Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Definisi
Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana
tubuh tidak bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh
tidak bisa memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan, sehingga
terjadi kelonjakkan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus
bisa juga terjadi karena hormon insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak dapat
bekerja dengan baik. (Fitriana, 2016)
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah ke hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi (Black and
Hawks, 2014). Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketiadaan absolut insulin atau penurunan relative intensitivitas sel terhadap
insulin. (Corwin, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah penyakit
metabolik dengan karakteristik peningkatan gula darah (hiperglikemia) dan
disebabkan karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang di produksi.
B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut Corwin, (2014); PERKENI, (2011)
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
abdolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes
melitus dependen insulin (IDDM).
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit hiperglikemia akibat resistensi
insulin disertai defisiensi relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
(PERKENI, 2011). Pada diabetes melitus tipe 2 meskipun kadar insulin
mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin
tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat.
3. Diabetes melitus gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes ini membaik
setelah persalinan, sekitar 50% wanita mengidap kelainan ini tidak akan
kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika
membaik setelah persalinan, resiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah
sekitar 5 tahun pada waktu mendatang lebih besar daripada normal (Corwin,
2014)
4. Diabetes melitus tipe lain
Diabetes melitus tipe ini berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik karena penyakit lain seperti penyakit pankreas, hormonal,
bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin atau sindrom genetik
tertentu (PERKENI, 2011)
C. Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
a. Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara
pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu :
a. < 140 mg/dL → normal
b. 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
c. > 200 mg/dL → diabetes
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional merupakan penyakit diabetes yang
disebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya
hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses
kehamilan (Fitriana, 2016). Penyebab diabetes gestasional dianggap
berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta
hormone pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan.
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
Penyebab tipe lain dari penyakit diabetes melitus ini adalah
berhubungan dengan kecacatan, penyakit atau sindrom tertentu. Dalam
kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel-β. Sebagian besar tanda
klinisnya adalah hiperglikemia pada usia dini. Mereka sering disebut
maturity-onset diabetes of the young (MODY). Sebagai ciri adalah
gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak ada cacat dalam kerja
insulin. Mereka mewarisi autosomal dominan tetapi heterogen. (Lim, 2014)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2015) manifestasi klinis pada penderita
DM, yaitu:
1. Gejala awal pada penderita DM adalah
a. Poliuria (peningkatan volume urine)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
2. Gejala lain yang muncul
a. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetes kronik.
b. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
c. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
d. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
e. Kelemahan tubuh.
f. Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel
melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
g. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein
banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang
diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
h. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
i. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.
E. Patofisiologi
Menurut (Corwin, EJ. 2014), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu
terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa
tidak terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada
kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi).
F. Pathway
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar serum glukosa
a. Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes
b. Gula darah 2 jam PP : 200 mg/dl
c. Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg/dl
2. Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kuarang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu
nilai lain lebih dari 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gr.
3. HbA1C
Kurang dari 8% mengindikasikan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
4. Pemeriksaan kadar glukosa urin. (Yuliana, 2012)
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa tanpa terjadi hiperglikemia dan
gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada 5 komponen dalamn
penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi dan pendidikan
kesehatan.
1. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial misal vitamin, mineral.
b. Mencapai dan mempertahankan berat badab yang sesuai.
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
2. Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambulan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan
tonus otot juga diperbaiki dengan olahraga.
3. Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan
pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.
4. Terapi
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah.
b. Obat oral anti diabetik
- Sulfonaria
 Asetoheksamid (250 mg, 500 mg)
 Clorpopamidn (100 mg, 250 mg)
 Glipizid (5 mg, 10 mg)
 Glyburid (1,25 mg : 2,5 mg : 5 mg)
 Totazamid (100 mg : 250 mg : 500 mg)
 Tolbutamid (250 mg, 500 mg)
- Biguanid
 Metformin 500 mg
5. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat,
pengenalan dan pencegahan hipoglikemi/ hiperglikemi.
b. Tindakan preventif (perawatan kaki, perawatan mata, hygiene umum).
c. Meningkatkan kepatuhan program diet dan obat. (Smeltzer and Bare,
2014)
I. Kompilikasi
Menurut Sujono & Sukarmin (2015), komplikasi DM dibagi dalam 2
kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular
jangka panjang :
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Hyperglikemia.
Hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi
pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. Hiperglikemia
mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat
seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok
dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka
akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera.
Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah
mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin
tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:
1) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
2) Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah
secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam
darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia, yaitu :
a. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan
beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria
yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien
akan mengalami koma dan kematian.
b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena
defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa
ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600
mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis
osmotik dan dehidrasi berat.
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin
suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada
yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang
mengakibatkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia adalah keadaan
dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3
mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat.
Tingkatan hypoglikemia adalah sebagai berikut :
1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan
gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan
dan rasa lapar.
2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik.
Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara
pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku
yang tidak rasional,
3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang,
sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi.
Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang
bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli
di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup
atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan
atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan
secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-
sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan
glukosa.
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
b)Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh
insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular.
Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
Menurut (Santosa, Budi. 2016)
1. Identitas klien, meliputi :
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2. Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi,
suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit
kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit
kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4. Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang
mengandung estrogen.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
B. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi
menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung.
3. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,
hiperaktif pada diare.
5. Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
6. Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
7. Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
8. Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.
Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.

9. Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
10. Gastro intestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,
anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
11. Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus
pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
12. Integumen Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulku.
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1).
3. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume cairan
secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan.
4. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan
D. Intervensi keperawatan
NO. Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Pain Management
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan klien dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
diagnosa nyeri akut dapat komprehensif termasuk lokasi,
teratasi dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
 Pain Level
2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan .
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan 3. Kaji kultur yang mempengaruhi
tehnik nonfarmakologi respon nyeri.
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan). 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
2. Melaporkan bahwa nyeri ruangan, pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan .
menggunakan manajemen
nyeri. 5. Ajarkan tentang teknik non
3. Mampu mengenali nyeri farmakologi.
(skala, intensitas, frekuensi 6. Berikan analgetik untuk
dan tanda nyeri). mengurangi nyeri.

4. Menyatakan rasa nyaman 7. Kolaborasikan dengan dokter jika


setelah nyeri berkurang. ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil.
5. Tanda vital dalam rentang
normal .

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Nutrition Monitoring


nutrisi kurang dari keperawatan selama 2x24 jam
kebutuuhan tubuh diharapkan klien dengan 1. Monitor adanya penurunan berat
diagnosa Ketidakseimbangan badan.
nutrisi kurang dari kebutuuhan
tubuh dapat teratasi dengan 2. Monitor lingkungan selama makan.
kriteria hasil :
3. Monitor mual dan muntah.
 Nutritional Status : food and
Fluid Intake 4. Monitor makanan kesukaan.

1. Adanya peningkatan berat 5. Monitor pucat, kemerahan, dan


badan sesuai dengan usia. kekeringan jaringan konjungtiva.

2. Berat badan ideal sesuai 6. Monitor kalori dan intake nuntrisi.


dengan tinggi badan.
7. Catat adanya edema, hiperemik,
3. Mampu mengidentifikasi hipertonik papila lidah dan cavitas
kebutuhan nutrisi. oral.

8. Catat jika lidah berwarna magenta,


scarlet.

3. Defisit Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan  Fluid management


berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam
Kehilangan volume diharapkan klien dengan 1. Pertahankan catatan intake dan
cairan secara aktif, diagnosa kelebihan volume output yang akurat.
Kegagalan mekanisme cairan dapat teratasi dengan
pengaturan kriteria hasil : 2. Pasang urin kateter jika diperlukan.

 Fluid balance 3. Monitor hasil lab yang sesuai


dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
1. Terbebas dari edema, efusi, osmolalitas urin ).
anaskara.
4. Monitor indikasi retensi /
2. Memelihara tekanan vena kelebihan cairan (cracles, CVP ,
sentral, tekanan kapiler edema, distensi vena leher, asites).
paru, output jantung dan
vital sign dalam batas 5. Kaji lokasi dan luas edema.
normal. 6. Monitor status nutrisi.
3. Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau 7. Berikan diuretik sesuai interuksi.
kebingungan.
8. Batasi masukan cairan pada
4. Menjelaskan indikator keadaan hiponatrermi dilusi dengan
kelebihan cairan serum Na < 130 mEq/l

9. Kolaborasi dokter jika tanda cairan


berlebih muncul memburuk.

4. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan  Peripheral Sensation Management


jaringan perifer keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan klien dengan 1. Monitor adanya daerah tertentu
diagnosa ketidakefektifan yang hanya peka terhadap
perfusi jaringan perifer dapat rangsangan panas atau dingin.
teratasi dengan kriteria hasil :
2. Periksa penyebab perubahan
 Circulation status sensasi.

1. TD normal (120/80 3. Ajarkan klien untuk mengobservasi


mmHg). kulit pada daerah perifer.

2. Tingkat kesadaran 4. Kolaborasi dengan dokter dalam


membaik. pemberian obat analgetik.

3. Tidak ada gerakan


involunter.

4. Fungsi sensorik dan


motorik tidak ada gangguan

E. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi)
dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan
daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh,
pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis
serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

F. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Black, J., and Hawks, J. H, 2014, Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Corwin, EJ. 2014. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Jakarta:EGC.
Fitriana, R dan Rachmawati, S, 2016, Cara Ampuh Tumpas Diabetes
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Nugroho, T, 2011, Asuhan Keperawatan: Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam, Yogyakarta: Nuha Medika.
Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), 2011, Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia, Jakarta : PB. PERKENI.

Price & Wilson (2008). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, Budi. 2016. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2014. Brunner and Suddarth’s textbook of medical
– surgical nursing.
Sujono & Sukarmin (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sukarmin & Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu
Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2012. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA NY. RR. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS
DI RUANG RAWAT INAP TERATAI RSUD SIDOARJO

Oleh :
LINA AUDYNA
NIM : 2032000019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
2021

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. RR. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS
DI RUANG RAWAT INAP TERATAI RSUD SIDOARJO

Telah disahkan pada


Hari/Tanggal : Mei 2021

Mahasiswa

Lina Audyna
NIM. 2032000019
2032000
s0
Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan

Anda mungkin juga menyukai