Anda di halaman 1dari 33

”LAPORAN PENDAHULUAN CHF DAN CAD”

(CONGESTIVE HEART FAILURE & CORONARY ARTERY DISEASE)

Disusun Oleh :

Desra Gunawan (821191011)

PRODI NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK
TAHUN AKADEMI 2022/2023
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu sindrom kompleks yang terjadi akibat
gangguan jantung yang merusak kemampuan ventrikel untuk mengisi dan
memompa darah secara efektif. Pada gagal jantung, jantung tidak dapat
memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Sering
kali, gagal jantung adalah efek jangka panjang penyakit jantung koroner dan
infark miokardium saat kerusakan ventrikel kiri cukup luasuntuk mengganggu
curah jantung (LeMone, 2016, h. 1208).
Gagal jantung terjadi bila curah jantung tidak cukup untuk
memberikan perfusi yang adekuat ke jaringan, walaupun pengisian jantung
berlangsung normal. Hal tersebut menyebabkan berbagai gejala, misalnya
fatigue, edema, kesulitan bernapas, dan toleransi latihan yang menurun. Gagal
jantung kongestif bisa diartikan sebagai kombinasi dari gagal jantung kanan
dan kiri, menyebabkan kongesti paru dan edema periper. Penyebab jantung
termasuk hipertensi, penyakit katub, kardiomiopati, dan yang paling sering
adalah penyakit jantung koroner (Neal, 2015, h. 42).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan
(penyempitan pembuluh darah yang diakibatkan oleh plaque yang di dapat
oleh makanan atau darah) sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah
gagal sirkulasi, yang menunjukkan ketidakmampuan dari sistem
kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai (Irwan,
2018, h. 25).
Gagal jantung kongestif juga dapat di definisikan sebagai suatu
keadaan jantung yang masih mampu mempertahankan kapasitas kerja pompa
mekaniknya walaupun secara bertahap terjadi penurunan kemampuan pompa.
Pada penderita gagal jantung dapat mencapai nilai normal, tetapi biasanya
disertai dengan gangguan hemodinamik, kurang baiknya (kekuatan pompa)
inotropik dan kronotropik (kecepatan/frekuensi) jantung (Ronny, 2014, h. 22).
1. Anatomi jantung

Sistem peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran limfe. Jantung
merupakan organ pemompa besar yang memelihara peredaran melalui seluruh tubuh.
Arteri membawa darah dari jantung. Vena membawa darah ke jantung. Kapiler
menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan merupakanjalan lalu lintas
antara makanan dan bahan buangan. Disini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan
ekstraseluler dan interstisial. Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut,
berongga, basisnya diatas, dan puncaknya dibawah. Apeksnya (puncaknya) miring
kesebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram.
Kedudukan jantung: jantung berada didalam toraks, antara kedua paru-paru dan
dibelakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan. Lapisan Jantung
terdiri atas 3 lapisan yaitu :
a. Epikardium merupakan lapisan terluar, memiliki struktur yang
samma dengan perikardium viseral.
b. Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot
yang berperan dalam menentukan kekuatan kontraksi.
c. Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan endotel yang
melapisi bagian dalam jantung dan menutupi katung jantung.
Katup jantung : berfungsi untuk mempertahankan aliran darah searah melalui bilik
jantung. ada dua jenis katup, yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar.
a. Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan ventrikel.
Katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing –masingm atrium ke
ventrikel saat diastole ventrikel dan mencegah aliran balik ke atrium saat sistole
ventrikel. Katup atrioventrikuler ada dua, yaitu katup triskupidalis dan katup
biskuspidalis. Katup triskupidalis memiliki 3 buah daun katup yang terletak antara
atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup biskuspidalis atau katup mitral memiliki 2
buah dauh katup dan terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel.
Katup semilunar yang membatasi ventrikel kanandan arteri pulmonaris disebut
katup semilunar pulmonal. Katup yang membatasi ventikel kiri dan aorta disebut
katup semilunar aorta. Adanya katup ini memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selamasistole ventrikel
dan mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel
Ruang jantung : jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium
kanan, atrium kiri, ventrikel kiri, dan ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan
saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup satu arah. Antara organ
rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.

2. Adapaun contoh gambarjantung yg normal dan yang tidak normal sebagai berikut
B. Etiologi
Menurut Weaver (2013, h. 365), penyebab terjadinya gagal jantung
kongestif adalah sebagai berikut:
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
yang disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit degenaratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi
Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardiom generatif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, yang menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Ini terjadi sebagai akibat dari penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk ke jantung (stenosis katub
semilluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal
drmam, tiroktosikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

C. Klasifikasi
Menurut LeMone (2016, h. 1212), klasifikasikan gagal jantung adalah
sebagai berikut:
1. Gagal sistolik versus diastolik
Gagal sistolik terjadi bila ventrikel gagal berkontraksi secara adekuat
untuk mengeluarkan volume darah cukup ke dalam sistem arteri. Fungsi
sistolik dipengaruhi oleh kehilangan sel miokardium akibat iskemia atau
infark, kardiomiopati, atau inflamasi. Manifestasi gagal sistolik adalah
manifestasi penurunan curah jantung: kelemahan, keletihan, dan
penurunan toleransi terhadap latihan fisik.
Gagal diastolik terjadi bila jantung tidak dapat relaks secara sempurna
pada diastol, mengganggu pengisian normal. Pengisian diastolik pasif
menurun, meningkatkan pentingnya kontraksi atrium pada preload.
Gangguan fungsi diastolik disebabkan oleh penurunan komplians
ventrikel akibat hipertrofi dan perubahan sel serta kerusakan relaksasi otot
jantung. Manifestasi ini terjadi akibat peningkatan tekanan dan bendungan
di belakang ventrikel: napas pendek, takipnea, dan ronki respiratorik bila
ventrikel kiri terkena; distensi vena leher, pembesaran hati, anoreksia, dan
mual bila ventrikel kanan terkena. Banyak pasien mempunyai komponen
gagal sistolik dan diastolik.
2. Gagal sebelah kiri versus sebelah kanan
Bergantung pada patofisiologi yang terjadi, baik ventrikel kiri maupun
kanan dapat terkena. Meskipun begitu, pada gagal jantung kronik kedua
ventrikel biasanya rusak pada derajat tertentu. Penyakit jantung koroner
dan hipertensi adalah penyebab umum gagal jantung sebelah kiri,
sementara gagal jantung sebelah kanan sering kali disebab- kan oleh
kondisi yang membatasi aliran darah ke paru, seperti penyakit paru akut
atau kronik. Gagal jantung sebelah kiri juga dapat menyebabkan gagal
sebelah kanan saat tekanan dalam sistem vaskular paru meningkat seiring
bendungan di belakang ventrikel kiri yang mengalami kegagalan.
Ketika fungsi ventrikel kiri gagal, curah jantung turun. Tekanan dalam
ventrikel dan atrium kanan meningkat saat jumlah darah yang tersisa
dalam ventrikel setelah sistol meningkat. Peningkatan tekanan ini
menganggu peng isian, yang menyebabkan bendungan dan peningkatan
tekanan dalam sistem vaskular paru. Peningkatan tekanan dalam sistem
tekanan-rendah yang normal ini menine. katan perpindahan cairan dari
pembuluh darah menuju jaringan interstisial dan alveoulus.
Manifestasi gagal jantung sebelah kiri terjadi akibat kongesti paru
(efek ke belakang) dan penurunan curah jantung (efek ke depan).
Keletihan dan intoleransi aktivitas adalah manifestasi awal biasa terjadi.
Pusing dan sinkop juga dapat terjadi akibat penurunan curah jantung.
Kongesti paru menyebabkan dispnea, napas pendek, dan batuk. Pasien
dapar mengalami ortopnea (sulit bernapas saat berbaring telentang), yang
membutuhkan pemakaian dua atau tiga bantal atau sandaran bila tidur.
Sianosis akibat kerusakan pertukaran gas dapat terlihat. Pada auskultasi
paru, ronki inspirasi dan mengi dapat terdengar pada dasar paru. Galop S3
juga dapat muncul, mencerminkan upaya jantung untuk mengisi ventrikel
yang sudah distensi.
Pada gagal jantung sebelah kanan, peningkatan tekanan pada vaskuler
paru atau kerusakan otot ventrikel kanan merusak kemampuan ventrikel
kanan untuk memompa darah menuju sirkulasi pulmonaris. Ventrikel dan
atrium kanan menjadi distensi dan darah terakumulasi dalam sistem vena
sistemik. Peningkatan tekanan vena menyebabkan organ abdomen
menjadi kongesti dan edema jaringan perifer terjadi. Jaringan yang
tergantung cenderung terkena karena efek gravitasi; edema terjadi pada
kaki dan tungkai, atau jika pasien tirah baring, pada sakrum. Kongesti
pada pem- buluh saluran pencernaan menyebabkan anoreksia dan mual.
Nyeri kuadran kanan atas dapat terjadi akibat pem- besaran hati. Vena
leher distensi dan menjadi semakin ter- hat bahkan saat pasien tegak
akibat peningkatan tekanan vena.
3. Gagal Curah Rendah versus Curah Tinggi
Pasien gagal jantung akibat penyakit jantung koroner, hipertensi,
kardiomiopati, dan gangguan jantung primer lain berkembang menjadi
gagal curah rendah dan mani- festasi seperti manifestasi yang dijelaskan
sebelumnya. Pasien dalam keadaan hipermetabolik (mis., hiper- yang
tiroidisme, infeksi, anemia, atau kehamilan) membutuh-kan peningkatan
curah jantung untuk mempertahankan alirah darah dan oksigen menuju
jaringan. Jika pening- katan aliran darah tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan maka mekanisme kompensasi diaktifkan lebih lanjut
untuk meningkatkan curah jantung, yang pada gilirannya meningkatan
kebutuhan oksigen. Dengan demikian, meski curah jantung tinggi, jantung
tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen. Kondisi ini
dikenal sebagai gagal curah tinggi.
4. Gagal Akut versus Kronik
Gagal akut adalah awitan mendadak cedera miokardium (misalnya MI
masif) yang disebabkan oleh penurunan mendadak fungsi jantung dan
tanda penurunan curah jan- tung. Gagal kronik adalah perburukan
progresif otor jan- akibat kardiomiopati, penyakit valvular, atau CHD.

D.Mekanisme Terjadinya Masalah


Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya
kemampuan kontraksi jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap
kontriksi menurunkan dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh.
Apabila suplai darah tidak lancat diparu-paru (darah tidak masuk kejantung),
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paru-paru.
Sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan karbodioksida
yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi inu akan memberikan
suatu gejala sesak napas (dispnea), ortopnea (dispnea saat bebaring) terjadi
apabila aliran darah dari ektermitas meningkat aliran balik vena kejantung dan
paru-paru. Suplai darah yang kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan
kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah dan lesu
(Smeltzer & Bare, 2015, h. 11).
Fungsi jantung normal merupakan sebagai pemompa darah yang kaya
akan oksigen dan nutrisi, setelah itu akan diedarkan keseluruh tubuh. Namun
jika pada keadaan gagal jantung akan mengalami perbedaan pada fungsi
jantung. Menurut Narolita (dalam Karson, 2012, h. 10-12), berikut mekanisme
atau proses terjadinya gagal jantung kongestif :
5. Preload (beban awal)
Volume darah yang mengisi jantung sama dengan tekanan yang
ditimbulkan karena panjangnya renggangan pada serabut jantung.
6. Kontraktilitas
Perubahan pada kekuatan kontriksi terkait dengan panjangnya
renggangan pada serabut jantung.
7. Afterload (beban akhir)
Besarnya tekanan pada ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah berlawanan dengan tekanan yang diperlukan oleh
tekanan arteri.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya
kemampuan kontraksi jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap
kontriksi menurunkan dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh.
Apabila suplai darah tidak lancat diparu-paru (darah tidak masuk kejantung),
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paru-paru.
Sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan karbodioksida
yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi inu akan memberikan
suatu gejala sesak napas (dispnea), ortopnea (dispnea saat bebaring) terjadi
apabila aliran darah dari ektermitas meningkat aliran balik vena kejantung dan
paru-paru. Suplai darah yang kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan
kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah dan lesu.
(Smeltzer & Bare, 2015, h. 11).
E.Pathway Keperawatan

Disfungsi Miokart AMI Beban tekanan Beban diastolik Peningkatan


Beban volume
Miokarditis berlebihan berlebihan metabolisme
berlebihan

Beban systolik naik Preload


Kontraktilitas
meningkat
menurun

Kontraktilitas
menurun

Hambatan
pengosongan
ventrikel

COP menurun

Gagal jantung
Beban jantung kanan
meningkat

CHF
Gagal jantung ventrikel kiri Gagal jantung
ventrikel kanan

Forwart failure Bacward failure

LVED naik
Suplay darah Renal flow
jaringan menurun menurun

Tekanan vena
polmonalis naik
Metabolisme RAA
anaerob meningkat

Tekanan kapiler
naik
Aldosteron
Asidosis
metabolik
Beban ventrikel
Edema paru
ADH naik kanan naik
ATP
Peningkat an menurun
Imitasi
keasaman Hepertropy
/ph darah mukosa paru
Retensi N22+H O ventrikel kanan

Fatigue

Refleks batuk
menurun Penyempitan
Risiko Kelebihan
ventrikel kanan
Volume Cairan
Intoleransi
Aktivitas
Penumpukan
sekret
Bersihan Jalan
Gangguan Napas Tidak
Pertukaran Gas Efektif
Ronchi basah
Tekanan diastole
naik

Bendungan penimbunan
sitemik as laktat

Lien Hepar

Splenomegali Hepatomegali

Mendesak
diafragma

Ketidak Seimbangan Anorexia, Tekanan pada


Nutrisi mual, muntah abdomen
Sesak napas

Pola Napas
Tidak Efektif
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan gagal jantung
kongestif yaitu dyspenea, fatigue, dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala
yang paling sering dirasakan oleh penderita CHF. Hasil dari wawancara
dengan 8 orang pasien di rumah sakit menyatakan bahwa 80% pasien
menyatakan bahwa dyspnea mengganggu mereka seperti dalam melakukan
aktivita sehari-hari menjadi terganggu CHF. CHF mengakibatkan kegagalan
fungsi pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal ini
menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam
memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi
pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke
seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Wendy, 2015, h. 39).
Dyspnea pada pasien CHF juga dipengaruhi oleh aktivitas pasien
sehingga New York Hear Association (NYHA) membagi klasifikasi CHF
menjadi 4 kategori berdasarkan tanda dan gejala dari aktivitas yang dilakukan.
Pasien dengan gagal jantung tipe 4 akan terengah-engah setiap hari bahkan sat
melakukan aktivitas ringan atau saat sedang berisitrahat. Hal ini karena
dyspnea berpengaruh pada penurunan oksigenisasi jaringan dan produksi
energi sehingga kemampuan aktifitas pasien sehari-hari juga akan menurun
serta dapat menurunkan kualitas hidup pasien itu sendiri. Penelitian yang
berbentuk systematic review dan meta analisis mengungkapkan rehabilitasi
gagal jantung dilakukan pada gagal jantung dengan resiko rendah yaitu di
kategori gagal jantung 2 dan 3 (Nirmalasari, 2015, h. 160).
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fikriana (2018, h. 112) beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan untuk mengangakat diagnosa gagal jantung di antaranya
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengaambil sampel darah:
a. Elektrolit (mengetahui kadar natrium dan kalium)
b. Albumin
c. Kreatinin (mengetahui fungsi ginjal)
Hasil abnormal dari pemeriksaan diatas dapat dihubungkan dengan
adanya gangguan pada penderita gagal jantung
2. Foto thoraks
Foto thoraks diperlukan untuk mengatahui gambar:
a. Pembesaran jantung
b. Kongesti paru
3. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG bertujuan untuk mendapatkaan data tentang :
c. Adanya serangan jantung sebelumnya
d. Gangguan konduksi pada ventrikel

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Tatalaksana penyakit jantung juga meliputi penatalaksanaan
nonfarmakologis Menurut Mayangsari (2019, h. 64-65) yaitu sebagai
berikut;
a. Manajemen perawatan mandiri
Perawatan mandiri yang baik memberikan dampak signifikan
terhadap perbaikan gejala gagl jantung, kapasitas fungsional, kualitas
hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen ini membutuhkan
edukasi yang baik terhadap pasien serta dukungan dari lingkungan
terdekat pasien
b. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien dalam melakukan pengobatan dapat
menurunkan morbiditas, mortalitas dan meningkatkan kulitas hidup
pasien. Hasil riset meninjukan bahwa hanya 20-60% pasien yang taat
pada terapi farmakologis maupun nonfarmakologis
c. Pemantauan berat badan
Berat badan merupakan indikator terjadinya retensi cairan oleh
karena itu pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan berat
badan rutin setiap hari. Jika didapatkan berat badan >2 kg dalam 3
hari, pasien disarankan untuk menaikan dosis diuretik atas
pertimbangan dari dokter. Sebaliknya, pada pasien dengan penurunan
berat badan >6% dalam waktu 6 bulan mengindikasikan adanya
malnutrisi dan biasanya hal ini disebut cardiac cachexia. Kondisi ini
harus dihindari karena berpengaruh terhadap prognosis dan kualitas
hidup pasien
2. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan medis peyakit gagal jantung Menurut Nurachmach
(2013, h. 103) sebagai berikut :
a. Terapi oksigen
Pemberian oksigen terutama ditunjukan pada klien dengan
gagal jantung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen
akan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen danmembantu
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
b. Terapi nitrat dan vasodilator coroner
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, sangat
dianjurkan dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami
unloaded (penurunan afterload beban akhir) dengan adanya
vasodilatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan
menurunkan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang
menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal
ventrikel kiri) dan penurunan pada konsumsi oksigen miokardium
c. Terapi diuretik
Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu
pembatasan garam dan air serta pemberian diuretik baik oral atau
parenteral. Tujuannya agar menurunkan preload (beban awal) dan
kerja jantung. Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan
penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah. Jika garam
natrium ditahan, air juga tertahan dan tekanan darah akan meningkat.
Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan elektrolit-
elektrolit lainnya, yaitu kalium, magnesium, klorida, dan bikarbonat.
Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai
diuretik yang tidak menahan kalium, dan diuretik yang menahan
kalium disebut diuretik hemat kalium.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut LeMone (2015, h. 834) pengkajian pada gagal jantung
kongestif adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
Pengkajian bio, psiko, sosio, spiritual
1) Aktivitas dan istirahat
a) Gejala :
Cepat lelah, kelelahan sepanjang hari,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari misalnya:
membersihkan tempat tidur dan menaiki tangga, intoleran
aktivitas, dyspnea, saat istirahat atau aktivitas,
insomnia, tidak mampu untuk tidur terlentang.
b) Tanda :
Toleransi aktivitas terbatas, kelelahan, gelisah,
perubahan status mental misalnya : ansietas dan latergi,
perubahan tanda-tanda vital saat beraktivitas
2) Sirkulasi
a) Gejala :
Riwayat hipertensi, infark miokard baru atau akut,
episode gagal jantung sebelumnya, penyakit di katup jantung,
bedah jantung, endokartditis, lupus eritematosus sistematik,
anemia syok sepsis, pembengkakan pada tungkai, dan distensi
abdomen.
b) Tanda :
Tekanan darah rendah akibat kegagalan pompa
jantung, denyut nadi teraba lemah, denyut dan irama jantung
takikardia : distrimia, nadi apical titik PMI (Point of Maximal
Impluse) menyebar dan bergerak kearah kiri, bunyi jantung
S1 dan S2 terdengar lemah; S3 gallop (bunyi jantung
abnormal) terdiagnosis Gagal Jantung Kronik; S4 dengan
hipertensi dan murmur sistolik diastolik dapat menandakan
adanya stenosis yang menyebabkan Gagal jantung kronik,
denyut nadi perifer berkurang; nadi sentral teraba kuat, kulit
pucat; berwarna abu-abu, sianosis, kuku pucat dengan
pengisian kapiler yang lambat, pembesaran hati teraba, edema
dependen, dan terapat distensi vena jugularis.
3) Integritas Ego
a) Gejala :
Ansietas, stress yang berhubungan dengan penyakit
atau kondisi finansial.
b) Tanda :
Berbagai macam manifestasi misalnya : ansietas,
marah, takut, dan iritabilitas (mudah tersinggung).
4) Eliminasi
a) Gejala :
Penurunan frekuensi berkemih, urine berwarna gelap,
berkemih di malam hari.
b) Tanda :
Penurunan frekuensi berkemih di siang hari dan
peningkatan frekuensi berkemih pada malam hari (nokturia).
5) Makanan/cairan
a) Gejala :
Riwayat diet tinggi garam, lemak, gula, serta kafein,
penurunan nafsu makan, anoreksia.
b) Edema di ekstermitas bawah, edema dependen, edema pitting,
distensi abdomen menandakan adanya asites (pembengkakan
hati).
6) Hygine
a) Gejala :
Kelelahan, kelemahan selama melakukan aktivitas.
b) Tanda :
Penampilan mengindikasikan adanya kelainan dalam
perawatan diri.
7) Neurosensori
a) Gejala :
Kelelahan, pusing, pingsan.
b) Tanda :
Lategi, kebingungan, disorientasi, perubahan perilaku,
iritabilitas (mudah tersinggung).
8) Nyeri/ ketidaknyamanan
a) Gejala :
Nyeri dada, angina akut/kronis, nyeri abdomen bagian
kanan atas (gagal jantung kiri), nyeri otot.
b) Tanda :
Gelisah, fokus berkurang dan menarik diri.
9) Pernafasan
a) Gejala :
Dyspnea saat beraktivitas atau isitrahat, dypnea pada
malam hari sehingga mengganggu tidur, tidur dengan posisi
duduk atau dengan sejumlah bantal, batuk atau dengan tanpa
produksi sputum terutama pada saat posisi recumbent,
penggunaan alat bantu nafas (misalnya oksigen atau obat-
obatan).
b) Tanda :
Takipnea, nafas dangkal, penggunaan otot bantu nafas,
pernafasan melalui cuping hidung, bantuk moist (batuk
kering) yang biasanya timbul pada pasien dengan gagal
jantung kiri, pada sputum terdapat darah berwarna merah
muda dan berbuih (Edema pulmonal), bunyi nafas terdengar
lemah dengan adnaya krakels dan mengi, penurunan proses
berfikir, latergi, kegelisahan, pucat atau sianosis.
10) Keamanan
a) Tanda :
Perubahan proses berfikir dan kebingungan,
penurunan kekuatan dan tonus otot, peningkatan risiko jatuh,
kulit lecet, ruam.
b. Pemeriksaan fisik
1) Isnpeksi :
a) Repirasi meningkat, dyspnea
b) Batuk kering, sputum pekat, bahkan bercampur darah
c) Vena jugularis teraba meningkat
d) Kulit bersisik, dan pucat
e) Edema pada kaki, dan skrotum
f) Asites abdomen
2) Palpasi
a) Denyut jantung meningkat yang mengindikasikan bahwa
tekanan vena porta meningkat
b) Pulsasi perifer menurun
c) Terjadinya pitting edema (kulit yang membengkak pada saat
ditekan menyebabkan tebentuk cekungan pada saat ditekan)
3) Auskultasi
a) Suara paru menurun, dikarenakan adanya basilar rate yang
menyebabkan adanya cairan pada jaringan paru
b) Suara jantung dengan S1, S2 menurun. Kontraksi miokard
menurun. S3 meningkat, volume sisa meningkat, suara
murmur juga terkadang terjadi.
c. Riwayat kehatan sekarang
Keluhan saat ini pasien mengatakan badann lemas sesak nafas
saat beraktifitas seperti tertimpa bebena berat, sesak diarea lapang
dada, skla sesak 4, nyeri dada sisi kiri seperti ditusuk-tusuk, skala
nyeri 4, prekuensi hilang timbul lamanya 5 menit. Batuk sudah 3 hari
yang lalu dengan produksi sputum warna putih, konsistensi encer.
Masalah ini dirasakan secara bertahap ketika aktivitas, dan upaya
mengatasi dengan, beristirahat, dan minum obat.
d. Riwayat keadaan masa lalu
Menurut keluarga pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2
tahun yang lalu tetapi sudah sembuh 3 bulan yang lalu. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi obat, makanan, binatang dan lingkungan.
Pasien tidak ada riwayat kecelakaan, dan tidak ada riwayat di rawat di
rumah sakit. Riwayat pemakaian obat yaitu Amlodipine 5mg dan
sudah berhenti minum obat 3 bulan yang lalu karena riwayat hipertensi
pasien sudah sembuh, dan pasien mengikuti intruksi dokter untuk
kontrol hipertensi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien anak ke 2 dari 4 saudara. Orang tua pasien sudah
meninggal suami pasien yaitu Tn. S meninggal karena penyakit prostat
adik pertama pasien adalah Ny. M sudah meninggal karena penyakit
hipertensi anak kedua Pasien yaitu Ny R mmiliki katarak dan sudah di
operasi pasien saat ini memiliki penyakit CHF. Pasien memiliki 4
orang anak dan anaknya tidak tinggal serumah dan pasien tinggal
sendiri dirumahnya.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Saat ini orang terdekat dengan pasien adalah anak pertamanya
karena rumahnya berdekatan. Pola komunikasi pasien dengan keluarga
dan orang lain baik, setiap ada permasalahan selalu di diskusikan
dengan keluarga dan selalu diputuskan bersama keluarga. Kegiatan
masyarakat yang di ikuti pasien adalah adalah pengajian ibu-ibu
dirumah. Hal yang dipikirkan saat ini adalah penyakitnya sekarang
yang belum kunjung sembuh. Harapan pasien terhadap penyakitnya
ingin lekas sembuh walaupun tidak maksimal dan ingin cepat kembali
kerumah. Aktivitas agama pasien beribadah 5 waktu tidak di
tinggalkan karena kewajiban yang harus dilaksanakan dan berzikir.
Kondisi lingkungan rumah pasien ramai dan bising karena berdekatan
dengan kost-kostan. Sisi keamanan kondisi rumah pasien antara
tempat tidur dan kamar mandi dalam 1 kamar dan lantai kamar mandi
tidak licin, jika pasien membutuhkan bantuan keluarganya maka
pasien menelpon anak-anaknya terutama anak pertamanya karena
rumahnya berdekatan dengan pasien.
g. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola Nutrisi
a) Sebelum dirawat
Sebelum sakit pola kebiasaan makan pasien adalah
3x/hari dengan menghabiskan 1 porsi makanan dengan
komposisi makanan nasi, lauk, dan sayur. Pasien sebelum
sakit nafsu makan baik, tidak ada hambatan dalam hal
mengkonsumsi makanan.
b) Saat dirawat
Pola makan pasien saat dirawat 3x/hari. Nafsu makan
pasien 1/2 porsi karena pasien tidak suka makanan di rumah
sakit. Saat ini pasien mendapatkan diit lunak dengan diit
jantung 3 (DD3).
2) Pola eliminasi
a) Sebelum dirawat
Sebelum sakit pasien bisa buang air kecil 6x/hari
dengan volume tidak terukur, warna kuning jernih. Buang air
besar pasien 1xx/hari dengan warna kuning, konsistensinya
lembek.
b) Saat dirawat
Saat dirawat pasien buang air kecil 800ml/hari warna
kuning jernih, dan pasien terpasang kateter hari ketiga dengan
kondisi kateter bersih. Buang air besar pasien 1x/hari dengan
warna kuning konsistensinya lembek.
3) Personal hygiene
a) Sebelum dirawat
Pasien biasa mandi 2x/hari menggunakan sabun, dan
menggosok gigi 2x/hari menggunakan odol dan sikat gigi,
setiap mandi pagi dan sore. Pasien 2x/minggu membersihkan
rambutnya dengan menggunakan shampo.
b) Saat dirawat
Selama dirawat pasien mandi dibantu sebagian oleh
keluarga 2x/hari, menggosok gigi 2x/hari setiap pagi dan sore.
Pasien mandi hanya di lap dengan air hangat karena pasien
hanya beraktivitas di tempat tidur saja.
4) Pola istitahat tidur
a) Sebelum dirawat
Pasien tidur selama 6 jam/hari di malam hari, dan tidur
3 jam/hari di siang hari. Dan tidak mempunyai kebiasaan
sebelum dan sesudah tidur.
b) Saat dirawat
Pasien tidur selama 6 jam/hari dengan serinf
terbangun di malam hari dan tidur 2 jam/hari di siang hari.
Karena sudah bosan dengan suasana rumah sakit dan
terkadang banyaknya pengunjung. Dan tidak mempunyai
kebiasaan sebelum tidur dan sesudah tidur
5) Pola aktivitas dan latihan
a) Sebelum dirawat
Aktivitas sehari-hari pasien yaitu hanya
membersihkan rumahnya dan jika sering melakukan aktivitas
terlalu lama pasien mudah lelah. Pasien tidak pernah
melakukan olahraga.
b) Saat dirawat
Selama dirawat aktivitas pasien terganggu karena
kurang terbiasa dengan suasana rumah sakit dan pasien ingin
segera pulang. Aktivitas pasien hanya ditempat tidur, dan
duduk untuk mengobrol dengan keluarga atau orang yang
membesuk.
h. Pengkajian Fisik
Keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran pasien compos
mentis, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, berat badan
papsien 55 kg tinggi pasien 160 cm. Tekanan darah pasien
110/60mmHg, nadi 87x/menit, pernafasan 30x/menit, suhu 36,5○C.
1) Sistem penglihatan
Fungsi penglihatan pasien normal, tidak terdapat tanda-tanda
iritasi atau radang, tidak ada kelainan otot-otot mata, pupil
bereaksi terhadap rangsangan cahaya posisi mata simetris, kelopak
mata normal pergerakan bola mata normal. Konjungtiva anemis,
kornea normal, sklera anikterik pupil isokor, pasien tidak
menggunakan kaca mata dan tidak menggunakan lensa kontak.
2) Sistem pendengaran dan wicara
Fungsi pendengaran pasien normal, daun telinga normal,
karakteristik serumen warna kuning, konsistensi kental, bau khas,
kondisi telinga normal. Tidak ada cairan dari telinga pasien, tidak
ada perasaan penuh di telinga, tidak tinnitus, tidak mempunyai
gangguan keseimbangan, dan tidak memakai alat bantu dengar.
Sistem wicara pasien normal dan menanggapi pembicaraan sesuai.
3) Sistem pernafasaran
Jalan nafas pasien ada sumbatan sekret, pernafasan sesak,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan, frukensi nafa 30x/menit
irama teratur, jenis pernafasan spontan kedalaman dangkal. Pasien
batuk dengan produktif sputum berwarna merah muda dan
menggunakan alat bantu nafas
4) Sistem kardiovaskuler
Nadi pasien 86x/menit, irama teratur, denyut nadi kuat,
tekanan darah 110/60 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis,
temperatur kulit teraba sedikit dingin, warna kulit pucat, pengisian
kapiler >2 detik, terdapat edema pada tungkai bawah grade +1.
Kecepatan denyut apical 90x/menit irama tidak teratur S1 dan S2
terdengar lemah, nyeri dada sisi kiri saat aktivitas, karakteristik
seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 4, frekuensi hilang timbul, lama
nya nyeri selama 5 menit, pasien tampak meringis saat nyeri
muncul.
5) Sistem hematologi
Tidak terdapat perdarahan, warna kulit pucat, Hb 11,3 g/dl
6) Sistem saraf pusat
Pasien tidak ada keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran
compos mentis GCS (E:4, M: 6, V:5), tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, tidak ada gangguan system persyarafan
pemeriksaan refleks fisiologis normal, dan refleks patologis tidak
ada.
7) Sistem pencernaan
Gigi pasien tidak terdapat caries, tidak menggunakan gigi
palsu, tidak ada stomatitis lidah tampak tidak kotor, salifa normal,
tidak ada muntah, tidak ada mual. Ada nyeri di daerah perut,
bising usus 10x/menit tidak ada diare tidak ada konstipasi hepar
teraba, abdomen teraba lembek.
8) Sistem endokrin
Pasien tidak mengalami pembesaran pada elnar tiroid, nafas
tidak berbau keton, dan tidak tampak luka gangrene.
9) Sistem integument
Turgor kulit pasien baik, temperature kulit teraba agak
sedikit dingin, warna kulit pucat, keadaan kulit pucat, tidak ada
kelainan pada kulit, dan tidak terdapat tandatanda peradangan ada
lokasi pemasangan infus.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Asikin, 2016, h. 31), diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada pasien CHF sebagai berikut :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi cairan yang
menumpuk dirongga paru.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolus.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan
jantung memompakan sejumlah darah untuk mencukupi kebutuhan
jaringan tubuh.
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut PPNI (2018)adalah sebagai berikut:
a. Pola nafas tidak efektif
1) Monitor pola napas
2) Monitor bunyi napas tambahan
3) Pertahankan kepatenan jalan napas
4) Posisikan semi fowler
5) Berikan oksigen jika perlu
6) Kolaborasi pemberian bronkodilator
b. Gangguan Pertukaran Gas
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2) Monitor pola nafas
3) Monitor saturasi oksigen
4) Monitor nilai AGD
5) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
6) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
c. Penurunan Curah Jantung
1) Identifikasi tanda dan gejala penurunan curah jantung
2) Monitor intake dan output cairan
3) Monitor keluhan nyeri dada
4) Beri diet jantung yang sesuai
5) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
6) Anjurkan beraktifitas fisik
7) Kolaboasi pemberian antiaritmia

4. implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun
rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan
terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012). Menurut
Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Lilik, N. I. S., & Budiono, I. (2021). Risiko Kematian Pasien Gagal


Jantung Kongestif (GJK): Studi Kohort Retrospektif Berbasis Rumah
Sakit. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 1(3), 388–
395. Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN

Paat, T. C. C., Erika, K. A., & Saleh, A. (2020). Efektivitas Terapi


Komplementer Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pada Pasien
Gagal Jantung: Systematic Review. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 5(2). https://doi.org/10.30651/jkm.v5i2.5363

Swardianto Heru dkk, (2020). Pendekatan Evidence Base Practice


Nursing. Kediari: Chakra Brahmanda Lentera
Zuliani dkk, (2022). Keperawatan Kritis. Yayasan kita menulis
Agustiawa dkk, (2022). Keperawatan Gawat Darurat. Sumatra Barat

Asikin, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Kardiovaskulaer. Jakarta: Erlangga

Fikriana, Riza. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Yogjakarta: CV Budi


Utama

Irwan. (2018). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.

Yogyakarta: CV. Budi Utama LeMone, Pricilla. (2016).

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan


Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Mayangsari, Elly. (2019). Farmakoterapi Kardiovaskuler. Malang: UB
Press
Narolita, Yola. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Gagagl Jantung Kongestif dengan Masalah
Hipervolemia. Jombang: STIKes Insan Cedekia

Neal, M, J. (2015). At a Glance Farmakologi Medis Edisi


Kelima. Indonesia: Erlangga

Nirmalasari, Novita. (2017). Deep Beathing Exercise and


Active Range of Motion Efectively Reduce Dyspnea
in Congestive Heart Failure Patiens. Yogyakarta:
STIKes Jendral Ahmad Yani

Nurachmach, Elly. (2013). Pengantar Asuhan Keperawatan


Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia; Definisi dan
TindakanKeperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Ronny. (2014). Fisiologi Kardiovaskular Berbasis


Masalah Keperawatan. Jakarta: EGC

Smesltzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Buku Ajaran


Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta

Weaver, Aurora. (2013). Keperawatan Kritis Demystified


Buku Wajib Bagi Praktisi dan Mahasiswa
Keperawatan. Yogyakarta: Rapha Publishing
Wendy, C. (2015). Dyspnoea and Oedema in Chronic
Heart Failure. America : Pract Nurse

Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan:


Dokumentasi Keperawatan. 1– 172. Retrieved from
http://bppsdmk. kemkes.go.id/ pusdiksdmk /wpcontent
/uploads /2017/11 /praktika-dokumen keperawatan -
dafis. pdf

Anda mungkin juga menyukai