Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen Pembimbing :

Ns. Diana Irawati,M.Kep., Sp.KMB

Kelas 7A,

Disusun oleh :

SARAH LUTHFIYATUL AZIS (2018720040)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan di tandai dengan peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofiisologi utamanya. Ketiga penyakit
bersatu dan membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah : bronkithis
kronik, enfisema paru-paru, dan asma bronchial (Smeltzer, 2011).
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) adalah kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Edward. 2012).
Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari
gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah suatu
penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran termasuk di dalamnya adalah asma,
bronkitis kronis dan emfisema pulmonum (Halim, 2013).

2. Manifestasi klinis
Gejala–gejala awal Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang bisa muncul
setelah 5 – 10 tahun merokok adalah batuk yang berlendir. Batuk biasanya ringan dan
sering dianggap sebagai batuk normal seorang perokok. Selain itu, sering terjadi nyeri
kepala dan pilek. Selama pilek dahak menjadi kuning atau hijau karena ada nanah akibat
infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala tersebut akan semakin sering
dirasakan. Mengi/bengek pun bisa timbul sebagai salah satu gejala PPOK. Pada usia
sekitar 60 tahun sering timbul sesak nafas ketika bekerja dan bertambah parah secara
perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan ketika melakukan kegiatan rutin sehari-
hari, seperti di kamar mandi, mencuci pakaian, berpakaian, dan menyiapkan makanan.
Sekitar 30% penderita mengalami penurunan berat badan karena setelah selesai mereka
sering mengalami sesak napas yang berat sehingga penderita sering tidak mau makan.
Gejala lain yang mungkin menyertai adalah pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung.
Pada stadium akhir bisa terjadi sesak nafas berat, yang bahkan timbul ketika penderita
tengah beristirahat, yang mengindikasikan adanya kegagalan pernapasan yang akut. (dr.
Iskandar junaidi, 2010).

3. Etiologi
Menurut Eisner penyebab dari Penyakit Paru Obstruski Kronik adalah:
1) Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi
gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok.
Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan faktor risiko terjadinya
gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru akibat
partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di lakukan di negara-negara
Eropa dan Asia, menunjukan bahwa adanya hubungan antara merokok dan
terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan cohort (Eisner et al,
2010)
2) Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara dan pekerja yang terpapar debu katun
dan debu gandum mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja
ditempat selain yang sudah disebutkan diatas.
3) Polusi Udara
Pasien PPOK yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk gejalanya
dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah seperti asam
pabrik, asap kendaraan bermotor maupun polusi yang berasal dari dalam rumah
misalkan asap dapur.
4) Infeksi Kolonisasi pada saluran pernapasan secara kronis merupakan suatu pemicu
imflamasi atau peradangan neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan
rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian imflamasi
yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi
eksaserbasi, dan 9 percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini
meningkatkan risiko kejadian PPOK.

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis antara lain:
1) Pengukuran Fungsi Paru
 Kapasitas inspirasi menurun.
 Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma.
 FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif
kronik.
 FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma.
 TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema).
1) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH normal,
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
1) Pemeriksaan Laboratorium
 Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia
sekunder.
 Jumlah darah merah meningkat.
 Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
 Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
 Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
1) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran. Atau Sputum, kultur
untuk menentukan siapa yang mengidentifikasi, memeriksa patogen, pemeriksaan
sitolitik untuk melihat keganasan atau gangguan alergi. Kuman patogen yang biasa
ditemukan adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan
moraxella catarrhalis.
5) Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area
paru. Pada emfisema paru didapatkan diagpragma dengan letak yang rendah dan
mendatar, ruang udara retrosternal (foto lateral), jantung, memanjang dan
menyempit. Atau Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru,
mendatamya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi atau bula (emfisema), tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil
normal selama periode remisi (asma).
6) Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
7) EKG
Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma
berat), disaritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada leas II, III, AVF
(bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).

1. Penatalaksanaan Farmakologi dan non farmakologi


a) Non Farmakologi
1. Berhenti Merokok Menurut PDPI (2011) Strategi untuk membantu pasien berhenti
merokok adalah 5A :
a.Ask (Tanyakan). Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Advise (Nasihati). Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c.Assess (Nilai). Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke
depan).
d. Assist (Bimbing). Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e.Arrange (Atur). Buat jadwal kontak lebih lanjut.

2. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi keletihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu:
latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan (PDPI, 2011).
3. Terapi Oksigen. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lainnya (PDPI, 2011).

4. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya


kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi
akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi
paru dan perubahan analisis gas darah (PDPI, 2011).

b) Farmakologis
1. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan
berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
direkomendasikan jika onat lain tersedia.
2. Kortikosteroid
Inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala, fungsi paru,
kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1
Tetapi, penggunaan obat ini memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu
makan, sakit perut, diare, gangguan tidur dan sakit kepala (Soeroto & Suryadinata,
2014).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan
 Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) keluhan
berupa sesak nafas.
 Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Oemiati (2013) Bahwa Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus
dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif juga menyumbang terhadap
symptom saluran napas dan dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Kebiasaan memasak dengan bahan
biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu
dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35% dapat
memicu terjadinya PPOK. Produsi mukus berlebihan sehingga cukup menimbulkan
batuk dengan ekspetorasi selama beberapa hari ± 3 bulan dalam setahun dan paling
sedikit dalam dua tahun berturut-turut dapat memicu terjadinya PPOK (Somantri,
2012).
 Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan, riwayat
terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja (PDPI, 2011). Dan memiliki
riwayat penyakit sebelumnya termasuk asama bronchial, alergi, sinusitis, polip nasal,
infeksi saluran nafas saat masa kanak-kanak dan penyakit respirasi lainya. Riwayat
eksaserbasi atau pernah dirawat di rumah sakit untuk penyakit respirasi (Soeroto &
Suryadinata, 2014)
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga (PDPI, 2011). Riwayat keluarga PPOK
atau penyakit respirasi lainya. (Soeroto & Suryadinata, 2014). Riwayat alergi pada
keluarga.

b) Pemeriksaan fisik : Data Fokus


Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK menurut Wahid &
Suprapto (2013) adalah sebagai berikut:
1. Pernafasan (B1: Breathing).
a) Inspeksi.
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan
otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang tertangkap) atau
bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir
dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif dan penggunaan otototot bantu
nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas
bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi.
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan diafragma
menurun.
d) Auskultasi.
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan
ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu,
mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial). Paru yang
mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak
dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien rentan
terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah
infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.

2. Kardiovaskuler (B2:Blood).
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Vena
jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang
dilihat adanya sianosis.
3. Persyarafan (B3: Brain). Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
4. Perkemihan (B4: Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak
ada keluhan pada sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya
oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
5. Pencernaan (B5: Bowel). Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan
pasien tidak nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
6. Tulang, otot dan integument (B6: Bone). Kerena penggunaan otot bantu nafas yang
lama pasien terlihat keletihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan
pemenuhan ADL (Activity Day Living).
7. Psikososial. Pasien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya.
2. Patofisiologi

Faktor pencetus
Rokok dan
(Asma, Bronkitis Kronis, polusi
Emfisema)

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis
Sputum meningkat
parenkim paru

Pembesaran Batuk
alveoli

Hipertropi kelenjar MK : Bersihan Jalan Nafas tdk


mukosa Efektif

Penyempitan saluran
udara secara periodik

MK : Gg. Pertukaran Infeksi


Ekspansi paru Gas
menurun

Leukosit meningkat

Suplai O2 tidak adekuat


Kompensasi tubuh utk memenuhi
keseluruh tubuh
kebutuhan o2 dgn meningkatkan Imun
frekuensi pernapasan menurun

Hipoksia
Kontraksi otot pernapasan Kuman
penggunaan energi untuk pathogen&endoge
Sesak pernapasan meningkat n difagosit

MK : Intoleransi Aktfitas Anoreksia


MK : Pola Nafas Tidak
efektif

MK : Gg. Nutrisi : Kurang


dari Kebutuhan Tubuh
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketidakadekuatan batuk.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan produksi sputum berlebih.
d. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi tidak adekuat.
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi
bersihan jalan napas selama 3 x 24 jam napas.
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan Rasional : Untuk
ketidakadekuatan nafas kembali efektif mengetahui adanya suara
batuk. dengan kriteria hasil : napas abnormal.
a. Klien mudah
bernafas. 2. Kaji frekuensi
b. Tidak ada sianosis pernapasan.
dan dyspnea. Rasional : Untuk
c. Jalan nafas paten. mengetahui frekuensi
d. Mengeluarkan sekret pernafasan normal atau
secara efektif. tidak.
3. Observasi karateristik
batuk.
Rasional : Untuk
mengetahui karakteristik
batuk.

4. Ajarkan teknik batuk


efektif.
Rasional : Membantu
mengeluarkan dahak yang
tertahan
5. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi.
Rasional :
Membantu mengencerkan
dahak.
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pernafasan.
pertukaran gas 3x24 jam diharapkan klien Rasional:
berhubungan dengan mampu menunjukkan Untuk mengetahui
peningkatan perbaikan oksigenasi. karakteristik pernafasan.
produksi sputum. Dengan kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi
a. RR 14-22x/menit nafas.
b. Nafas normal Rasional: Untuk
c. Tidak ada batuk mengetahui adanya suara
d. Tidak ada dyspnea napas abnormal.
e. Nadi 60-100x/menit. 3. Pertahankan posisi
semi fowler.
Rasional : Meningkatkan
ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan.

4. Observasi tanda tanda


vital.
Rasional : Untuk
mengetahui adanya
perubahan TD, nadi dan
pernafasan.

5. Kolaborasi pemberian
oksigen.
Rasional :
Untuk mempertahankan
pernafasan.
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas
pola nafas selama 3x24 jam pasien.
berhubungan dengan diharapkan pola napas Rasional: Mengetahui
produksi sputum efektif. Dengan kriteria frekuensi, kedalaman,
berlebih. hasil : irama pernafasan
a. Klien menunjukkan 2. Pantau tanda tanda
kemudahan dalam vital.
bernafas. Rasional : Mengetahui
b. Ekspansi dada simetris kondisi pasien.
c. Tidak ada bunyi 3. Atur posisi semi
tambahan fowler
d. Tidak ada nafas Rasional : Untuk
pendek. membantu ekspansi paru

4. Ajarkan teknik
bernafas buteyko.
Rasional : Untuk
mengurangi sesak nafas.

5. Kolaborasi pemberian
okasigen dan
bronkodilator.
Rasional : Membantu
memenuhi kebutuhan
oksigen dan meringankan
sesak nafas.
4. Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pemenuhan
nutrisi : kurang dari selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi.
kebutuhan tubuh diharapkan terpenuhinya Rasional : Mengetahui
berhubungan dengan nutrisi sesuai kebutuhan kekurangan nutrisi klien.
intake nutrisi tidak tubuh. Dengan kriteria
adekuat. hasil : 2. Kaji penurunan nafsu
a. Adanya makan klien.
peningkatan berat Rasional : Agar dapat
badan. dilakukan intervensi dalam
b. Mampu pemberian makanan pada
menghabiskan ½ klien.
porsi makan. 3. Ukur berat badan
c. Mengalami klien.
peningkatan nafsu Rasional : Membantu
makan. dalam identifikasi
malnutrisi protein-kalori
4. Jelaskan pentingnya
makanan bagi proses
penyembuhan.
5. Dengan pengetahuan
yang baik tentang
nutrisi akan
memotivasi untuk
meningkatkan
pemenuhan nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA

Oemiati, R., 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok). Media
Litbangkes , Vol. 23 No. 2.

PDPI, 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta :
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Somantri, I., 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Tana, L. et al., 2016. Sensitifitas dan Spesifisitas Pertanyaan Gejala Saluran Pernapasan dan
Faktor risiko untuk Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol. 44, No. 4.

Wilkinson, J.M., 2017. Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA-1, Intervensi NIC, NOC
Ed.10. Jakarta : EGC.

Salawati, L., 2016. Hubungan Merokok Dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, Volume 16 Nomor 3 .

Suddarth, B.&., 2015. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Ed.12. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai