Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN DM TIPE II

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes
militus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik
dan penyakit vascular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi klinis
hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan
klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa
ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat
tetap beresiko mengalami komplikasi metabolic diabetes (Price, 2006).
Diabetes militus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Nugroho, 2011.)

2. KLASIFIKASI DIABETES MILITUS


Klasifikasi Diabetes Militus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain:
a. Insulin Dependent Diabetes Militus (IDDM)
Adalah defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,
predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosisi dan
terjadi pada semua usia muda). Kelainan Ini terjadi karena kerusakan
system imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau
langerhans di pancreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi
insulin.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tetapi dapat terjadi
pada semua umur. Kebanyak penderita kelebihan berat badan, ada
kecendrungan familiar, mungkin perlu insulin saaat hiperglikemik selama
stress.
c. Diabetes mellitus tipe yang lain
Adalah DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain, penyakit pancreas, hormonal,
obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindroma
genetik tertentu.
d. Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa anatara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau
menjadi normal atau tetap tidak berubah.
e. Gastrointestinal Diabetes Militus (GDM)
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui . Menjelang
aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari
keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi
insulin sehiungga relative hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi.
Resisten insulin juga disebabkan oleh adanya hormone estrogen,
progesterone, prolaktin dan placenta laktogen. Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas
insulin (Riyadi, 2008).

3. ETIOLOGI
Diabetes militus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel-
sel beta pulau langerhans. Jenis Juvenilis (usia muda disebabkan) oleh
predisposisi herediter terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel
beta atau degenerasi sel-sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas
disebabkan oleh degenarsi ssel-sel beta akibat penuaan dan akibat
kegemukan / obesitas . Tipe ini jelas disebabkan oleh degenarasi sel-sel
beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang rentan dan obesitas
mempredidposisi terhadap jenis obesitas karena diperlukan insulin dalam
jumlah yan besar untuk pengelolaan metabolisme pada orang kegemukan
dibandingkan orang norma
Penyebab ressistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu
jelas, tetapi factor resiko yang banyak berperan antara lain:
a. Kelainan genetik, diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus
akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin.
b. Usia, umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan capat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang akan beresiko pada penurunan fungsiu endokrin pancreas untuk
memproduksi insuli.
c. Gaya hidup stress, strees kronik cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang cepat saji yang kaya pengawat, lemak dan gula. Makanan
ini berpengaruh besar terhadap kerja pancreas. Stres juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energy yang berakibat pada kenaikan kerja pancreas. Beban
yyang tinggi membuat pancreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah, kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-
sama meningkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak
pancreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau
resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat
juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja pancreas.
e. Obesitas, mengakibatkan sel-sel beta pancreas mengalami hipertropi
yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi
pancreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa
pada penderita obesitas untuk mencukupi energy sel yang terlalu banyak.
f. Infeksi, masuknya bakteri atau virus ke dalam pancreas akan berakibat
rusaknya sel-sel pancreas. Kerusakan ini berakibat pada penuruynan
fungsi pancreas (Riyadi, 2008).
4. PATOFIOLOGIS
Kerusakan pancreas menyebabkan defesiensi insulin sehingga
glukosa tidak dapat menerobos masuk kedalam sel mengakibatkan
peningkatan glukosa diluar sel dan menyebabkan “hiperglikemia”.dalam sel.
Hiperglikemia ini menyebabkan kelaparan, sehingga penderita banyak
makan. Salah satu efek yaitu hiperosmolaritas cairan (kelebihan tekanan
osmotic pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat (Riyadi,
2008)) sehingga menarik cairan intraseluler mengalami dehidrasi akan
menyebabkan haus yang berlebihan sehingga memaksa orang untuk banyak
minum, akibat dari banyak minum maka akan banyak kencing. Fungsi dari
ginjal yaitu filtrasi, reabsorsi dan sekresi. Berhubungan dengan hiperglikemia
menyebabkan gangguan faal ginjal sebagai filtrasi sehingga molekul-molekul
dalam darah tidak dapat disaring ( protein, glukosa ) dan dikeluarkan bersama
urine yang dinamakan :” glukosuria”. Kompensasi tubuh atas
ketidakmampuan tubuh mengubah karbohidrat menjadi energy adalah
dengan cara membakar lemak dan protein sehingga penurunan BB. Hasil
akhir dari metabolisme adalah dalam benda-benda keton dan asam lemak,
jika dalam jumlah yang berlebihan akan menyebabkan ketoasidosis dan
aseton uria. Zat keton ini meracuni tubuh dan dapat menyebabkan muntah,
pusing, bingung dan akhirnya jatuh dalam koma.
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat menghubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
 Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa setinggi 300-1200 mg/dl.
 Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah.
 Berkurangnya protein dalam jaringan darah..
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan dieresis osmotic yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urin maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negative dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polofagi. Akibat yang lain adalag asthenia atau kekurangan energy
sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurannya
penggunaan karbohidrat untuk energy hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membrane basalis dan perubahan
pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Trias gejala dari diabetes mellitus adalah :polidipsi, polyuri, poliphagia. Saat
ini gejala diabetes mellitus ditambah satu lagi yai adanya penurunan berat
badan (Arjatmo, 2002).

5. MANIFESTAS KLINIK
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus
yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Palifagi (peningkatan rasa lapar)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukan berat badan yang terus
naik, bertambah gemuk karena pada sat itu jumlah insulin masih
mencukupi/ ini merupakan permulaan gejala yang dapat menunjukan bila
seorang mengidap penyakit diabetes militus.Bila keadaan tersebut tidak
diobati lama kelamaan mulai timbul gajala yang disebabkan oleh
kurangnya insulin. Nafsu makan mulai berkurang, bahkan kadang mual
jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/detik.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagi energy.
e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
f. Kelainan kulit: kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi didaerah
ginjal. Lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah payudara. Biasanya
akibat tumbuhnya jamur.
g. Kelainan genekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
h. Kesemutan rasa akibat terjadinya neuropati, pada penderita diabetes
mellitus regenarasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
i. Kelemahan tubuh, terjadi akibat penurunan produksi energy metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secara optimal.
j. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utam dari protein dan unsure makanan yang
lain. Pada penderita diabetes militus bahan protein banyak diformulasikan
untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka
yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.
k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi, Ejakulasi dan dorongan
seksualitas laki-laki banyak dipengaruhi oleh peningkatan hormone
testoteron. Pada kondisi optimal (periodic hari ke 3) maka secara otomatis
akan meningkatkan dorongan seksual. Penderita diabetes militus
mengalami penurunan produksi hormone seksual akibat kerusakan
testoteron dan system yang berperanan.
l. Mata kabur yang disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.mungkin juga disebabkan oleh
kelainan pada corpus vitreum.
(Riyadi, 2008).

6. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi 2 kategori mayor yaitu:
a. Komplikasi metabolik akut
 Koma hipoglikemia, terjadi karena pemakaina obat-obat diabetic yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa
dalam darah, Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk
masuk ke dalam sel.
 Ketoasidosis, minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel
mencari sumber alternative untuk dapat memperoleh energy sel. Kalau
tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi
ini akan memgakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-
benda keton yang berlebihan yang dapat mengakibatkan asidosis.
 Koma hiperosmolar nonketotik, koma ini terjadi karena penurunan
komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak diekskresi lewat
urin.
b. Komplikasi kronik jangka panjang
 Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh drah otak. Perubahan
pada pembuluh darah besar dpat mengalami aterosklerosis sering
terjadi pada DMTT1/NIDDM. Komplikasi makroangipati adalah
penyakit vascular otak, penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler
perifer.
 Mikroangipati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetic. Perubahan-perubahan mikrovaskuler
yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan membrane diantara jaringan dan pembuluh
darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/IDDM yang terjadi
neuropati, nefropati dan retinopati.
 Neuropati diabetika adalah akumulasi orbital didalam jaringan dan
perubahan metabolic mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik
saraf menurun, kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi
nyeri.
 Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivintis dan ISK
 Kaki diabetic, perubahan mikroangiopati dan neuropati menyebabkan
perubahan pada ekstremitas bawah. Komlikasinya dapat terjadi
gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangrene, penurunan sensasi dan
hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjangterjadi trauma atau
tidak terkontolnya infeksi yang mangakibatkan gangrene (Riyadi,2008).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan gula darah pada penderita diabetes militus adalah:
a. Gula darah puasa (GDO) 70- 110 mg/dl. Kriteria diagnostic untuk DM>
140 mg/dl paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan atau > 140 mg/dl
disertai gejal klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg.dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial< 140 mg/dl digunakan untuk skrining atau
evaluasi pengobatan bukan didiagnostik
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
didiagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO), GD < 115mg/dl ½ jam, 1 jam , 1 ½ jam
< 200mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl. TTGOhanya dilakukan pada pasien yang
telah bebas dan diet dan beraktifitas fisik 3 hari sebelum tes tidak
dianjurkan pada hiperglikemi yang sedang puasa, orang yang mendapat
thiazide, dilantin, propanolol, lasik, thyroid, estrogen, pil KB, steroid,
pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI), dilakukan jika TTGO merupakan
kontra indikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna,
kortison menyebabkan peningkatan kadar gula arah abnormal dan
menurunan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/ dl pada akhir 2
jam dianggap sebagai hasil positif.
g. Glycosatet Hemoglobin, berguna dalam memantau kadar glukosa darah
rata-rata selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Peptida 1-2 mg/dl (puasa )5-6 kali menigkat setelah pemberian glukosa.
Untuk mengukur proinsulin dari pembentukan insulin dapat mengetahui
sekresi insulin
i. Insuliin serum puasa: 2-20 mu/ml glukosa sampai 120 mu/ml, tidak dapat
digunakan dalam diagnose banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes (Riyadi, 2008)

8. PENATALAKSAAN DIABETES MILITUS


 Penatalaksaan umum:
Perancanaan makan/diet Misalnya :
- Kurangi makan yang ,mengandung glukosa jeroan, santan dan makan
ringan yang banyak mengandung glukosa
- Sering mengkonsumsi yang kurang manis, misalnya papaya,
kedondong, pisang, apel, tomat,semangka
- Sayur-sayuran dan buahan yang berserat
 Latihan jasmani/latihan fisik
Dapat memperbaiki metabolisme glukosa asam lemak dan
meranggsang sintesis glikogen. Latihan juga meningkatkan kepekaan
insulin pada jaringan oerifer, sehingga dosis insulin dapat menurunkan
waktu latihan.
 Pemberian obat hipoglikemi
Obat OAD : oral anti diabetes dan insulin
 Pengobatan dan perawatan
Dasar-dasar pengobatan dan perawatan diabetes militus yang dinamakan
pentalogi terapi diabetes militus
 Terapi primer, meliputi :
 Diet : dalam pelaksanaan diet diabetes militus sehari-hari, hendaklah di
ikuti pedoman 3 J (jumlah, jadwal,jenis)
 Latihan fisik atau olahraga : macam dan intensitas latihan olahraga
pada penderita diabetes mellitus tergantung pada usia dan komplikasi
yang ada pada penderita
 Terapi sekunder, meliputi :
 Obat hipoglikemi
 Cangkok pangkreas
(Arjatmo. 2002)
WOC
Kelainan genetik Gaya hidup stress malnutrisi obesitas infeksi

Penyampaian kelainan Meningkatkan beban Penurunan Peningkatan Merusak


pancreas metabolik pankreas produk insulin kebutuhan insulin pankreas
Hipoglikemi

Kurang
Penurunan insulin pengetahuan
Penurunan fasilitas glukosa dalam Kurang terpajan
(berakibat penyakit
sel informasi
diabetes militus)
Kurang diet, pengobatan
Hiperglikemia MRS yg tidak teratur
Prognosa penyakit,
perawatan jangka kecemasan
panjang

B1 B2 Infeksi hiper B3 B4 B5 B6
glikemi

Sel tidak Sel tidak Glukosa Glukosa menumpuk Sel tidak Sel tidak
memperoleh memperoleh menump dalam darah memperoleh memperoleh
nutrisi nutrisi Media uk nutrisi nutrisi
penumpukan dalam
kuman darah
Starvoid seluler Starvoid Peningkata Starvoid seluler
Starvoid seluler
seluler n tekanan
mobilitas
Penyumbatan di
Pembongkara Pembongkaran plasma Nutrisi kurang Pembongkaran
pembuluh darah
n glikogen protein dan asam dari kebutuhan protein dan asam
retina
asam lemak, amino tubuh amino
keton untuk Kelebihan
energi ambang
Kerusakan
Penurunan anti glukosa
pembuluh Penurunan
bodi paada ginjal
darah di retina perbaikan
Penumpukan
jaringan
benda keton Defisif
Resiko tinggi Diuresis volume cairan
Iskemik
infeksi osmotik
jaringan Resiko
asidosis
kerusakan
polinaria integritas
Lapang
Sesak napas kulit
pandang
Gangguan
Kehilangan Persepsi sensori eliminasi urin
kesadaran

Sel tidak
Pola napas memperoleh
tidak efektif Starvoid seluler
nutrisi

Pembongkara asidosis
n glikogen Penumpukan
asam lemak, benda keton
keton untuk Penurunan Risiko cedera
energi kesadaran
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Nama : -
2. Umur : Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis secara
drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering
muncul setelah memasuki usia tersebut terutama setelah seseorang
memasuki 45 tahun terlebih orang dengan overweight.
3. No RM : -
4. jenis kelamin : Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk
mempunyai pola hidup dan poia makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemakyang
berlebihan, serta tingginya konsumsi makanan yang berat serta aktivitas
fisik yang sedikit oleh karena itu penyakit ini biasanya banyak dialami
pegawai perkantoran, bos perusahaan dan pejabat pemerintahan.
5. status :-
6. agama : pada semua agama
7. alamat :-
8. suku bangsa : pada semua suku bangsa
9. pekerjaan : pada orang dengan pendapatan
tinggi cendrung untuk mempunyai pola hidup dan pola makan yang sama
10. pendidikan : pada semua jenjang pendidikan
11. Alasan MRS :-
12. Tanggal MRS : -
13. Diagnosa medis :-
b. Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka, Penderita biasanya datang dengan keluhan menonjol badan
teras sangat lemas sekali disertai penglihatan yang kabur.
c. Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada rasa haus yang berlebihan? , Apakah ada nafsu makan
berlebihan?, Apakah sering buang air kecil ?
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular,
biasanya klien pernah terjadi kecelakaan, cedera akibat kekerasan dan
trauma persalinan. Diabetes dapat terjadi saat kehamilan, yang terjadi nahnya
saat hamil saja dan biasanya tidak dialami setelah melahirkan namun perlu
diwaspadai akan kemungkinan mengalami diabetes yang sesungguhnya
dikemudian hari. Diabetes sekunder umumnya digambarkan sebagai kondisi
penderita yang pernah mengalami suatu penyakit dan mengkonsumsi obat-
obatan atau zat kimia tertentu. Penyakit yang dapat menjadi pemicu
timbulnya diabetes mellitus dan perlu dilkukan pengkajian diantaranya:
Penyakit pancreas, Gangguan peneriamaan insulin, Pemberian obat-obatan
seperti: (Glukokortikoid (sebagai obat radang), Furosemid (sebagai diuretik),
Thiazid (sebagai diuretik), Beta bloker (urnrtuk mengobati gangguan jantung),
Produk yang mengandung estrogen (kontrasepsi oral dan terapi sulih
hormon).
e. Riwayat penyakit keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes,
karena kelainan gen yang mengakibatkan insulin dengan baik akan di
sampaikan informasinya pada keturunan berikutnya (vitahealth, 2004 P:34).
karena diabetes militus merupakan penyakit keturunan sehingga perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita diabetes
militus
f. Riwayat alergi
Apakah ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan dll Data-data ini
sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien
g. Riwayat pengobatan
Pengobatan terdahulu yang dilakukan.
h. Pemeriksaan fisik
1. Primary survey
Adalah suatu kegiatan untuk menilai kondisi penderita (diagnostik) untuk
menolong nyawa.
a. Airway
Kerusakan otak yang ireversible dapat terjadi 6-8 menit setelah
anoxia otak. Oleh karena itu, prioritas pertama dalam penanganan
trauma yaitu pastikan kelancaran jalan napas, ventilasi yang adekuat
dan oksigenasi. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan
napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Untuk penanganan airway juga harus dipikirkan adanya dugaan
trauma pada vertebra servikal. Vertebra servikal harus sangat hati-hati
dijaga setiap saat dan jangan terlalu hiperekstensi, hiperfleksi atau
rotasi yang dapat mengganggu jalan napas. Dalam hal ini harus
dilakukan dengan posisi kepala dalam keadaan netral, chin lift atau
jaw thrust diperlukan pada penanganan airway (Abadi, 2012).
penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih.
Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti
snoring. Yang dinilai adalah terjadi perubahan pola napas, baik irama,
kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak
teratur (chyne stokes, ataxia breathing), bunyi napas ronchi, wheezing
atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan
suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan
terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh. Jalan
napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali.
Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar
lidah tidak jatuh kebelakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan dan buka mulut.
b. Breathing
Tindakan kedua setelah airway tertangani adalah ventilasi.
Penurunan oksigen yang tajam (10 lpm) harus dilakukan suatu
tindakan ventilasi. Analisa gas darah dan pulse oximeter dapat
membantu untuk mengetahui kualitas ventilasi dari penderita.
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang
baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma. Tanda hipoksia dan hipercarbia bisa terjadi pada
penderita dengan kegagalan ventilasi.
Kegagalan oksigenasi harus dinilai dengan dilakukan observasi
dan auskultasi pada leher dan dada melalui distensi vena, deviasi
trakeal, gerakan paradoksal pada dada, dan suara napas yang
hanya pada satu sisi (unilateral). Perlukaan yang mengakibatkan
gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax, flail
chest dengan kontusio paru, open pneumothorax, massive
hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan
kontusio paru mengganggu ventilasi pada derajat yang lebih ringan
dan harus dikenali pada saat melakukan secondary survey. (Abadi,
2012).
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma
pada dada. Segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut
ke hidung. Pada trauma kepala yang disertai kompresi langsung
pada medulla oblongata dapat mengakibatkan terjadinya resiko
tidak efektifnya jalan napas. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napas selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan
jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui
intubasi endotrakea, krikotirotomi atau trakeotomi.
c. Circulation
Perdarahan merupakan sebab uama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat dirumah
sakit. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Kerusakan pada jaringan
lunak dapat mengenai pembuluh darah besar dan menimbulkan
kehilangan darah yang banyak. Menghentikan perdarahan yang
terbaik adalah dengan tekanan langsung. Hipotensi pada pasien
dengan multiple trauma selalu disebabkan oleh kehilangan darah
yang banyak. Penanganan segera dengan pemberian larutan ringer
laktat secara intravena harus memberikan respons yang baik (2-L
pada dewasa, anak. 30 ml/kgbb). Perdarahan oleh karena luka
yang terbuka dapat di kontrol dengan penekanan luka secara
langsung. Perfunsi jaringan dapat dievaluasi dengan produksi urine
dan pengisian kapiler pada ujung-ujung jari. Pengisian kapiler
padanujung-ujung jari lebih dari 2 menit ni menandakan perfungsi
jaringan lemah.
Jika hipotensi memberikan repons yang baik pada penanganan
pertama, maka pemberian larutan kristaloid dapat dibrikan bahkan
sampai dengan pemberian transfusi darah. Namun jika respons
tersebut sedikit atau sama sekali tidak meberikan respon tidak,
maka pemberian cairan larutan ringer laktat (2-L) dapat diulang
kembali. Kemudian dapat di lakukan transfusi darah baik tipe
spesifik atau noncross matched universal donor O negatif.
Vasopressor tidak bpleh diberikan pada pasien dengan syok
hipovolemik (Abadi, 2012).
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi. Pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis,
melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi
non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya)
adalah sangat penting. Kronologi muntah dan hematemesis harus
ditentukan. yaitu bila tidak teraba nadi arteri besar (arteri Karotis
atau arteri femoralis). Segera lakukan kompresi jantung.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara tepat. Yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana
untuk menilai tingkat kesadaran adalah metode AVPU :
A : Alert (sadar)
V : Respon terhadap rangsangan vocal (suara)
P : Respon terhadap rangsangan nyeri (pain)
U : Unresponsive (tidak ada respon)
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah system scoring yang
sederhana dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita.
GCS ini dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum
dilakukannya reevaluasi pada survey primer, harus dilkukan pada
secondary survey pada saat pemeriksaan neurologis.
Penurunan keadaan dapat disebabkan penurunan oksigenasi
atau dan penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma pada
otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi
terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi, dan perfusi (Abadi, 2012).
e. Exposure (control lingkungan)
Keadaan dengan laserasi, kontusio, abrasi, swelling, dan
deformitas sering terjadi pada pasien truma. Cara yang paling
aman dengan membuka pakaian penderita secara keseluruhan. Ini
dilakukan dengan tujuan untukmemudahkan dalam memeriksa dam
mengevaluasi keadaan penderita, mencegah terjadinya
displacement pada fraktur, meminimalkan resiko terjadinya
komplikasi lebih lanjut. Hipothermia harus dapat dicegah, fungsi
jantung harus baik, terutama bila volume darah turun. Kain yang
steril dapat digunakan untuk menutup luka yang terbuka dengan
tujuan untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut (Abadi, 2012).

2. Secondary survey
 Head to toe
1) B 1
Sesak napas,batuk dengan/tanpa sputum purulen, perubahan
frekuesi pernapasan, lapar udara, Terjadi perubahan pola napas,
baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal,
irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas
ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo
brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya
infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat
pengatur suhu tubuh.
2) B 2
Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi,
tekanan darah yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang
menurun, rasa kesemutan dan bebas pada ekstermita merupakan
tanda gejala dari penderita diabetes mellitus.
3) B 3
Pusing/pening, kesemutan,kram, gangguan penglihtan, sakit
kepla, kelemahan pada otot, disorientasi, mengantuk, letargi,
stupor, abdomen yang tegang/nyeri, wajah meringis dengan
palpitasi: tampak sangat berhati-hati Iritabilitas
4) B 4
perubahan pola perkemihan, nokturia, adanya rasa
nyeri/terbakar, ISK baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, urine
encer, pucat, kuning, poliuria, abdomen keras dan asites
5) B 5
Hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan pemasukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, harus meningkat,
penggunaan diuretic
penurunan BB, turgor jelek, kekakuan, kulit kering bersisik, banyak
minum, muntah, pembesaran tiroid, bau hilotosis/ manis, bau
buah, pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya
pembesaran organ (pada penderita dengan penyerta penyakit
sirosis hepatic atau hepatomegali dan splenomegali)
6) B 6
Lemah, letih dan sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan tidur atau istirahat, takikardia dan takipnea
pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, penurunan kekuatan
otot,kelelahan, kulit gatal – gatal, kulit kering, ulkus kulit, parastesia/
paralisis, penurunan kekuatan otot, penurunan kemampuan dalam
beraktivitas
 Tanda- tanda vital
tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi, RR bervariasi
dan Suhu bervariasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d dieresis osmotic.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d disfungsi insulin,
penurunan masukan oral
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan kimia; ketidakseimbangan
glukosa /insulin dean elektrolit
4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
5. Risiko cidera b.d kurang kesedaran terhadap lingkungan.
6. Gangguan eliminasi urin b.d gangguan sensori atau neuromuskular.
7. Pola napas tidak efektif b.d sesak napas.
8. Kecemasan b.d perubahan status peran, lingkungan, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,status ekonomi.
9. Resiko tinggi infeksi b.d faktor lingkungan
10. Kerusakan integritas kulit b.d faktor internal

3. Perencanaan Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d diuresis osmotik
Goal : klien akan mempertahankan volume cairan yang adekuat selama
dalam perawatan
Objectif : klien tidak akan mengalami diuresis osmotik selama dalam
perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien akan
 Tanda - tanda vital tetap stabil
 Warna kulit dan suhu normal
 Nadi perifer dapat teraba
 Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji riwayat pasien berhubungan dengan Membantu memperkirakan kekurangan
lamanya/intensitas dari gejala seperti volume cairan tubuh total
muntah, pengeluaran urin yang berlebihan
Pantau tanda-tanda vital Hipofolomik dan dimanivestasikan oleh
hipotensi dan takikardi
Kaji pola napas, adanya pernapasan Paru-paru mengeluarkan asam
kusmaul/napas bau keton. karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratori terhadap keadaan
ketoasidosis.
Kaji nadi perifer, pengisian perifer, turgor Sebagai indicator dari dehidrasi atau
kulit dan membrane mukosa. volume sirkulasi yang adekuat
Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik
dari suatu status cairan yang sedang
berlangsng

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d disfungsi insulin,


penurunan masukan oral
Goal : klien akan meningkatkan kebutuhan nutrisi yang adekuat selama
dalam perawatan
Objectif : klien tidak akan mengalami disfungsi insulin, penurunan masukan
oral
Outcomes : dalam waktu 3x 24 jam perawatan klien akan
 berat badan normal
 menghabiskan porsi makan sesuai diet
 keluhan mual muntah berkurang atau tidak ada
Intervensi rasional
Timbang berat badan setiap hari dan Mengkaji pemasukan makanan yang
sesuai indikasi adekuat
Tentukan pola makan dan pola diet pasien Mengidentifikasi kekurangan dan
dan bandingkan dengan makan yang penyimpangan dari kebutuhan
dapat dihabiskan pasien terapeutik
Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih
zat makanan dan elektrolit segera jika baik apabila pasien sadar dan fungsi
pasien tidaka toleransi terhadap gastrointestinal baik
pemberian cairan peroral.
Identifikasi makanan yang disukai atau
Jika makanan yang disukai pasien
yang dikehendaki termasuk kebutuhan dapat dimasukkan dalam pencernaan
etnik/cultural makan kerja sama ini dapat diupayakan
setelah pulang
Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatan rasa keterlibatan,
makan ini sesuai dengan indikasi memberikan informasi kepada keluarga
untuk memahami kebutuahan nutrisi
klien

3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan kimia, ketidakseimbangan


glukosa/insulin dan elektrolit
Goal : klien akan meningkatkan persepsi sensori selama dalam perawatan
Objectif : klien akan menurunkan perubahan kimia ketidakseimbangan
glukosa/insulin dan elektrolit
selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 keadaan mental normal
 mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital Scederaebagai dasar untuk
membandingkan temuan abnormal,
seperti suhu yang dapat mempengaruhi
fungsi mental
Jadwalkan intervensi agar tidak menggangu Meningkatkan tidur dan mengurangi
pasien rasa letih dan memperbaiki daya piker
Lindungi pasien dari cedera pada saat Pasien mengalami disorientasi
tingkat kesadarannya terganggu merupakan awal kemungkinan
timbulnya
Berikan tempat tidur yang lembut dan Meningkatkan kenyamanan dan
pelihara kehangatan kaki, tangan dan menurunkan kemungkinan kerusakan
hindari suhu panas atau dingin yang tiba- integritas kulit.
tiba

4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit kebutuhan pengobatan b.d kurang


informasi
Goal : klien akan meningkatkan pengetahuan selama dalam perawatan
Objectif :klien akan mendapatkan informasi selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 1x24 jam perawatan klien
 pasien dapat mengungkapkan masalah
 meminta informasi dan selalu bertanya
 mengungkapkan pemahaman terhadap penyakit.
Intervensi Rasional
Ciptakan suasan saling percaya dengan Menggapi perlu diciptakan sebelum
mendengarkan penuh pehatian dan selalu pasien bersedia mengambil bagian
ada untuk pasien dalam proses belajar
Bekerja sama dengan pasien dalam Partisipati dalam perencanaan
menata tujuan belajar yang diharapkan meningkatkan antusias dan kerja sama
pasien
Demonstrasikan cara pemeriksaan gula Melakukan tes gula darah sendiri,
darah dengan menggunakan finger stik meningkatkan kontrol kadar gula darah
dan biarkan ia ulangi yang secara ketat
Diskusikan tentang rencna diet Kesadaran pentingnya control diet akan
penggunaan makanan tinggi berserat membantu pasien dalam
merencanakan makanan dan mentaati
program diet
Buat jadwal latihan/aktivitas yang teratur Waktu latihan tidak boleh bersamaan
dan identivikasi hubungan dengan dengan waktu kerja puncak insulin
penggunaan insulin.
Instruksikan pemeriksaan secara rutin Mencegah atau mengurangi komplikasi
5. Risiko cidera b.d kurang kesedaran terhadap lingkungan.
Goal : klien tidak akan mengalami cedera selama dalam perawatan.
Objectif : klien akan meningkatkan kesadaran selama dalam perawatan.
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 Tidak terjadi tanda-tanda cedera
Intervensi Rasional
Bantu pasien mengidentifikasi situasi dan Untuk meningkatkan kesadaran pasien
bahaya yang dapat mengakibatkan tentang kemungkinan bahaya
kecelakaan.
Anjurkan pasien untuk mengadakan Untuk mengurangi kemungkinan cidera
perbaikan kesadaran pasien tentang
kemungkinan bahaya
Rujuk pasien ke sumber-sumber Dengan tindakan ini paisen dan
komunitas yang tepat untuk mendapatkan anggota keluarga dapat mengubah
informasi lebih lanjut tentang usaha lingkungan dalam mencapai tingkat
mengidentifikasi dan menyingkirkan keamanan yang optimal.
bahaya.

6. Gangguan eliminasi urin b.d gangguan sensori atau neuromuskular


Goal : klien tidak akan meningkatkan eliminasi urin yang adekuat selama
dalam perawatan
Objectif : kilen tidak akan mengalami ganguan sensori selama dalam
perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 Dapat Bak dengan normal
Intervensi Rasional
Pantau status neuromuscular dan pola Pengukuran asupan dan haluaran
berkemih pasien : dokumentasikan dan yang akurat sangat angat penting untuk
laporkan asupan dan haluaran. pemberian terapi penggantian cairan
yang benar. Format data evaluasi yang
lengkap bermanfaat untuk
mendiagnosis faktor kausatif.
Berikan perawatan untuk kondisi
perkemihan pasien dengan tepat dan
sesuai program; pantau kemajuanya.
Laporkan respons terhadat penanganan.
Bantu pasien dan juga penanganan untuk
memangfaatkan semua tindakan yang
mendukung pemulihan.

7. Pola napas tidak efektif b.d sesak napas


Goal : klien tidak akan meningkatkan pola napas yang efektif efektif selama
dalam perawatan
Objectif : klien tidak akan sesak napas selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 5 menit perawatan klien
 Tidak sesak napas
 Suara napas vesikuler
 RR dalam batas normal
Intervensi Rasional
Sediakan waktu khusus untuk berbicara Untuk menujukan kenyamanan
dengan pasien tanpa terganggu terhadap isu-isu seksual dan
meyakinkan pasien bahwa keluhannya
dapat diterima untuk didiskusikan
Lakukan pendekatan kepada pasien Untuk mendorong pasien
dengan cara menerima pasien tanpa mendiskusikan perasaan tentang
menghakimi perubahan identitas dan perilaku
seksual yang dirasakan. Tindakan ini
menunjukan tanggapan positif yang
tulus terhadap pasien dan keluhannya
tentang pola seksual.
Berikan waktu kepada istri dan suami/ istri Tindakan ini membantu mereka
dan pasangan tentang penyakit yang berfokus pada keluhan khusus,
diderita pasien dan penanganannya. mendorong pertanyaan , dan
Jawab pertanyaan mereka dan klarifikasi menghindari kesalah pahaman
kesalahan persepsi yanga ada pada
mereka.
Berikan waktu untuk privasi Untuk menunjukkan respek pada
pasien, memberikan waktu untuk
introspeksi, dan memberi kesempatan
pasien utuk mengontrol waktu
berinteraksi dengan orang lain.
Tawarkan rujukan ke konselor, atau Untuk memberikan sumber-sumber
indifidu pendukung, seperti tenga lanjutan terapi kepada pasien.
kesehatan jiwa dan konselor seksual, atau
kelompok pendukung penyakit yang
berkaitan

8. Kecemasan b.d perubahan status peran, lingkungan, status kesehatan, pola


interaksi, fungsi peran,status ekonomi.
Goal : klien tidak akan merasa cemas selama dalam perawatan
Objectif : klien tidak akan mengalami perubahan status peran, lingkungan,
status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran,status ekonomi selama dalam
perawatan
Outcomes : dalam waktu 3x 24 jam perawan klien
 Tidak berkeringat
 Wajah tampak segar
Intervensi Rasional
Kurangi reseptor (termasuk membatasi Seminimal mungkin jika memungkinkan
akses individu pada pada pasien jika untuk menciptakan iklim yang tenang
sesuai) dan terapiotik
Secara seksama, perhatikan kebutuhan Untuk menciptakan kesejahteraan dan
fisik pasien. Berikan makanan bergizi dan meyakinkan pasien bahwa
tingkatkan kualitas tidur disertai dengan kebutuhannya akan terpenuhi
langkah – langkah yang memberikan rasa
nyaman
Berikan obat sesuai yang diresepkan untuk membantu pasien rileks selama
peiode ansietas
Dengarkan dengan penuh perhatian. Kaji Untuk mendiskusikan alasan – alasan
pengetahuan pasien mengenai situasi munjulnya ansietas, sehingga dapat
yang dialaminya dan beri motifasi kepada membantu pasien mengidentifikasi
pasien perilaku kecemasan dan menyadarkan
penyebabnya.
Berikan penjelasan yang benar kepada Untuk menghindari terlalu banyaknya
pasien tentang semua tindakan informasi
Motifasi pasien untuk mengidentifikasi dan Untuk membangun rasa kontrol
berpartisipasi dalam aktivitas yang ia rasa
menyenagkan
Bila memungkinkan, libatkan pasien dan Untuk membangun keperccayaan diri
anggota keluarga dalam mengambil pasien dan menumbuhkan rasa
keputusan tentang pearawatan percaya
Dukung upaya anggota keluarga untuk Untuk menurunkan ansietas keluarga
mengatasi perilaku kecemasan pasien. dan pasien
Berikan kesempatan keluarga untuk
melakukan kunjungan ekstra, bila
bermanfaat,
Ajarkan kepada pasien teknik relaksasi Untuk memperbaiki keseimbangan fisik
untuk dilakukan sekurang-kurangnya dan psikologis
setiap 4 jam ketika terjaga,
Berikan kesempatan pada pasien untuk Untuk menghilangkan keraguan dan
mendiskusikan perasaannya dengan meningkatkan dukungan.
orang lain yang memiliki masalah
kesehatan yang sama
Rujuk pasien ke sumber-sumber Untuk memberikan pelayanan
komunitas atau profesi kesehatan mental kesehatan mental secara kelanjutan.

9. Kerusakan integritas kulit b.d faktor internal


Gaol : klien akan meningkatkan integritas kulit yang adekuat selama dalam
perawatan
Objectif : klien tidak mengalami faktor internal selama dalam perawatan
Oucomes : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 Kulit utuh
 Tidak ada edema
 Tidak ada lesi, kemerahan
Intervensi Rasional
Inspeksi kulit pasien setiap pergantian Untuk mencegah atau meminimalkan
tugas jaga, kerusakan kulit
Ubah posisi pasien minimal 2 jam dan di Untuk dapat mengurangi tekanan pada
Ikuti jadwal penggunaan posisi jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan
mencegah sirkulasi kulit.
Pertahankan kulit pasien tetap bersih dan Untuk menjaga kulit kering,
kering, hindari penggunaan sabun yang meningkatkan kenyamanan, dan
menimbulkan iritasi mengurangi resiko iritasi dan kerusakan
kulit.
Pantau asupan nutrisi pasien dan Hidrasi membantu mempertahankan
pertahankan hidrasi yang adekuat. inegritas kulit
Anemia (HB 10 mg) dan kadar albumin
serum yang rendah (2 mg)berkaitan
dengan terjadinya ulkus deku bitus
Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk mendorong kepatuhan terhadap
atau pasangan tetang perlunya tindakan program perawatan kulit
perawatan kulit preventif

10. Resiko tinggi infeksi b.d faktor lingkungan


Goal : klien akan bebas dari infeksi selama dalam perawatan
Objectif :klien tidak akan mengalami faktor lingkungan selama dalam
perawatan
Outcomes :dalam waktu 3x24 jam perawatan klien
 Tidak ada tanda- tanda infeksi
Intervensi Rasional
Minimalkan resiko infeksi pasien dengan : Sarung tangan dapat melindungi tangan
a. Mencuci tangan sebelum dan pada saat memegang luka yang balut
setelah memberikan perawatan. atau melalukan berbagai tindakan
Mencuci tangan adalah satu –
satunya adalah cara terbaik untuk
mencegah patogen
b. Mengunakan sarung tangan untuk
mempertahankan asepsis pada
saat memberikan perawatan
langsung
Pantau suhu minimal setiap 4 jam dan Suhu yang terus meningkat setelah
catat pada kertas grafit. pembedahan dapat merupakan tanda
awitan, komplikasi pulmonal infeksi luka
atau dehisens, infeksi saluran kemih,
atau tromboflebitis
Anjurkan asupan cairan 3 sampai 4 liter Untuk membantu menipiskan sekresi
setiap hari, bila tidak di kontra indikasikan, mukosa
Yakinkan asupan nutrisi yang adekuat. Tindakan ini membantu menstabilkan
Tawarkan suplemen tinggi protein bila berat badan, meningkatkan tonus dan
tidak dikontraindikasikan masa otot, dan membantu
penyembuhan luka
4. Implementasi
Implementasi dibuat berdasarkan intervensi yang dibuat

5. Evaluasi
Evaluasi dibuat untuk mengetahui apakah kriteria evaluasi tercapai sebagian,
seluruh atau tidak tercapai

PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Komplikasi akut
 Uraikan gejala hipoglikemia (gemetar, sakit kepala, rasa lapar, lemah, sulit
konsentrasi, perubahan emosi) bahaya jika tidak di obati
 Identifikasi penyebab hipoglikemia
 Pemantauan gula darah, konsusmsi makanan sesuai diet
 Uraikan gangguan hiperglikemia
2. insulin, diet, pemantauan gula darah.
 Jelaskan teknik injeksi insulin
 Lokasi penyuntikan
 Klasifikasi kelompok makanan
 Jadwal konsumsi makanan dan cemilan
 Identivikasi makanan pengganti
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.


Jakarta : Balai Penerbit FKUI,

Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC,.

Nanda Internasional.2013. Diagnosa keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014, EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,.

Anda mungkin juga menyukai