Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EDEMA CEREBRI


DI RUANG GARDENA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Nandita Yogis Pratama, S.Kep
092311101029

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN EDEMA CEREBRI
DI RUANG GARDENA RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Nandita Yogis Pratama, S.Kep

I. KONSEP PENYAKIT
a. Kasus
Edema serebri
b. Pengertian
Edema otak adalah peningkatan kadar cairan di dalam jaringan otak
baik intra maupun ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses
patologis lokal ataupun pengaruh-pengaruh umum yang merusak (Harsono,
2005).
Cerebral Edema adalah peningkatan volume otak yang disebabkan oleh
peningkatan kadar cairan mutlak dalam jaringan otak. (Raslan A, Bhardwaj
A, 2007). Cerebral edema merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya
sejumlah besar cairan dalam otak. Jika tidak diobati, dapat berakibat fatal,
atau menyebabkan kerusakan otak parah, dan pasien lebih cepat
diperlakukan, semakin baiknya atau peluangnya akan pemulihan. (Penerbit
Salemba Medika 2001).
Cerebral edema atau edema serebral merupakan akumulasi kelebihan
air di intraseluler atau ruang ekstraselular dari otak. (American Stroke
Association. Stroke, 2000).
Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri
Substansi grisea Substansi alba Total
Otak normal 80 70 77
Edema serebri 82 76 79

c. Etiologi
Edema otak disebabkan oleh beberapa hal (Harsono, 1996 : 82-83), yaitu:

1. Traumatic Brain Injury (TBI)


Disebut juga sebagai Trauma Cedera Otak. Penyebab paling umum dari TBI
termasuk jatuh, kecelakaan kendaraan, dipukul dengan obyek atau menabrak
obyek, dan serangan. Cedera awal dapat menyebabkan jaringan otak
membengkak. Selain itu, bisa menyebabkan pembuluh darah pecah di
bagian kepala. Respon tubuh terhadap cedera juga dapat meningkatkan
pembengkakan. Terlalu banyak pembengkakan dapat mencegah cairan
meninggalkan otak.
2. Ischemic strokes
Stroke iskemik adalah jenis yang paling umum dari stroke dan disebabkan
oleh gumpalan darah atau penyumbatan di otak atau bagian terdekat dari
otak. Otak tidak dapat menerima darah dan oksigen yang dibutuhkan untuk
berfungsi. Akibatnya, sel-sel otak mulai mati. Karena tubuh merespon,
pembengkakan terjadi.
3. Brain (intracerebral) hemorrhages and strokes
Disebut juga perdarahan otak dan stroke. Perdarahan mengacu pada darah
yang keluar (bocor) dari pembuluh darah. Hemorrhagic Stroke adalah jenis
yang paling umum dari pendarahan otak. Dapat terjadi ketika pembuluh
darah mana saja di otak pecah. Sebagai respon dari tubuh akibat adanya
kebocoran darah, tekanan menjadi meningkat di dalam otak. Tekanan darah
tinggi diperkirakan menjadi penyebab paling sering dari jenis stroke.
Perdarahan di otak bisa karena cedera kepala, obat-obatan tertentu, dan
kelainan ini tidak diketahui sejak lahir.
4. Infeksi
Penyakit yang disebabkan oleh organisme menular seperti virus atau bakteri
dapat menyebabkan pembengkakan otak Contoh penyakit ini antara lain:
a. Meningitis.
Adalah terjadinya infeksi di mana selaput otak menjadi meradang. Hal ini
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, organisme lain, dan beberapa obat.
b. Ensefalitis.
Adalah infeksi di mana otak itu sendiri menjadi meradang. Hal ini paling
sering disebabkan oleh sekelompok virus dan menyebar biasanya melalui
gigitan serangga. Kondisi serupa disebut ensefalopati.
c. Toksoplasmosis.
Infeksi ini disebabkan oleh parasit. Toksoplasmosis paling sering
mempengaruhi janin, bayi muda, dan orang dengan sistem kekebalan
tubuh rusak.
d. Empyema Subdural.
Empiema Subdural mengacu pada area otak menjadi bengkak atau penuh
dengan nanah, biasanya setelah penyakit lain seperti meningitis atau
infeksi sinus. Infeksi dapat menyebar dengan cepat, menyebabkan
pembengkakan dan memblokir cairan lain meninggalkan otak.
5. Tumor.
Perkembangan tumor di otak dapat menyebabkan pembengkakan. Sebagai
akibat tumor berkembang, dapat menekan area lain dari otak. Tumor di
beberapa bagian otak dapat menghalangi cairan cerebrospinal mengalir
keluar dari otak. Pembuluh darah baru yang tumbuh di dekat tumor juga
bisa menyebabkan bengkak.

d. Klasifikasi Edema Serebri


Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :
1. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
a) Edemaa serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
b) Edemaa serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia grisea
2. Berdasarkan patofisiologi
a) Edema serebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood
brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler
meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler
masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah.
Dugaan bahwa serotonin memegang peranan penting pada perubahan
permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak,
hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang
merusak pembuluh darah otak

b) Edema serebri sitotoksik


Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron,
glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik,
sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan
osmotik intraseluler yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel
makin lama makin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat
pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otak
makin hebat karena perfusi darah terganggu.
Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada
kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti
trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/
anoksia (cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-
zat kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema serebri
vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri)
dan meningitis

c) Edema serebri osmotic


Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic
antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).
d) Edema serebri hidrostatik/interstisial
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi
terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel,
meningkatkan volume ruang ekstraseluler.
Pembagian edema serebri menurut Groningen
Edema Serebri Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik
Problem
Gangguan primer Blood brain – Gangguan Obstruksi Sirkulasi
sodium barrier pump-cell osmotik
Lokalisasi :
Bag. Putih otak + + + +
Bag. Kelabu otak + +
Permeabilitas Bertambah Normal Normal Normal
vaskuler
Ultrastruktur :
Ekstraseluler + + +
Infraseluler + +
Komposisi cairan Filtrat plasma Plasma Hanya kadar Air + Na
(protein) air bertambah
Terapi Dexametason ? Bahan Operasi
osmotik

e. Patofisiologi
1. Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel
yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic.
Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak
karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga
ekstraseluler juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema
vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus,
potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.
2. Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel,
yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara
normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat
dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia. Neuron, glia dan
sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan
membengkak.
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat
sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering.
Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan
dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis,
metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol,
isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.

3. Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan
dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada
edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan
membran sel.
4. Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat
 
f. Tanda dan gejala
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi
lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi
kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan
respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.

g. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat
etiologi dan luas edema serebri.
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan
radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline
shift dan desakan serta distorsi ventrikular.
Tes darah untuk memeriksa penyebab pembengkakan
.
h. Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow
(CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada
sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri
dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil
edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan
tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi
struktur yang tertekan.
1. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.
2. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan
aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme
otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung
apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.
3. Kenaikan Tekanan Intrakranial
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem
vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah
menimbulkan kenaikan TIK yang hebat

4. Herniasi Jaringan Otak


Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.

1). Herniasi tentorium serebelum


Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya
bangunan-bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III,
A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi
akibat herniasi ini ialah :
a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan
pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya
negatif.
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan
gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis.
Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri
posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.
2). Herniasi foramen magnum
Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong
tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya
pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan
kardiovaskuler.
i. Penatalaksanaan
1. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena
jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan
dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat
mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala
30°.
2. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi
meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan
untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT
harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang
sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.
3. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus
dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan
penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK,
terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal.
Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi
pada pasien edema otak buruk.
4. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat
menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini
dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik
(balans —200 ml).
5. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal
dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma,
tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan
darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi
tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70
mmHg pascatrauma otak.
6. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, de-mam, dan
hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga
harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan
antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu
tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
7. Terapi Osmotik
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.
a. Manitol
b. Efek Ostnotik
c. Efek Hemodinamik
d. Efek Oxygen Free Radical Scavenging
Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan
0,25-0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah
20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar
osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan
meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang
sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion). Kadar osmolalitas
serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.
Salin Hipertonik.
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme
kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.
Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang
menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat
manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi
edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya
yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral,
dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20
kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya
seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor
hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari,
dapat diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama
berapa hari, dosis steroid harus diturunkan secara bertahap (tape* off)
untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu
edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan
penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15
mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan
terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum atau
bersamaan dengan terapi antibiotik (lihat bab meningitis bakterialis).

Hiperventilasi
Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan
vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada
pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini
biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain
maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah
terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat
meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi,
sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang
diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase
yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada pasien high-altitude
illness dan hipertensi intrakranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi
pada pasien. dengan lesi serebral akut.
II. MASALAH YANG PERLU DIKAJI
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur collum femur
diantaranya adalah:
1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada edema serebri adalah
penurunan kesadaran
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari edema
serebri, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
otak mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi otak. Hal ini merupakan informasi
yang penting dalam penanganan edema serebri pada klien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga,
sistem dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah
dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi
yang diselingi dengan bradikardi, disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang
atau dramatis).
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan inpulsif.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda: Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas.
Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, fotofobia. Gangguan pengecapan
dan juga penciuman.
Tanda: Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti. Kehilangan pengindraan, seperti:
pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah
tidak simetris. Genggaman lemah, tidak
seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia.
Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan.
Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak.
Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena
respirasi).
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti
“raccoon eye”, Tanda battle disekitar telinga
(merupakan Tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria, anomia.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan alkohol/obat lain
Pertimbangan rencana pemulangan:
Membutuhkan bantuan pada perawatan diri,
ambulasi, transportasi, menyiapkan makan,
belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas
rumah tangga, perubahan tata ruang, atau
penempatan fasilitas lainnya dirumah.
8. Pemeriksaan Fisik
1) BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
2) BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
3) BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
4) BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
5) BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
6) BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi
dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-
otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat
pula terjadi penurunan tonus otot.
I. POHON MASALAH

Non neorologis
Neorologis

Luka tembus, Cedera Cedera sekunder/


luka lecet primer/langsung tak langsung

Kerusakan jaringan Laserasi Kerusakan syaraf otak


kulit kepala

Aliran darah ke otak menurun Reflek batuk perubahan pola


menurun pernapasan
Risiko tinggi infeksi
Suplai nutrien ke otak menurun
(O2,glukosa)
Bersihan jalan nafas
Fraktur tulang tengkorak tidak efektif
Perubahan metabolisme aerob
menjadi anaerob

Asam laktat meningkat Hipoksia Produksi ATP Metabolisme Asidosis


berkurang

Oedema Jaringan otak


Vasodilatasi cerebral Energi berkurang Peningkatan
asam laktat
Gangguan
perfusi serebral
Aliran darah ke otak
Depresi sistem
bertambah Lemah,lesu
TIK meningkat pernapasan

Gangguan mobilitas
Penekanan pembuluh darah Nyeri kepala fisik/intoleran aktivitas
dan jaringan cerebral Pola nafas
tak efektif

Kurang Perawatan Diri


Gangguan Gangguan rasa
persepsi-sensori nyaman: nyeri

Mual, muntah, nafsu Risiko kurang nutrisi


makan turun dari kebutuhan

(Doengoes,2000)
(Brunner dan Suddarth,2001)
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya
edema serebri
b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
dan penurunan kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan
tindakan invasif
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Kerusakan perfusi jaringan NOC Outcome : NIC : Circulatory care
serebral - Perfusi jaringan cerebral 1. Monitor vital sign Mengetahui adanya resiko
- Balance cairan 2. Moniror status neurologi peningkatan TIK
3. Monitor status hemodinamik
Client Outcome : 4. Posisikan kepela klien head Peningkatan aliran vena dari
- Vital sign membaik Up 30o kepala menyebabkan penurunan
- Fungsi motorik sensorik 5. Kolaborasi pemberian TIK
membaik manitol Mengurangi edema cerebri
sesuai order

2. Ketidakefektifan jalan NOC Outcome : NIC : Manajemen jalana napas


napas - Status respirasi : 1.Monitor status respirasi dan Mengetahui kepastian dan
pertukaran Oksigenasi kepatenan kebersihan jalan napas
Gas 2. Bersihkan jalan napas
- Status respirasi :
kepatenan 3. Auskultasi suara pernapasan
jalan
napas 4. Berikan Oksigen sesuai
- Status respirasi : ventilasi Program
- Kontrol aspirasi
NIC : Suctioning air way
Client Outcome : 1. Observasi sekret yang keluar Membebaskan jalan napas
- Jalan napas paten 2. Auskultasi seblum dan terhadap akumulasi sekret guna
- Sekret dapat dikeluarkan sesudah terpenuhinya kebutuhan
- Suara napas bersih melakukan suction oksigenasi klien
3. Gunakan pealatan steril pada
saat melakukan suction
4. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang tindakan
suction

3. Kerusakan integritas kulit NOC Outcome : NIC : Perawatan luka dan


- Integritas jaringan pertahanan kulit
1. Observasi lokasi terjadinya Mengetahui seberapa luas
Client Outcome : kerusakan integritas kulit kerusakan integritas kulit klien
- Integritas kulit utuh 2. Kaji faktor resiko kerusakan
integritas kulit
3. Lakukan perawatan luka
4. Monitor status nutrisi
5. Atur posisi klien tiap 1 jam Mencegah terjadinya penekanan
Sekali pada area dekubibus
6. Pertahankan kebersihan alat
Tenun

4. Intolerasi aktivitas NOC Outcome : NIC : Terapi latihan


- Pergerakan sendi aktif (pergerakan sendi)
- Tingkat mobilisasi 1. Observasi KU klien Dengan latihan pergerakan akan
- Perawatan ADLs 2. Tentuka ketebatasan gerak mencegah terjadinya kontraktur
Klien otot
Client Outcome : 3. Lakukan ROM sesuai
- Peningkatan kemampuan Kemampuan
dan kekuatan otot dalam 4. Kolaborasi dengan terapis
bergerak dalam melaksanakan latihan
- Peningkatan aktivitas
fisik NIC : Terapi latihan (kontrol
otot)
1. Evaluasi fungsi sensori Meminimalkan terjadinya
2. Tingkatkan aktivitas kerusakan mobilitas fisik
motorik
sesuai kemampuan
3. Gunakan sentuhan guna
meminimalkan spasme otot
5. Resiko terjadi infeksi NOC Outcome : NIC : Kontrol infeksi
- Status imunologi 1. Pertahankan kebersihan Meminimalkan invasi
- Kontrol infeksi Lingkungan mikroorganisme penyebab infeksi
- Kontrol resiko 2. Batasi pengunjung kedalam tubuh
3. Anjurkan dan ajarkan pada
Client Outcome : keluarga untuk cuci tangan
- Bebas dari tanda-tanda sebelum dan sesudah kontak
Infeksi dengan klien
- Angka lekosit dalam 4. Gunakan teknik septik dan
batas aseptik dalam perawatan klien
Normal 5. Pertahankan intake nutrisi
- Vital sign dalam batas yang adekuat
normal 6. Kaji adanya tanda-tanda
infeksi
7. Monitor vital sign
8. Kelola terapi antibiotika

NIC : Pencegahan infeksi Mencegah terjadinya infeksi


1. Monitor vital sign lanjutan
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Monitor hasil laboratorium
4. Manajemen lingkungan Memberikan perlindungan pada
klien tehadap paparan
mikroorganisme penyebab infeksi
Manajemen pengobatan Memastikan pengobatan yang
diberikan sesuai program
DAFTAR PUSTAKA

Benyamin Chandra.1979. Diagnostik dan Penanggulangan Penderita dalam Coma


Cermin Kedokteran

Berkow R. Talbott JH. 1977. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 13th
ed. New York: Merck & Co Rahway

Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC

Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC

Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi
6, Jakarata: EGC

Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 ,
Jakarta: EGC.

Fisman R. 1984. Steroid in the Treatment of Brain Edema (Abstract) Medical


Currents

Harsono. 2005. Buku Anjar Neurologi Klinis, Yogyakarta; UGM Press

Krupp MA, Chatton MJ. 1976. Current Medical Diagnosis and Treatment, 13th
ed., Los Altos, California: Lange Medical Publications..

Lumbantobing SM. 1981. Edema Otak dalam Kedaruratan dan Kegawatan Medik
Editor: Arjatmo Tjokronegoro dan H. Ahmad Husen Markum FK-UI
Jakarta.

Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media
Aesculapis FKUI

Markam, S.(1999). Cedera tertutup kepala. Jakarta : FKUI

Menkes JH. 1980.Texbook of Child Neurology 2nd ed., Philadelphia: Lea &
Febiger.

Miller JD. 1976.Cerebral Oedema Rassegna Medics, LIII.

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Salemba Medika : Jakarta
Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia :
Yogyakarta

Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera
Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta :
Ardana Media.

Shirkey HC. 1972.Pediatric Therapy 4th ed. Saint Louis: CV Mosby Co,.

Wilkinson, Juditth M. , 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC

.........2007. DIAGNOSA NANDA NIC NOC.

Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George
Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr.
Yuda Turana, SpS

Anda mungkin juga menyukai