Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
KEBUTUHAN KHUSUS RETARDASI MENTAL”
Dosen : Ns. Lince Amalia, M. Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Atika Rizki Kurniasari (SR19213099)
Cici Fira Sagita (SR19213010)
Ika Oktaviani (SR19213028)
Dinda Putri Aulia (SR19213004)
Fitriani (SR19213021)
Fitri Nengsih (SR19213096)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH-SWT, karena hanya dengan rahmat-
Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan Makalah Keperawatan Anak II, yang membahas
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus Retardasi Mental”
ini dengan baik tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Ns. Lince Amalia, M. Kep.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan
kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung
maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan
karya makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini
masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta
masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi.
Kami berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat untuk kita semua
sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Anak Dengan Gangguan Retardasi
Mental. Sekian dari kami, terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan....................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................
A. Definisi Retardasi Mental .....................................................................................
B. Etiologi Retardasi Mental .....................................................................................
C. Patofisiologi Retardasi Mental ............................................................................
D. Klasifikasi Retardasi Mental................................................................................
E. Manifestasi Klinis..................................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................
.................................................................................................................................
G. Prognosis Retarnasi Mental
H. Pencegahan Retardasi Mental..............................................................................
I. Penatalaksanaan Retardasi Mental.....................................................................
BAB 3 PENUTUP .............................................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan
lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu
retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan
sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun
keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan
tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri
merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang
terpenting.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara
maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens
retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun
terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1
Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak
laki-laki dibandingkan perempuan.
Berdasarkan uraian diatas kami selaku mahasiswa keperawatan tertarik untuk
membuat makalah mengenai Retardasi Mental.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental?
2. Apa penyebab dari retardasi mental?
3. agaimana klarifikasi dari retardasi mental?
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis pada retardasi
mental?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental?
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui Pengertian dari retardasi mental
2. Dapat mengetahui penyebab dari retardasi mental
3. Dapat mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis pada retardasi
mental
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala
yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO). American Association on Mental
Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick
Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi
pada masa perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.

B. Etiologi Retardasi Mental


Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal, dan
postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam
penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah.
Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis
dan psikososial.
1. Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat.
b. Tampak sejak lahir atau usia dini.
c. Secara fisis tampak berkelainan/aneh.
d. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal.
e. Tidak berhubungan dengan kelas sosial.
2. Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokulturalmempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Biasanya merupakan retardasi mental ringan.
b. Diketahui pada usia sekolah.
c. Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium.
d. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah).
e. Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosial ekonomi rendah masih
merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi mental
di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural. Penyebab retardasi mental tipe
klinis atau biologi kali dapat dibagi dalam:
1. Penyebab Prenatal
a. Gangguan Metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple
Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria,
Distrofiaokulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan
metabolism lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan lekoensefalopatiprogresif.
Gangguan metabolism karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
b. Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan kehamilan
yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus keguguran hanya setenggah
dari satu persen yang lahir memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera
setelah lahir. bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome,
atau trisomy 21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). Orang dengan
kelainan down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada
kromosom ke 21).
c. Infeksi maternal selama kehamilan
Infeksi maternal selama kehamilan, yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali
inclusion body disease merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering
menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat
menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella congenital juga
dapat menyebabkan defisit mental.
d. Komplikasi kehamilan
Komplikasi Kehamilan meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu
hamil yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previadan solution
plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.

2. Penyebab Perinatal
a. Prematuritas
Prematuritas Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah
sedangkan bayi- bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak,
sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.
b. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
c. Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
d. Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.

3. Penyebab Postnatal
a. Infeksi (meningitis, ensefalitis)
b. Trauma fisik
c. Kejang lama
d. Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

C. Klasifikasi Retardasi Mental


Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas,
selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-
hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan
kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh
pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan
membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak
ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu
menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM.
Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan
bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan
keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM.
Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya,
memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang
pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-
kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan“self
care” yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi
total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak
mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental
intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan
karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli, dan penyandang yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
D. Manifestasi Klinis
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orang tua, laporan dari sekolah,
pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya
intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat diketahui
beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada anak retardasi
mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental
kurang kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik
dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian
tingkat perkembangan. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat
ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi mental
sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang menjulur keluar, gangguan
pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun,
tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai
berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. penilaian tingkat
kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis,
prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat
membantu menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan
ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi, pemeriksaan
ferriklorida dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU. Pemeriksaan
analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom yang mendasari
retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk
membantu seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi
adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis
ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik
halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi
mental juga mengalami keterlambatan motor dan American Psychiatric Association
(APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:
1. Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut
tes IQ yang diadakan secara individu.
2. Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini
(yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya
dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi,
perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal,
penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional,
pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
3. Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi mild
retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental retardation
(tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau
25 sampai 35 atau 40), dan profound mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan
keterbelakangan mental:
1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam berjalan, makan
sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman dan kognisi
(membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat
belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
c. Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang
diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada
kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.
2. Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35-49)
a. Anak prasekolah (0- 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas
terlambat.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan
kebutuhan keamanan.
c. Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil
sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada permainan sederhana dan
melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.
3. Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20-34)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak
berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan
sendiri).
b. Usia sekolah (6-21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan
motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari
pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
c. Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar
perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan
yang dapat dikendalikan.
4. Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan
sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon
berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari pelatihan dalam penggunaan anggota
badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.
c. Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive,
mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi
membutuhkan bantuan perawatan diri.

E. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu:
1. Kromosom kariotipe
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat (Uric acid serum
6. Laktat dan piruvat
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8. Serum seng (Zn)
9. Logam berat dalam darah
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11. Serum asam amino atau asam organic
12. Plasma ammonia
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit
14. Urin mukopolisakarida

F. Prognosis Retardasi Mental


Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu tersebut
dapat hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental menengah
(moderate mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency
dan mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan
lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan
sosial, keluarga dan keterampilan yang konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu
yang menderita keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu
dengan profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa
hidup secara independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih kecil.
Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama hidup. Misalkan
seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat (severe) pada usia 5
tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin
tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga mereka, dimana anak-anak dengan
keterbelakangan memiliki kemampuan yang mirip dengan rekan-rekan mereka, namun
akan nampak bahwa mereka akan semakin tertinggal dengan sejalannya usia mereka.
G. Pathway Retardasi Mental
H. Pencegahan Retardasi Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan:
a. Pendidikan kesehatan pada masyarakat,
b. Perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
c. Konseling genetik,
d. Tindakan kedokteran, antara lain:
1) Perawatan prenatal dengan baik,
2) Pertolongan persalinan yang baik,
3) Pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan
diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.

I. Penatalaksanaan Retardasi Mental


Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada
penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Siapapun orangnya pasti memiliki
beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi
jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat
berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan
teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling
dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu
mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari
orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta
perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
1. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
a. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.
b. Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
c. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga
ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal
antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk
mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang
indera.
2. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental Ada beberapa jenis latihan yang
dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:
a. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri,
dan lain-lain.
b. Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap sosial.
c. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan
d. Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan
buruk secara moral.

J. Asuhan Keperawatan Retardasi Mental Pada Anak


1. Pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan melalui:
a. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam strukur cranium,misalnya klastifikasi
atau peningkatan tekanan intracranial
b. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hematoma
c. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasi mental juga tidak mudah
bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan otak dalam jumlah kecil sekalipun
karena dianggap menambah kerusakan otak yang memang tidak ade kuat
d. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolic yang diketahui
mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam jumlah besar atau kecil,
misalnya hipeglekimia pada neonatus prematur, penumpukan glikogen pada otot dan
neuron, deposit lemak dalam otakdan kadar fenilalanin yang tinggi. Atau dapat
melakukan pengkajian sebagai berikut:
a. Lakukan pengkajian fisik.
b. Lakukan pengkajian perkembangan.
c. Dapatkan riwayat keluarga, teruma mengenai retardasi mental dangangguan herediter
dimana retardasi mental adalah salah satu jenisnya yang utama.
d. Dapatkan riwayat kesehatan unutk mendapatkan bukti-bukti adanyatrauma prenatal,
perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
e. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme,konsumsi obat.
f. Nutrisi tidak adekuat.
g. Penyimpangan lingkungan.
h. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).
i. Infeksi, teruma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis,ensefalitis, campak) atau
suhu tubuh tinggi.
j. Abnormalitas kromosom.
k. Bantu dengan tes diagnostik misalnya: analis kromosom,disfungsimetabolik radiografi,
tomografi, elektro ersafalografi.
l. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet,Wechsler Intellence, Scale,
American Assiciation of MentalRetardation Adaptif Behavior Scale.
m. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental.
n. Tidak responsive terhadap kontak-Kontak mata buruk selama menyusui.
o. Penurunan aktivitas spontan.
p. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran.
q. Peka rangsang.
r. Menyusui lambat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Interaksi Sosial b.d Hambatan Perkembangan/Maturasi
b. Gangguan Komunikasi Verbal b.d Gangguan Neuromuskuler
c. Gangguan Tumbuh Kembang b.d Defisiensi Stimulus
d. Risiko Cedera b.d Perubahan Fungsi Kognitif
e. Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Neuromuskuler

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. D.0118 Gangguan Interaksi Setelah dilakukan tindakan Promosi Sosialisasi
Sosial b.d Hambatan asuhan keperawatan selama 1. Observasi
Perkembangan/Maturas 1X24 jam, diharapkan: a. Identifikasi
i 1. Perasaan nyaman kemampuan
dengan situasi melakukan
sosial. interaksi dengan
2. Perasaan mudah orang lain.
menerima atau b. Identifikasi
mengonsumsikan hambatan
perasaan. melakukan
3. Perasaan tertarik interaksi dengan
pada orang lain. orang lain.
4. Minat melakukan c. Motivasi untuk
kontak emosi berinteraksi di luar
lingkungan
(misalnya: jalan-
jalan).
2. Terupetik
a. Diskusikan
kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi
dengan orang lain.
b. Diskusikan
perencanaan
kegiatan di masa
depan.
c. Berikan umpan
balik positif dalam
perawatan diri.
d. Berikan umpan
balik positif pada
setiap peningkatan
kemampuan.
3. Edukasi
a. Anjurkan
berinteraksi dengan
orang lain secara
bertahap.
b. Anjurkan ikut serta
kegiatan social dan
kemasyarakatan.
c. Anjurkan berbagi
pengalaman
dengan orang lain.
d. Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati orang
lain.
e. Anjurkan
penggunaan alat
bantu (misalnya:
kacamata dan alat
bantu lainnya).
f. Anjurkan membuat
perencanaan
kelompok kecil
untuk kegiatan
khusus.
4. Kolaborasi
a. Latih bermain
peran untuk
meningkatkan
keterampilan
komunikasi.
b. Latih
mengekspresikan
marah dengan
tepat.

2. D. 0119 Gangguan Komunikasi Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi


Verbal b.d Gangguan asuhan keperawatan selama Defisit Bicara
Neuromuskuler 1X24 jam, diharapkan: 1. Observasi
1. Kemampuan a. Monitor kecepatan,
berbicara meningkat tekanan, kuantitas,
2. Kemampuan volume, dan diksi
mendengar bicara.
meningkat b. Monitor frustasi,
3. Kesesuaian antara marah, depresi,
ekspresi atau hal lain yang
wajah/tubuh mengganggu bicara
c. Identifikasi
perilaku emosional
dan fisik sebagai
bentuk komunikasi.
2. Teraupetik
a. Gunakan metode
komunikasi
alternative
(misalnya: menulis,
mata berkedip,
papan komunikasi
dengan gambar dan
huruf, isyarat
tangan, dan
komputer).
b. Ulangi apa yang
disampaikan
pasien.
c. Berikan dukungan
psikologis.
3. Edukasi
a. Anjurkan berbicara
pelan.
b. Gunakan juru
bicara bila perlu.
c. Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berhubungan
dengan
kemampuan
berbicara.
4. Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli
patologi bicara atau
terapis

3. D. 0106 Gangguan Tumbuh Setelah dilakukan tindakan Promosi Perkembangan


Kembang b.d asuhan keperawatan selama Anak
Defisiensi Stimulus 1X24 jam, diharapkan: 1. Observasi
1. Status a. Identifikasi
perkembangan kebutuhan khusus
membaik anak dengan teman
sebaya.
2. Teraupetik
a. Fasilitasi hubungan
anak dengan teman
sebaya
b. Dukung anak
berinteraksi dengan
anak lain.
c. Dukung anak
mengekspresikan
perasaanya secara
positif.
d. Dukung anak
dalam bermimpi
atau berfantasi.
e. Dukung partisipasi
anak di sekolah,
ekstrakurikuler,
dan aktifitas
komunitas.
f. Berikan mainan
yang sesuai dengan
usia anak.
g. Sediakan
kesempatan dan
alat-alat untuk
menggambar,
melukis, dan
mewarnai.
h. Sediakan mainan
berupa puzzle dan
maze.
3. Edukasi
a. Jelaskan nama-
nama benda objek
yang ada di
lingkungan sekitar.
b. Ajarkan pengasuh
milestones
perkembangan dan
perilaku yang
dibentuk.
c. Ajarkan sikap
kooperatif, bukan
kompetisi diantara
anak.
d. Ajarkan anak cara
mminta bantuan
dari anak lain, jika
perlu.
e. Ajarkan teknik
asertif pada anak
dan remaja
f. Demonstrasikan
kegiatan yang
meningkatkan
perkembangan
pada pengasuh.
4. Kolaborasi
a. Rujuk untuk
konseling, jika
perlu
4. D. 0136 Risiko Cedera b.d Setelah diberikan tindakan Pencegahan Cedera
Perubahan Fungsi asuhan keperawatan selama 1. Observasi
Kognitif 1X24 jam, diharapkan a. Identifikasi area
risiko cidera menurun, lingkungan yang
dengan kriteria hasil: berpotensi
1. Toleransi aktivitas menyebabkan
meningkat cedera.
2. Nafsu makan b. Identifikasi obat
meningkat yang berpotensi
3. Kejadian cedera menyebabkan
menurun cedera.
4. Luka menurun c. Identifikasi
5. Gangguan kognitif kesesuaian alas
menurun kaki atau stoking
elastis pada
ekstermitas bawah.
2. Teraupetik
a. Sediakan
pencahayaan yang
memadai.
b. Gunakan lampu
tidur selama jam
tidur.
c. Sosialisasi pasien
dan keluarga
dengan lingkungan
ruang
rawat(misalnya:
penggunaan
telepon, tempat
tidur, penerangan
ruangan, dan lokasi
kamar mandi).
d. Gunakan alas lantai
jika beresiko
mengalami cedera
serius.
e. Sediakan alas kaki
antislip.
f. Sediakan pispot
atau urinal untuk
eliminasi di tempat
tidur, jika perlu.
g. Pastikan barang-
barang pribadi
mudah di jangkau.
h. Pertahankan posisi
tempat tidur di
posisi terendah saat
digunakan.
i. Pastikan roda
tempat tidur/kursi
roda dalam posisi
terkunci
3. Edukasi
a. Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga.
b. Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan duduk
selama beberapa
menit sebelum
berdiri.
5 D. 0109 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan
b.d Gangguan asuhan keperawatan Diri
Neuromuskuler diharapkan Perawatan Diri 1. Observasi
Klien Meningkat, dengan a. Monitor tingkat
kriteria hasil: kemandirian
1. Kemampuan b. Monitor kebersihan
melakukan tubuh
perawatan diri 2. Teraupetik
meningkat. a. Jadwalkan rutinitas
2. Mempertahankan perawatan diri.
kebersihan diri b. Anjurkan ganti
meningkat pakaian klien
setelah eliminasi.
c. Sediakan peralatan
mandi.
3. Edukasi
a. Jelaskan manfaat
perawatan diri dan
dampak apabila
tidak melakukan
perawatan diri
terhadap kesehatan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik dan menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Dari tindakan
yang dilkukan kepada pasien tujuan tindakan mampu tercapai dengan baik dimana
kondisi pasien selalu meningkat dengan baik.
5. Evaluasi
Semua tindakan belum bisa diterapkan dan hanya ada beberapa tindakan yang
sudah dilakukan, semoga nantinya tindakan yang akan dilakukan selanjutnya membuat
kondisi anak semakin membaik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari
fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan sehingga
muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ, atau
sistem kejiwaanmental. Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia
karena adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada
penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi yang besar.
B. Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan
buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah
prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan kesehatan
anak dan remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan tentang retardasi
mental kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/366520675/Askep-Retardasi-Mental-Fix
https://id.scribd.com/document/221862988/Asuhan-Keperawatan-Anak-Dengan-Retardasi-
Mental
Buku SDKI, SLKI, dan SiKI

Anda mungkin juga menyukai