopati diabetic dibagi dalam dua
kelompok, yaitu retinopati nonproliveratif dan retinopati pro-liveratif.
Retinopati non-proliveratif merupakan stadium awal dengan ditandai
adanya mikroaneorisma, sedangkan retinopati proliveratif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya
hipoksiaretina. Seterusnya, neprovati diabetik adalah gangguan fungsi
ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefrovati diabetic
ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat
retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes
mellitus mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-
molekul besar seperti protein dapat masuk kedalam kemih (albuminoria).
Akibat dari neprovatik diabetic tersebut dapat menyebabkan kegagalan
ginjal progresif dan upaya preventif pada nepropati adalah control
metabolism dan control tekanan darah (Smeltzer dan Bare, 2016).
3) Neuropati
Diabetes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi
serius akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling
penting adalah neuropatiterifer, berupa hilangnya sensasi distal dan
biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu kebagian tangan. Neuropati
beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang
sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit dimalam hari.Setelah diagnosis diabetes mellitus ditegakan,
pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal,
perawatan kaki yang memadai akan menurunkan resiko amputasi. Semua
penyandang diabetes mellitus yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi resiko ulkus kaki
(PERKENI, 2017).
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2017), menjelaskan bahwa
pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM
berupa polyuria (peningkatan pengeluaran urine), polydipsia (peningkatan rasa haus) ,
polifagia (peningkatan rasa lapar) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas, maka pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM sudah
dapat ditegakkan.
2. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan
untuk pedoman diagnosis DM.
3. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal yang
sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada
semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang
membutuhkan kendali glikemik.
4. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM.
Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal
penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap
keberhasilan pengendalian.
5. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM Diperlukan
investigasi lebih lanjut yaitu:
1) Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain.
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Wijaya & Yessie (2013) dalam penatalaksanaan pasien diabetes melitus
tujuannya :
1. Jangka panjang : mencegah komplikasi.
2. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
1) Edukasi Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit
diabetes. Denganmengetahui faktor resiko diabetes, proses terjadinya
diabetes, gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan
diabetes, penderita diharapkan dapat menyadari pentingnya pengendalian
diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan
diabetes. Penderita perlu menyadari bahwa mereka mampu
menanggulangi diabetes, dan diabetes bukan lah suatu penyakit diluar
kendalinya. Terdiagnosis sebagai penderita diabetes bukan berarti akhir
dari segalanya. Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil.
2) Pengaturan makan (diit) Pengaturan makan pada penderita diabetes
bertujuan untuk mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak
darah, serta berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes
dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses makan
itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan disebar
merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum, makanan untuk
penderita diabetes sebaiknya rendah lemak terutama lemak jenuh, kaya
akan karbohidrat kompleks yang berserat termasuk sayur dan buah dalam
porsi yang secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang dibutuhkan
untuk aktivitas sehari-hari penderita.
3) Olahraga/ latihan jasmani Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta
berat badan juga membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas
fisik juga memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin
pada tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah dicapai.
Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan dan obat
sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu rendah.
Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas
ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap.Janis
olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti berjalan,
berenang, bersepeda, berdansa, berkebun. Penderita juga perlu
meningkatkan aktivitas visik dalam kegiatan sehari-hari, seperti lebih
memilih naik tangga ketimbang naik lift. Sebelum olahraga, sebaiknya
penderita diperiksa dokter sehingga penyulit seperti tekanan darah yang
tinggi dapat diatasi sebelum olah raga dimulai.
4) Obat/Terapi Farmakologi Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan
dokter apabila gula darah tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita
mencoba menerapkan gaya hidup sehat di atas. Obat juga digunakan atas
pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada
komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan kadar gula darah yang
terlampau tinggi.
ASKEP TEORI

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk mengidentifikasi, mengenal
masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Dermawan, 2012).
1. Indentitas pasien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, no. RM, tangggal masuk, tanggal pengkajian, sumber
informasi.
2. Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu
tubuh meningkat, sakit kepala
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir,
pelo, perubahan emosional, penurunan ksadaran.
3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
5. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, keadaan kulit, saturasi
oksigen, berat badan, dan tinggi badan.
a. Pemeriksaan kepala dan leher
b. Pemeriksaan mulut dan tenggorokan
c. Pemeriksaan thorax dan dada
d. Pemeriksaan payudara dan ketiak
e. Pemeriksaan abdomen
f. Pemeriksaan genetalia dan anus
g. Pemeriksaan eksremitas atas dan bawah
h. Pemeriksaan sistem neurologi
i. Pemeriksaan kulit dan kuku
6. Data penunjang
Pemeriksaan darah, fungsi tiroid, urine dan kultur pus

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan prioritas:

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin


(D.0027)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana
perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien, ditentukan dan
merencanakan intervensi keperawatan (Dermawan, 2012).

Diagnosa keperawatan 1

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam masalah dapat


teratasi

Kriteria hasil

SLKI : kestabilan kadar glukosa darah (L. 03022)

1. Koordinasi meningkat
2. Kesadaran meningkat
3. Mengantuk menurun
4. Pusing menurun
5. Lelah / lesu menurun
6. Keluhan lapar menurun
7. Gemetar menurun
8. Berkeringat menurun
9. Mulut kering menurun
10. Rasa haus menurun
11. Perilaku aneh menurun
12. Kesulitan bicara menurun
13. Kadar glukosa darah membaik
14. Kadar glukosa dalam urine membaik
15. Palpitasi membaik
16. Perilaku membaik
17. Jumlah urine membaik

SIKI :

Manajemen hiperglikemia ( I.03115)

Observasi

1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia


2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis.
penyakit kambuhan)
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia, polivagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi

Terapeutik
7. Berikan asupan cairan oral
8. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
9. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik

Edukasi

10. Anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
11. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
12. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
13. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
14. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan professional kesehatan)

Kolaborasi

15. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu


16. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
17. Kolaborasipemberian kalium, jika perlu

Manajemen hipoglikemia (I.03115)

Observasi

1. Identifkasi tanda dan gejala hipoglikemia


2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia

Terapeutik

3. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu


4. Batasi glucagon, jika perlu
5. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
6. Pertahankan kepatenan jalan nafas
7. Pertahankan akses IV, jika perlu
8. Hubungi layanan medis, jika perlu

Edukasi
9. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
10. Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
11. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
12. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang penyesuaian
program pengobatan
13. Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga
14. Anjurkan pengelolaan hipoglikemia(tanda dan gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
15. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia (mis. mengurangi
insulin atau agen oral dan/atau meningkatkan asupan makanan untuk
berolahraga

Kolaborasi

16. Kolaborasi pemberian dextros, jika perlu


17. Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2018. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus.
Diabetes Care.

Gillani, S. W., Sulaiman S.A., Abdul, M.I.M., & Saad S.Y. 2018. Aqualitative study to explore
the perception and behavior of patients towards diabetes management with physical
disability, Diabetology & Metabolic Syndrome. Biomed Central.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2017. Konsensus Pengendalian dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2017. Jakarta.

Price dan Wilson. 2017. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. EGC. Jakarta

Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. EGC : Jakarta

Sri Setyowati dan Arita Murwani. 2016. Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar Penyakit
Dalam Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI : Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Cetakan III. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wijaya, A dan Yessie M Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperaatan Dewasa
Teori dan Catatan Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai