Dosen Pembimbing :
Kelas 7A,
Disusun oleh :
2. Manifestasi klinis
Gejala–gejala awal Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang bisa muncul
setelah 5 – 10 tahun merokok adalah batuk yang berlendir. Batuk biasanya ringan dan
sering dianggap sebagai batuk normal seorang perokok. Selain itu, sering terjadi nyeri
kepala dan pilek. Selama pilek dahak menjadi kuning atau hijau karena ada nanah akibat
infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala tersebut akan semakin sering
dirasakan. Mengi/bengek pun bisa timbul sebagai salah satu gejala PPOK. Pada usia
sekitar 60 tahun sering timbul sesak nafas ketika bekerja dan bertambah parah secara
perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan ketika melakukan kegiatan rutin sehari-
hari, seperti di kamar mandi, mencuci pakaian, berpakaian, dan menyiapkan makanan.
Sekitar 30% penderita mengalami penurunan berat badan karena setelah selesai mereka
sering mengalami sesak napas yang berat sehingga penderita sering tidak mau makan.
Gejala lain yang mungkin menyertai adalah pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung.
Pada stadium akhir bisa terjadi sesak nafas berat, yang bahkan timbul ketika penderita
tengah beristirahat, yang mengindikasikan adanya kegagalan pernapasan yang akut. (dr.
Iskandar junaidi, 2010).
3. Etiologi
Menurut Eisner penyebab dari Penyakit Paru Obstruski Kronik adalah:
1) Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi
gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok.
Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan faktor risiko terjadinya
gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru akibat
partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di lakukan di negara-negara
Eropa dan Asia, menunjukan bahwa adanya hubungan antara merokok dan
terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan cohort (Eisner et al,
2010)
2) Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara dan pekerja yang terpapar debu katun
dan debu gandum mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja
ditempat selain yang sudah disebutkan diatas.
3) Polusi Udara
Pasien PPOK yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk gejalanya
dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah seperti asam
pabrik, asap kendaraan bermotor maupun polusi yang berasal dari dalam rumah
misalkan asap dapur.
4) Infeksi Kolonisasi pada saluran pernapasan secara kronis merupakan suatu pemicu
imflamasi atau peradangan neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan
rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian imflamasi
yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi
eksaserbasi, dan 9 percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini
meningkatkan risiko kejadian PPOK.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis antara lain:
1) Pengukuran Fungsi Paru
Kapasitas inspirasi menurun.
Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma.
FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif
kronik.
FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma.
TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema).
1) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH normal,
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia
sekunder.
Jumlah darah merah meningkat.
Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
1) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran. Atau Sputum, kultur
untuk menentukan siapa yang mengidentifikasi, memeriksa patogen, pemeriksaan
sitolitik untuk melihat keganasan atau gangguan alergi. Kuman patogen yang biasa
ditemukan adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan
moraxella catarrhalis.
5) Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area
paru. Pada emfisema paru didapatkan diagpragma dengan letak yang rendah dan
mendatar, ruang udara retrosternal (foto lateral), jantung, memanjang dan
menyempit. Atau Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru,
mendatamya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi atau bula (emfisema), tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil
normal selama periode remisi (asma).
6) Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
7) EKG
Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma
berat), disaritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada leas II, III, AVF
(bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
2. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi keletihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu:
latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan (PDPI, 2011).
3. Terapi Oksigen. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lainnya (PDPI, 2011).
b) Farmakologis
1. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan
berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
direkomendasikan jika onat lain tersedia.
2. Kortikosteroid
Inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala, fungsi paru,
kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1
Tetapi, penggunaan obat ini memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu
makan, sakit perut, diare, gangguan tidur dan sakit kepala (Soeroto & Suryadinata,
2014).
2. Kardiovaskuler (B2:Blood).
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Vena
jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang
dilihat adanya sianosis.
3. Persyarafan (B3: Brain). Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
4. Perkemihan (B4: Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak
ada keluhan pada sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya
oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
5. Pencernaan (B5: Bowel). Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan
pasien tidak nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
6. Tulang, otot dan integument (B6: Bone). Kerena penggunaan otot bantu nafas yang
lama pasien terlihat keletihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan
pemenuhan ADL (Activity Day Living).
7. Psikososial. Pasien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya.
2. Patofisiologi
Faktor pencetus
Rokok dan
(Asma, Bronkitis Kronis, polusi
Emfisema)
PPOK Inflamasi
Perubahan anatomis
Sputum meningkat
parenkim paru
Pembesaran Batuk
alveoli
Penyempitan saluran
udara secara periodik
Leukosit meningkat
Hipoksia
Kontraksi otot pernapasan Kuman
penggunaan energi untuk pathogen&endoge
Sesak pernapasan meningkat n difagosit
5. Kolaborasi pemberian
oksigen.
Rasional :
Untuk mempertahankan
pernafasan.
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas
pola nafas selama 3x24 jam pasien.
berhubungan dengan diharapkan pola napas Rasional: Mengetahui
produksi sputum efektif. Dengan kriteria frekuensi, kedalaman,
berlebih. hasil : irama pernafasan
a. Klien menunjukkan 2. Pantau tanda tanda
kemudahan dalam vital.
bernafas. Rasional : Mengetahui
b. Ekspansi dada simetris kondisi pasien.
c. Tidak ada bunyi 3. Atur posisi semi
tambahan fowler
d. Tidak ada nafas Rasional : Untuk
pendek. membantu ekspansi paru
4. Ajarkan teknik
bernafas buteyko.
Rasional : Untuk
mengurangi sesak nafas.
5. Kolaborasi pemberian
okasigen dan
bronkodilator.
Rasional : Membantu
memenuhi kebutuhan
oksigen dan meringankan
sesak nafas.
4. Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pemenuhan
nutrisi : kurang dari selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi.
kebutuhan tubuh diharapkan terpenuhinya Rasional : Mengetahui
berhubungan dengan nutrisi sesuai kebutuhan kekurangan nutrisi klien.
intake nutrisi tidak tubuh. Dengan kriteria
adekuat. hasil : 2. Kaji penurunan nafsu
a. Adanya makan klien.
peningkatan berat Rasional : Agar dapat
badan. dilakukan intervensi dalam
b. Mampu pemberian makanan pada
menghabiskan ½ klien.
porsi makan. 3. Ukur berat badan
c. Mengalami klien.
peningkatan nafsu Rasional : Membantu
makan. dalam identifikasi
malnutrisi protein-kalori
4. Jelaskan pentingnya
makanan bagi proses
penyembuhan.
5. Dengan pengetahuan
yang baik tentang
nutrisi akan
memotivasi untuk
meningkatkan
pemenuhan nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
Oemiati, R., 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok). Media
Litbangkes , Vol. 23 No. 2.
PDPI, 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta :
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Somantri, I., 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tana, L. et al., 2016. Sensitifitas dan Spesifisitas Pertanyaan Gejala Saluran Pernapasan dan
Faktor risiko untuk Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol. 44, No. 4.
Wilkinson, J.M., 2017. Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA-1, Intervensi NIC, NOC
Ed.10. Jakarta : EGC.
Salawati, L., 2016. Hubungan Merokok Dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, Volume 16 Nomor 3 .
Suddarth, B.&., 2015. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Ed.12. Jakarta: EGC.