Dosen Pengajar:
KABUPATEN MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Etiologi
Kelainan ini dapat digolongkan menjadi :
a. Penyebab Organik
a) Faktor prenatal :Penyakit kromosom (Sindrom Down),
Kelainan genetik/herediter, Intoksikasi, dan Gangguan
metabolisme sejak lahir
b) Faktor Perinatal :Abrupsio plasenta, Diabetes maternal,
Kelahiran premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis
dan perdarahan intracranial
c) Faktor Pasca natal : Cedera kepala, Infeksi, Gangguan
degeneratif, Sosial cultural, Interaksi anak kurang,
Penelantaran anak
2.1.4. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-
hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif
yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai
dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan
disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif:
berbicara dan berbahasa, kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumah
tanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas,
pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan
bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal,
perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini
pada masa kanak-kanak.
2.1.5. Klasifikasi
a. Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih
mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk
wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri
secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran
cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit
lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada
pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam
membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan
sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah.
b. Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental
dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami
keterlambatan per kembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta
pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri
sendiri dan ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan
beberapa diantaranya mem- butuhkan pengawasan sepanjang hidupnya.
Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih ssbisa belajar dasar- dasar
membaca, menulis dan berhitung.
c. Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi
mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan
keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi
mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna
atau adanya defisit neurologis. Kelompok retardasi mental berat ini
hampir sama dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis,
penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama
adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan
motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
d. Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat
terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau
instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya
mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.
Dapat bekerja
sendiri tanpa
Latihan dalam
dilatih namun
keterampilan social dan
perlu
pekerjaan dapat
Dapat pengawasan
bermanfaat, dapat pergi
berbicara atau terutama jika
sendiri ketempat yang
belajar berada dalam
telah dikenal
berkomunikasi stress
Sedang
, ditangani
35-
dengan
49
pengawasan
sedang
Biasanya dapat
mencapai
keterampilan
Dapat belajar
social dan
keterampilan akademik
Dapat kejujuran namun
sampai ± kelas 6 SD
mengembangk perlu bantuan
an terutama bila
keterampilan stress
social dan
komunikasi,
retradasi
Ringan minimal
50-
69
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu dengan:
a. CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance
Imaging): Pembesaran kepala yang progresif, Tuberous sklerosis,
Dicurigai kelainan otak yang luas, Kejang lokal, Dicurigai adanya tumor
intracranial
b. Beberapa uji tumbuh kembang:
a) Uji intelegensi standar ( stanford binet, weschler, Bayley Scales of
infant development )
b) Uji perkembangan seperti DDST II
2.1.7. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan
kedokteran (pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita
adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak
pada anak-anak).
2. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan
subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat
dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi
tidak menolong).
3. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah
luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
dektrukstif. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan
pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi
frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan Retardasi mental.
2.1.8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik
(selalu bergerak, konsentrasi kurang dan perhatian mudah dibelokkan).
Obat-obat yang sering digunakan dalam bidang retardasi mental adalah
terutama untuk menekan gejala-gejala hyperkinetik, misalnya :
Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari dan Imipramin dosis ± 1,5
mg/kg/har. Efek sampingan kedua obat menimbulkan convulsi
Apabila terjadi konvulsi , Obat-obatan yang diberikan berupa :
Phenobarbital dosis 5 mg/kg/hari (Phenobarbital dapat menaikkan gejala
hyperkinetik), Cofein : baik untuk convulsi dan menurunkan gejala
hyperkinetik.
Obat-obatan untuk menaikkan kemampuan belajar : Pyrithioxine
(Encephabol, Cerebron), Glutamic acid, Pabenol.
b. Non Farmakologi
Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada
orang tuanya. Untuk anak yang terbelakang dapat diberikan psikoterapi
individual, psikoterapi kelompok dan manipulasi lingkungan. Meski
tidak bisa disembuhkan dengan menggunakan psikoterapi, tetapi
psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah
laku, kemampuan belajar dan hasil kerjanya. Yang penting adalah adanya
ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak terapis (yang
mengobati).
2.1.9. Komplikasi
a. Serebral palcy
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
e. Defisit komunikasi
2.2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan
kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi,
perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat
pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,
pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
Intervensi :
Kaji tingkat perkembangan anak
Dorong / libatkan anak dalam melakukan aktivitas
Berikan aktivitas sesuai dengan kemampuan anak
Ajarkan hal-hal yang perlu diketahui anak (aktivitas dasar)
Pantau tingkat perkembangan anak
2. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi sosial
Tujuan : Anak mampu berinteraksi social
Kriteria Hasil :
Anak tidak mengisolasi diri
Anak mapu bergaul dengan lingkungan
Intervensi :
Intervensi :
Andriani NR. (2017). Pengaruh faktor perinatal terhadap kelahiran anak dengan retardasi
mental di slb 1 bantul yogyakarta [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia: Yogyakarta.
Dinie, Ratri Desiningrum. (2016). PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS,
Yogyakarta: Psikosain, hlm. 3
Ikawati Y.(2018). Pengaruh usia ibu saat hamil terhadap kejadian retardasi mental pada anak
usia 6-17 tahun di kabupaten tulangagung jawa timur. 2018; 3(1): 1- 11.
Kadek, Darmadadi S. Gejala rubela bawaan (kongenital)berdasarkan pemeriksaan serologis
dan RNA virus. Indonesia journal of clinical pathology and medical laboratory.
2007; 13(2): 63.
Kristiyanasari W. (2010). Gizi ibu hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.
Soetjiningsih. Dalam tumbuh kembang anak. Penyunting soetjiningsih, dan I.N.G. Ranuh.
Edisi 2. Penerbit EGC. Jakarta.2013.
Yulika M.(2017). Hubungan faktor prenatal dan perinatal dengan kejadian retardasi mental
pada anak di kota Padang tahun 2017 [Skripsi]. Universitas Andalas ; 2017.