Anda di halaman 1dari 16

ASKEP GANGGUAN POMPA JANTUNG

NAMA : ANNASNURAINI BR GINTING

NIM : P07520219044

KELAS : II B D IV KEPERAWATAN

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN CONGESTIVE HEART FAILURE

 Definisi           
CHF (Congestive Heart Failure) adalah suatu kegagalan jantung dalam memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Purnawan Junadi, 1982).  Kegagalan jantung
kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi
kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung,
pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam darah yang mengakibatkan
jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada berbagai organ (Ni Luh Gede Yasmin,
1993).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braundwald).

2.2 Etiologi
Etiologi terjadinya CHF (Congestive Heart Failure) menurut Brunner dan Suddarth (2002)
yaitu :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .

2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung .
3. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan
untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
4. Penyakit jantung lain,
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after
load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan (after load) .
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik
dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

 Klasifikasi
1.      Gagal jantung akut –kronik
a.    Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan
tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh
darah.
b.    Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik,
penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel
sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2.      Gagal Jantung Kanan- Kiri
a.    Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat
sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
b.    Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang
berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik
di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3.      Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
a.       Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
b.      Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke
volume cardiac output turun.

  Manifestasi klinik
Menurut Arif masjoer 2001 Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti
gagal jantung kanan dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat
bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral.
Tanda dominan Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda
tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
1.      Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a.       Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).
b.      Batuk
c.       Cheynes stokes
d.      Orthopnea
e.       Kogestif vena pulmonalis
f.       Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
g.      Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2.      Gagal jantung kanan:
a.       Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b.      Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
c.       Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar.
d.      Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
e.       Nokturia
f.       Kelemahan
g.      Nausea
h.      Ascites i.

  Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas
(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan
panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac
output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik
yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan
sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi
cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac
output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan
penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan
filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

 Pemeriksaan Penunjang

1.      EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan
pola.mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
2.      Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
3.       Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
4.      Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
5.      Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
6.      Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
7.      AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.

Penatalaksanaan 
Tujuan pengobatan adalah :
1.      Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan
pembatasan aktivitas.
2. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
3. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
4. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
5.      Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator

a.) Terapi Medis


1.         Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2.         Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
§   Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
§   Digitalisasi
a.         dosis digitalis
·           Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam dan
dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
·           Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
·           Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
b.        Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia lanjut
dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c.         Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d.        Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
·           Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
·           Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
b.) Terapi Farmakologis :
1. Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah
dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema
2. Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan harus hati – hati
karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3. Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
c.) Terapi Lain :
1.         Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung,
iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan
keadaan output tinggi.
2.         Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3.         Posisi setengah duduk.
4.         Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5.         Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2
gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1
liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6.         Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien
stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki
3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7.         Hentikan rokok dan alkohol
8.         Revaskularisasi koroner
9.         Transplantasi jantung
10.     Kardoimioplasti

  Komplikasi
Komplikasi akibat gagal jantung adalah:
1.      Shock Kardiogenik
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri. Dampaknya adalah
terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.Gejala ini
merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus Shock Kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut.Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium.
2.      Edema paru – paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul dibagian tubuh mana
saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-paru meningkat dari
batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum adalah:
a.    Gagal jantung sisis kiri (penyakit katub mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan
kapiler paru-paru,sehimgga membanjiri ruang intersisisal dan alveoli.
b.    Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia
atau terhirupnya bahan-bahan berbahaya(misalnya gas klorin atau gas sulfur dioksida).masing–
masing infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein plasma,sehingga dengan cepat cairan
keluar dari kapiler.

      Discharge Planning

1.      Berhenti merokok
2.      Berikan  instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3.      Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress
4.      Batasi atau tidak mengkonsumsi alkohol
5.      Jika mengalami obesitas turunkan berat badan hingga kisaran normal
6.      Anjurkan pada klien untuk menghentikan atau mengurangi aktifitas selama ada serangan dan
istirahat
7.      Menjalani diet yang sesuai anjuran dokter
8.      Orahraga secara teratur

SKENARIO KASUS II
Seorang pasien wanita, Ny.B umur 65 tahun, dengan idiopatik dilatasi kordiomiopati,
dan riwayat gagal jantung selama 8 tahun. Saat ini pasien mengalami fraction ejection (fraksi
ejeksi) 25% dengan keluhan fatique, letargi dan kehausan. Pasien mendapatkan pengobatan
lisinopril 20 mg/hari, digoxin 0,125 mg/hari dan bumetanide 2 mg/hari. Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan tekanan darah 84/60 mm/hg, nadi 80 x/menit, EKG menunjukkan atrial fibrilasi.
Bunyi paru bersih, gallop tidak ada, edema tungkai (ekstremitas) juga tidak ada. Hasil
pemeriksaan hemodinamika menunjukkan  cardiac indeks 1,6 SVR 2883 dan cairan intratorak
0,052. Hasil wawancara dengan keluarga tentang penampilan secara umum Ny.B terlihat
sedikit lebih gemuk dari biasanya.
2 minggu setelah dirawat, Ny.B menunjukkan gejala pembesaran abdomen (shifting
dullness positif) dan penambahan BB  2 kg dari sebelumnya. Dispenea dan edema ekstermitas
+2. TD 100/80 mmhg, Nadi 85 dengan distensi vena jugularis (JVP) positif.
Tujuan pembelajaran pada kasus 2 :
1.      Memahami tentang patofisiologi penyakit
2.      Mampu merumuskan diagnose keperawatan dan rencana perawatan pada pasien tersebut
selama perawatan di rumah sakit
3.      Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan perawat (discharge planning) pasien setelah
perawatan.

3.1  Step Tutor
Step 1 : Klasifikasi Istilah Sulit
1.      Idiopatik
Penjelasan : istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi medis yang belum terungkap
jelas penyebabnya.
2.      Kardiomiopati
Penjelasan : kelainan fungsi jantung yang bukan diakibatkan oleh penyakit arteri koroner,
kelainan jantung bawaan (congenital), hipertensi atau penyakit katup.
3.      Fatique
Penjelasan : suatu rasa kelelahan yang dikemukakan sebagai rasa lelah, hilangnya semangat
dan energy, hilangnya ambisi atau keinginan dan vitalitas yang rendah.
4.      Letargi
Penjelasan : suatu keadaan dimana terjadi penurunan kesadaran.
5.      Fraction ejection
Penjelasan : ukuran atau perkiraan dari jumlah yang dipompa setiap kontraksi ventrikal kurang
lebih 60%.
6.      Lisinopril
Penjelasan : salah satu obat antihipertensi golongan angiotensi convesrting enzyme (ACE)
inhibitor yang bekerja dengan cara mengurangi zat kimia yang menyempitkan pembuluh darah.
7.      Digoxin
Penjelasan : obat untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung
dalam  keadaan kegagalan jantung/ congetive heart failure (CHF).
8.      Bumetanide
Penjelasan : obat jenis loop diurectic (water pill) yang mencegah tubuh dari penyerapan garam
yang terlalu banyak, dan untuk mengobati kekurangan cairan pada penderitaan gagal jantung
kongestif.
9.      Atrial fibrilasi
Penjelasan : kondisi dimana jantung berdetak cepat dan tidak teratur yang menyebabkan
penurunan aliran darah ke dalam tubuh.
10.  Gallop
Penjelasan : irama dimana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase distolik, yang
disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga terjadi
pengisian yang cepat pada ventrikel.
11.  Hemodinamik
Penjelasan : gangguan pada tubuh baik pada aliran darah maupun keseimbangan cairan tubuh/
elektrolit yang menimbulkan edema, kongesti, infark, dan syok.
12.  Cardiac indeks
Penjelasan : penilaian curah jantung.
13.  Cairan intrathorak
Penjelasan : cairan di dalam rongga dada
14.  Dispnea
Penjelasan : pernapasan sulit atau menyakitkat yang biasa disebut dengan sesak napas.
15.  Edema ekestremitas +2
Penjelasan : skala edema atas bawah pada ekstremitas.
16.  Shifting dullness
Penjelasan : suara pekak yang berpindah-pindah saat perfusi akibat cairan bebas.
17.  JVP
Penjelasan : JVP (jugularis venous pressure) adalah tekanan system vena yang diamati secara
tidak langsung (indirek).
18.  SVR
Penjelasan : SVR (Sistemik Vaskular Resisten) tekanan sirkulasi sistemik yang harus diatasi
oleh ventrikel kiri (VL) untuk memompa darah keseluruh tubuh (normalnya 800-1200).
Step 2 : Identifikasi Masalah
1.      Apa hubungan antara pembesaran abdomen dan penambahan berat badan dengan penyakit
pada kasus ?
2.      Apa alasan pemberian obat lisinopril ?
3.      Kenapa fraction ejection rendah ?
4.      Mengapa tekanan daarah klien meningkat setelah di rawat di RS?
5.      Kenapa hasil JVP menjadi positif ?
6.      Kenapa menjadi edema ekstremitas +2 setelah dirawat 2 minggu di rumah sakit ?
7.      Kenapa SVR meningkat ?
8.      Kenapa setelah dirawat terjadi dispnea ?
9.      Mengapa EKG menunjukkan arterial fibrilasi ?
10.  Apa tindakan perawat dalam mengatasi penyakit tersebut ?
11.  Berapa lama pasien di rawat pada kasus di atas ?
12.  Apa yang menyebabkan indeks kardia menurun ?

Step 3 : Analisa Masalah


1.      Penjelasan : karena adanya pembesaran vena di hepar yang mengakibatkan hepatomegali
dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen. Bila proses ini berkembang maka tekanan
dalam pembuluh darah meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen yang
dinamakan asistes (pengumpulan cairan dalam rongga perut). Pengumpulan cairan dalam perut
ini menyebabkan tekanan diafragma meningkat sehingga pasien bisa mengalami sesak napas.
Penambahan air menyebabkan bertambahnya volume cairan dalam sirkulasi. Tetapi apabila
memburuknya penyakit pada klien (gagal jantung), kelebihan cairan akan akan dilepaskan dari
sirkulasi darah dan terjadi edema. Sebagai akibat dari penimbunan air dan garam maka
terjadilah penambahan berat badan.
2.      Penjelasan : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat
frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori dalam paru
dan menurunnya vasokontraksi.
3.      Penjelasan : karena fungsi kardiomiopatik menurun dan berhubungan juga dengan
menurunnya cardiac indeks.
4.      Penjelasan : tekanan darah meningkat karena pengaruh dari pemberian obat digoxin yang
menyebabkan meningkatnya kontraksi otot jantung.
5.      Penjelasan : bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi.
Ventrikel dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolic dan terjadi peningkatan
laju tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini sebaliknya. Memantau aliran darah dari
vena kava yang diketahui dengan peningkatan vena jugularis dengan kata lain apabila terjadi
dekopensasi ventrikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai kaki
dan distensi vena jugularis pada leher.
6.      Penjelasan : karena terdapatnya cairan yang berlebihan sehingga terjadinya peningkatan
tekanan vena misalnya darah terbendung divena akan disertai peningkatan tekanan darah
kapiler, karena kapiler mengalirkan kedalam vena. Uterus yang membesar menekan vena-vena
besar yang mengalir darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk
kerongga abdomen. Pembendungan darah di vena menyebabkan kaki mendorong terjadi
edema ekstremitas +2.
7.      Penjelasan : Karena curah jantung yang tidak adekuat atau kontraktilitas jantung yang tidak
maksimal.
8.      Penjelasan : kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang dating dari paru. Peningkatan tekanan darah sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong  ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi :
dispnea, ortopnea, batuk, mudah lelah, takikardi dan insomnia. Dispnea dapat terjadi akibat
penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat
terjadi pada saat istirahat atau dicetus oleh gerakan minimal atau sedang.
9.      Penjelasan : karena kelainan jantung yang disebabkan oleh masalah dengan system listrik
jantung pada keadaan sehat listrik jantung mengalir di ruang atas (atrium) ke ruang bawah
(ventrikel) menyebabkan kontraksi normal fibrilasi atrium aliran listrik kacau yang menyebabkan
detak jantung menjadi tidak teratur.
10.  Penjelasan : tidak boleh mengedan (mengurangi kontraktilitas otot jantung), berikan oksigen,
evalusai nyeri dada, dan kaji status gizi (diet rendah garam)
11.  Penjelasan :Rata-rata lama hari rawat dengan kasus CHF adalah 15 hari, inimal 5 hari dan
maksimal 50 hari. Tetapi bisa saja akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
12.  Penjelasan : index cardiac menurun karena adanya masalah pada bagian jantung (ventrikel
kanan) yang mengalami gangguan yaitu lemahnya kontraksi otot jantung sehingga
menyebabkan darah yang seharusnya di pompa keluar dari jantung menuju vena pulmonary
dengan cepat namun karena ada masalah pada otot jantung ventrikel kanan darah yang
dialirkan sedikit dan menyebabkan curah jantung menurun.

Step 3 : Hipotesa
“Gagal Jantung Kongestif / CHF (Congestive Heart Failure)”

3.2  Asuhan keperawatan
PENGKAJIAN

I.          IDENTITAS
Nama                    : Ny.B
Umur                    : 65 tahun
Jenis Kelamin       : Perempuan
II.       KELUHAN UTAMA : Fatique, latergi dan kehausan.
III.    RIWAYAT KESEHATAN
1.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan idiopatik dilatasi kardiomiopati mengalami fraction ejection 25 % dengan keluhan
fatique, latergi dan kehausan. Klien mendapat pengobatan lisinopril 20 mg/hari, digoxin 0,125
mg/hari dan bumetanide 2 mg/hari. Setelah di rawat 2 minggu, klien mengalami pembesaran
abdomen (shifting dullness positif) dan penambahan BB 2 kg dari sebelumnya, dipsnea dan
edema ekstremtas +2 dengan JVP +.
2.      Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien memiliki riwayat gagal jantung selama 8 tahun.
3.      Riwayat Kesehatan Keluarga
-          (tidak terkaji)

IV.             PENGKAJIAN 11 FUNGSIONAL GORDON


(1)     Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat : Pada kasus CHF akan timbul ketakutan
akan terjadinya ketidakmampuan beraktivitas pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya serta
kepatuhan klien dalam berobat. (Ignatavicius, Donna D,1995).
(2)     Pola Nutrisi dan Metabolisme : Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan muntah,
penambahan berat badan secara signifikan, pembengkakan ekstremitas bawah, kebiasaan diet
tinggi garam dan kolestrol, penggunaan diuretic. Tanda : penambahan berat badan secara
signifikan dan distensi abdomen/asites serta oedema.
(3)     Pola Eliminasi : Untuk kasus CHF perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
(Keliat, Budi Anna, 1991)                   Gejala yang ditemukan : penurunan volume urin, urin
berwarna gelap, kebiasaan berkemih malam hari (nokturia).
(4)     Pola Tidur dan Istirahat : Pada klien CHF sering ditemukan insomnia, dispnea saat
istirahat dan gelisah sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5)     Pola Aktivitas : Pada klien dengan CHF sering ditemukan keletihan dan kelelahan
sepanjang hari, nyeri dada dan sesak saat beraktivitas, sesak saat istirahat. (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(6)     Pola Hubungan dan Peran : Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat bila klien harus menjalani rawat inap  (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7)     Pola Persepsi dan Konsep Diri : Dampak yang timbul pada klien CHF adalah rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(8)     Pola Sensori dan Kognitif : Pada klien dengan CHF sering ditemukan perubahan status
mental : letargi dan stress dengan penyakitnya.
(9)     Pola Reproduksi Seksual : Dampak pada klien CHF akan terjadi perubahan pemenuhan
kebutuhan seksual terutama karena nyeri dada dan sesak yang menigkat karena aktivitas.
10)     Pola Penanggulangan Stress : Pada klien CHF timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11)     Pola Tata Nilai dan Keyakinan : Untuk klien CHF dengan bedrest total tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan sesak yang dirasakan klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

V.       PEMERIKSAAN FISIK
1.      ROS (Review of System)
Keadaan Umum : -
Kesadaran          : -
2.      Pemeriksaan Vital Sign
Sebelum dirawat :
Tekanan Darah           : 84/60 mmhg
Nadi                           : 80-88 x/menit
Setelah diraawat :
Tekanan Darah           : 100/80 mmhg
Nadi                           : 85 x/menit
3.      Pemeriksaan Penunjang
-          EKG menunjukkan atrial fibrilasi
-          Pemeriksaan hemodinamika menunjukkan cardiac indek 1,6
-          SVR 2883
-          Cairan intratoraks 0,052
-          JVP +
4.      Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
-     Klien mengeluh fatique, letargi, dan Sebelum dirawat :
kehausan, Dipsnea           Tekanan Darah : 84/60 mmHg
-     Hasil wawancara dengan keluarga          Nadi                  : 80 x/menit
tentang penampilan secara umum Ny.B          fraksi ejeksi 25%
terlihat sedikit lebih gemuk dari biasanya.           EKG atrial fibrilasi
          Bunyi paru bersih
          Gallop tidak ada
          Edema tungkai tidak ada
          hemodinamika cardiac indek 1,6
          SVR 2883
          Cairan intratoraks 0,052
Setelah dirawat :
          Tekanan Darah : 100/80 mmhg
          Nadi                  : 85 x/menit
          Gejala pembesaran abdomen (shifting
dullness +)
          JVP +
          Edema ektremitas +2,

ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : mengeluh Dipsnea

DO : Penurunan Curah
1.           EKG atrial fibrilasi Gangguan kontraktilitas
Jantung
          fraksi ejeksi 25%
          JVP +

DS : klien mengeluh fatique, letargi,


dan kehausan
DO :
Sebelum dirawat :
2. Tekanan Darah : 84/60 mmhg Fatique Intoleransi Aktivitas
Nadi  : 80 x/menit
Setelah diraawat :
Tekanan Darah : 100/80 mmhg
Nadi  : 85 x/menit

DO : Hasil wawancara dengan


keluarga tentang penampilan secara
umum Ny.B terlihat sedikit lebih berkurangnya curah
gemuk dari biasanya. jantung, retensi cairan
DS : dan natrium oleh ginjal,
3. Kelebihan volume cairan
          Edema ektremitas +2 hipoperfusi ke jaringan
          Gejala pembesaran abdomen perifer dan hipertensi
(shifting dullness +) pulmonal
          JVP +

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Fatique
3.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KASUS CHF

No. Diagnosa Tujuan / KH Intervensi


1 Penurunan curah Tujuan : Mandiri
jantung Setelah dilakukan tindakan-       Catat tanda-tanda vital
berhubungan keperawatan -       Regulasi hemodinamik
dengan gangguan selama 3x60 menit diharapkan (mengoptimalkan frekuensi jantung,
kontraktilitas penurunan curah jantung dapat preload, afterload, dan kontraktilitas)
teratasi dengan -       Manajemen syok (meningkatkan
Kriteria Hasil  : keadekuatan perfusi jaringan)
-     Klien mampu menunjukkan-       Atur posisi tirah baring yang idel.
status sirkulasi Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-
-     Klien menunjukkan 30 cm.
peningkatan tolernsi terhadap-       Berikan istirahat psikologi dengan
aktivitas fisik (dispnea, nyeri lingkungan yang tenang.
dada) -       Pemantauan tanda-tanda vital
-     Tidak terjadi aritmia (mengumpulkan dan menganalisa data
-     Klien mampu mengidentifikasi kardiovskular, pernapasan dan suhu
tanda dan gejala perburukan tubuh untuk menentukan dan mencegah
kondisi yang dapat dilaporkan komplikasi)
-       Hindari manuver dinamik seperti
berjongkok sewaktu melakukan BAB
dan mengepal-ngepalkan tangan.
-       Pemberian cairan IV, pembatasan
jumlah total sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam.
-       Berikan oksigen tambahan dengan
nasal kanul/ masker sesuai dengan
indikasi.
-       Kaji ulang EKG
kolaborasi
-       Kolaborasi untuk pemberian diet
jantung dan pemberian obat.
2 Intoleransi Tujuan : Mandiri
aktivitas Setelah dilakukan tindakan-      Terapi aktivitas (beri anjuran tentang
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam dan bantuan dalam aktivitas fisik)
dengan fatique diharapkan kebutuhan-      Terapi latihan fisik : mobilitas sendi
beraktivitas dan kebutuhan (latih klien untuk lakukan gerakan aktif
perawatan diri sendiri terpenuhi atau pasif untuk mempertahankan
dengan Kriteria Hasil : fleksibilitas sendi)
-     Klien mampu-        Periksa tanda vital sebelum dan
mendemonstrasikan segera setelah aktivitas khususnya bila
penghematan energy klien menggunakan vasodilator, diuretik,
-     Tidak terjadi kelemahan dan penyakit dada.
kelelahan -      Catat respon cardiopulmonal terhadap
-     Tanda-tanda vital dalam batas aktivitas, catat takikardi, disritmia,
normal dispnea, berkeringat, pucat.
-      Kaji presipilator/ penyebab
kelemahan.
-      Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
-      Berikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan periode
istirahat.
-       
3 Kelebihan volume Tujuan : Mandiri
cairan Setelah dilakukan tindakan-      Pertahankan catatan intake dan output
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam yang akurat
dengan kelebihan volume cairan dapat-      Monitor vital sign
berkurangnya dikurangi -      Monitor indikasi retensi / kelebihan
curah jantung, cairan (cracles, CVP , edema, distensi
retensi cairan dan KH : vena leher, asites)
natrium oleh ginjal,-     Klien mampu mengurangi-      Kaji lokasi dan luas edema
hipoperfusi ke kelebihan volume cairan -      Tentukan kemungkinan faktor resiko
jaringan perifer-     Tanda vital dalam rentang dari ketidak seimbangan cairan
dan hipertensi yang dapat diterima (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
pulmonal -     tidak ada distensi vena perifer/ renal, gagal jantung, diaporesis,
vena dan edema dependen disfungsi hati, dll )
-     berat badan ideal -      Monitor masukan makanan / cairan
dan hitung intake kalori harian
-      Berikan diuretik sesuai interuksi
-      Monitor tanda dan gejala dari odema
-      Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
Kolaborasi
-      Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk

Anda mungkin juga menyukai