Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Tamsuir,Anas,2008).
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah klasifikasi luas
dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bron-kiektasis, emfisema dan
asma (Smeltzer dan Bare : 2002).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan retensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang merupakan
bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru ataupun asma
bronkial. (Sylvia A. Price , 2005 : 784).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian
akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan
basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal dalam variasi
hari ke hari (GOLD,  2009).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan retensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang merupakan
bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru ataupun asma
bronkial (Price, 2006).
Menurut beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit paru
obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa
observasi beberapa waktu. Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya
perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut
pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan
karakteristik adanya peruba-han basal sesak napas, batuk, dan sputum yang diluar
batas normal dalam variasi hari ke hari. Penyakit yang termasuk dalam kelompok
PPOK adalah sebagai berikut :
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2
tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu :
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal)
4) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. 
5) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
Faktor tidak diketahui
1) Predisposisi genetik
2) Merokok
3) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas.
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran  nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Wheezing,
3) Batuk Non Produktif
4) Takikardi
5) Takipnea (Smeltzer dan Bare : 2002).

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK), antara lain :
1. Faktor Eksternal
a. Polusi udara (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
b. Asap rokok, (perokok pasif) kebiasaan merokok menahun (perokok aktif)
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Resiko menderita PPOK tergantung pada
umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan
berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS)
atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik
dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga
mengakibatkan paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga
dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan,
bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
c. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai
penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah
tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi dalam ruangan.
2. Faktor Internal
a. Asap rokok atau zat kimia berbahaya yang masuk ke saluran pernafasan
kemudian menyebabkan peradangan
b. Reaksi antigen-antibodi
c. Emosional : takut, cemas dan tegang
d. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
e. Umur (semakin tua semakin berisiko)
f. Keletihan, kelelahan, malaise.

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok, yaitu :
1. Batuk disertai peningkatan produksi sputum
Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
2. Sesak Nafas
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami
eksaserbasi akut.
a. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
b. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
c. Terdapat suara nafas tambahan (mengi atau wheezing)
d. Ekspirasi yang memanjang
e. Bentuk dada tong (barrel chest) pada penyakit lanjut.
f. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
g. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
h. Pernapasan cuping hidung

D. PATOFISIOLOGI
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya
PPOK ini adalah asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen
menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat
bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena
perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan
menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berku-rangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet
akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebab-kan terjadinya
peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan menda-tangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbul-kan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru seperti ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permu-kaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghenti-kan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-naan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spas-me) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberi-kan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengelu-aran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa me-lakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesu-aian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no
RM/CM, tanggal masuk, dan alasan masuk.
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Napas pendek ( timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau berulangnya
sulit napas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas,
batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat
bangun, episode batuk hilang timbul, bianyanya tidak produksi pada tahap
dini meskipun dapat menjadi produktif ( emfisema), thacipnea.
b. Breathing
Biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir ( emfisema ), penggunaan otot bantu pernapasan,
bunyi napas mungkin redup dengan ekspirasi mengi, mnyebar, lembut atau
krekels lembab kasar, ronkhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak
adanya bunyi napas abnormal.
c. Circulation
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi vena
leher, edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung, bunyi
jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
d. Disability
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat istirahat,
keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
3. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang
lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada
manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi
sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama
sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah beraktivitas. Keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan
badan lemah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan
lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok,
polusi udara, dan paparan di tempat kerja.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat
polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan
bronchitis kronis, melainkan hanya memper-buruk penyakit tersebut.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien
mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif
dengan sputum purulen mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernafasan.                  
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Ketidakefektifan Pola Napas
3. Gangguan Pertukaran Gas
4. Penurunan Curah Jantung
5. Nyeri akut
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL 
KEPERAWATAN INTERVENSI  (NIC)
(NOC)
1 Ketidakefektifan Bersihan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
Jalan Nafas keperawatan diharapkan mampu □ Buka jalan nafas menggunakan head tilt
Batasan Karakteristik : mempertahankan kebersihan jalan chin lift atau jaw thrust bila perlu
□ Batuk yang tidak efektif nafas dengan kriteria : □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan
□ Dispnea NOC : ventilasi
□ Gelisah Respiratory status : Airway Patency □ Identifikasi pasien perlunya pemasangan
□ Kesulitan verbalisasi 1 Respirasi dalam batas normal (16- alat jalan nafas buatan (NPA, OPA, ETT,
□ Mata terbuka lebar 20 x/menit) Ventilator)
□ Ortopnea 2 Irama pernafasan teratur □ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
□ Penurunan bunyi nafas 3 Kedalaman pernafasan normal □ Bersihkan secret dengan suction bila
□ Perubahan frekuensi 4 Tidak ada akumulasi sputum diperlukan
nafas 5 Batuk berkurang/hilang □ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
□ Perubahan pola nafas tambahan
□ Sianosis □ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Sputum dalam jumlah □ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
yang berlebihan □ Monitor RR dan status oksigenasi
□ Suara nafas tambahan (frekuensi, irama, kedalaman dan usaha
□ Tidak ada batuk dalam bernapas)
Faktor yang berhubungan : □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
Lingkungan : □ Berikan nebulizer jika diperlukan
□ Perokok Asthma Management
□ Perokok pasif □ Tentukan batas dasar respirasi sebagai
□ Terpajan asap pembanding
Obstruksi jalan nafas : □ Bandingkan status sebelum dan selama
□ Adanya jalan nafas dirawat di rumah sakit untuk mengetahui
buatan perubahan status pernapasan
□ Benda asing dalam jalan □ Monitor tanda dan gejala asma
nafas □ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
□ Eksudat dalam alveoli usaha dalam bernapas
□ Hiperplasia pada dinding
bronkus
□ Mukus berlebih
□ Penyakit paru obstruksi
kronis
□ Sekresi yang tertahan
□ Spasme jalan nafas
Fisiologis :
□ Asma
□ Disfungsi neuromuskular
□ Infeksi
□ Jalan nafas alergik
2 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan diharapkan pola nafas Oxygen Therapy
□ Bradipnea pasien teratur dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
□ Dispnea NOC : □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Fase ekspirasi Respiratory status : Ventilation □ Siapkan peralatan oksigenasi
memanjang 1. Respirasi dalam batas normal □ Monitor aliran oksigen
□ Ortopnea (dewasa: 16-20x/menit) □ Monitor respirasi dan status O2
□ Penggunaan otot bantu 2. Irama pernafasan teratur □ Pertahankan posisi pasien
pernafasan 3. Kedalaman pernafasan normal □ Monitor volume aliran oksigen dan jenis
□ Penggunaan posisi tiga 4. Suara perkusi dada normal canul yang digunakan.
titik (sonor) □ Monitor keefektifan terapi oksigen yang
□ Peningkatan diameter 5. Retraksi otot dada telah diberikan
anterior-posterior 6. Tidak terdapat orthopnea □ Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
□ Penurunan kapasitas vital 7. Taktil fremitus normal antara □ Monitor tingkat kecemasan pasien yang
□ Penurunan tekanan dada kiri dan dada kanan kemungkinan diberikan terapi O2
ekspirasi 8. Ekspansi dada simetris
□ Penurunan tekanan 9. Tidak terdapat akumulasi
inspirasi sputum
□ Penurunan ventilasi 10. Tidak terdapat penggunaan
semenit otot bantu napas
□ Pernafasan bibir
□ Pernafasan cuping
hidung
□ Pernafasan ekskursi dada
□ Pola nafas abnormal
(mis., irama, frekuensi,
kedalaman)
□ Takipnea
Faktor yang berhubungan
□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular
□ Gangguan
muskuluskeletal
□ Gangguan Neurologis
(misalnya :
elektroenselopalogram(E
EG) positif, trauma
kepala, gangguan kejang)
□ Hiperventilasi
□ Imaturitas neurologis
□ Keletihan
□ Keletihan otot pernafasan
□ Hipoksia
□ Nyeri
□ Obesitas
□ Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi
paru
□ Sindrom hipoventilasi
3 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan diharapkan hasil AGD Acid Base Management
□ Diaforesis pasien dalam batas normal dengan □ Pertahankan kepatenan jalan nafas
□ Dispnea kriteria hasil : □ Posisikan pasien untuk mendapatkan
□ Gangguan pengelihatan NOC: ventilasi yang adekuat(mis., buka jalan nafas
□ Gas darah arteri Respiratory status: Gas Exchange dan tinggikan kepala dari tempat tidur)
abnormal □ PaO2 dalam batas normal (80- □ Monitor hemodinamika status (CVP &
□ Gelisah 100 mmHg) MAP)
□ Hiperkapnia □ PaCO2 dalam batas normal (35- □ Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2, dan
□ Hipoksemia 45 mmHg) HCO3 darah melalui hasil AGD
□ Hipoksia □ pH normal (7,35-7,45) □ Catat adanya asidosis/alkalosis yang terjadi
□ Iritabilitas □ SaO2 normal (95-100%) akibat kompensasi metabolisme, respirasi
□ Konfusi □ Tidak ada sianosis atau keduanya atau tidak adanya kompensasi
□ Nafas cuping hidung □ Tidak ada penurunan kesadaran □ Monitor tanda-tanda gagal napas
□ Penurunan karbon □ Monitor status neurologis
dioksida □ Monitor status pernapasan dan status
□ pH arteri abnormal oksigenasi klien
□ Pola pernafasan □ Atur intake cairan
abnormal (mis., □ Auskultasi bunyi napas dan adanya suara
kecepatan, irama, napas tambahan (ronchi, wheezing, krekels,
kedalaman) dll)
□ Sakit kepala saat bangun □ Kolaborasi pemberian nebulizer, jika
□ Sianosis diperlukan
□ Somnolen □ Kolaborasi pemberian oksigen, jika
□ Takikardia diperlukan.
□ Warna kulit abnormal
(mis., pucat, kehitaman )
Faktor yang berhubungan :
□ Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
□ Perubahan membran
alveolar-kapiler
4 Penurunan Curah Jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC
Batasan Karakteristik: diharapkan masalah penurunan curah Cardiac Care
Perubahan Frekuensi/Irama jantung dapat teratasi dengan kriteria □ Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
Jantung hasil : lokasi, durasi)
□ Bradikardia NOC: □ Catat adanya disritmia jantung
□ Perubahan EKG (Contoh : Cardiac Pump Effectiveness
aritmia, abnormalitas 1 Tekanan darah sistolik dalam □ Catat adanya tanda dan gejala penurunan
konduksi, iskemia) batas normal cardiac output
□ Palpitasi 2 Tekanan darah diastolik dalam □ Monitor status kardiovaskuler
□ Takikardia batas normal
□ Monitor status pernapasan yang menandakan
Perubahan Preload 3 Heart rate dalam batas normal
gagal jantung
□ Penurunan tekanan vena 4 Peningkatan fraksi ejeksi
□ Monitor abdomen sebagai indikator
sentral (Central venous 5 Peningkatan nadi perifer
penurunan perfusi
pressure, CVP) 6 Tekanan vena sentral (Central
□ Monitor balance cairan
□ Peningkatan tekanan vena venous pressure) dalam batas
□ Monitor adanya perubahan tekanan darah
sentral (Central venous normal
pressure, CVP) 7 Gejala angina berkurang □ Monitor respon pasien terhadap efek

□ Penurunan tekanan arteri paru 8 Edema perifer berkurang pengobatan antiaritmia

(Pulmonary artery wedge 9 Gejala nausea berkurang □ Atur periode latihan dan istirahat untuk
pressure, PAWP) 10 Tidak mengeluh dispnea saat menghindari kelelahan
□ Peningkatan tekanan arteri istirahat □ Monitor toleransi aktivitas pasien
paru (Pulmonary artery 11 Tidak terjadi sianosis □ Monitor adanya dyspneu, fatigue, takipneu,
wedge pressure, PAWP) Circulation Status dan ortopneu
□ Edema 1 MAP dalam batas normal □ Anjurkan untuk menurunkan stress
□ Keletihan 2 PaO2 dalam btas normal (60-80
Vital Sign Monitoring
□ Murmur mmHg)
□ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
□ Distensi vena jugularis 3 PaCO2 dalam batas normal (35-45
□ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
□ Peningkatan berat badan mmHg)
□ Monitor vital sign saat pasien berbaring,
Perubahan Afterload 4 Saturasi O2 dalam batas normal (> duduk, berdiri
□ Warna kulit yang abnormal 95%) □ Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan
(Contoh : pucat, kehitam- 5 Capillary Refill Time (CRT) dan bandingkan
hitaman/agak hitam, sianosis) dalam batas normal (< 3 detik) □ Monitor tekanan darah, nadi, RR, sebelum,
□ Perubahan tekanan darah Vital Sign Status selama, dan setelah aktivitas
□ Kulit lembab 1. Tanda vital dalam rentang □ Monitor kualitas nadi
□ Penurunan nadi perifer normal (tekanan darah, nadi, dan
□ Monitor adanya pulsus paradoksus
□ Penurunan resistensi vaskular respirasi)
□ Monitor adanya pulsus alterans
paru (Pulmonary Vascular 2. Dapat mentoleransi aktivitas,
□ Monitor jumlah dan irama jantung
Resistance, PVR) tidak ada keletihan
□ Peningkatan resistensi 3. Tidak ada edema paru, perifer, □ Monitor bunyi jantung
vaskular paru (Pulmonary dan tidak ada asites □ Monitor irama dan frekuensi pernapasan
Vascular Resistance, PVR) 4. Tidak ada penurunan kesadaran □ Monitor suara paru-paru
□ Penurunan resistensi vaskular □ Monitor pola pernapasan abnormal
sistemik Systemic Vascular
□ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Resistance, PVR)
□ Monitor sianosis perifer
□ Peningkatan resistensi
vaskular sistemik (Systemic □ Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi

Vascular Resistance, PVR) yang melebar, bradi kardi, peningkatan

□ Dispnea sistolik)

□ Oliguria □ Identifikasi penyebab perubahan vital sign

□ Pengisian kapiler memanjang


Perubahan Kontraktilitas
□ Batuk
□ Crackle
□ Penurunan indeks jantung
□ Penurunan fraksi ejeksi
□ Penurunan indeks kerja
pengisian ventrikel kiri (Left
ventricular stroke work index,
LVSWI)
□ Penurunan indeks volume
sekuncup (Stroke volume
index, SVI)
□ Ortopnea
□ Dispnea parokismal nokturnal
□ Bunyi S3
□ Bunyi S4
□ Perilaku/Emosi
□ Kecemasan atau ansietas
□ Gelisah
Berhubungan dengan:
□ Perubahan frekuensi jantung
(Heart rate, HR)
□ Perubahan ritme jantung
□ Perubahan afterload
□ Perubahan kontraktilitas
□ Perubahan preload
□ Perubahan volume sekuncup
5 Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Analgesic Administration
Batasan Karakteristik diharapkan nyeri berkurang dengan □ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
□ Bukti nyeri dengan kriteria hasil : derajat nyeri sebelum pemberian obat
menggunakan standar NOC: □ Cek riwayat alergi terhadap obat
daftar periksa nyeri untuk Pain Level □ Pilih analgesik yang tepat atau kombinasi
pasien yang tidak dapat 1 Melaporkan gejala nyeri dari analgesik lebih dari satu jika
mengungkapkannya (mis., berkurang diperlukan
Neonatal Infant Pain 2 Melaporkan lama nyeri □ Tentukan analgesik yang diberikan
Scale, Pain Assesment berkurang (narkotik, non-narkotik, atau NSAID)
Checklist for Senior with 3 Tidak tampak ekspresi wajah berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
Limited Ability to kesakitan □ Tentukan rute pemberian analgesik dan
Communicate) 4 Tidak gelisah dosis untuk mendapat hasil yang maksimal
□ Diaphoresis 5 Respirasi dalam batas normal □ Pilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
□ Dilatasi pupil (dewasa: 16-20 kali/menit) pemberian analgesik secara teratur melalui
□ Ekspresi wajah nyeri injeksi jika diperlukan
(mis., mata kurang □ Evaluasi efektivitas pemberian analgesik
bercahaya, tampak kacau, setelah dilakukan injeksi. Selain itu
gerakan mata berpencar observasi efek samping pemberian
atau tetap pada satu focus, analgesik seperti depresi pernapasan, mual
meringis) muntah, mulut kering dan konstipasi.
□ Focus menyempit (mis., □ Monitor vital sign sebelum dan sesudah
persepsi waktu, proses pemberian analgesik pertama kali
berfikir, interaksi dengan
orang dan lingkungan)
□ Focus pada diri sendiri
□ Keluhan tentang intensitas
menggunakan standar
skala nyeri (mis., skala
Wong-Baker FACES,
skala analog visual, skala
penilaian numerik)
□ Keluhan tentang
karakteristik nyeri dengan
menggunakan standar
isntrumen nyeri (mis.,
McGill Pain
Questionnaire, Brief Pain
Inventory)
□ Laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas
(mis., anggota keluarga,
pemberi asuhan)
□ Mengekspresikan perilaku
(mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada)
□ Perilaku distraksi
□ Perubahan pada parameter
fisiologis (mis., tekanan
darah, frekuensi jantung,
frekuensi pernafasan,
saturasi oksigen, dan
endtidal karbon dioksida
(CO2))
□ Perubahan posisi untuk
menghindari nyerii
□ Perubahan selera makan
□ Putus asa
□ Sikap melindungi area
nyeri
□ Sikap tubuh melindungi
Faktor yang berhubungan :
□ Agens cedera biologis
(mis., infeksi, iskemia,
neoplasma)
□ Agens cedera fisik (mis.,
abses, amputasi, luka
bakar, terpotong,
mengangkat berat,
prosedur bedah, trauma,
olahraga berlebihan)
□ Agens cedera kimiawi
(mis., luka bakar,
kapsaisin, metilen klorida,
agens mustard)
DAFTAR PUSTAKA

Herdman Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media
Action.

Price, S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-
8. Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Tamsuri, Anas .2008.Seri Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Pernafasan.Jakarta :


EGC
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, ……………………………………

Pembimbing Praktik/CI Mahasiswa

(……………………………..……………) (………………………………………)

NIP. NIM. P071202140….

Mengetahui,

Pembimbing Akademik/CT

(……………………………..…………………)

NIP.

Anda mungkin juga menyukai