Anda di halaman 1dari 25

BAB II

1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan ketidakmampuan jantung
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke
jaringan tubuh (Rispawati, 2019).
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung
kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal (Puspitasari, Kuswardani, &
Amin, 2017).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrisi dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
pereganggan ruang jantung (dilatasi) guna darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal. Jantung hanya mampu memompa darah mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah
tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
menanggapi dengan menahan udara dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, paru- paru
atau organ lainnya sehingga tubuh keliatan menjadi bengkak (kongestif)
(Unjianti 2010).
2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala (Morton, 2012 dalam
Rohmah, 2017):
a. Gagal jantung akut : Timbulnya gejala secara mendadak,
biasanya selama beberapa hari atau beberapa jam.
b. Gagal jantung kronik : Perkembangan gejala selama beberapa
bulan sampai beberapa tahun dan menggambarkan keterbatasan
kehidupan sehari-hari.
New York Heart Assosiation (NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung
dalam Manik (2016) yaitu :
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan gejala klien Kelas Gejala
a. Akivitas fisik tidak dibatasi
b. Aktivitas fisik terbatas
c. Keterbatasan yang nyata padaaktivitas fisik
d. Rasa tidaknyaman saat melakuka aktivitas

3. Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif, yaitu:

a. Kelainan otot jantung; gagal jantung paling sering terjadi pada


penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung.
b. Ateroklerosis koroner; mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan mengakibatkan hipertensi
serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain; gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat
penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung
mempengaruhi jantung.
Faktor sistemik; terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(misalnya demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
Ada 2 macam faktor resiko penyakit gagal jantung kongestif, sebagai
berikut:
a. Faktor predisposisi : umur, jenis kelamin, faktor keturunan.
b. Faktor presipitasi : merokok, pola hidup, kurang aktifitas, diet
tinggi lemak, stres.

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Kelainan fungsi otot jantung disebabkan
karena ateroklerosis koroner, hipertensi aterial dan penyakit otot degeneratif
atau inflamasi. Ateroklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Ateroklerosis atau
pengerasan arteri ditandai oleh penimbunan lemak yang progresif sampai
lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak yang mengurangi atau
memblokir sama sekali aliran darah ke jaringan. Bila sel-sel otot arteri
tertimbun lemak, maka elastisitasnya akan menghilang dan kurang dapat
mengatur tekanan darah. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung. Hipertropi otot jantung tadi tidak dapat
berfungsi secara normal dan akhirnya terjadi gagal jantung
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung,menyebabkan kontraktilitas menurun. Kontraktilitas ventrikel yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel.
Ada tiga mekanisme yang dapat dilihat sebagai respon terhadap gagal
jantung, yaitu:
a. meningkatnya aktifitas adrenergic simpatik
b. meningkat-nya beban awal akibat aktifasi sistem renin angiotensin
aldosteron
c. hipertropi ventrikel.
Ketiga respon kompensantorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktifitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin
kurang efektif.
Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktifitas adrenergic
simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf adrenergic jantung
dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontaksi akan meningkat
untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteria perifer
untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ- organ yang rendah metabolismenya,
seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa, antara lain:
a. penurunan aliran darah ginjal akhirnya laju filtrasi glomerulus

b. pelepasan renin dari apparatus juksta glomerulus


c. interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I

1) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

2) perang-sangan sekresi aldosterola dari kelenjar adrenal

3) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan doktus


pengumpul.
Respon kompensantorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertropi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertropi mengakibatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beba
hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung; sarkomer dapat bertambah
secara paralel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume,
seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
tebal dinding.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah jantung
ventrikel berpasangan, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan. Gagal jantung kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun
dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir
diastolik dalam ventrikel kiri meningkat. Gagal jantung kanan terjadi karena
gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi
sekuncup ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya gagal
jantung kiri.
Gagal jantung kongestif bila gangguan jantung kiri dan kanan pada satu
waktu terjadi bersama, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif
yang umumnya ditandai dengan adanya bendungan paru dan bendungan
sistemik pada waktu yang bersamaan.
5. Manifestasi klinik
a. Peningkatan volume intravaskular
b. Kongesti jaringan akibat ditekan arteri dan vena yang meningkat
akibat turunnya curah jantung.
c. Gagal Jantung Kanan
1) Edema
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial. Edema
mula- mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan
terutama pada malam hari.
2) Hipatomegaly
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
3) Ascites
Terjadi bila tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga
cairan terdorong keluar rongga abdomen.
4) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam
rongga abdomen.
5) Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada
saat berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada
waktu istirahat.
6) Lemah
Disebabkan menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan.
d. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi, yaitu:

1) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas.
2) Batuk nonproduktif
Terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.
3) Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme.
4) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan
bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi baik.
5) Ortopnea (dispnea saat berbaring)
Disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian
tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.
6) Dispnea noktural paroksimal (Paroxymal Noctural Dyspnea,
PND) PND, yaitu mendadak terbangun karena dispnea
dipicu oleh timbulnya edema paru interstial.
7) Tachicardi
Mencerminkan respon terhadap rangsangan saraf simpatis.
8) Kulit pucat dan dingin
Disebabkan oleh vasokontriksi perifer; makin berkurangnya
curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi
menyebabkan terjadinya sianosis.
9) Gallop ventrikel
Terjadi selama diastolik awal dan disebabkan oleh pengisian
cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau terdistensi.
10) Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
e. Gagal Jantung Kongestif
Tanda dan gejala pada GJK dibedakan berdasarkan tingkatan atau
klasifikasi:

I :Timbul gejala sesak napas atau capek pada aktifitas yang berat.

II :Timbul gejala sesak napas atau capek pada aktifitas yang sedang.

III :Timbul gejala sesak napas atau capek pada aktifitas yang ringan.

IV :Timbul gejala sesak napas atau capek pada aktifitas yang sangat
ringan pada waktu istirahat.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penatalaksanaan CHF menurut Pratiwi (2016) meliputi
a. Non farmakologis
1) CHF kronik
a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
b) Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan
edema Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti
NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium.
c) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500cc/hari)
d) Olahraga secara teratur
2) CHF akut

a) Oksigenasi (ventilasi mekanik)


b) Pembatasan cairan (< 1,5 liter/hari)

c) Pengaturan posisi tidur 20-300


b. Farmakologis
1) First linedrugs : deuretik
untuk mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan
mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic
2) Second line drugs : ACE Inhibitor
a) Digoxin: meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana di butuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
b) Hidralazin: menurunkan afterload pada disfungsi sistolik
Isobarbide dinitrat: mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
c) Calcium channel blocker: untuk kegagalan diastolik
meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel
(jangan dipakai pada CHF kronik). Beta blocker, sering
dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,
mencegah iskemia miocard, menurunkan TD, hipertrofi
ventrikel kiri. (Pratiwi, 2016)
c. Pendidikan kesehatan
a) Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan
tentang penyakit dan penangannya.
b) Informasikan difokuskan pada monitoring berat badan
setiap hari dan intake natrium.
c) Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan
tambahan yang mengandung kalium seperti pisang, jeruk, dan
lain-lain.
d) Teknik konservasi energi dan latihan aktifitas yang dapat
ditoleransi dengan bantuan terapis.

7. Pemeriksaan penunjang
Pada gagal jantung kongestif dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik,
yaitu:
a. Laboratorium
Hematologi : Hb, HCT dan leukosit

Elektrolit : K, Na, Cl mungkin berubah karena


perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik
Kolesterol, triglisenda, HDL mengalami peningkatan dan bila
tejadi gangguan fungsi hati, maka ureum, creatinin dan BUN juga
akan meningkat.
b. Foto Rontgen : Menunjukkan cardiomegaly, congesti paru dan
edema paru.
c. EGK
Ditemukan pembesaran atrium dan ventrikel, iskemik/infark,
oritrimia dan cardiomegaly di mana ST. elevasi dan Q patologis.
d. Echocardiografi
Menunjukkan peningkatan ukuran ruang jantung, iskemik,
infark/fibrasi atrium, penurunan gerakan dinding jantung.
e. Enzim hepar : Meningkat dalam gagal jantung kongesti hepar.
f. Analisa Gas Darah
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkolis respiratori ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

8. Komplikasi
Komplikasi akut gagal jantung meliputi (Kowalak dkk, 2011):
a. Edema paru
b. Gagal ginjal akut
c. Aritmia
Komplikasi kronis meliputi (Kowalak dkk, 2011):

a. Intoleransi terhadap aktivitas


b. Gangguan ginjal
c. Kaheksia jantung
d. Kerusakan metabolik
e. Tromboembolisme

9. Pencegahan
Menurut (Pratiwi, 2016)
a. Berhenti merokok
b. Berikan instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress Batasi konsumsi
alcohol
d. Anjurkan pada klien menghentikan aktivitas selama ada serangan
dan istirahat
e. Jika mengalami obesitas turunkan berat badan hingga kisaran normal
f. Menjalani diet sesuai dengan anjuran dokter
g. Olahraga secara teratur.
Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian Primer
Keadaan umum : Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien
gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu
Pemeriksaan B1-B6
a. Breathing (B1)
Kongesti Vaskular Pulmonal, gejala-gejalanya yaitu : dispneu,
ortopneu, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal.
Auskultasi krakles dan wheezing. Krakles terdengar saat akhir
inspirasi. Dokumentasikan frekuensi dan kedalaman pernafasan.
b. Blood

1) Inspeksi : bentuk dada dan JVP. JVP lebih dari 3 cm di atas


angulus sternal menunjukkan abnormalitas.
2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.

3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan


adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)
4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan
katup. Bunyi Jantung dan Crackles : Tanda fisik yang berkaitan
dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah
adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan
crackles pada paru-paru. S4 terdengar paling baik dengan bell
stetoskop yang ditempatkan dengan tepat pada apeks jantung.
Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting
dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hampir tidak
pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan.
5) Disritmia : Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons
awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan
sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa
jantung.
6) Distensi Vena Jugularis : Bila ventrikel kanan tidak mampu
berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel.
7) Kulit Dingin : Kegagalan arus darah ke depan (forward failure)
pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan
berkurangnya perfusi ke organ-organ. Kulit tampak pucat dan terasa
dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi
sianosis.
8) Perubahan Nadi : Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung
akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung
yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap
perangsangan saraf simpatik. Penurunan yang bermakna dari volume
sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer akan mengurangi
tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan
menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse. Hipotensi
sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
c. Brain (B5)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan
sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat.
Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
d. Bladder (B4)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas
menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.

e. Bowel (B5)

1) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas


abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi
yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat
mengalami distres pernafasan.
2) Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.

f. Bone (B6)

1) Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang


dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal
ventrikel kanan telat terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang
dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
2) Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara
bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha
akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting
edema merupakan cara pemeriksaan edema di masa edema akan
tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan
jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
3) Mudah lelah, klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembungan sisa hasil katabolisme.
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian 11 Pola Gordon
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
b. Pada kasus CHF akan timbul ketakutan akan terjadinya
ketidakmampuan beraktivitas pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat menganggu metabolisme
kalsium, mengkonsumsi alkohol yang dapat mengganggu
keseimbangan serta kepatuhan klien dalam berobat.
c. Pola Nutrisi Dan Metabolis
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan muntah,
penambahan BB secara signifikan, kebiasaan diet tinggi garam dan
kolestrol, penggunaan diuretic
Tanda : penambahan BB secara signifikan dan distensi abdomen
/ asites serta oedema.
d. Pola Eliminasi
Pada kasus CHF perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini, juga dikaji ada
kesulitan atau tidak
Gejala yang ditemukan : penurunan volume urine, urine berwarna
gelap, kebiasaan berkemih malam hari. (nokturia).
e. Pola Aktivitas Dan Latihan
Pada klien CHF sering ditemukan keletihan dan kelelahan sepanjang
hari, nyeri dada dan sesak saat beraktivitas, sesak saat istirahat.
f. Pola Istirahat Dan Tidur
Pada klien CHF sering ditemukan insomnia, dispnea saat istirahat dan
gelisah sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
g. Pola Persepsi Dan Koginitif
Pada klien dengan CHF sering ditemukan perubahan status mental :
letargi dan stress dengan penyakitnya.
h. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien CHF adalah rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
i. Pola Peran Dan Hubungan Dengan Sesama
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
bila klien harus menjalani rawat inap.
j. Pola Reproduksi Dan Seksualitas
Dampak pada klien CHF akan terjadi perubahan pemenuhan
kebutuhan seksual terutama karena nyeri dada dan sesak yang
meningkat karena aktivitas.
k. Pola Mekanisme Koping Dan Toleransi Terhadap Stress
Pada klien CHF timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
l. Pola Nilai Dan Kepercayaan
Pada klien CHF dengan bed rest total tidak dapat melaksanakanan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan sesak yang dirasakan klien.
No Diagnosa SLKI SDKI

Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG


1 Penurunan curah jantung
b.d kontraktilitas keperawatan ...x... jam maka Observasi
bersihan curah jantung  Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
meningkat dengan kriteria jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea
hasil: paroxysmal nocturnal dyspenea, peningkatan CPV)
 Bradikardia menurun  Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah
(Rentang Normal 60- jantung (meliputi peningkatan berat badan,
100x/menit) hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
 Takikardia menurun basah, oliguria, batuk, kulit pucat)

(Rentang Normal 60-  Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah

100x/menit) ortostatik, jika perlu)


 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapoan
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis. Betablocker, ACEinhibitor,
calcium channel blocker, digoksin)
Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika
perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
output cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan MANAJEMEN ENERGI


2
Ketidak seimbangan antara tindakan keperawatan ...x... Observasi
suplai dan kebutuhan jam maka Toleransi  Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
oksigen aktivitas meningkat dengan mengakibatkan kelelahan
kriteria hasil:  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Keluhan lelah menurun  Monitor pola dan jam tidur
 Perasaan lemah menurun  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
 Dyspnea saat aktivitas melakukan aktivitas
menurun Terapiotik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kalaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

3 Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI

pencedera fisiologis keperawatan ...x... jam maka Observasi


 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri akut menurun dengan
intensitas nyeri
kriteria hasil:
 Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Meringis menurun
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapiotik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan PEMANTAUAN RESPIRASI

b.d Perubahan membrane keperawatan ...x... jam maka


alveolus-kapile Gangguan pertukaran gas Observasi
meningkat dengan kriteria
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
hasil:
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
 Dysipneu menurun
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
 Sianosis membaik
ataksik0
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai