Anda di halaman 1dari 13

Asuhan Keperawatan Anak Kebutuhan Khusus

“Anak dengan Retradasi Mental”

Dosen Pengajar:

Faizatur Rohmi, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusu Oleh Kelompok 2:

1. Agnes Dwi Ningtyas S (2223002)


2. Avan Mulyo (2223006)
3. Dian Kusumawati (2223007)
4. Fenty Yuliasari (2223013)
5. Hide Sampurna (2223016)
6. Lella Isma (2223021)
7. Lusiana Agus S. (2223022)
8. Rizky Aditya Pratama (2223029)
9. Tutik Ningsih (2223032)
10. Yeni Purwaningtyas (2223034)

PROGRAM STUDI AHLI JENJANG KEPERAWATAN DIII-S1

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KEPANJEN

KABUPATEN MALANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan dan
keterlambatan dalam belajar yang berbeda dengan teman seusianya. Anak dengan
kebutuhan khusus membutuhkan perhatian yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan anak normal seusianya. Perbedaan anak berkebutuhan khusu dengan anak
yang normal tidak hanya dilihat dari kelainan fisik dan psikis. Anak berkebutuhan
khusus memiliki dua kategori yaitu anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
bersifat permanen yang disebabkan akibat kelainan tertentu, dan anak dengan
kebutuhan khusus yang bersifat temporer atau anak yang mengalami hambatan
belajar maupun keterlambatan dalam perkembangan yang disebabkan oleh kondisi
tertentu (Fatma, 2017).
Keterbelakangan mental ( Retardasi Mental, RM ) atau di sebut juga
oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental adalah
suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang dibawah rata –
rata disertai dengan kekurangan kemampuannya untuk menyesuaikan diri (berprilaku
adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun atau keadaan dengan intelegensia
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa
anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Pembatasan ini akan
menyebabkan anak belajar dan berkembang dengan lambat daripada anak lain. Anak
dengan retardasi mental membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara, berjalan,
dan menjaga kebutuhan personalnya seperti memakai baju dan makan. Mereka punya
masalah belajar disekolah, mereka akan belajar tetapi itu akan makan waktu lebih
lama dan ada beberapa hal yang mereka tidak bisa pelajari. etardasi mental
merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara
berkembang.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari retardasi mental ?
2) Apa etiologi dari retardasi mental ?
3) Bagaimana manisfestasi klinik dan patofisologi dari retardasi mental pada
anak?
4) Apa pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada anak dengan retardasi
mental ?
5) Bagaimana penatalaksanaan dari anak dengan retardasi mental ?
6) Apa saja komplikasi yang terjadi pada anak dengan retardasi mental ?
7) Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental ?
1.3. Tujuan
1) Tujuan umum
Mengetahui konsep dasar medis dan asuhan keperawatan pada anak dengan
retardasi mental
2) Tujuan Khusus
Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental secara
efisien dan tepat dengan peka budaya serta menghargai sumber-sumber etnik,
agama, atau faktor lain dari setiap klien yang unik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR MEDIS


2.1.1. Pengertian
Retradasi mental merupakan Kondisi keterbelakangan mental yang
diakiatkan oleh kecerdasan yang terganggu yang disebabkan oleh fungsi
kognitif yang sangat lemah. Tuna garhita merupakan fungsi intelektual yang
dibawah rata-rata dan memiliki intelegensi di bawah intelegensi normal
dengan skor IQ lebih rendah dari 70. Retardasi Mental adalah kelainan fungsi
intelektual yang subnormal terjadi pada masa perkembangan dan berhubungan
dengan gangguan maturasi, proses belajar, penyesuaian diri secara social

2.1.2. Etiologi
Kelainan ini dapat digolongkan menjadi :
a. Penyebab Organik
a) Faktor prenatal :Penyakit kromosom (Sindrom Down),
Kelainan genetik/herediter, Intoksikasi, dan Gangguan
metabolisme sejak lahir
b) Faktor Perinatal :Abrupsio plasenta, Diabetes maternal,
Kelahiran premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis
dan perdarahan intracranial
c) Faktor Pasca natal : Cedera kepala, Infeksi, Gangguan
degeneratif, Sosial cultural, Interaksi anak kurang,
Penelantaran anak

2.1.2. Manisfestasi Klinik


a. Gangguan kognitif ( pola, proses pikir )
b. Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa
c. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
d. Lingkar kepala diatas atau dibawah normal (kadang-kadang lebih
besar atau lebih kecil dari ukuran normal)
e. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
f. Kemungkinan tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah )
g. Kemungkinan ciri-ciri dismorfik
h. Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar

2.1.4. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-
hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif
yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai
dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan
disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif:
berbicara dan berbahasa, kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumah
tanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas,
pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan
bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal,
perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini
pada masa kanak-kanak.

2.1.5. Klasifikasi
a. Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih
mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk
wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri
secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran
cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit
lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada
pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam
membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan
sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah.
b. Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental
dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami
keterlambatan per kembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta
pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri
sendiri dan ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan
beberapa diantaranya mem- butuhkan pengawasan sepanjang hidupnya.
Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih ssbisa belajar dasar- dasar
membaca, menulis dan berhitung.
c. Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi
mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan
keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi
mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna
atau adanya defisit neurologis. Kelompok retardasi mental berat ini
hampir sama dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis,
penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama
adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan
motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
d. Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat
terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau
instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya
mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.

Tabel 1: Klasifikasi retardasi mental dalama setiap usia perkembangan

RM IQ Usia Usia Sekolah Usia Dewasa


Prasekolah
(0-21 tahun) (>21 tahun)
(0-5 tahun)

Sangat <20 Retradasi jelas Beberapa Perkembangan


berat Perkembangan motorik motorik dan
dapat berespon namun bicara sangat
terbatas terbatas

Dapat bicara atau Dapat berperan


berkomunikasi namun sebagian dalam
Perkembangan
latihan kejujuran tidak pemeliharaan
Berat motorik yang bermanfaat diri sendiri
miskin dibawah
20-
pengawasan
23
ketat

Dapat bekerja
sendiri tanpa
Latihan dalam
dilatih namun
keterampilan social dan
perlu
pekerjaan dapat
Dapat pengawasan
bermanfaat, dapat pergi
berbicara atau terutama jika
sendiri ketempat yang
belajar berada dalam
telah dikenal
berkomunikasi stress
Sedang
, ditangani
35-
dengan
49
pengawasan
sedang
Biasanya dapat
mencapai
keterampilan
Dapat belajar
social dan
keterampilan akademik
Dapat kejujuran namun
sampai ± kelas 6 SD
mengembangk perlu bantuan
an terutama bila
keterampilan stress
social dan
komunikasi,
retradasi
Ringan minimal
50-
69
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu dengan:
a. CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance
Imaging): Pembesaran kepala yang progresif, Tuberous sklerosis,
Dicurigai kelainan otak yang luas, Kejang lokal, Dicurigai adanya tumor
intracranial
b. Beberapa uji tumbuh kembang:
a) Uji intelegensi standar ( stanford binet, weschler, Bayley Scales of
infant development )
b) Uji perkembangan seperti DDST II

2.1.7. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan
kedokteran (pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita
adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak
pada anak-anak).
2. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan
subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat
dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi
tidak menolong).
3. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah
luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
dektrukstif. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan
pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi
frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan Retardasi mental.
2.1.8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik
(selalu bergerak, konsentrasi kurang dan perhatian mudah dibelokkan).
Obat-obat yang sering digunakan dalam bidang retardasi mental adalah
terutama untuk menekan gejala-gejala hyperkinetik, misalnya :
Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari dan Imipramin dosis ± 1,5
mg/kg/har. Efek sampingan kedua obat menimbulkan convulsi
Apabila terjadi konvulsi , Obat-obatan yang diberikan berupa :
Phenobarbital dosis 5 mg/kg/hari (Phenobarbital dapat menaikkan gejala
hyperkinetik), Cofein : baik untuk convulsi dan menurunkan gejala
hyperkinetik.
Obat-obatan untuk menaikkan kemampuan belajar : Pyrithioxine
(Encephabol, Cerebron), Glutamic acid, Pabenol.

b. Non Farmakologi
Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada
orang tuanya. Untuk anak yang terbelakang dapat diberikan psikoterapi
individual, psikoterapi kelompok dan manipulasi lingkungan. Meski
tidak bisa disembuhkan dengan menggunakan psikoterapi, tetapi
psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah
laku, kemampuan belajar dan hasil kerjanya. Yang penting adalah adanya
ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak terapis (yang
mengobati).

2.1.9. Komplikasi
a. Serebral palcy
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
e. Defisit komunikasi
2.2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan
kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi,
perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat
pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,
pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.

2.2.2 Riwayat Kesehatan


a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif (pola, proses pikir), Lambatnya
ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal melewati tahap
perkembangan yang utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal
( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal ),
lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot
lemah ), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motoris
halus dan kasar.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit kromosom
(Sindrom Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom (distrofi otot
Duchene ), neurofibromatosis ( tipe 1), Gangguan metabolisme sejak
lahir ( Fenilketonuria ), Abrupsio plasenta, Diabetes maternal, Kelahiran
premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan
intracranial, Cedera kepala, Infeksi, Gangguan degenerative.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang
serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental,
terutama dari ibu tersebut
2.2.3. Pemeriksaan fisik

Kepala :Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak simetris)


Rambut :Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan
cepat berubah
Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
Hidung :jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping
melengkung ke atas, dll
Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit
lebar/melengkung tinggi
Geligi            : odontogenesis yang tdk normal
Telinga          : keduanya letak rendah; dll
Muka             : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
Leher             : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
Tangan          : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari
gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
Genitalia       : mikropenis, testis tidak turun, dll
Kaki              : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil
meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk

2.3. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif
2. Gangguan komunikasi verbal b.d. kelainan fungsi kognitif
3. Risiko cedera b.d. perilaku agresif ketidakseimbangan mobilitas fisik
4. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi sosial
5. Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak retardasi mental
6. Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan
perkembangan.

2.4. Intervensi Keperawatan


1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif
Tujuan : Tidak mengalami kegagalan tumbang
Kriteria Hasil :
 Tak ada kemunduran mental
 Anak mampu melakukan kegiatan sesuai kemampuan secara optimal

Intervensi :
 Kaji tingkat perkembangan anak
 Dorong / libatkan anak dalam melakukan aktivitas
 Berikan aktivitas sesuai dengan kemampuan anak
 Ajarkan hal-hal yang perlu diketahui anak (aktivitas dasar)
 Pantau tingkat perkembangan anak
2. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi sosial
Tujuan : Anak mampu berinteraksi social
Kriteria Hasil :
 Anak tidak mengisolasi diri
 Anak mapu bergaul dengan lingkungan

Intervensi :

 Kaji factor penyebab gangguan perkembangan dan isolasi sosial


 Tingkatkan komunikasi verbal
 Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
 Beri reinforcement yang positif atas hasil yang dicapai anak
 Ajarkan anak untuk bermain bersama teman kelompoknya
3. Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan
perkembangan.
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Anak tampak bersih
 Anak mampu berperan dalam perawatan dirinya

Intervensi :

 Kaji tingkat kemampuan anak


 Pantau anak dalam memenuhi kebutuhannya
 Libatkan anak dalam memenuhi kebutuhannya
 Jelaskan secara berulang-ulang tentang perawatan diri
 Beri dorongan anak untuk merawat dirinya
DAFTAR PUSTAKA

Andriani NR. (2017). Pengaruh faktor perinatal terhadap kelahiran anak dengan retardasi
mental di slb 1 bantul yogyakarta [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia: Yogyakarta.
Dinie, Ratri Desiningrum. (2016). PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS,
Yogyakarta: Psikosain, hlm. 3
Ikawati Y.(2018). Pengaruh usia ibu saat hamil terhadap kejadian retardasi mental pada anak
usia 6-17 tahun di kabupaten tulangagung jawa timur. 2018; 3(1): 1- 11.
Kadek, Darmadadi S. Gejala rubela bawaan (kongenital)berdasarkan pemeriksaan serologis
dan RNA virus. Indonesia journal of clinical pathology and medical laboratory.
2007; 13(2): 63.
Kristiyanasari W. (2010). Gizi ibu hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.
Soetjiningsih. Dalam tumbuh kembang anak. Penyunting soetjiningsih, dan I.N.G. Ranuh.
Edisi 2. Penerbit EGC. Jakarta.2013.
Yulika M.(2017). Hubungan faktor prenatal dan perinatal dengan kejadian retardasi mental
pada anak di kota Padang tahun 2017 [Skripsi]. Universitas Andalas ; 2017.

Anda mungkin juga menyukai