Oleh:
Nandita Yogis Pratama, S.Kep
092311101029
I. KONSEP PENYAKIT
a. Kasus
Edema serebri
b. Pengertian
Edema otak adalah peningkatan kadar cairan di dalam jaringan otak
baik intra maupun ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses
patologis lokal ataupun pengaruh-pengaruh umum yang merusak (Harsono,
2005).
Cerebral Edema adalah peningkatan volume otak yang disebabkan oleh
peningkatan kadar cairan mutlak dalam jaringan otak. (Raslan A, Bhardwaj
A, 2007). Cerebral edema merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya
sejumlah besar cairan dalam otak. Jika tidak diobati, dapat berakibat fatal,
atau menyebabkan kerusakan otak parah, dan pasien lebih cepat
diperlakukan, semakin baiknya atau peluangnya akan pemulihan. (Penerbit
Salemba Medika 2001).
Cerebral edema atau edema serebral merupakan akumulasi kelebihan
air di intraseluler atau ruang ekstraselular dari otak. (American Stroke
Association. Stroke, 2000).
Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri
Substansi grisea Substansi alba Total
Otak normal 80 70 77
Edema serebri 82 76 79
c. Etiologi
Edema otak disebabkan oleh beberapa hal (Harsono, 1996 : 82-83), yaitu:
e. Patofisiologi
1. Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel
yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic.
Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak
karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga
ekstraseluler juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema
vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus,
potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.
2. Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel,
yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara
normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat
dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia. Neuron, glia dan
sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan
membengkak.
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat
sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering.
Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan
dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis,
metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol,
isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.
3. Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan
dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada
edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan
membran sel.
4. Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat
f. Tanda dan gejala
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi
lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi
kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan
respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.
g. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat
etiologi dan luas edema serebri.
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan
radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline
shift dan desakan serta distorsi ventrikular.
Tes darah untuk memeriksa penyebab pembengkakan
.
h. Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow
(CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada
sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri
dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil
edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan
tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi
struktur yang tertekan.
1. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.
2. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan
aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme
otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung
apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.
3. Kenaikan Tekanan Intrakranial
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem
vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah
menimbulkan kenaikan TIK yang hebat
Hiperventilasi
Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan
vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada
pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini
biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain
maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah
terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat
meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi,
sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang
diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase
yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada pasien high-altitude
illness dan hipertensi intrakranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi
pada pasien. dengan lesi serebral akut.
II. MASALAH YANG PERLU DIKAJI
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur collum femur
diantaranya adalah:
1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada edema serebri adalah
penurunan kesadaran
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari edema
serebri, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
otak mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi otak. Hal ini merupakan informasi
yang penting dalam penanganan edema serebri pada klien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga,
sistem dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah
dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi
yang diselingi dengan bradikardi, disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang
atau dramatis).
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan inpulsif.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda: Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas.
Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, fotofobia. Gangguan pengecapan
dan juga penciuman.
Tanda: Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti. Kehilangan pengindraan, seperti:
pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah
tidak simetris. Genggaman lemah, tidak
seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia.
Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan.
Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak.
Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena
respirasi).
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti
“raccoon eye”, Tanda battle disekitar telinga
(merupakan Tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria, anomia.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan alkohol/obat lain
Pertimbangan rencana pemulangan:
Membutuhkan bantuan pada perawatan diri,
ambulasi, transportasi, menyiapkan makan,
belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas
rumah tangga, perubahan tata ruang, atau
penempatan fasilitas lainnya dirumah.
8. Pemeriksaan Fisik
1) BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
2) BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
3) BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
4) BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
5) BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
6) BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi
dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-
otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat
pula terjadi penurunan tonus otot.
I. POHON MASALAH
Non neorologis
Neorologis
Gangguan mobilitas
Penekanan pembuluh darah Nyeri kepala fisik/intoleran aktivitas
dan jaringan cerebral Pola nafas
tak efektif
(Doengoes,2000)
(Brunner dan Suddarth,2001)
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya
edema serebri
b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
dan penurunan kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan
tindakan invasif
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Berkow R. Talbott JH. 1977. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 13th
ed. New York: Merck & Co Rahway
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC
Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi
6, Jakarata: EGC
Krupp MA, Chatton MJ. 1976. Current Medical Diagnosis and Treatment, 13th
ed., Los Altos, California: Lange Medical Publications..
Lumbantobing SM. 1981. Edema Otak dalam Kedaruratan dan Kegawatan Medik
Editor: Arjatmo Tjokronegoro dan H. Ahmad Husen Markum FK-UI
Jakarta.
Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media
Aesculapis FKUI
Menkes JH. 1980.Texbook of Child Neurology 2nd ed., Philadelphia: Lea &
Febiger.
Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera
Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta :
Ardana Media.
Shirkey HC. 1972.Pediatric Therapy 4th ed. Saint Louis: CV Mosby Co,.
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George
Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr.
Yuda Turana, SpS