B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK), antara lain :
1. Faktor Eksternal
a. Polusi udara (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
b. Asap rokok, (perokok pasif) kebiasaan merokok menahun (perokok aktif)
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Resiko menderita PPOK tergantung pada
umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan
berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS)
atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik
dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga
mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga
dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan,
bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
c. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai
penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah
tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi dalam ruangan.
2. Faktor Internal
a. Asap rokok atau zat kimia berbahaya yang masuk ke saluran pernafasan
kemudian menyebabkan peradangan
b. Reaksi antigen-antibodi
c. Emosional : takut, cemas dan tegang
d. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
e. Umur (semakin tua semakin berisiko)
f. Keletihan, kelelahan, malaise.
D. PATOFISIOLOGI
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya
PPOK ini adalah asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen
menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat
bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena
perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan
menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berku-rangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet
akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebab-kan terjadinya
peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan menda-tangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbul-kan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru seperti ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permu-kaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghenti-kan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-naan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spas-me) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberi-kan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengelu-aran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa me-lakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesu-aian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Ketidakefektifan Pola Napas
3. Gangguan Pertukaran Gas
4. Penurunan Curah Jantung
5. Nyeri akut
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN INTERVENSI (NIC)
(NOC)
1 Ketidakefektifan Bersihan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
Jalan Nafas keperawatan diharapkan mampu □ Buka jalan nafas menggunakan head tilt
Batasan Karakteristik : mempertahankan kebersihan jalan chin lift atau jaw thrust bila perlu
□ Batuk yang tidak efektif nafas dengan kriteria : □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan
□ Dispnea NOC : ventilasi
□ Gelisah Respiratory status : Airway Patency □ Identifikasi pasien perlunya pemasangan
□ Kesulitan verbalisasi 1 Respirasi dalam batas normal (16- alat jalan nafas buatan (NPA, OPA, ETT,
□ Mata terbuka lebar 20 x/menit) Ventilator)
□ Ortopnea 2 Irama pernafasan teratur □ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
□ Penurunan bunyi nafas 3 Kedalaman pernafasan normal □ Bersihkan secret dengan suction bila
□ Perubahan frekuensi 4 Tidak ada akumulasi sputum diperlukan
nafas 5 Batuk berkurang/hilang □ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
□ Perubahan pola nafas tambahan
□ Sianosis □ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Sputum dalam jumlah □ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
yang berlebihan □ Monitor RR dan status oksigenasi
□ Suara nafas tambahan (frekuensi, irama, kedalaman dan usaha
□ Tidak ada batuk dalam bernapas)
Faktor yang berhubungan : □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
Lingkungan : □ Berikan nebulizer jika diperlukan
□ Perokok Asthma Management
□ Perokok pasif □ Tentukan batas dasar respirasi sebagai
□ Terpajan asap pembanding
Obstruksi jalan nafas : □ Bandingkan status sebelum dan selama
□ Adanya jalan nafas dirawat di rumah sakit untuk mengetahui
buatan perubahan status pernapasan
□ Benda asing dalam jalan □ Monitor tanda dan gejala asma
nafas □ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
□ Eksudat dalam alveoli usaha dalam bernapas
□ Hiperplasia pada dinding
bronkus
□ Mukus berlebih
□ Penyakit paru obstruksi
kronis
□ Sekresi yang tertahan
□ Spasme jalan nafas
Fisiologis :
□ Asma
□ Disfungsi neuromuskular
□ Infeksi
□ Jalan nafas alergik
2 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan diharapkan pola nafas Oxygen Therapy
□ Bradipnea pasien teratur dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
□ Dispnea NOC : □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Fase ekspirasi Respiratory status : Ventilation □ Siapkan peralatan oksigenasi
memanjang 1. Respirasi dalam batas normal □ Monitor aliran oksigen
□ Ortopnea (dewasa: 16-20x/menit) □ Monitor respirasi dan status O2
□ Penggunaan otot bantu 2. Irama pernafasan teratur □ Pertahankan posisi pasien
pernafasan 3. Kedalaman pernafasan normal □ Monitor volume aliran oksigen dan jenis
□ Penggunaan posisi tiga 4. Suara perkusi dada normal canul yang digunakan.
titik (sonor) □ Monitor keefektifan terapi oksigen yang
□ Peningkatan diameter 5. Retraksi otot dada telah diberikan
anterior-posterior 6. Tidak terdapat orthopnea □ Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
□ Penurunan kapasitas vital 7. Taktil fremitus normal antara □ Monitor tingkat kecemasan pasien yang
□ Penurunan tekanan dada kiri dan dada kanan kemungkinan diberikan terapi O2
ekspirasi 8. Ekspansi dada simetris
□ Penurunan tekanan 9. Tidak terdapat akumulasi
inspirasi sputum
□ Penurunan ventilasi 10. Tidak terdapat penggunaan
semenit otot bantu napas
□ Pernafasan bibir
□ Pernafasan cuping
hidung
□ Pernafasan ekskursi dada
□ Pola nafas abnormal
(mis., irama, frekuensi,
kedalaman)
□ Takipnea
Faktor yang berhubungan
□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular
□ Gangguan
muskuluskeletal
□ Gangguan Neurologis
(misalnya :
elektroenselopalogram(E
EG) positif, trauma
kepala, gangguan kejang)
□ Hiperventilasi
□ Imaturitas neurologis
□ Keletihan
□ Keletihan otot pernafasan
□ Hipoksia
□ Nyeri
□ Obesitas
□ Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi
paru
□ Sindrom hipoventilasi
3 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan diharapkan hasil AGD Acid Base Management
□ Diaforesis pasien dalam batas normal dengan □ Pertahankan kepatenan jalan nafas
□ Dispnea kriteria hasil : □ Posisikan pasien untuk mendapatkan
□ Gangguan pengelihatan NOC: ventilasi yang adekuat(mis., buka jalan nafas
□ Gas darah arteri Respiratory status: Gas Exchange dan tinggikan kepala dari tempat tidur)
abnormal □ PaO2 dalam batas normal (80- □ Monitor hemodinamika status (CVP &
□ Gelisah 100 mmHg) MAP)
□ Hiperkapnia □ PaCO2 dalam batas normal (35- □ Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2, dan
□ Hipoksemia 45 mmHg) HCO3 darah melalui hasil AGD
□ Hipoksia □ pH normal (7,35-7,45) □ Catat adanya asidosis/alkalosis yang terjadi
□ Iritabilitas □ SaO2 normal (95-100%) akibat kompensasi metabolisme, respirasi
□ Konfusi □ Tidak ada sianosis atau keduanya atau tidak adanya kompensasi
□ Nafas cuping hidung □ Tidak ada penurunan kesadaran □ Monitor tanda-tanda gagal napas
□ Penurunan karbon □ Monitor status neurologis
dioksida □ Monitor status pernapasan dan status
□ pH arteri abnormal oksigenasi klien
□ Pola pernafasan □ Atur intake cairan
abnormal (mis., □ Auskultasi bunyi napas dan adanya suara
kecepatan, irama, napas tambahan (ronchi, wheezing, krekels,
kedalaman) dll)
□ Sakit kepala saat bangun □ Kolaborasi pemberian nebulizer, jika
□ Sianosis diperlukan
□ Somnolen □ Kolaborasi pemberian oksigen, jika
□ Takikardia diperlukan.
□ Warna kulit abnormal
(mis., pucat, kehitaman )
Faktor yang berhubungan :
□ Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
□ Perubahan membran
alveolar-kapiler
4 Penurunan Curah Jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC
Batasan Karakteristik: diharapkan masalah penurunan curah Cardiac Care
Perubahan Frekuensi/Irama jantung dapat teratasi dengan kriteria □ Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
Jantung hasil : lokasi, durasi)
□ Bradikardia NOC: □ Catat adanya disritmia jantung
□ Perubahan EKG (Contoh : Cardiac Pump Effectiveness
aritmia, abnormalitas 1 Tekanan darah sistolik dalam □ Catat adanya tanda dan gejala penurunan
konduksi, iskemia) batas normal cardiac output
□ Palpitasi 2 Tekanan darah diastolik dalam □ Monitor status kardiovaskuler
□ Takikardia batas normal
□ Monitor status pernapasan yang menandakan
Perubahan Preload 3 Heart rate dalam batas normal
gagal jantung
□ Penurunan tekanan vena 4 Peningkatan fraksi ejeksi
□ Monitor abdomen sebagai indikator
sentral (Central venous 5 Peningkatan nadi perifer
penurunan perfusi
pressure, CVP) 6 Tekanan vena sentral (Central
□ Monitor balance cairan
□ Peningkatan tekanan vena venous pressure) dalam batas
□ Monitor adanya perubahan tekanan darah
sentral (Central venous normal
pressure, CVP) 7 Gejala angina berkurang □ Monitor respon pasien terhadap efek
(Pulmonary artery wedge 9 Gejala nausea berkurang □ Atur periode latihan dan istirahat untuk
pressure, PAWP) 10 Tidak mengeluh dispnea saat menghindari kelelahan
□ Peningkatan tekanan arteri istirahat □ Monitor toleransi aktivitas pasien
paru (Pulmonary artery 11 Tidak terjadi sianosis □ Monitor adanya dyspneu, fatigue, takipneu,
wedge pressure, PAWP) Circulation Status dan ortopneu
□ Edema 1 MAP dalam batas normal □ Anjurkan untuk menurunkan stress
□ Keletihan 2 PaO2 dalam btas normal (60-80
Vital Sign Monitoring
□ Murmur mmHg)
□ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
□ Distensi vena jugularis 3 PaCO2 dalam batas normal (35-45
□ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
□ Peningkatan berat badan mmHg)
□ Monitor vital sign saat pasien berbaring,
Perubahan Afterload 4 Saturasi O2 dalam batas normal (> duduk, berdiri
□ Warna kulit yang abnormal 95%) □ Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan
(Contoh : pucat, kehitam- 5 Capillary Refill Time (CRT) dan bandingkan
hitaman/agak hitam, sianosis) dalam batas normal (< 3 detik) □ Monitor tekanan darah, nadi, RR, sebelum,
□ Perubahan tekanan darah Vital Sign Status selama, dan setelah aktivitas
□ Kulit lembab 1. Tanda vital dalam rentang □ Monitor kualitas nadi
□ Penurunan nadi perifer normal (tekanan darah, nadi, dan
□ Monitor adanya pulsus paradoksus
□ Penurunan resistensi vaskular respirasi)
□ Monitor adanya pulsus alterans
paru (Pulmonary Vascular 2. Dapat mentoleransi aktivitas,
□ Monitor jumlah dan irama jantung
Resistance, PVR) tidak ada keletihan
□ Peningkatan resistensi 3. Tidak ada edema paru, perifer, □ Monitor bunyi jantung
vaskular paru (Pulmonary dan tidak ada asites □ Monitor irama dan frekuensi pernapasan
Vascular Resistance, PVR) 4. Tidak ada penurunan kesadaran □ Monitor suara paru-paru
□ Penurunan resistensi vaskular □ Monitor pola pernapasan abnormal
sistemik Systemic Vascular
□ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Resistance, PVR)
□ Monitor sianosis perifer
□ Peningkatan resistensi
vaskular sistemik (Systemic □ Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi
□ Dispnea sistolik)
Price, S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-
8. Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Mengetahui, ……………………………………
(……………………………..……………) (………………………………………)
Mengetahui,
Pembimbing Akademik/CT
(……………………………..…………………)
NIP.