Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

RETARDASI MENTAL PADA ANAK

OLEH KELOMPOK 1:

1. Andriana Y. Amung (181111042)

2. Anastasia E. Day (181111043)

3. Bella Angela Panie (181111044)

4. Costantein F. Lokunuha (181111045)

5. Defri bolla (181111046)

6. Delfince Y. Lodoh (181111047)

7. Elsyana N. Kamaleng (181111048)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Retardasi mental” dengan mata
kuliah Keperawatan anak II. Meskipun banyak tantangan dan hambatan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah meluruskan penulisan
makalah ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara langsung maupun tidak langsung
memberikan kontribusi positif dalam proses pengerjaannya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan
kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah kami ini untuk ke depannya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi peningkatan proses belajar mengajar dan menambah pengetahuan
kita bersama. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Kupang, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120
juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu retardasi mental merupakan
masalah di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak
yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental
merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa
tumbuh kembang itu sendiri merupakan  proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta
merupakan sesuatu yang terpenting.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang  berkisar 4,6%. Insidens retardasi
mental di negara maju berkisar 3-4 kasus  baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka
kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak penelitian
melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Berdasarkan uraian diatas kami selaku mahasiswa keperawatan tertarik untuk
membuat makalah mengenai Retardasi Mental.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental?
2. Apa penyebab dari retardasi mental?
3. Bagaimana klasifikasi dari retardasi mental?
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis pada retardasi
mental ?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental ?
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental ?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental ?
1.3 Tujuan
Mengetahui yang dimaksud retardasi mental , penyebab dari retardasi mental, mengenal
macam-macam pembagian mengenai retardasi mental, gejala yang mucul pada retardasi mental,
penegakkan diagnosis nya dan  prognosis pada retardasi mental serta penatalaksanaan yang
diberikan pada retardasi mental.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi
yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren:
jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386). Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan
dimana seseorang memiliki kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi mental yang
kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual secara
menyeluruh yang terjadi pada masa  perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi
sosial.
2.2 Penyebab Retardasi Mental
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan postnatal.
Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya
retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara
langsung dapat digolongkan atas  penyebab biologis dan psikososial. Penyebab biologis atau
sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:  
Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
 Tampak sejak lahir atau usia dini
 Secara fisis tampak berkelainan/aneh
 Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun  postnatal
 Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
 Biasanya merupakan retardasi mental ringan
 Diketahui pada usia sekolah
 Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
 Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
 Ada hubungan dengan kelas sosial Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan
sosio ekonomi rendah masih merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat
diperkirakan  bahwa retardasi mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-
kultural. Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
 Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple Syrup Urine
Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe,
hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi
serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu
galaktosemia dan glycogen storabe disease.
 Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan kehamilan yang
memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen
yang lahir memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang
bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21. Manusia normal
memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan down syndrome memiliki 47
kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
 Infeksi maternal selama kehamilan
yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease merupakan penyakit
infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau
subklinik  pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit
Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
 Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak terkontrol, malnutrisi,
anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta serta penggunaan sitostatika selama
hamil.
b. Penyebab perinatal
 Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan meningkatnya
keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai
resiko besar untuk mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih  banyak anak
dengan retardasi mental.
 Asfikia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat  bernapas secara spontan dan teratur.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan.
 Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam
sel-sel otak.
 Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab prosnatal
 Infeksi (meningitis, ensefalitis)
 Trauma fisik
 Kejang lama
 Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
2.3 Klasifikasi Retardasi Mental
Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
 
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69) Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah
dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan
pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM
termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga
tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan bantuan tentang masalah
kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49) Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan
adanya keterlambatan dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau
perkembangan fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya
sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka
kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan
pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan  pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34) Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik
yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk
dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian
8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan
keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20) Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan
kognitif, motorik, dan komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik
dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan
latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang sangat mendasar seperti
makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang
hidupnya, karena pada tahap ini  pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya
sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental intelektual
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya
hendaya sensorik atau fisik, seperti  buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya
terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
2.4 diagnosis dan gejala retardasi mental
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja, melainkan
juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan fisik,
laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya intelegensia saja
melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko
terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit
dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain
pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu)
perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada
pemeriksaan fisik  pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan
bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome.
Wajah pasien dengan retardasi menral sangan mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah
yang menjulur keluar, gangguan  pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia.  Namun, tingkat kecerdasan
intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah
besar ketrampilan spesifik yang  berbeda. penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua
informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes  psikometrik.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai adanya kalsifikasi serebral,
perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium
dilakuka atas indikasi,  pemeriksaan ferriklorida dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai
screening PKU. Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain
dapat dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan
yang dihadapi adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes
psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai  perkembangan motorik
halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan  bahasa. Biasanya penderita retardasi mental
juga mengalami keterlambatan motor dan American Psychiatric Association (APA) pada tahun
1994, mensyaratkan tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:
 Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut
tes IQ yang diadakan secara individu.
 Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini
(yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya
dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi,
perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal,
penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional,
pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
 Terjadi sebelum berusia 18 tahun. Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA,
diklasifikasikan menjadi mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70),
moderate mental retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental
retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound mental retardation
(tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan keterbelakangan
mental :
Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam  berjalan, makan
sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman dan kognisi
(membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat
belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
 Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang
diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada
kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.
Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 – 49)
 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas
terlambat.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan
kebutuhan keamanan.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil
sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada  permainan sederhana dan
melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.

Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 – 34)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak
berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan
sendiri).
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan
motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari
pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar
perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan  pengawasan ketat dalam lingkungan
yang dapat dikendalikan.
Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)
 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan
sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon
berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari  pelatihan dalam penggunaan anggota
badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.
 Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive,
mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi
membutuhkan bantuan perawatan diri.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi
mental,yaitu:
1. Kromosom kariotipe
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance  Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat (Uric acid serum)
6. Laktat dan piruvat
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8. Serum seng (Zn)
9. Logam berat dalam darah  
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11. Serum asam amino atau asam organik
12. Plasma ammonia
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
14. Urin mukopolisakarida
2.6 Prognosis Retardasi Mental
Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu tersebut dapat hidup
secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental menengah (moderate mental
retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency dan mendapatkan hidup
yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan lingkungan yang sesuai dan
mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan sosial, keluarga dan keterampilan yang
konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu yang menderita keterbelakangan mental sangat
berat ( profound retardation ).
Individu dengan  profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya
tidak bisa hidup secara independen atau di rumah secara berkelompok. Penelitian menemukan
bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih kecil. Kecenderungan dari keterbelakangan
invidu cenderung menetap selama hidup. Misalkan seorang anak didiagnosa memiliki
keterbelakangan mental  berat (severe) pada usia 5 tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang
sama  pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga mereka,
dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki kemampuan yang mirip dengan rekan-
rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka akan semakin tertinggal dengan sejalannya
usia mereka.

2.7 Pencegahan Retardasi Mental dan Penanganan Retardasi Mental

Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan
menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.

a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan:
1. pendidikan kesehatan pada masyarakat,
2. perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
3. konseling genetik,
4. Tindakan kedokteran, antara lain:
a. perawatan prenatal dengan baik,  
b. pertolongan persalinan yang baik, dan
c. pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis
dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada  penderita saja,
melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban
psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk
kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik
dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka
mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan
pragmatis dengan tujuan agar orang tua  penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada
dirinya terlebih dahulu. Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil
anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan  pertumbuhan serta
perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan  pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.
2. Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan  berkembang, sehingga
ketergantungan pada pihak lain menjadi  berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara
lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat
perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental Ada beberapa jenis latihan yang dapat
diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:
1. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri,
dst.,
2. latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan
4. latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan
buruk secara moral.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau kesehatan
mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi
kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan
fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena adanya faktor-faktor dari
dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan  pada penderita retardasi mental umumnya rasa
cemas, takut, halusinasi serta delusi yang besar.
3.2 Saran

Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti


memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan buruk
seperti: minum-minuman keras dan merokok. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan
perlu melakukan langkah  prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat
membahayakan kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan
tentang retardasi mental kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Freedman et al. Modern Synopsis of Comprehensive Textbook of Psychiatry. Baltimore : The
Williams & Wilkins Co, 1972; pp 312 -329.
Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.
 Wikipedia, the Free Encyclopedia. (2010) “Mental Retardation.” Terdapat pada:
http://en.wikipedia.org/wiki/Mental_retardation.

Anda mungkin juga menyukai