Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN RUANGAN PENYAKIT DALAM

”DIABETES MELITUS TIPE II”

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


PRAKTIK KOMPEREHEMSIF II STASE KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH

Oleh:

Desra Gunawan (821191011)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
KOTA PONTIANAK 2021/2022
PENDAHULUAN

A. Konsep Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin dan kerja insulin (Smeltzer et al, 2017; Kowalak, 2017). Diabetes melitus
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Kadar glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar gula darah akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa
darah normal pada pagi hari sebelum makan atau berpuasa adalah 70-110 mg/dL
darah. Kadar gula darah normal biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam
setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun mengandung
karbohidrat (Irianto, 2018).
DM tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes
(NIDDM). Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas
biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh total. Jumlahnya mencapai 90-95% dari seluruh pasien dengan
diabetes, dan banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih
sering terjadi pada individu obesitas. Kasus DM tipe 2 umumnya mempunyai latar
belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Resistensi
insulin awalnya belum menyebabkan DM secara klinis. Sel beta pankreas masih
dapat melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi
secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan
normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus
menyebabkan kelelahan sel beta pankreas yang disebut dekompensasi,
mengakibatkan produksi insulin yang menurun secara absolut. Kondisi resistensi
insulin diperberat oleh produksi insulin yang menurun, akibatnya kadar glukosa
darah semakin meningkat sehingga memenuhi kriteria diagnosa DM (Damayanti,
2015).
Resistensi insulin utamanya dihasilkan dari kerusakan genetik dan
selanjutnya oleh faktor lingkungan. Ketika glukosa intrasel meningkat, maka
asam lemak bebas (Free Fatty Acid- FFAs) disimpan, namun ketika glukosa
menurun maka FFAs masuk ke sirkulasi sebagai substrat dari produksi glukosa.
Pada kondisi normal, insulin memicu sintesa trigliserida dan menghambat lipolisis
postprandial. Glukosa diserap ke dalam jaringan adiposa dan sirkulasi FFAs
mempunyai efek yang bahaya pada produksi glukosa dan sensitifitas insulin,
peningkatan glukosa darah pun ikut berperan. Pada tipe ini terjadi kehilangan sel
beta pankreas lebih dari 50% (Damayanti,2017).

B. Etiologi
Menurut Rendy & Margaret (2018), penyebab Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus(NIDDM) adalah Virus dan kuman leukosit antigen tidak
nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran
yang sangat besar. Sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat
pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat
jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat
dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang
besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.
Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olahraga dan diet.
Tahap awal tanda gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang
berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat
badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila
ditemukan peningkatan gula darah.
Menurut Smeltzer & Bare (2017), DM tipe II disebabkan kegagalan
relatif sel beta dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

C. Patofisiologi
Tubuh manusia mengubah makanan tertentu menjadi glukosa yang akan
menjadi suplai energi utama untuk tubuh. Insulin dari sel beta pankreas perlu
untuk membawa glukosa ke dalam sel-sel tubuh dimana glukosa digunakan untuk
metabolisme sel. Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi ketika sel beta pankreas
memproduksi insulin dalam jumlah sedikit. Pada keadaan normal kurang lebih
50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan
air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada
diabetes melitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisensi insulin
yang disebabkan oleh pola makan, faktor genetik, obesitas, dll. Sehingga
penerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan
ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia (Jackson, 2014). Ketika hiperglikemi, aliran darah
menjadi lambat terutama pada jaringan perifer yang membuat pasien akan merasa
kebas atau kesemutan pada kakinya. Hal ini juga dapat menandakan bahwa pada
kaki pasien terjadi iskemik jaringan sehingga jika terdapat luka pada kaki tersebut
biasanya pasien tidak sadar. Menurunnya sirkulasi ke jaringan perifer, dapat
menghambat proses penyembuhan luka sehingga menimbulkan kematian jaringan.
Naiknya kadar glukosa dalam darah menjadi sinyal bagi pasien untuk
meningkatkan asupan cairan dalam upaya mendorong glukosa keluar dari tubuh
dalam urin. Pasien kemudian menjadi haus dan urinasi meningkat. Sel-sel menjadi
kekurangan energi karena kurangnya glukosa dan memberi sinyal pada pasien
untuk makan sehingga nafsu makan pasien meningkat (Jackson, 2017). Ketika sel-
sel tersebut kekurangan energi, maka akan terjadi peningkatan katabolisme
protein untuk memenuhi kebutuhan energi pada sel tersebut. Hal ini membuat
sinyal pada pasien untuk makan dan minum (polidipsi dan polifagi), sehingga
cenderung menyebabkan pasien menjadi obesitaas. Peningkatan katabolisme
protein pada pasien juga sering disertai dengan penurunan anabolisme protein
yang dapat menyebabkan kerusakan antibodi. Hal ini berdampak pada penurunan
kekebalan tubuh pasien, dan meningkatkan resiko infeksi yang ditandai dengan
munculnya gejala infeksi, salah satunya hipertermi
Pada Diabetes Mellitus tipe 2 juga terjadi peningkatan liposis, sehingga
asam lemak bebas meningkat dalam tubuh yang membuat tubuh bersifat asam.
Jika hal ini terus menerus meningkat, ketoasidosis dapat terjadi dengan disertai
beberapa gejala seperti mual, muntah, napas bau keton. Pada fase ini biasanya
terjadi penurunan berat badan pada paisen sebagai akibat dari defisit nutrisi.
PATWAYS KEPERAWATAN DIABETES MELITUS TIPE II

Obesitas,usia,genetik

DM TIPE II

Kerusakan sel
pankreas

Resistensi insulin

Sel beta pankreas hancur Ketidak seimbangan aliran darah


melambat
Produksi insulin
kenaikan pemakan eterna lokal
pada kulit
glukosa Gula dalam darah tidak
Dapat di bawa masuk oleh sel ulkus
Aliran dalah melambat
Hiperglekimia luka
kronik
Gangguan perfusi perifer
Glukosa dalam darah Lesi
Tidak stabil
perfusi perifer resiko gangguan
Ketidakstabilan kadar
Tidak efektif integritas kulit
Glukosa dalam darah
D. Manifestasi Klinis
Tiga hal yang tidak bisa di pisahkan dari gejala klasik diabetes mellitus
adalah polyuria (banyak kencing), polydipsia (banyak minum) dan polyphagia
(banyak makan). Terjadi polyuria karena hal ini berkaitan dengan kadar gula yang
tinggi diatas 160-180 mg/dl maka glukosa akan sampai ke urin tetapi jika tambah
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah
besar glukosa yang hilang. Gula bersifat menarik air sehingga bagi penderitanya
akan mengalami polyuria atau kencing banyak. Terjadi polydipsia karena di awali
dari banyaknya urin yang keluar maka tubuh mengadakan mekanisme lain untuk
menyeimbangkannya yakni dengan banyak minum. Diabetes akan selalu
menginginkanminumansegarsertadinginuntukmenghindaridaridehidrasi.Terjadi
polyphagia karena insulin yang bermasalah, pemasukan gula ke dalam sel-sel
tubuh kurang akhirnya energi yang dibentuk pun kurang. Inilah mengapa orang
merasakan kurangnya tenaga akhirnya diabetes melakukan kompensasi yakni
dengan banyak makan (Novitasari, 2018). Pasien dengan diabetes tipe 1 sering
memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria,
turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.
Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2
mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya
dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes
toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin
menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
mengalami ketoasidosis karena ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun
hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk
menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons
terhadap terapi diet atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin
diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini
biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar
insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi
tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal.
Penderita juga reisten terhadap insulin eksogen (Sylvia & Lorraine, 2017).

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purwanto (2018), pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
adalah:
1. Gula darah
a. Gula darah sewaktu (random) >200 mg/dl
b. Gula darah puasa (nucher)>140 mg/dl
c. Gula darah 2 jam pp (post prandial) >200 mg/dl
2. Aseton plasma (aseton)
Hasil positif secaramencolok.
3. Osmolaritas serum
Meningkat > 330mOsm/lt
4. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
5. Alkalosisrespiratorik
6. Trombosit darah
Mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
menunjukkan respon terhadap stres atauinfeksi.
7. Ureum atau kreatinin
Meningkat atau normal lochidrasi atau penurunan fungsi ginjal
8. Amilase darah:
Meningkat > pankacatitisakut.
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I), normal sampai
meningkat (Tipe II) yang mengindikasikan insufisiensiinsulin.
10. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11. Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat
12. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK dan infeksiluka.

F. Penatalaksanaan
Menurut Perkeni (2017) dalam pengelolaan atau tatalaksana diabetes
mellitus, terdapat empat pilar yang harus dilakukan dengan tepat yaitu:
1. Pendidikan atau edukasi
Peran perawat sebagai educator dimana pembelajaran merupakan health
education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat
pencegahan. Perawat harus mampu memberikan edukasi kesehatan dalam
pencegahan penyakit, pemulihan, penyusunan program health education serta
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat dapat
bertindak sesuai perannya sebagai educator pada pasien dan keluarga, maka
perawat harus memiliki pemahaman terhadap prinsip-prinsip pengajaran dan
pembelajaran (Bastable, 2018).
Tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu mencapai tingkat
kesehatan yang optimal melalui tindakannya sendiri. Metode dalam
pelaksanaan edukasi juga ikut berperan penting. Metode edukasi yang
digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dan sasaran pembelajaran. Metode
edukasi dibagimenjadi 3 yaitu metode edukasi untuk individual, metode
edukasi untuk kelompok, dan metode edukasi untuk massa. Selain
menggunakan metode yang tepat, sebagai intervensi yang terstruktur, maka
edukasi membutuhkan persiapan media dalam pelaksanaannya sehingga dapat
meningkatkan efektifitas edukasi. Secara umum orang mempergunakan tiga
metode dalam belajar yaitu visuali, auditory, kinesthetic (Widiastuti, 2017).
2. Terapi gizimedis
Pengelolaan diet pada penderita diabetes mellitus sangat penting. Tujuan
dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu penderita memperbaiki gizi
dan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik yaitu ditunjukkan
pada pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi
penderita diabetes tipe 2 ini merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
mellitus secara total (Waspadji, 2017).
Standar dan prinsip diet diabetes mellitus tipe 2 menurut Waspadji
(2017), standar diet diabetes melitus diberikan pada penderita diabetes mellitus
atau pasien sehat yang bukan penderita diabetes mellitus sesuai kebutuhannya.
Terdapat 8 jenis standar diet menurut kandungan energi, yaitu diet diabetes
mellitus 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100, 2300, dan 2500 kalori. Secara
umum standar diet 1100 kalori sampai dengan 1500 kalori untuk pasien
diabetes yang gemuk. Diet 1700 sampai dengan 1900 kalori untuk pasien
diabetes dengan berat badan normal. Sedangkan diet 2100 sampai dengan 2500
kalori untuk pasien diabetes kurus.
Penatalaksanaan diet ini meliputi 3 hal utama yang harus diketahui dan
dilaksanakan oleh penderita diabetes mellitus, yaitu jumlah makanan, jenis
makanan, dan jadwal makanan (Perkeni, 2017). Penatalaksanaan diet pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 berfokus pada pembatasan jumlah energi,
karbohidrat, lemak jenuh dan natrium (ADA,2018).
a) Jumlah makanan
Soewondo& Pramono (2017) menyatakan bahwa jumlah kalori yang
dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus dalam sehari terbagi dalam 3
besar dan 3 kecil, dengan ketentuan sarapan pagi 20% dari jumlah kalori,
cemilan diantara sarapan pagi dan makan siang 10% makan siang dari
jumlah kalori, makan siang 25% dari jumlah kalori, cemilan diantara makan
siang dan makan malam 10% dari jumlah kalori, makan malam 25% dari
jumlah kalori dan cemilan sebelum tidur 10% dari jumlah kalori.
BB ideal = (TB dalam cm - 100) – 10% kg

Pada laki-laki yang tingginya <160 cm atau perempuan yang tingginya


150 cm, berlaku rumus:
BB ideal = (TB dalam cm – 100) – 1 kg

b) Jenis
c) makanan
Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang mengandung
banyak karbohidrat sederhana, makanan yang mengandung banyak
kolesterol, lemak trans, dan lemak jenuh serta tinggi natrium. Makanan yang
mengandung karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, dan sari buah
harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti
buncis, kacang panjang, wortel, daun singkong dan bayam harus dibatasi
tidak boleh dalam jumlah banyak. Buah-buahan berkalori tinggi seperti
nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, dan sawo sebaiknya dibatasi.
Sayuran yang bebas dikonsumsi adalah sayuran dengan kandungan kalori
rendah seperti oyong, ketimun, labu air, labu siam, lobak, selada air, jamur
kuping, dan tomat (ADA,2018).
Selain itu, pasien diabetes harus membatasi makanan dari jenis gula,
minyak dan garam. Banyak penderita diabetes melitus tipe 2 mengeluh
karena makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang bervariasi
sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu, agar ada variasi dan tidak
menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan penukar,
kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan yang digantikannya
(Perkeni, 2011).
1) Jenis bahan makanan yang dianjurkan: sumber protein hewani: ayam
tanpa kulit, ikan dan putih telur, sumber protein nabati: tempe,
tahu,kacang-kacangan, (kacang ijo, kacang merah, kacang kedelai),
sayuran yang bebas dikonsumsi: oyong, ketimun, labu air, lobak, selada
air, jamur kuping dan tomat, buah-buahan: jeruk siam, apel, pepaya,
melon, jambu air, salak, semangka, belimbing, susu rendah lemak.
2) Jenis bahan makanan yang diperbolehkan tetapi dibatasi, yaitu: sumber
karbohidrat kompleks: padi-padian (beras, jagung, gandum), umbi-
umbian (singkong, ubi jalar, kentang), dan sagu, sayuran tinggi
karbohidrat: buncis, kacang panjang, wortel, daun singkong, bayam,
daun katuk, daun pepaya, melinjo, nangka muda dan tauge, buah-buahan
tinggi kalori: nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat,sawo.
3) Jenis bahan makanan yang harus dihindari: sumber karbohidrat
sederhana: gula pasir, gula jawa, gula batu, madu, sirup, cake, permen,
minuman ringan, selai, dan lain-lain, makanan mengandung asam lemak
jenuh: mentega, santan, kelapa, keju krim, minyak kelapa dan minyak
kelapa sawit, makanan mengandung lemak trans: margarin, makanan
mengandung kolesterol tinggi: kuning telur, jeroan, lemak daging, otak,
durian, susu full cream, makanan mengandung natrium tinggi: makanan
berpengawet, ikan asin, telur asin, abon,kecap.

d) Jadwal makan
Pada penderita diabetes melitus, pengaturan jadwal makan juga penting
karena berkaitan dengan kadar glukosa darah
3. Latihan jasmani atau olahraga
Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan
kontraksi otot meningkat, sehingga permeabilitas membran sel terhadap
glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Ada beberapa latihan
jasmani yang disarankan bagi penderita diabetes melitus, diantaranya: jalan,
bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.
4. Intervensi farmakologis
Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe 2, umumnya perlu minum obat
antidiabetes secara oral atau tablet. Penderita diabetes memerlukan suntikan
insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet
(Perkeni,2017).
a) Obat Hipoglikemik Oral(OHO)
Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh
dokter khusus bagi diabetesi. Obat penurun glukosa darah bukanlah hormon
insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara
untuk menurunkan kadar glukosa darah (Perkeni, 2017).
b) Insulin
Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes melitus tipe I
yang harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis preparat, dosis
insulin, waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin
(Suyono, 2018).

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut NANDA (2017), fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi:
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan atau alasan masuk Rumah Sakit
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton, pernapasan kussmaul, gangguan pada pola tidur,
poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakitkepala.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya penyakit
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat PenyakitDahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari
4 kg, riwayat glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
5) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakitpenderita.
c. Pola aktivitas sehari-hari
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain.
d. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri,
dan lain-lain), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,
masalah bau badan, perspirasi berlebih.
e. Pola makan
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan
kulit, makanankesukaan.
f. Personal hygiene
Menggambarkan kebersihan dalam merawat diri yang mencakup, mandi,
bab, bak dan lain-lain.
g. Pemeriksaanfisik
1) KeadaanUmum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat
kesadaran apakah sadar, koma, disorientasi.
2) Tanda-tandaVital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler
ataukah ireguler, adanya bunyi napas tambahan, respiration rate (RR)
normal 16-20 kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal. Denyut nadi
reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat atau lemah.
Suhu tubuh meningkat apabila terjadi infeksi.
3) Pemeriksaan Kepala dan leher
a) Kepala: normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat
dengan tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital di
bagianposterior
b) Rambut: biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu
berminyak.
c) Mata: simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat
gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopatidiabetik.
d) Telinga: fungsi pendengaran mungkin menurun.
e) Hidung: adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf
hidung menurun.
f) Mulut: mukosa bibir kering.
g) Leher: tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
h. Pemeriksaan Dada
1) Pernafasan: sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan
tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan
(jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas
berbauaseton.
2) Kardiovaskuler: takikardia atau nadi menurun, perubahan TD postural,
hipertensi disritmia dankrekel.
i. PemeriksaanAbdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen, suara bising
usus yangmeningkat.
j. Pemeriksaan Reproduksi
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan
sulit orgasme pada wanita.
k. Pemeriksaan Integumen
Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama sembuh. Kulit
kering, adanya ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung sembuh. Adanya
akral dingin, capillarry refill kurang dari 3 detik, adanya pitting edema.
L.Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada kaki atau kaki
diabetik.

2. Diagnosa Keperawatan
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan muncul sesuai kasus yang telah
diberikan dan sudah disesuaikan dengan SDKI (2016), sebagai berikut:
a) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin.
b) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia.
c) Risiko Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
keperawatan kriteria hasil
Ketidakstabilan Setelah di -identifikasi tanda dan gejala hiperglikemia
kadar glukosa lakukan -identifikasi kemungkinan penyebab
darah Tindakan selama hiperglikemia
3x 24 jam di Teraupetik
harapkan: -berikan karbohidrat sederhana jika perlu
glukosa darah -berikan glukagon, jika perlu
kembali stabil -berikan karbohidrat kompleks dan protein
sesuai diet
-pertahankan akses IV
-hubungan layanan medis darurat
Edukasi
-anjurkan membawa karbohidrat sederhana
setiap saat
-anjurkan memakai identitas darurat yg tepat
Anjurkan monitor kadar glukosa darah
-Anjurkan berdiskusi dengan tim perawat
diabetes tentang penyesuaian program
pengobatan
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian dektrosse
-Kolaborasi pemberian glukagon,jika perlu

perfusi perifer Setelah di Observasi


tidak efektif lakukan tindakan -periksa sirkulasi perifer (mis,nadi
keperawatan perifer,edema,)
selama 3x24 jam -identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
di harapkan -Monitor panas,kemerahan,nyeri,atau
masalah bengkak pada ektremitas
teratatasi dengan Teraupetik
kriteria hasil: -hindari pemasanagan infus
-Denyut nadi Hindari pengkuran tekanan darah pada
perifer ektremitas dengan keterbatasan perfusi
meningkat (5) -lakikan pencegahan infeksi
-penyembuhan -lakukan perawatan kaki dan kuku
luka meningkat -Lakukan hidrasi
(5) Edukasi
-Anjurkan berhenti merokok
-Anjurkan berolahraga rutin
-Anjurkan mengecek air mandi untuk
menhindari kulit terbakar
-Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah
-Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
-Anjurkan melakukan perawatan kulit
-anjurkan program rehabilitasi vaskular
Anjurkan program diet
-Imformasikan tanda dan gejala darurat
yang harus di laporkan
Gangguan Setelah di Observasi
integritas kulit lakukan tindakan -identifikasi penyebab gangguan integritasa
keperawatan kulit
selama 3x24 jam Teraupetik
di harapkan -Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
masalah teratasi -Lakukan pemijatan pada area penonjolan
dengan kriteria tulang, jika perlu
hasil: -Gunakan produk berbahan petrolium atau
Kerusakan minyak pada kulit kering
jaribgab -Gunakan produk berbahan ringan/alami
menurun (5) dan hipoalergik pada kulit sensitif
Kemerahan Hindari
menurun (5) Edukasi
Jaringan parut -Anjurkan menggunakan pelembab
menurun (5) -Anjurkan minum air yang cukup
-Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
-Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
-Anjurkan menghindar terpapar suhu ektrim
- anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
-Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
DAFTAR PUSTAKA

Bastable, S. B. (2017). Perawat Sebagai Pendidik; Prinsip-prinsip Pengajaran


dan Pembelajaran. Jakarta: EGC.
Damayanti, Sari. (2018). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Irianto, K. (2017). Memahami Berbagai Penyakit (Penyebab, Gejala, Penularan,
Pengobatan, Pemulihan dan pencegahan). Bandung: Alfabeta.
Jackson, Donna. (2019). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha
Publishing.
Kowalak, Jennifer P. (2020). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nanda International. (2017). Diagnosa keperawatan: definisi dan klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Novitasari, Retno. (2019). Diabetes Melitus. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda. (2019). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2016). Konsesus
pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia.Jakarta.
Price Sylvia A & Wilson Lorraine M. (2019). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rendy & Margareth. (2018). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer Suzanne C & Bare Brenda G. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G., Hinkle Janice L & Cheever Kerry H.
(2017). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth ed. 12. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai