PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah
penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan
kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang
mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat
tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di manamana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula
pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping
penggunaan
jarum
suntik
yang
tidak
steril
(misalnya
pada
pecandu
B. Rumusan Masalah
1
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dapat dirumuskan masalah dari
makalah ini adalah:
1. Apakah definisi dari tetanus?
2. Bagaimana klasifikasi tetanus?
3. Apakah etiologi dari tetanus?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari tetanus?
5. Bagaimanakah manifestasi klinis dari klien dengan tetanus?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan dari tetanus?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk klien dengan tetanus?
8. Apa saja komplikasi dari tetanus?
9. Bagaimana proses keperawatan untuk klien dengan tetanus?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami tentang asuhan
keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan tetanus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus
adalah penyakit infeksi
yang
diakibatkan
toksin
kuman
Clostridium
tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi
yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala
kekakuan dan kejang otot.(Ritharwan,2004)
B. Klasifikasi
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang.
2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul mendadak
dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung daan sakit kepala
merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot somatic meluas.
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa
detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum.
Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
C. Etiologi
Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat
masuk melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak dirawat
dan tidak dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril,
dan penjahitan luka robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman Clostridium tetani
lebih mudah bila klien belum terimunisasi.
D. Patofisiologi
Tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang masuk melalui luka
tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tida dirawat dan tidak
dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan
penjahitan luka robek yang tidak steril yang lebih beresiko bagi orang-orang yang
belum terimunisasi.
Toksin kuman C. tetani berbentuk spora. Bentuk spora dalam suasana anaerob
dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini
menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya
keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun
mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga
terpengaruh.
E. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi
nyata dengan gejala umum:
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
2. Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
3. Ketegangan otot dinding perut
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering
merupakan gejala dini)
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar,
spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi
dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan
intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis
dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
cairan otak.
F. Penatalaksanaan Tetanus
Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi dan
non-farmakologi.
1. Farmakologi
Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah
dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
H. Komplikasi
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga
mulut. Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
2. Asfiksia.
3. Atelektasis karena obstruksi secret.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas/ Biodata Klien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Warga Negara
Keluhan Utama
: Ny. F
: 56 Tahun
: Perempuan
: Islam
: Indonesia
: Kejang
Penanggung Jawab
Nama
: Tn.H
Alamat
: Jln. Kertosari No 14 Sby
Hubungan Dengan Klien : Suami
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang. keluarga klien mengatakan
pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu. kejang dirasakan semakin hebat sejak
seminggu terakhir.
keluarga,
tahun
yang
lalu
pasien pernah mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang
tajam.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga pasien mengatakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien pernahmempunyai luka
robek akibat terkena patahan kayu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita tetanus.
5. Keadaan Lingkungan
Pasien Bertempat Tinggal Di Daerah Yang Kurang Bersih.
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Suhu
: 38oC
Nadi
: 116 x/menit
Tekanan darah
: 120/90 mmHg
RR
: 26 x/menit
BB
: 52 kg
TB
: 160 cm
C. Analisis Data
No
Data
Etiologi
Masalah
8
1.
DS:
Kejang
DO:
oleh keluarga
2.
ronkhi,
batuk
menyebabkan kejang
Spasmeotot faring Akumulasi Bersihan jalan
dada,
ada
D. DiagnosaKeperawatan
1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di sistem saraf di
otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot pernafasan
E. Intervensi
N
o
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Kejang b.d
Tujuan: tidak
Mandiri
penyebaran
terjadi kejang
1. Anjurkan keluarga
Rasional
1. Agar pasien tidak
terjatuh dari tempat
tetani di system
mengalami kejang
frekuensi kejang
saraf di otak
berkurang, pasien
lebih tenang
2. Anjurkan keluarga
untuk memasang
sendok ke mulut
terjadi kejang
kejang
2. Melindungi pasien
Kolaborasi
dapat membantu
1. Memberikan obat
pasien
kejangnya dan
1. Bebaskan jalan
menenangkan pasien
1. Bila kepala ekstensi
bersihan jalan
Tujuan : jalan
nafas tidak
nafas kembali
nafas dengan
dapat meluruskan
efektif
efektif
memberikan posisi
sal.pernafasan
berhubungan
Kriteria hasil
kepala ekstensi.
sehingga proses
dengan akumlasi
:AGD normal,
sputum.
pemerikasaan fisik
nafas ronkhi,
khususnya
jam sekali.
ronkhi menunjukkan
2. Lakukan
respirasi tetap
berjalan lancar.
2. Amati adanya ronkhi
3. Lakukan suction.
adanya gangguan
pernafasan.
3. Untuk mengeluarkan
Tujuan :pola
Mandiri:
teratur
berhubungan
kembali normal
dengan jalan
Kriteri hasil :
nafas tergaggu
fowler.
akibat spasme
RR dalam rentang
3. Observasi
otot pernafasan
tanda&gejalasianosi
retraksi dinding
1.
secret.
Adanya kelainan
pada pernafasan
& RR
frekuensi, jenis
pernafasan,
kemampuan & irama
nafas.
2.
dapat memberikan
ada pernafasan
10
cuping hidung
Sianosis merupakan
tanda
ketidakadekuaan
perfusi O2 pada
jaringan tubuh
perifer.
F. Implementasi
N
o
1
Diagnosa
Kejang
berhubungan
dengan penyebaran
toksic clostridium
Implementasi
1. Menganjurkan Keluarga
Agar Menahan Tubuh
Pasien Saat Kejang
2. Menganjurkan Keluarga
tetani di system
Untuk Memasang
saraf di otak
Sendok Ke Mulut
Respon hasil
1. Pada saat kejang pasien tidak
mengalami kejang.
2. Saat kejang pasien tidak menggigit
lidah karna telah di pasang sedok
3. Pasien tampak telah jarang
megalami kejang
tidak efektif
Nafas Dengan
berhubungan
Memberikan Posisi
dengan akumulasi
sputum
Kepala Ekstensi.
2. Melakukan
Pemerikasaan Fisik
Khususnya Auskultasi
Tiap 2-4 Jam Sekali.
3. Melakukan Suction.
11
2. Memberikan Posisi
terganggu akibat
Semi Fowler.
3. Mengobservasi Tanda &
spasme otot
Gejala Sianosis
pernafasana
G. Evaluasi
N
DX
Evaluasi
o
1
1. Kejang
P: intervensi di lanjutkan
2. Bersihan jalan nafas tidak S: pasien mengatakan telah bernafas dengan normal
efektif berhubungan dengan O: klien tampak tidak terdengar lagi nafas rochki dan
akumulasi sputum.
P: intervensi berhenti
Pola nafas tidak teratur S:klien mengatakan nafas kembali normal dan teratur
berhubungan dengan jalan O: klien tampak tidak sesak nafas, RR dalam rentang
nafas
terganggu
A: intervensi berhasil
P:intervensi di hentikan
12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah
penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan
kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu: Tetanus local, Tetanus
general, dan Tetanus segal. Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3
stadium, yaitu: Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang, Trismus
(3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang dan Trismus (1 cm)
dengan kejang torik umum spontan.
Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat
masuk melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak dirawat
dan tidak dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril,
dan penjahitan luka robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman Clostridium tetani
lebih mudah bila klien belum terimunisasi.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus
ada 2 macam yaitu farmakologi dan non-farmakologi.
Komplikasi penyakit tetanus antara lain : Spasme otot faring yang menyebabkan
terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut. Hal ini memungkinkan terjadinya
aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi, Asfiksia dan Atelektasis karena
obstruksi secret.
13
B. Saran
Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan
memahami konsep tentang tatanus karena sangat bermanfaat bagi kita dalam dunia
kerja.
14
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah
Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
15