Anda di halaman 1dari 24

1.

Definisi Pnemounia
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-
kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen
membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja.Selain penyebaran infeksi ke seluruh
tubuh (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium, menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan
gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada. Gejala/tanda
tersebut antara lain, demam, sesak napas, batuk dengan dahak purulen kadang
disertai darah dan nyeri dada (Syahrir, 2008).
Jadi pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan peradangan pada parenkim
paru. Terjadi penurunan kemampuan penyerapan oksigen dimana asinus terisi
dengan cairan radang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja. Hal ini menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya
dengan gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada, demam,
sesak napas, batuk dengan dahak purulen kadang disertai darah dan nyeri dada.

2. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi pneumonia menurut Jeremy, dkk, (2007, Hal  76-78)  :
1) Berdasarkan lingkungan dan pejamu
a. Pneumonia komunitas  infeksi di masyarakat
b. Pneumonia nosokomial  infeksi dari perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens  mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi  komplikasi dari aspirasi paru
2) Berdasarkan bakteri penyebab:
a.   Pneumonia Bakteri
Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat
kuman. Pneumonia jenis ini bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga
mereka yang telah lanjut usia. Pasien pascaoperasi, orang yang menderita
penyakit pernapasan lain atau yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit.
b.   Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala awal
dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36
jam penderita menjadi sesak dan berlendir. Terdapat panas tinggi disertai
membirunya bibir. (S. A. Price, 2005, Hal 804-814).
3) Berdasarkan morfologis infeksi:
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis
pneumonia dikenal sebagai berikut:
a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
b. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
c. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (S. A.
Price, 2005, Hal 804-814)
4) Klasifikasi Berdasarkan Stadium (Bradley et.al., 2011):
a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
`Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

3. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme
gram-positif atau gramnegatif seperti: Steptococcus pneumoniae
(pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela
pneumonia. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh
virus. Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial
adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus
herpes simpleks, Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia.Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi
bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus
maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak remaja dan usia
muda. (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis.Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang premature.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari (Djojodibroto,
2009).
e. Fungi
Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum dan
lain-lain.
f. Bahan Lain Non Infeksi
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh
adanya agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan, allergen
dan radiasi.Selain itu juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat seperti
nitofurantoin, busulfan dan metotreksat.
4. Patofisiologi (Terlampir)
5. Manifestasi Klinis
Temuan Subjektif Temuan Objektif
a. Dispnea a. Demam
b. Takipnea (laju pernafasan >60 b. Membebat hemotoraks yang sakit
kali/menit). c. Hipoksemia
c. Nyeri dada d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C) e. Krakles
e. Menggigil f. Tidak ada bunyi napas pada bidang
f. Hemoptisis paru yang dakit
g. Batuk produktif dengan sputum g. Rongent dada mungkin
berbusa atau purulen menunjukkan infiltrat, konsolidasi,
atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2003)

Kelompok umur Criteria pneumonia Gejala klinis


Batuk bukan Tidak ada napas cepat dan
pneumonia tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah
Pneumonia Adanya napas cepat dan tidak
2 bulan - < 5 tahun
ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan
tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam yang
< 2 bulan kuat
Pneumonia berat Adanya napas cepat dan
adanya tarikan dinding bawah
kedalam yang kuat
Sumber: Ditjen P2PL Depkes RI 2007.
Manifestasi klinis pada anak :
 Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi
sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang
lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi
atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama
dengan peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara
napas melemah, dan ronkhi. (Mansjoer,2000)
 Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau
busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil
(onset mungkin tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada
pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri
kepala.
 Rales, rhonchi, dan batuk lebih jarang pada bayi dengan radang paru-paru
daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh
proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi
dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung
endotracheal perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin,
temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis
diferensial.
 Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi,
tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik,
DIC.
 Nafas cepat :
- Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
- Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
- Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
- Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ciri-ciri sebagai berikut :
Inspeksi
 Retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping
hidung.
 Distres pernapasan : retraksi dinding dada, penggunaan otot tambahan
yang terlihat; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Hal
ini disebabkan oleh tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama
inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan
ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila
tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih
lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan
jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan
area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain
pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan
napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.    
Palpasi: Taktil fremitus masih ada
Perkusi: Tidak ditemukan kelainan.
Auskultasi:Ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
b. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkandiagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateralatau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di
antaranya :
 Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
 Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
 Gambaran bronkopneumonia difua atau infiltrate interstitial pada pneumonia
staphylococcus
 Bercak infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia yang disebabkan oleh
\bakteri, virus maupun mycoplasma
 Bercak infiltrate sirkular menunjukkan gambaran pneumonia pneumococcal
pada tahap awal
 Bercak infiltrasi difus menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
 Bercak konsolidasi lobus, plate like atelectasis,m nodular infiltration dan
hilar adenopathy juga menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
 Bercak reticulonodular infiltrate yang mengarah ke infiltrate alveolar
menunjukkan pneumonia P. carinii
 Hilar adenopathy menunjukkan adanya kecenderungan tuberculosis.
(Jadavji, dkk.1997)

c. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia,pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
a. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
b. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
c. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
d. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
e. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
f. Bronkoskopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

d. Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al.,
2011):
 Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
 Hipertermi
 Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
 Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
 Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan).

7. Penatalaksanaan Pneumonia
Menurut International Child Health (Review Collaboration) (2012), tatalaksana
pneumonia pada anak yaitu :
 Terapi Antibiotik
 Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/
kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan
berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8
jam).
 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
 Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
 Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM
sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu.

 Terapi Oksigen
 Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
 Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia
oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap
harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi
tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna
 Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap
waktu.
 Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)
tidak ditemukan lagi.

 Perawatan Penunjang
 Bila anak disertai demam (> 39º C) yang tampaknya menyebabkan
distres, beri parasetamol.
 Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
 Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
 Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak
tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.

Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah
di atas jika terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1°C
demam)

 Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.


 Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan
rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral
mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan
asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika
oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.
 Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan.
Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak
dalam menerimanya.
 Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh
dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan
tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding
dada, bebas demam dan anak dapat makan dan minum).

Penatalaksanaan keperawatan (Muscari, 2005.)


a. Kaji adanya distres pernafasan dengan memantau tanda-tanda vital dan status
pernafasan
b. Beri obat sesuai indikasi :
 Antibiotik diindikasikan untuk pengobatan pneumonia bakteri.
 Antibiotik tidak digunakan untuk mengobati pneumonia virus, tetapi
mungkin dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder.
c. Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal
d. Berikan penyuluhan pada anak dan keluarga.

8. Komplikasi
Dalam Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (Corwin, 2009), komplikasi
pneumonia terdiri atas:
 Pembentukan abses (pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang)
 Empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura dan berisi nanah)
 Pneumotoraks (pengumpulan udara dan gas diantara paru dan toraks)
 Gagal napas
 Pengorganisasian eksudat menjadi jaringan parut fibrotic
 Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
 Hipoksemia
 Pneumonia kronik
 Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps)
 Komplikasi sistemik (meningitis)
 Endokarditis (peradangan pada setiap katup endocardial)
 Osteomielitis
 Delirium terjadi karena hipoksia
 Asidosis metabolic
 Dehidrasi
 Bakterimia :merupakan komplikasi dari pneumonia pneumokokus yang paling
serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian secara bermakna.
Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan
daerah paru yang rusak digantikan oleh nanah.
 Pneumonia bakteri nekrotikan: kelainan ini merupakan komplikasi yang jarang
terjadi, dicirikan oleh nekrosis paru sangat berat yang berkaitan dengan
penyakit progresif cepat dan angka kematian yang tinggi.

9. Pencegahan Pneumonia
Mengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda
awalnya sangat mirip dengan flu, sebaiknya para orang tua tetap waspada
dengan memperhatikan cara berikut ini (Misnadiarly, 2008) :
a. Menghindarkan bayi atau anak dari paparan asap rokok, pousi udara,
dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.
b. Menghindarkan bayi atau anak dari kontak dengan penderita ISPA
c. Membiasakan membarikan ASI
d. Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek.
Terlebih jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada
otot diantara rusuk (retraksi).
e. Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakkan
perbaikan. dan segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.
f. Imunisasi, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit
infeksi seperti imunisasi DPT.

11. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

a. Anamnesa:

 Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama


penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
 Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama
haid terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP).

 Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam,


keputihan, riwayat terapi.

 Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung


dan lainnya.

 Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan


indikasinya

 KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi,


pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan,
lingkar dada, APGAR score.

b. Pemeriksaan fisik

 Breathing

Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada
daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal
space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di
lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.

 Blood

Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang (>3
det).

 Brain

Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan


sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran,
besar dan reflek pupil terhadap cahaya

 Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula
kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.

 Bowel

Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi,
adakah kelainan pada anus.

 Bone

Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada
tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana ATR
(activity tonus respon).

Diagnosa Keperawatan (Yang mungkin muncul) :

 Ketidakefektifan Jalan Nafas b.d sekresi yang tertahan.


 Pola Nafas Tidak Efektif b.d dispnea
 Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran kapiler alveolar
 Hipertermi b.d Proses penyakit
 Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Diare

2. Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


o
1 Ketidakefektifan bersihan NOC : NIC :
jalan napas   Respiratory status : Airway
Ventilation Management
Definisi : Ketidakmampuan
  Respiratory status : - Buka jalan
untuk membersihkan Airway patency nafas, guanakan
sekresi atau obstruksi dari
  Aspiration Control teknik chin lift
saluran pernafasan untuk atau jaw thrust
mempertahankan Kriteria Hasil : bila perlu
kebersihan jalan nafas.  Mendemonstrasikan - Posisikan pasien
batuk efektif dan untuk
Batasan Karakteristik : suara nafas yang memaksimalkan
- Dispneu, Penurunan bersih, tidak ada ventilasi
suara nafas sianosis dan dyspneu - Identifikasi
- Orthopneu (mampu pasien perlunya
- Cyanosis mengeluarkan pemasangan
- Kelainan suara nafas sputum, mampu alat jalan nafas
(rales, wheezing) bernafas dengan buatan
- Kesulitan berbicara mudah, tidak ada - Pasang mayo
- Batuk, tidak efekotif pursed lips) bila perlu
atau tidak ada  Menunjukkan jalan - Lakukan
- Mata melebar nafas yang paten fisioterapi dada
- Produksi sputum (klien tidak merasa jika perlu
- Gelisah tercekik, irama nafas, - Keluarkan sekret
- Perubahan frekuensi frekuensi pernafasan dengan batuk
dan irama nafas dalam rentang normal, atau suction
tidak ada suara nafas - Auskultasi suara
Faktor-faktor yang abnormal) nafas, catat
berhubungan:  Mampu adanya suara
- Lingkungan : mengidentifikasikan tambahan
merokok, menghirup dan mencegah factor - Lakukan suction
asap rokok, perokok yang dapat pada mayo
pasif-POK, infeksi menghambat jalan - Berikan
- Fisiologis : disfungsi nafas
bronkodilator
neuromuskular,
bila perlu
hiperplasia dinding
- Berikan
bronkus, alergi jalan
pelembab udara
nafas, asma.
Kassa basah
- Obstruksi jalan
NaCl Lembab
nafas : spasme jalan
- Atur intake untuk
nafas, sekresi tertahan,
cairan
banyaknya mukus,
mengoptimalkan
adanya jalan nafas
keseimbangan.
buatan, sekresi bronkus,
- Monitor respirasi
adanya eksudat di
dan status O2
alveolus, adanya benda
asing di jalan nafas.
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Terapi Oksigen
Definisi : Pertukaran udara Ventilation - Bersihkan mulut,
inspirasi dan/atau ekspirasi
  Respiratory status : hidung dan secret
tidak adekuat Airway patency trakea
  Vital sign Status - Pertahankan jalan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : nafas yang paten
- Penurunan tekanan  Mendemonstrasikan - Atur peralatan
inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan suara oksigenasi
- Penurunan pertukaran nafas yang bersih, - Monitor aliran
udara per menit tidak ada sianosis dan oksigen
- Menggunakan otot dyspneu (mampu - Pertahankan posisi
pernafasan tambahan mengeluarkan sputum, pasien
- Nasal flaring mampu bernafas - Onservasi adanya

- Dyspnea dengan mudah, tidak tanda tanda


- Orthopnea ada pursed lips) hipoventilasi
 Menunjukkan jalan - Monitor adanya
- Perubahan
nafas yang paten
penyimpangan dada kecemasan pasien
(klien tidak merasa
- Nafas pendek terhadap
tercekik, irama nafas,
- Assumption of 3-point oksigenasi
frekuensi pernafasan
position
dalam rentang normal,
- Pernafasan pursed-lip
tidak ada suara nafas
- Tahap ekspirasi Vital sign
abnormal)
berlangsung sangat Monitoring
 Tanda Tanda vital
lama
dalam rentang normal  Monitor TD,
- Peningkatan diameter
(tekanan darah, nadi, nadi, suhu, dan
anterior-posterior
pernafasan) RR
- Pernafasan rata-
 Catat
rata/minimal
adanya fluktuasi
 Bayi : < 25 atau > 60
tekanan darah
 Usia 1-4 : < 20 atau
 Monitor VS
> 30
saat pasien
 Usia 5-14 : < 14
berbaring, duduk,
atau > 25
atau berdiri
 Usia > 14 : < 11
atau > 24  Auskultasi
- Kedalaman pernafasan TD pada kedua
 Dewasa volume lengan dan
tidalnya 500 ml saat bandingkan
istirahat  Monitor TD,
 Bayi volume tidalnya nadi, RR,
6-8 ml/Kg sebelum, selama,
- Timing rasio dan setelah
- Penurunan kapasitas aktivitas

vital  Monitor
kualitas dari nadi

Faktor yang berhubungan :  Monitor

- Hiperventilasi frekuensi dan

- Deformitas tulang irama


pernapasan
- Kelainan bentuk dinding
 Monitor
dada
suara paru
- Penurunan
 Monitor pola
energi/kelelahan
pernapasan
- Perusakan/pelemahan
abnormal
muskulo-skeletal
 Monitor
- Obesitas
suhu, warna, dan
- Posisi tubuh
kelembaban kulit
- Kelelahan otot
 Monitor
pernafasan
sianosis perifer
- Hipoventilasi sindrom
 Monitor
- Nyeri
adanya cushing
- Kecemasan triad (tekanan
- Disfungsi nadi yang
Neuromuskuler melebar,
- Kerusakan bradikardi,
persepsi/kognitif peningkatan
- Perlukaan pada jaringan sistolik)
syaraf tulang belakang  Identifikasi
- Imaturitas Neurologis penyebab dari
perubahan vital
sign

3 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


  Respiratory Status : Gas Respiratory
Definisi : Kelebihan atau exchange Monitoring
kekurangan dalam
  Respiratory Status : - Monitor rata –
oksigenasi dan atau ventilation rata, kedalaman,
pengeluaran   Vital Sign Status irama dan usaha
karbondioksida di dalam Kriteria Hasil : respirasi
membran kapiler alveoli  Mendemonstrasika - Catat
n peningkatan pergerakan
Batasan karakteristik : ventilasi dan dada,amati
- Gangguan pernapasan oksigenasi yang kesimetrisan,
- Penurunan CO2 adekuat penggunaan otot
- Takikardi  Memelihara tambahan,
- Hiperkapnia kebersihan paru retraksi otot

- Keletihan paru dan bebas supraclavicular


dari tanda tanda dan intercostal
- somnolen
distress - Monitor suara
- Iritabilitas
pernafasan nafas, seperti
- Hypoxia
 Mendemonstrasikan dengkur
- kebingungan
batuk efektif dan - Monitor pola
- Dyspnea
suara nafas yang nafas :
- nasal faring
bersih, tidak ada bradipena,
- AGD Normal sianosis dan takipenia,
- sianosis dyspneu (mampu kussmaul,
- warna kulit abnormal mengeluarkan hiperventilasi,
(pucat, kehitaman) sputum, mampu cheyne stokes,
- Hipoksemia bernafas dengan biot
- hiperkarbia mudah, tidak ada - Catat lokasi
- sakit kepala ketika pursed lips) trakea
bangun  Tanda tanda vital - Monitor
- frekuensi dan dalam rentang kelelahan otot
kedalaman nafas normal diagfragma
abnormal (gerakan
paradoksis)
Faktor faktor yang - Auskultasi suara
berhubungan : nafas, catat area
- ketidakseimbangan penurunan /
perfusi ventilasi tidak adanya
- perubahan membran ventilasi dan
kapiler-alveolar suara tambahan
- Tentukan
kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan
ronkhi pada
jalan napas
utama
- auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

4 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :


Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik - Suhu tubuh dalam - Monitor suhu
diatas rentang normal rentang normal sesering
- Nadi dan RR dalam mungkin
Batasan Karakteristik: rentang normal - Monitor IWL
 kenaikan suhu tubuh - Tidak ada perubahan - Monitor warna
diatas rentang normal warna kulit dan tidak dan suhu kulit
 serangan atau konvulsi ada pusing, merasa - Monitor tekanan
(kejang) nyaman darah, nadi dan
 kulit kemerahan RR
 pertambahan RR - Monitor
 takikardi penurunan
 saat disentuh tangan tingkat
terasa hangat kesadaran
- Monitor WBC,
Hb, dan Hct
Faktor faktor yang - Monitor intake
berhubungan: dan output
- penyakit/ trauma - Berikan anti
- peningkatan piretik
metabolisme - Berikan
- aktivitas yang berlebih pengobatan
- pengaruh untuk
medikasi/anastesi mengatasi
- ketidakmampuan/penur penyebab
unan kemampuan untuk demam
berkeringat - Selimuti pasien
- terpapar dilingkungan - Lakukan tapid
panas sponge
- dehidrasi - Berikan cairan
- pakaian yang tidak tepat intravena
- Kompres
pasien pada
lipat paha dan
aksila
- Tingkatkan
sirkulasi udara
- Berikan
pengobatan
untuk
mencegah
terjadinya
menggigil

-
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari
  Nutritional Status : food Nutrition
kebutuhan tubuh and Fluid Intake Management
Kriteria Hasil : - Kaji adanya
Definisi : Intake nutrisi tidak - Adanya peningkatan alergi makanan
cukup untuk keperluan berat badan sesuai - Kolaborasi
metabolisme tubuh. dengan tujuan dengan ahli gizi
- Berat badan ideal untuk
Batasan karakteristik : sesuai dengan tinggi menentukan
- Berat badan 20 % atau badan jumlah kalori
lebih di bawah ideal - Mampu mengidentifikasi dan nutrisi yang
- Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi dibutuhkan
makanan yang kurang - Tidak ada tanda tanda pasien.
dari RDA (Recomended malnutrisi - Anjurkan pasien
Daily Allowance) - Tidak terjadi penurunan untuk
- Membran mukosa dan berat badan yang meningkatkan
konjungtiva pucat berarti intake Fe
- Kelemahan otot yang - Anjurkan pasien
digunakan untuk untuk
menelan/mengunyah meningkatkan
- Luka, inflamasi pada protein dan
rongga mulut vitamin C
- Mudah merasa kenyang, - Berikan
sesaat setelah substansi gula
mengunyah makanan - Yakinkan diet
- Dilaporkan atau fakta yang dimakan
adanya kekurangan mengandung
makanan tinggi serat
- Dilaporkan adanya untuk mencegah
perubahan sensasi rasa konstipasi
- Perasaan - Berikan
ketidakmampuan untuk makanan yang
mengunyah makanan terpilih (sudah
- Miskonsepsi dikonsultasikan

- Kehilangan BB dengan dengan ahli gizi)

makanan cukup - Ajarkan pasien


- Keengganan untuk bagaimana
makan membuat
- Kram pada abdomen catatan
- Tonus otot jelek makanan harian.

- Nyeri abdominal dengan - Monitor jumlah

atau tanpa patologi nutrisi dan

- Kurang berminat kandungan

terhadap makanan kalori

- Pembuluh darah kapiler - Berikan

mulai rapuh informasi

- Diare dan atau tentang

steatorrhea kebutuhan

- Kehilangan rambut yang nutrisi

cukup banyak (rontok) - Kaji kemampuan

- Suara usus hiperaktif pasien untuk


mendapatkan
- Kurangnya informasi,
nutrisi yang
misinformasi
dibutuhkan

Faktor-faktor yang
berhubungan :
- Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus,
FKUI, Jakarta.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Bradley, J.S., 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older Than 3 Month of Age: Clinical Practice Guideline by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. IDSA Guideline : Pediatric Community Pneumonia
Guideline., p. 1-44.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ditjen P2PL Depkes RI 2007.Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita.
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
Jadavji, dkk.1997.A Practical Guide for the Diagnosis and Treatment of Pediatric
Pneumonia.http://www.canadianmedicaljournal.ca/content/156/5/703.full.pd
f. Diakses tanggal 13 April 2018.Pukul 15.00 WIB.
Jeremy, dkk. 2007. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak,Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta: EGC
Muscari, M.E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Eds : 3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
Narayanan, M., dan Falade, A.G., 2012, Clinical Risk Factor for Death in Children with
Pneumonia, viewed 25 Desember 2014, from International Child Health
Review Collaboration, www.ichrc.org/sites/default/files/riskpneumo.pdf .
Diakses pada Tanggal 14 April 2018 pukul 09.12 WIB.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia di Indonesia. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2, Edisi 4.
EGC : Jakarta.
Setyoningrum, R.A. 2006. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI :
Pneumonia. FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya)
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Syahrir, Muhammad, dkk., 2008. Guideline Ilmu Penyakit Paru.Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai