oleh:
Dyah Ayu Rizki Imani, S.Kep
NIM 202311101067
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik,
(Ns. Ana Nistiandani, S.Kep., M.Kep) (Tinuk Tri Lestari, S.Kep. Ns)
NRP. 760019011 NIP/NIK. 19760529 20021 2 003
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
1
a. Fungsi Eksokrin
Kelenjar pankreas tersusun atas sel asini, menghasilkan enzim yang
diekskresikan dalam usus halus yang membantu penyerapan makanan,
dengan produksi setiap harinya 1200-1500 ml cairan dengan fusngi
enzim memecah protein (enzim tripsin), lemak (enzim lipase), dan
karbohidrat (enzim amilase) (Penggalih, 2020).
b. Fungsi Endokrin
Pulau langerhans berada dikelenjar endokrin yang mampu menghasilkan
hormon. Kepulauan langerhans terdapat kurang lebih 3 jenis sel
endokrin utama yang mengahasilkan hormon yang berbeda, yaitu
(Penggalih, 2020):
1) Sel alfa (A), Sekitar 20-40%, memproduksi hormon glukagon,
fungsi utama glukagon menurunkan oksidasi glukosa dan
meningkatkan kadar glukosa darah yang menjadi faktor
hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif. Melalui glikogenolisis
(pemecahan glikogen hati) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa dari lemak dan protein) glukogen mencegah glukosa darah
turun dibawah kadar tertentu ketika tubuh berpuasa atau diantara
waktu makan.
2) Sel beta (B), sekitar 60-80%, memproduksi insulin yang
mempermudah pergerakan glukosa menembus membran sel
kedalam sel, yang mempengaruhi kadar glukosa darah. Pelepasan
insulin diatur oleh glukosa darah, apabila insulin meningkat kadar
glukosa darah meingkat.
3) Sel delta (D), sekitar 5-15%, melepaskan somatostatin, yaitu
hormon yang menghambat pelepasan glukagon dan insulin,
memperlambat motilitas pencernaan yang memungkinkan lebih
banyak waktu untuk mengabsorbsi makanan.
4) Sel F, sekitar 1%, mengandung dan menyekresi pankreatik
polipeptida.
2
Gambar 1. Anatomi fisiologi pankreas
3
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus Tipe 1 disebabkan destruktur sel beta autoimun yang
memicu terjadnya defisiensi insulin absolut. Faktor keturunan seperti
antibodi sel islet, tingginya HLA tipe DR3 dan DR4. Faktor lingkungan
seperti defisiensi vitamin D, toksin lingkungan, paparan dini terhadap
protein kompleks. Seseorang dengan DM tipe 1 mengalami defisiensi
insulin absolut. Menurut Simatupang, 2017 DM tipe 1 terjad karena
penghancuran sel pulau pankreas, dengan faktor penyebab adanya
infeksi virus dan reaksi autoimun (rusaknya kekebalan tubuh) yang
merusak sel penghasil insulin (sel beta), seingga pankreas tidak
menghasilkan insulin.
b. Diabetes mellitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena resistensi insulin perifer, defek
progresif sekresi insulin, peningkatan gluconeogenesis dan disfungsi
sekresi insulin sel beta. DM Tipe 2 dipengaruhi faktor lingkungan
seperti obesitas, gaya hidung tidak sehat, diet tinggi karbohidrat
c. Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional terjadi sebanyak 2-5% dari semua
kehamilan. DM gestasional merupakan diagnosis DM yang diterapkan
kepada perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama
kali selama kehamilan. DM gestasional terjadi pada 2-5% kehamilan
namun menghilang ketika kehamilan berakhir. Dengan faktor resiko
terjadi pada perempuan dengan riwayat keluarga DM atau BB lebih dari
4 kg saat lahir, obesitas, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium
polikistik. DMG muncul pada minggu ke-24 (bulan keenam) dan hilang
ketika sesudah melahirkan. `
d. Diabetes mellitus tipe lainnya
Diabetes mellitus tipe lainnya sebagai akibat dari disfungsi sel beta,
penyakit pankreas (kistik fibrosis), atau penyakit yang diindukasi oleh
obat-obatan. DM juga terjadi karena gangguan lain atau pengobatan.
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membrane sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruang intraseluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai
4
diuretic osmosis. Deuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan keluaran
urine. Kondisi ini disebut dengan poliuria. Ketika kadar glukosa darah
melebihi ambang batas glukosa yaitu biasanya sekitar 180 mg/dl, glukosa
akan diekskresikan ke dalam urin, dan suatu kondisi tersebut disebut dengan
glukosuria. Penurunan volume intraseluler dan peningkatan haluaran urin
menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan.,
yang menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang banyak
(polidipsia) (LeMone dkk., 2016).
Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin, maka
produksi energy akan menurun. Penurunan energy ini, menstimulasi rasa
lapar dan orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan
meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan
memecah protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi.
Malaise dan keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram
juga umum terjadi, akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan
pembengkakan lensa mata (LeMone dkk., 2016).
Oleh sebab itu, menifestasi klasik meliputi poliuria, polydipsia, dan
polifagia, disertai dengan penurunan berat bdan, malaise, dan keletihan.
Bergantung pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari
ringan hingga berat. Orang dengan DM tipe 1 membutuhkan sumber insulin
eksogen (eksternal) untuk mempertahankan hidup (LeMone dkk., 2016).
Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat
dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan
kesehatan untuk beberapa masalah lain. Hiperglikemia pada DM tipe 2
biasanya tidak seberat pada DM tipe 1, tetapi manifestasi yang muncul sama,
khususnya poliuria dan polydipsia. Polifagia jarang dijumpai dan penurunan
berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemia:
penglihatan buram, keletihan, parastesia, dan infeksi kulit (LeMone dkk.,
2016).
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilaukan pada penderita diabetes
mellitus diantaranya (Trinova, 2020):
a. HbAic
Pengukuran gula darah jangka panjang, sesuai masa hidup sel darah
merah, berguna dalam memantau kepatuhan. Mengukur presentase gula
darah yang terikat dengan hemoglobin. Hemoglobin merupakan zat
pembawa oksigen keseluruh tubuh, hemoglobin yang terikat gula darah
5
disebut hemoglobin terglikasi. Semakin tinggi hemoglobin A1c semakin
tinggi juga kadar gula darah.
1) Normal : <5.7%
2) Prediabetes : 5,7%-6,4%
3) Diabetes : >6,5%
b. Tes Gula Darah Puasa
Pemeriksaan dilakukan setelah 8 jam puasa, melalui darah vena atau
kapiler
1) Plasma vena : normal <110, prediabetes 110-125, diabetes >126
2) Darah kapiler : normal <90, prediabetes 90-109, diabetes >110
c. Tes Gula Darah Sewaktu
Dilakukan kapan saja tanpa melihat kapan waktu makan terkahir,
biasanya sudha muncuk gejala diabetes seperti seing buang air kecil,
kehausan atau pasien yang tidak memungkinkan diperiksa gula darah
puasa/HbA1c
1) Plasma vena : normal <110, prediabetes 110-199, diabetes >200
2) Darah kapiler : normal <90, prediabetes 90-199, diabetes >200
d. Tes Toleransi Glukosa Oral
Dilakukan apabila hasil pemeriksaan metode lain masih meragukan,
sering dilakukan untuk DM gestasional, pemeriksaan dilakuakn setelah
puasa selama 30 menit, 1 jam dan 2 jam setelah minum glukosa 75 mg
1) Normal : <140 mg/dL
2) Prediabetes : 140-199 mg/dL
3) Diabetes : >200 mg/dL
e. AG (Albumin Glikat)
Pemeriksaan berdasarkan reaksi antar glukosa dengan albumin,
menggambarkan kadar glukosa 2-3 minggu sebelumnya, hanya sebagai
pemantauan, kelebihanya tidak dipengaruhi anemia, Hb-pathy,
kehamilan dan nefropati, kekuranganya tidak bisa untuk nefrotik
syndrom.
1.6 Patofisiologi/ Clinical Pathway
a. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena kekurangan insulin dalam menghantarkan
glukosa menembus membran sel dalam sel, seingga molekul glukosa
tertumpuk didalam peredaran darah menyebabkan hiperglikemia.
Hiperglikemia mengakibatkan hiperosmolaritas serum yang menarik air
dari ruang intraseluler kedalam sirkulasi umum. Peningkatan volume
6
darah menyebabkan meningkatnya aliran darah ginjal dan hiperglikemia
bertindak sebagai diuretik osmosis. Diuretik osmosis menyebabkan
haluaran urin meningkat atau disebut poliuria. Ketika kadar glukosa
darah melebihi ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL
glukosa diekskresikan kedalam urin yang diseut glukosuria. Penurnan
volume intraseluler dan meningkatnya haluaran urin mengakibatkan
dehidrasi, mulut kering dan sensor haus diaktifkan, seingga
mengakibatkan minum dalam jumlah banyak atau polidipsia. Glukosa
tidak dapat masuk dalam sel tanpa insulin. Produksi energi mengalami
penurunan. Energi yang menurn menstimulasi lapar dan akan
mengakibatkan makan banyak atau polifagia. Walaupaun asupan makan
meningkat, berat badan akan menurun saat tubuh kehilangan air dan
memecah protein dan lemak sebagai upaya pemulihan sumber energi
(Maria,2021).
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Patogenesis DM tipe 2 berbeda dengan Tipe 1. Respon terbatasnya sel
beta terhadap hiperglikemia menjadi faktor terbesar. Sel beta terpapar
secara kronis terhadap kadar glukosa darah yang tinggi sehingga
menjadi kurang efisien dalam merespon peningkatan glukosa. DM tipe 2
adalah kondisi hiperglikemia puasa yang terjadi karena insulin endogen.
Kadar insulin yang dihasilkan DM tipe 2 berbeda-beda, fungsinya
drusak oleh resistensi insulin di jaringan perifer maupun di hati. Hati
memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan
tidak dimetabolisme dengan baik, seingga pankreas mengeluarkan
jumlah insulin yang kurang dari yang diperlukan. Faktor utama
terjadnya DM Tipe 2 merupakan resistensi seluler terhadap efek insulin,
resistensi meningkat dengan adanya kegemukan, tidak beraktivitas,
penyakit, obat-obatan, serta usia yang bertambah. Seseorang dengan
DM tipe 2 mempunyai penurunan sensivitas insulin terhadap kadar
glukosa yang menyebabkan produksi glukosa hepatik juga berlanjut,
bahkan hinga kadar glukosa darah meningkat. Hal ini bersamaan dengan
ketidakmampuan otot dan jaringan lemak dalan meningkatkan proses
pengambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin perifer
tidak jelas, namun terlihat terjadi setelah insulin berikatan dengan
reseptor pada permukaan sel (Maria,2021).
7
Pathway
Faktor keturunan Gaya hidup Riwayat keturunan
Defisiensi insulin absolut Retensi insulin perifer Intoleransi glukosa saat hamil
Disfungsi pankreas Retensi insulin Nadi meningkat & Faktor mekanis (gesekan)
TD menurun Nafsu makan menurun
Penurunan sirkulasi Gangguan tolerensi GD
darah Kerusakan jaringan dan
Turgor menurun & atau lapisan kulit Bb turun Mudah kenyang
Lelah/lesu mukosa kering
Resiko perfusi perifer Defisit nurisi
tidak efektif Nyeri, perdarahan, kemerahan
Vol urine meningkat
Kadar GD tinggi
Gangguan integritas
Lemah, haus kulit/jaringan
Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
Hipovolemia
8
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah guna mengurangi munculnya komplikasi vascular dan neropatik.
Tujuan terapeutikpada setiap tipe diabetes adalah untuk mencapai kadar
glukosa darah normal (euglikemia) tanpa disertai hipoglikemia dan tanpa
mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen
penatalaksanaan diabetes (Nutrisi, olahraga, pemantauan terapi
farmakologis, dan edukasi) (Brunner dan Suddart, 2017) sebagai berikut:
a. Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin
b. Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan
c. Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin
d. Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga tidak
berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat digunakan
pada kondisi akut
e. Mengingat terapi bervariasi selama perjalanan penyakit karena adanya
perubahan gaya hidup dan status fisik serta emosional dan juga
kemajuan terapi, terus kaji dan modifikasi rencana serta lakukan
penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi perlu untuk pasien dan keluarga.
Sedangkan langkah-langkah penatalaksanaan khusus diantaranya
(PERKENI, 2019):
a. Edukasi
Tujuan edukasi promosi sehat, sebagai upaya pencegahan dan
merupakan bagian terpenting pengelolaan DM secara holistik, materi
edukasi tingkat awal, lanjutkan dan edukasi perawatan kaki.
b. Terapi nutisi medis (TNM)
Bagian terpenting dalam penatalaksanaan DM secara komprehensif.
Prinsip pengaturan makan sesuai dengan ajuran makan masyarakat
umumnya. Penyandang DM perlu menekankan keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama yang menggunakan
obat untuk meningkatkan sekresi insulin. Komposisi makanan terdiri
dari karbohidrat, lemak, protein, natrium, serat, pemanis alternatif.
c. Latihan fisik
Salah satu pilar dalam pengelolaan DM, program latihan secara teratur
dilakukan 3-5 hari seminggu selama 30-45 menit. Latihan fisik
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran fisik.
9
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat).
Obat antihiperglikemia oral:
1) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue)
- Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
efek samping hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
- Glinid : mirip sulfonilurea namun beda lokasi reseptor, hasil akhir
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
2) Peningkatan sensivitas terhadap insulin
- Metformin : mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
memperbaiki ambilan glukosa dijaringan perifer. Pilihan pertama
DMT2.
- Tiazolidinedion (TZD): efeknya menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, seingga
meningkatkan ambila glukosa di jaringan perifer.
3) Penghambat alfa glukosidase : Menghambat kerja enzim alfa
glukosidase dalam saluran pencernaan sehingga menghambat
absorbsi glukosa dalam usu halus.
4) Penghambat enzim Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4 inhibitor).
5) Penghambat enzim sodium glucose co-transporter 2 (SGLT-2
inhibitor) : Menghambat reabsobsi glukosa didalam tubulus
proksimal dan meningkatkan eksresi glukosa melalui urin.
Obat antihiperglikemia suntik:
1) Insulin.
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic : Inkretin adalah hormon peptida
yang disekresi gastrointestinal setelah makanan dicerna, yang
mempunyai potensi untuk meningkatkan sekresi insulin melalui
stimulasi glukosa. Efeknya menurunkan BB, menghambat
pelepasan glukagon, menghambat nafsu makan, memperlambat
pengosongan lambung sehingga menurunkan kadar glukosa darah
postprandinal.
3) Kombinasi insulin basal dan Agonis GLP-1: manfaat insulin basal
menurunkan glukosa darah puasa, angonis GLP-1 akan menurnkan
glukosa setelah makan dengan target akhir adalah menurnkan
HbA1c, selain itu rendahnya resiko hipoglikemia dan peningkatan
berta badan.
10
Tabel 1. Obat antihiperglikemia oral
1.8 Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diantaranya (Maria,2021) :
a. Hiperglikemia dan Ketoasidosis Diabetik
Hiperglikemia terjadi karena glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel
karena kurangnya insulin. Tanpa adanya karbohidrat sebagai bahan
bakar sel. Hati mengubah simpanan glikogen menjadi glukosan
(glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa
(glukeneogenesis). Namun, respon ini menyebabkan meningkatnya
kadar glukosa darah. Penyebab umum ketoasidosis diabetik diantaranya
pemakaian terlalu sedikit insulin, tidak menggunakan insulin,
ketidakmampuan memenuhi peningkatan kebutuhan insulin, trauma,
kehamilan, berkembanganya resistensi insulin dengan adanya antibodi
insulin.
b. Sindrom hiperglikemia hiperomolar nonketosis
Sindrom hiperglikemia hiperomolar nonketosis merupakan jenis
ketoasidosis diabetik yang ditandai hiperglikemia ekstream (600-2.000
mg/dL), Dehidrasi nyata, ketonuria ringan atau tidak erdeteksi, tidak ada
asidosis. HHNS banyak terjad pada lansia dengan DM tipe 2.
11
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia atau dikenal reaksi insulin atau reaksi hipoglikemia
merupakan ciri dari DM tipe 1 dan juga dijumpai dalam klien DM tipe 2
yang diobati dengan isulin atau obat oral. Kadar glukosa darah pada
klien dengan gejala hipoglikemia bervariasi, namun tidak sampai <50-
60 mg/dL kadar glukosanya. Penyebab reaksi hipoglikemia terjad
karena dosis berlebihan insulin, menghindari makanan atau makan lebih
sedikit, menggunakan tenaga lebih tanpa kompensasi karbohidrat,
ketidakseimbangan nutrisi dan cairan mengakibatkan mual dan muntah,
perubahan jadwal makan dan pemberian insulin, tidur berlebih dipagi
hari, dan pengaruh alkohol.
d. Komplikasi kronis DM
1) Komplikasi Makrovaskuler yaitu penyakit arteri koroner, penyakit
serebrovaskuler, hipertensi, penyakit pembuluh darah dan infeksi.
2) Komplikasi mikrovaskuler yaitu retinopati, nefropati, ulkus tungkai
dan kaki, neuropati sensorimotor, neuropati autonomy yaitu pupil,,
jantung, gastrointestinal dan urogenital.
12
b) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti infark miokard, penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin,
gangguan hormonalRiwayat kesehatan keluarga.
c) Riwayat penyakit keluarga
Terdapat riwayat keluarga yang menderita DM.
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Tekanan darah dan pernafasan pasien DM tinggi atau normal, nadi nromal,
suhu meningkat apabila ada infeksi, lemah, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur.
Pada umumnya ditemukan hasil pemeriksaan head to toe sebagai berikut:
a) Status kesehatan umum
Tekanan darah dan pernafasan pasien DM tinggi atau normal, nadi romal,
suhu meningkat apabila ada infeksi, lemah, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, adakah gangguan pendengaran, lidak terasa tebal,
lidah mengental, gusi bengkak, penglihatan kabur, lensa mata keruh.
c) Sistem integumen
Jika kekurangan cairan makan turgor kulit tidak elastis, adanya luka atau
kehitaman bekas luka, kelembana dan suhu kulit disekitar gangren.
d) Sistem pernafasan
Kaji sesak nafas, batuk, sputum, penderita DM mudah terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
penurunan berat badan, peningkatan lingkar abdomen.
g) Sistem urinaria
Poliuri, retensio urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h) Sistem muskuloskeletal
Cepat lelah, lemah, nyeri, gangren di ekstremitas.
13
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, disorientasi.
14
1.3 Perencanaan / Nursing Care Plan
15
2. Output urine menurun; 2. Monitor intake dan output cairan
3. Perassan lemah menurun; Terapeutik
4. Keluhan haus menurun; 3. Berikan asupan cairan oral
5. Dst. Edukasi
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
3. Gangguan Integritas kulit dan jaringan (L.14125) Perawatan luka (I.14564)
integritas Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Observasi:
kulit/jaringan jam maka integritas kulit dan jaringan 1. Monitor karakteristik luka.
(D.0129) b.d meningkat dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi.
faktor resiko 6. Nyeri menurun; Terapeutik:
perubahan 7. Perdarahan menurun; 3. Lepaskan balutan dan plester secara
sirkulasi, faktor 8. Kemerahan menurun; perlahan.
mekanis. 9. Pigmentasi abnormal menurun; 4. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
10. Suhu kulit membaik; pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan.
11. Tekstur membaik; 5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,
12. Dst. jika perlu.
6. Pasang balutan sesuai jenis luka.
7. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka.
Edukasi:
8. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
9. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein.
10. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri.
Kolaborasi:
11. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika
perlu.
16
4. Defisit nutrisi Status nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0019) b.d Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Observasi
ketidakmampuan jam maka status nutrisi membaik dengan 1. Identifikasi status nutrisi
mengabsorbsi kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
nutrien. 1. Kekuatan otot pengunyah makanan
meningkat; 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang
2. Kekuatan otot menelan nasogastric
meningkat; 4. Monitor asupan makanan
3. Frekuensi makan membaik; 5. Monitor berat badan
4. Nafsu makan membaik Terapeutik
5. Dst. 6. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, Jika perlu
7. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
8. Hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastric jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
9. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
10. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
11. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
5. Resiko perfusi Perfusi perifer (L.02011) Perawatan sirkulasi (I.02079)
perifer tidak Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Observasi
efektif (D.0015) jam maka perfusi perifer meningkat dengan 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer,
b.d faktor resiko kriteria hasil: pengisian kapiler, ABI)
17
hiperglikemia. 1. Warna kulit pucat menurun; 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
2. Edema perifer menurun; bengkak pada ekstremitas
3. Akral membaik; Teraputik
4. Turgor kulit membaik; 3. Lakukan pencegahan infeksi
5. Dst. 4. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
5. Anjurkan olahraga rutin
6. Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat
7. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
18
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2017. Keperawatan Medikal - Bedah. Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chalik, R. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Anatomi Fisiologi Manusia.
Kementrian Kesehatan Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Anatomi-dan-Fisiologi-Manusia-Komprehensif.pdf
[diakses pada 03 April 2021]
Hurst, M. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal - Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
LeMone, P., K. M. Burke, dan G. Bauldoff. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Dalam 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
19
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
20