Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

OLEH :

KADEK MEISA RUSPITA DEWI


(P07120216045)

TINGKAT 4.B SEMESTER VIII S.Tr.Kep

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEDARURATAN

PADA PASIEN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI


Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak – anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang-
orang yang baru mulai latihan lari.
3. POHON MASALAH

Kondisi patologis
Trauma langsung Trauma tdk langsung

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar Pelepasan histamin

Merangsang nosiseptor
Pergeseran fragmen tulang Spasme otot (reseptor nyeri)

Nyeri Akut
Deformitas Peningkatan tekanan kapiler

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang

Edema
Laserasi kulit

Ketidakefektifan perfusi
Penekanan pembuluh darah jaringan perifer

Mengenai jaringan kutis dan Kerusakan integritas kulit


sub kutis

Perdarahan

Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
4. KLASIFIKASI
Fraktur dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Fraktur komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur tidak komplit (inkomplit), adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup (closed), adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya / sekitar patah tulang masih utuh.
d. Fraktur terbuka (open/compound), adalah hilangnya atau terputusnya jaringan
tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan
dunia luar. Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat II
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan
lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
c) IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal
dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
5. GEJALA KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas / Perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
CT scan dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks,
memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Venogram / Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler dan menggambarkan arus vascularisasi.
b. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan hematokrit
cenderung rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan, Ca meningkat di
dalam darah, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga
sering meningkat. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan (Brunner dan Sudart 2002)
a. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
b. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
d. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah.Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien
fraktur antara lain:
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan
tulang yang nekrose
b. Memberikan toksoid tetanus
c. Membiakkan jaringan
d. Pengobatan dengan antibiotic
e. Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
f. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
g. Reduksi fraktur
h. Imobilisasi fraktur
i. Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan
nyeri
j. Obat penawar nyeri.

8. KOMPLIKASI
a. KOMPLIKASI AWAL
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang
terjadi saat perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak.
Ada 5 tanda syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat),
pulsesness (tidak ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi
(kelemahan sekitar lokasi terjadinya syndrome kompartemen)
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal
ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke
tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur
(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk
melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi, luka tembak,
fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang
bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

9. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
a. Penatalaksanaan secara umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
b. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera
harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan
lunak oleh fragmen tulang
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas,
lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung
pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan
kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian
dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera.
Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.

c. Penatalaksanaan bedah ortopedi


Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus
menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat
dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan
infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman),
adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan
indikasinya yang lazim dilakukan :

· Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
· Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,
paku dan pin logam
· Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang
berpenyakit.
· Amputasi : penghilangan bagian tubuh
· Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka
· Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
· Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis
· Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi
dengan logam atau sintetis
· Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
· Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia.
10. PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :
a. Reduksi,
 Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
 Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada
posisi anatomik normalnya.
 Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila
cedera sudah mengalami penyembuhan.
 Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum
reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan,
analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan
sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi
akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan
tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
 Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
 Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi,
 Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.
 Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan
 Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
“eksternal” bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna,
traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat,
batang, dll)

Tabel.1. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur

No Posisi / lokasi fraktur Lamanya dalam minggu

1. Falang (jari) 3-5

2. Metakarpal 6

3. Karpal 6

4. Skafoid 10 (atau sampai terlihat penyatuan


pada sinar-x

5. Radius dan ulna 10-12

6. Humerus : 3

· Supra kondiler 8-12


· Batang
3
· Proksimal (impaksi)
· Proksimal (dengan 6-8
pergeseran)

7. Klavikula 6-10

8. Vertebra 16

9. Pelvis 6

10. Femur : 24

· Intrakapsuler 10-12
· Intratrokhanterik
18
· Batang
· Suprakondiler 12-15

11. Tibia : 8-10

· Proksimal 14-20
· Batang
6
· Maleolus

12. Kalkaneus 12-16

13. Metatarsal 6

14. Falang (jari kaki) 3

c. Rehabilitasi
 Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit
 Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya;
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol
ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan pengaturan
otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi
dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan
sesuai batasan terapeutik.

Tabel.2. Ringkasan tindakan terhadap fraktur

Sasaran Tindakan terhadap fraktur


· Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal (reduksi)
· Mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi)
· Mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena
(rehabilitasi)

Metode untuk mencapai reduksi fraktur


· Reduksi tertutup
· Traksi
· Reduksi terbuka
Metode mempertahankan imobilisasi
· Alat eksterna
· Alat interna
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
· Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
· Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
· Memantau status neuruvaskuler
· Mengontrol kecemasan dan nyeri
· Latihan isometric dan setting otot
· Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
· Kembali aktivitas secara bertahap

11. TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR


Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :
a. Stadium Pembentukan Hematom
 Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek
 Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
 Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
b. Stadium Proliferasi sel/inflamasi
 Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi
fraktur
 Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
 Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang
 Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
 Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
c. Stadium Pembentukan Kallus
 Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
 Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
 Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu
 Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
d. Stadium Konsolidasi
 Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah
menyatu
 Secara bertahap menjadi tulang mature
 Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
e. Stadium Remodeling
 Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi bekas
fraktur
 Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
 Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada
tanda penebalan tulang

12. GANGGUAN YANG DAPAT TERJADI PADA PROSES PENYEMBUHAN


FRAKTUR
Pada proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan,
diantaranya adalah :
a. Terjadi perlambatan penyembuhan patah tulang, disebut juga “pertautan
lambat”dan dengan berlalunya waktu pertautan akan terjadi.
b. Patah tulang tidak menyambung sama sekali, meskipun ditunggu berapa lama.
Gagalnya pertautan mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu karena
bagian bekas patah tulang ini dapat digerakkan seperti sendi
c. Terjadi pertautan namun dalam posisi yang salah, keadaan ini disebut
juga “salah-taut”.
13. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN
FRAKTUR
a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur
 Imobilisasi yang tidak cukup
1. Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi,
asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di
imobilisasi.
2. Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan di
dalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan
ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat
merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang
ditangani gips maupun traksi.
 Infeksi
1. Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat
2. Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang
dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga
proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
 Interposisi
1. Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah
tulang dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan
tulang
2. Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh
kelebihan traksi atau karena tonus dan tarikan otot.
 Gangguan perdarahan setempat
1. Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang
baru merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
2. Trauma local ekstensif
3. Kehilangan tulang
4. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
5. Keganasan local
6. Penyakit tulang metabolic (mis; penyalit paget)
7. Radiasi (nekrosis radiasi
8. Nekrosis avaskuler
9. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan
melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendala
10. Usia (lansia sembuh lebih lama)
11. Kortikosteroid (menghambat kecepata perbaikan)
b. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
 Imobilisasi fragmen tulang
 Kontak fragmen tulang maksimal
 Asupan darah yang memadai
 Nutrisi yang baik
 Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
 Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic
 Potensial listrik pada patahan tulang

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot

5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada

c. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut:
- S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya kanker paru-paru, yaitu ada jejas pada thorak, Nyeri
pada dada, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada
saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, penurunan tekanan darah, dan
batuk berdarah.
- A    : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
- M   : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien
- P    :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
- L    :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
- E    :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what
happened.

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien
yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE. Selanjutnya data lain yang perlu
dikaji ialah sebagai berikut:
1) Riwayat kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari pasien
maupun keluarga. Kaji juga riwayat penyakit yang dapat memperberat
fraktur yang dialami pasien.
2) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe) dengan focus
pengkajian pada :
a) Mata : lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan
yang hebat arteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
c) Paru : perhatikan adanya suara nafas tambahan.
d) Status neurologic : pendekatan pada status mental dan perhatikan
adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan
refleks fisiologis dan patologis.
3) Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
4) Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung
gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan
jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
5) Psikososial
Ketakutan, gelisah.
6) Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
7) Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam
atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
8) Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan
otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas
menurun/ hilang (auskultasi  mengindikasikan bahwa paru tidak
mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada :
hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada
tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental:
ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat
bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru
(empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
9) Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Risiko infeksi
d. Risiko syok
3. RENCANA KEPERAWATAN

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


.
Keperawatan Indonesia Keperawatan Keperawatan Indonesia
Indonesia (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan
Observasi
selama .... X .... jam
Definisi: menit diharapkan Nyeri  Identifikasi lokasi,
Akut Berkurang karakteristik,
Pengalaman sensorik atau
dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi,
emosional yang berkaitan
kualitas , intensitas
dengan kerusakan jarigan Tingkat nyeri :
nyeri
actual atau fungsional,
 Keluhan nyeri  Identifikasi skala
dengan onset mendadak atau
(5) nyeri
lambat dan berintensitas
 Meringis (5)  Identifikasi
ringan hingga berat yang
 Sikap protektif respons nyeri non
berlangsung kurang dari 3
(5) verbal
bulan
 Gelisah (5)  Identifikasi faktor
 Kesulitan tidur yang memperberat
(5) nyeri dan
Penyebab:
 Menarik diri (5) memperingan nyeri
 Agen pencedera  Berfokus pada  Identifikasi
fisiologis (mis. diri sendiri (5) pengetahuan dan
Inflamai,iskemia,  Diaforesis (5) keyakinan tentang
neoplasma  Perasaan depresi nyeri
 Agen pencedera (tertekan) (5)  Identifikasi
kimiawi (mis.  Perasan takut pengaruh budaya
Terbakar, bahan mengalami terhadap respon
kimia iritan) cedera berulang nyeri
 Agen pencedera fisik (5)  Identifikasi
(mis. Abses,  Anoreksia (5) pengaruh nyeri
amputasi, terbakar,  Perineum terasa pada kualitas hidup
terpotong, tertekan (5)  Monitor
mengangkat berat,  Uterus teraba keberhasilan terapi
prosedur operasi, membulat (5) komplementer yan
trauma, latihan fisik  Ketegangan otot sudah diberikan
berlebih) (5)  Monitor efek
 Pupil dilatasi (5) samping
Gejala dan Tanda Mayor
 Muntah (5) penggunaan
Subjektif  Mual (5) analgetik
 Frekuensi nadi
 Mengeluh nyeri Terapeutik
(5)
Objektif
 Pola napas (5)  Berikan teknik
 Tampak meringis  Tekanan darah nonfarmakologis
 Bersikap protektif (5) untuk mengurangi
(mis. Waspada, posisi  Proses berpikir rasa nyeri (mis.
menghindari nyeri) (5) TENS, hypnosis,
 Gelisah  Fokus (5) akupresur, terapi
 Frekuensi nadi  Fungsi kemih music,
meningkat (5) biofeedback, terapi
 Sulit tidur  Perilaku (5) pijat, aromaterapi,

 Nafsu makan (5) teknik imajinasi

 Pola tidur (5) terbimbing,


kompres
hangat/dingin,
Kontrol Nyeri terapi bermain)
Gejala dan Tanda Minor  Kontrol
 Melaporkan
Subjektif nyeri terkontrol lingkungan yang

(5) memperberat rasa


-
 Kemampuan nyeri (mis. Suhu

Objektif mengenali onset ruangan,

nyeri (5) pencahayaan,


 Tekanan darah
kebisingan)
 Kemampuan
meningkat
mengenali  Fasilitas istirahat
 Pola napas berubah
penyebab nyeri dan tidur
 Nafsu makan berubah
(5)  Pertimbangkan
 Proses berpikir
terganggu  Kemampuan jenis dan sumber
 Menarik diri menggunakan nyeri dalam
 Berfokus pada diri teknik non- pemilihan strategi
sendiri farmakologis (5) meredakan nyeri
 Diaforesis  Dukungan orang Edukasi
terdekat (5)
 Jelaskan penyebab,
 Keluhan nyeri
Kondisi klinis terkait periode, dan
(5)
pemicu
 Kondisi pembedahan  Penggunaan
 Jelaskan strategi
 Cedera traumatis analgesic (5)
meredakan nyeri
 Infeksi
 Anjurkan
 Sindrom koroner akut
memonitor nyeri
 Glaukoma
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

Pemberian Analgesik
Observasi

 Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik

 Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan
respons terhadap
efek analgesik dan
efek yang tidak
diinginkan
Edukasi

 Jelaskan efek
terapu dan efek
samping obat
Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
2 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
Efektif tindakan keperawatan
Observasi
selama ... x ... menit
 Periksa sirkulasi
Definisi: diharapkan Perfusi
perifer (mis. nadi
Penurunan sirkulasi darah Perifer Meningkat
perifer, edema,
pada level kapiler yang dapat dengan kriteria hasil :
pengisian kapiler,
mengganggu metabolisme  Kekuatan nadi
warna, suhu, ankle-
tubuh. perifer meningkat
brachial index)
(5)
Penyebab  Penyembuhan luka  Identifikasi faktor
 Hiperglikemia meningkat (5) risiko gangguan
 Penurunan konsentrsai  Sensasi meningkat sirkulasi (mis.
hemoglobin  Warna kulit pucat diabetes, perokok,
 Peningkatan tekanan menurun (5) orang tua, hipertensi
darah  Edema perifer dan kadar kolesterol
 Kekurangan volume menurun (5) tinggi)
cairan  Nyeri ekstremitas  Monitor panas,
 Penurunan aliran arteri menurun (5) kemerahan, nyeri atau
dan/atau vena  Pasastesia menurun bengkak pada

 Kurang terpapar informasi (5) ekstremitas

tentang factor pemberat  Kelemahan otot Terapeutik


(mis. Merokok, gaya menurun (5)  Hindari pemasangan
hidup monoton, trauma,  Kram otot menurun infus atau
obesitas, asupan garam, (5) pengambilan darah di
imobilitas)  Bruit femoralis area keterbatasan

 Kurang terpapar informasi menurun (5) perfusi

tentang proses penyakit  Nekrosis menurun  Hindari pengukuran


(mis. Diabetes mellitus, (5) tekanan darah pada
hyperlipidemia) ekstremitas dengan
 Pengisian kapiler
 Kurang aktivitas fisik keterbatasan perfusi
membaik (5)
 Hindari penekanan
 Akral membaik (5)
Gejala dan Tanda Mayor dan pemasangan
 Trugor kulit
Subjektif tourniquet pada area
membaik (5)
- yang cedera
 Tekanan darah
Objektif  Lakukan pencegahan
sistolik membaik (5)
 Pengisian kapiler >3 detik infeksi
 Tekanan darah
 Nadi perifer menurun atau  Lakukan perawatan
diastolik mebaik (5)
tidak teraba kaki dna kuku
 Tekanan arteri rata-
 Akral teraba dingin  Lakukan hidrasi
rata membaik (5)
 Warna kulit pucat  Indeks ankle-
Edukasi
 Turgor kulit menurun brachial membaik
 Anjurkan berhenti
(5)
Gejala dan Tanda Minor merokok
Subjektif  Anjurkan berolahraga
 Parastesia rutin
 Nyeri ekstremitas  Anjurkan mengecek
(klaudikasi intermiten) air mandi untuk
Objektif: menghindari kulit
 Edema terbakar
 Penyembuhan luka lambat  Anjurkan minum obat
 Indeks ankle- pengontrol tekanan
brachial<0,90 darah secara teratur
 Bruit femoral  Anjurkan
menggunakan obat
penurn tekanan darah,

Kondisi Klinis Terkait antikoagulan, dan

 Tromboflebitis penurun kolesterol,

 Diabetes mellitus jika perlu


 Anjurkan menghindari
 Anemia
penggunaan obat
 Gagal jantung kongestif
penyekat beta
 Kelainan jantung
 Anjurkan melakukan
kongenital
perawatan kulit yang
 Thrombosis arteri
tepat (mis.
 Varises
melembabkan
 Thrombosis vena dalam
kulitkering pada kaki)
 Sindrom kompartemen
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
Manajemen Sensasi
Perifer
Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi
penggunaan alat
pengikat, prostesis,
sepatu dan pakaian
 Periksa perbedaan
sensasi tajam atau
tumpul
 Periksa perbedaan
sensasi panas atau
dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi
lokasi dan tekstur
benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan
kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk
menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal
saat memasak
 Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika
perlu

3 Resiko Infeksi Setelah diberikan Pencegahan Infeksi


Definisi : beresiko asuhan keperawatan Observasi
mengalami peningkatan selama …x...jam  Monitor tanda dan
terserang organisme diharapkan dapat gejela infeksi local
patogenik mengatasi Resiko dan sitemik
Faktor Resiko : Infeksi dengan kriteria Terapeutik
 Penyakit kronis (mis. hasil:  Batasi jumlah
Diabetes militus) Tingkat infeksi pengunjung
 Efek prosedur  Kebersihan tangan  Berikan perawatan
invasive meningkat (5) kulit pada area edema
 Malnutrisi  Kebersihan badan  Cuci tangan sebelum
 Peningkatan paparan meningkat (5) dan sesudah kontak
organisme pathogen  Nafsu makan dengan pasien dan
lingkungan meningkat (5) lingkungan pasien
 Ketidakadekuatan  Demam menurun  Pertahankan kondisi
pertahanan tubuh (5) aseptik pada pasien
primer  Kemerahanmenuru beresiko tinggi

 Gangguan n (5) Edukasi

peristaltic  Nyeri menurun (5)  Jelaskan tanda dan

 Kerusakan  Bengkak menurun gejala infeksi

integritas kulit (5)  Ajarkan cara mencuci


 Vesikel menurun tangan dengan benar
 Perubahan
(5)  Ajarkan etika batuk
sekresi pH
 Cairan berbau  Ajarkan cara
 Penurunan kerja
busuk menurun (5) memeriksa kondisi
silialis
 Sputum berwarna luka atau luka oprasi
 Ketuban pecah
hijau menurun (5)  Anjurkan
lama
 Drainase meningkatkan asupan
 Ketuban pecah
purulenmenurun (5) nutrisi
sebelum
 Pluria menurun (5)  Anjurkan
waktunya
 Periode malaise meningkatkan asupan
 Merokok
menurun (5) cairan
 Status cairan
 Periode menggigil
tubuh
menurun (5) Kolaborasi
 Ketidakadekuatan
 Letargi menurun  Kolaborasi pemberian
pertahanan tubuh
(5) imunisasi, jika perlu
sekunder
 Gangguan kognitif
 Penurunan
menurun (5)
hemoglobin
 Kadar sel darah
 Imununosupresi
putih membaik (5)
 Leukopenia  Kultur darah
 Supresi respon membaik (5)
inflamasi  Kultur urine
 Faksinasi tidak membaik (5)
adekuat  Kultur sputum
Kondisi klinis terkait : membaik (5)
 AIDS  Kultur area luka

 Luka bakar membaik (5)

 Penyakit paru  Kultur feses

obstruktif kronis membaik (5)

 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan
terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah
sebelum waktunya
(KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati

4 Risiko Syok Setelah dilakukan Pemantauan Cairan


tindakan keperawatan Observasi:
Definisi: selama …...x…... menit  Monitor frekuensi dan
Berisiko mengalami diharapkan Status kekuatan nadi
ketidakcukupan alirah darah Cairan Membaik  Monitpr frekuensi
ke jaringan tubuh, yang dapat dengan kriteria hasil: napas
mengakibatkan disfungsi Status Cairan:  Monitor tekanan darah
seluler yang mengancam  Kekuatan nadi (5)  Monitor berat badan
nyawa  Turgor kulit (5)  Monitor waktu
 Output urine (5) pengisian kapiler
Faktor Risiko:  Pengsisian vena (5)  Monitor elastisitas atau
 Hipoksemia  Frekuensi nadi (5) turgor kulit
 Hipotensi  Tekanan darah (5)  Monitor jumlah, warna
 Kekurangan volume  Tekanan nadi (5) dan berat jenis urine
cairan  Membrane mukosa  Monitor kadar albumin
 Sepsis (5) dan protein total
 Sindrom respon inflamasi  Jugular Venous  Monitor hasil
sistemik (systemic Pressure (JVP) (5) pemeriksaan serum
inflammatory respons  Berat badan (5) (mis. Osmolitas serum,
syndrome [SIRS]) hematokrit, natrium,
 Kadar Hb (5)
kalium, BUN)
Kondisi Klinis Terkait :  Monitor intake dan
1. Perdarahan output cairan
2. Trauma multiplel  Identifikasi tanda-tanda
3. Pneumothoraks hipovolemia (mis.
4. Infark miokard Frekuensi nadi
5. Kardiomiopati meningkat, nadi teraba
6. Cedera medulla spinalis lemah, tekanan darah
7. Anafilaksis menurun, tekanan nadi
8. Sepsis menyempit, turgor
9. Koagulasi intavaskuler kulit menurun,
diseminata membrane mukosa
10. Sindrom respons kering, volume urine
inflamasi sistemik menurun, hematokrit
(systemic inflammatory meningkat, haus,
respons syndrome lemah, konsentrasi
[SIRS]) urine meningkat, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
Objektif:  Identifikasi tanda-tanda
 Frekuensi nadi meningkta hipervolemia (mis.

 Nadi teraba lemah Dispnea, edema


 Tekanan darah menurun perifer, edema
 Tekanan nadi menyempit anasarka, JVP

 Turgor kulit menurun meningkat, CVP

 Membrane mukosa meningkat, reflex

kering hepatojugular positif,

 Volume urine menurun berat badan menurun


dalam waktu singkat)
 Hematokrit meningkat
Terapeutik
 Atur interval waktu
Keterangan
pemantauan sesuai
Diagnosis ini ditegakkan
dengan kondisi pasien
pada kondisi gawat darurat
yang dapat mengancam jiwa  Dokumentasikan hasil

dan intervensi diarahkan pemantauan

untuk penyelamatan jiwa. Edukasi


 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Pencegahan Syok
Observasi
 Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi danb
tekanan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
 Monitor status
oksigenasi (oksimetri
nadi, AGD)
 Monitor status cairan
(masukan dan
haluaran, turgor kulit,
CRT)
 Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
 Pasang jalur IV, jika
perlu
 Pasang katetr urine
untuk menilai produksi
urine, jika perlu
 Lakukan skin test
untuk mencegah reaksi
alergi

Edukasi
 Jelaskan
penyebab/faktor risiko
syok
 Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari
allergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
tranfusi darah, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC.

Herdman, T.H. 2015. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification


(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8.


Jakarta : EGC
Tabanan, …………. 2020

Nama Pembimbing / CI Nama Mahasiswa

……………………………….…… KADEK MEISA RUSPITA DEWI


NIP. NIM.P07120216045

Nama Pembimbing / CT

...................................................................

NIP.

Anda mungkin juga menyukai