Disusun oleh :
LISTIANA
NPM : 21.0604.0029
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat
dicegah dan diobati. Penyakit Paru Obstruksi Kronis ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial,serta
adanya respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2016).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit yang tidak sepenuhnya
reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap gas
yang berbahya. Kata progresif disini berarti semakin memburuknya keadaan seiring
berjalannya waktu (Abidin, 2009). GOLD (2016) menjelaskan asma tidak termasuk PPOK,
meskipun pada sebagian referensi memasukkan asma dalam kelompok PPOK. Asma
merupakan sumbatan saluran napas yang intermitten dan mempunyai penangan berbeda
dengan PPOK. Hiperresponsif bronchial didefinisikan sebagai perubahan periodik pada
Forced Expiratory Volume dalam waktu 1 detik (FEV1), dapat ditentukan pada PPOK
walupun biasanya dengan nilai yang lebih rendah dari pada asma. Perbedaan utama adalah
asma merupakan obstruksi saluran nafas reversible, sedangkan PPOK merupakan obstruksi
saluran nafas yang bersifat persisten atau parsial.
B. Klasifikasi PPOK
Untuk membedakan keparahan penyakit PPOK, dapat didasarkan pada hasil uji
spirometri yang menunjukkan tingkat keparahan obstruksinya. Menurut GOLD terdapat 4
tingkatan berdasarkan hasil FEV1 pasca bronkodilatasi :
1. Pengobatan Farmakologi
a. Anti inflamasi (kortikosteroid,natrium kromolinm dan lain-lain) (Muttaqin,2014)
b. Bronkodilator Golongan adrenalin : isoprote Ncl, ossiprenalin, golongan xantin :
aminophilin, teophilin (Murwani, 2011)
c. Antibiotik Terapi antibiotik sering diresepkan pada eksaserbasi PPOK dengan
pemilihan antibiotik bergantung kepada kebijakan lokal, terapi secara umum berkisar
pada penggunaan yang disukai anatra amoksilin,klaritromisin,atau trimotopri.
Biasanya lama terapi tujuh [74] hari sudah mencukupi (Francis, 2008)
d. Ekspektoran: Amnium karbonat,asetil sistein,bronheksin,bisolvon, tripsin (Muwarni,
2011)
e. Vaksinasi Vaksinasi yang dapat diberikan pada pasien PPOK antara lainvaksin
influenza dan pneumococcus regular (Brashers, 2007). Vaksinasi influenza dapat
mengurangi angka kesakitan yang serius. Jika tersedia, vaksin pneumococcus
direkomendasikan bagi penderita PPOK yang berusia diatas 65 tahun dan mereka dan
kurang dari 65 tahun tetapi nila FEV1 nya 40 % prediksi (Ikawati, 2011).
H. Patofisiologi PPOK
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen- [26] komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat 6 persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. (Jackson, 2014). Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan [kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).
Peradangan bronkus
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan / obstruksi jalan nafas oleh adan penumpukan sekret akibatkelemahan
reflek batuk.Jika ada obstruksi maka dilakukan : chin lift / jaw trust,suction / hisap, guedel
airway, intubasi trachea dengan leher ditahan ( imobilisasi ) pada posisi netral
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan nafas , timbulnnya pernafasan yang sulit dan
tak teratur , suara nafas terdengar ronci /aspirasi, whezing, sonor, stidor / ngorok, ekspansi
dinding dada
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini,disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,dingin,sianosis pada tahap
lanjut.
d. Disability
Menilai kesadara dengan cepat, apakah sadar ,hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali
tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelas dan cepat
adalah : Awake : A , Respon Bicara : V, Respon nyeri,Tidak ada respon : U. Lepaskan baju
dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera leher atau tulang Belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
1) Composmentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertannyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berhubungan dengan sekiranya, sikapnya acuh tak
acuh. 3) Delirium, yaitu gelisah disorientasi (orang, tempat waktu). Memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
3) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
4) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
5) Coma (comatose), yaitu tidak bias dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya)
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosis Perencanaan
No Keperawatan
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
. (SDKI)
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: Manajemen jalan napas
tidak efektif kepatenan jalan (I.01011)
(D.0001) nafas dengan skala 5 a. Posisikan pasien
berhubungan dengan setelah dilakukan untuk
Bronkospasme asuhan keperawatan memaksimalkanventi
Peningkatan dengan kriteria hasil: lasi
produksi secret Tidak ada cemas b. Lakukan fisioterapi
(secret yang RR normal dada
bertahan, kental) Irama nafas c. Regulasi asupan
Menurunya normal cairan untuk
energi/fatigue Pergerakan mengoptimalkan
Batuk (presisten)
dengan/ tanpa
produksi sputum.
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
efektif (D.0005) asuhan keperawatan (I.01011)
Berhubungan dengan: selama proses a. Posisikan pasien
Penurunan tekanan diharapkan untuk memaksimalkan
inspirasi/ ekspirasi Kriteria hasil: ventilasi
Penggunaan otot Mendemonstrasi- b. Lakukan fisio-
pernapasan kan batuk efektif therapi dada jika perlu
tambahan dan suara nafas c. Keluarkan secret
Kelemahan otot yang bersih, tidak dengan batuk atau
pernapasan ada sianosis dan suction