Anda di halaman 1dari 64

KELOMPOK 3

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.T DENGAN GANGGUAN PERSEPSI


SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG BANTENG RSJ PROVINSI
KALIMANTAN BARAT

Pembimbing Makalah : Ns. Muhammad Fadly,S.Kep

Disusun Oleh :

Sarimah
Ema Siti Aisa
Rahayu Kurniasih
Indah Pratiwi
Rista Apriyani
Selfionita
Hafyzah Noor
Riska Fitri Mulia
M. Ridwan Arif
Intan Berliana
Elyani Hermahekha

PROGRAM STUDI NERS INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN


MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT

2022
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia-
Nya yang tidak ternilai, sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.T Dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Banteng Rsj Provinsi Kalimantan Barat”disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa.Meskipun banyak hambatan yang kami
alami dalam proses pembuatan makalah ini, namun kami mampu menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Untuk itu, kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan di dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini
dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa
membuat makalah yang lebih sempurna lagi.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Singkawang, 23 Desember 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................i
A. Latar Belakang..............................................................................................................i
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................iv
C. Tujuan..........................................................................................................................v
1. Tujuan Tujuan Umum..............................................................................................v
2. Tujuan khusus..........................................................................................................v
D. Manfaat........................................................................................................................v
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................i
A. Halusinasi......................................................................................................................i
B. Proses Keperawatan...................................................................................................vii
C. Konsep Aktivitas Terjadwal.......................................................................................xi
BAB III DOKUMENTASI ASKEP...........................................................................................i
A. Identitas Klien...............................................................................................................i
B. Alasan Masuk...............................................................................................................i
C. Faktor Predisposisi........................................................................................................i
D. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................i
E. Psikososial...................................................................................................................ii
F. Status Mental..............................................................................................................iv
G. Mekanisme Koping....................................................................................................vii
H. Masalah Psikososial Dan Lainnya.............................................................................vii
I. Pengetahuan Kurang Tentang....................................................................................vii
J. Aspek Medik.............................................................................................................viii
K. Daftar Masalah Keperawatan...................................................................................viii
L. Pohon Masalah.........................................................................................................viii
BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................................................i
A. Pengkajian.....................................................................................................................i
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................iv
C. Implementasi...............................................................................................................iv
D. Evaluasi.......................................................................................................................iv

ii
BAB V PENUTUP......................................................................................................................i
A. Kesimpulan...................................................................................................................i
B. Saran.............................................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

iii
LAMPIRAN

Lampiran 1. Strategi Pelakasnaan 1 (SP 1)

Lampiran 2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)

Lampiran 3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)

Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Harian Pasien

Lampiran 5. Evaluasi Tanda Gejala Pasien Halusinasi

Lampiran 6. Lembar Konsultasi

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kondisi seorang individu yang mampu untuk
menghargai dirinya sendiri dan berpartisipasi dalam lingkungan sosial. Menurut WHO
(2018) bahwa kesehatan jiwa yang positif adalah keadaan individu yang mampu untuk
mengenali kelebihannya, memiliki koping individu yang adaptif, bekerja secara produktif
dan sukses, serta dapat berkontribusi pada lingkungan sekitarnya. Definisi lain dijelaskam
oleh Undang-Undang Kesehatan (2014) sehat jiwa yaitu kondisi seseorang yang sadar
terhadap fisik, mental dan spiritual dengan menggunakan kemampuannya sendiri dalam
mengatasi tekanan, sehingga tetap dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi dalam
kehidupan masyarakat. Kesehatan jiwa meupakan keadaan sejahtera mental sehingga
indvdu mampu menyadari potensinya, bkrja secara prouktf dan berkontribusi bagi
komunitasnya (WHO, 2013). Dengan demikian, kesehatan jiwa merupakan kondisi
seseorang yang memiliki kesejahteraan secara emosional dan psikologis serta mampu
untuk berkontribusi dalam kehidupan sosial.

Kesehatan jiwa dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan presipitasi. Menurut Stuart,
Keliat, dan Pasaribu (2016) faktor predisposisi adalah jenis dan jumlah koping yang
dipengaruhi oleh faktor risiko dan faktor protektif. Komponen yang berada dalam faktor
predisposisi yakni aspek biologis, psikologis, dan sosial. Faktor protektif dan faktor risiko
dapat diartikan sebagai keadaan yang berpengaruh pada kesehatan jiwa individu yang
disebabkan oleh aspek biologis, psikologis, dan sosial pada individu. Sedangkan faktor
presipitasi adalah suatu stimulus yang diberikan dan dapat membuat individu merasa
tertantang dan terancam sehingga menyebabkan stres (Stuart, Keliat, dan Pasaribu, 2016).
Stresor pada faktor presipitasi dapat bersifat biologis, psikologis, dan sosial. Selain itu,
stressor tersebut dapat berasal dari lingkungan internal dan eksternal individu.
Lingkungan yang menyebabkan stres berulang dalam rentang waktu yang berdekatan
akan menyebabkan individu sulit dalam mengatasinya. Dengan demikian, individu harus
mampu dalam mengatasi stres yang terjadi atau jika tidak maka akan berdampak
gangguan dalam kejiwaannya.

Gejala dari gangguan jiwa dapat ditemukan dalam rentang usia 15 – 25 tahun yang
biasa disebut dengan early psychosis (Heinseen, 2014). Teori tersebut didukung oleh

1
2

pernyataan dari WHO (2018) yang menyebutkan bahwa gangguan jiwa pada individu
dewasa dimulai 50% sejak usia 14 tahun dan pada usia 24 tahun menjadi 75%. Penelitian
lain juga dilakukan oleh Murphy & Fonagy (2012) gangguan jiwa terjadi dimulai sebelum
usia 15 tahun sebesar 50% dan 18 tahun sebesar 75%. Murphy & Fonagy (2012)
menjelaskan bahwa pada usia 11 sampai 16 tahun, 13% remaja pria mengalami gangguan
jiwa dan 10% pada remaja perempuan. Menurut Heinseen (2014) gejala awal yang dapat
dilihat pada remaja yang mengalami gangguan jiwa diperhatikan melalui perilaku yang
sering marah tanpa sebab, sering menentang orang tua, kesulitan dalam berkomunikasi
dengan orang lain, dan berperilaku aneh. Menurut Aldam & Keliat (2018) terdapat
hubungan yag bermakna antara masalah dalam keluarga dan masalah hubungan dengan
teman sebaya terhadap kesehatan jiwa. Dengan demikian, banyaknya risiko yang terjadi
di masa remaja yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan jiwa.

Menurut WHO (2004) jumlah penderita gangguan jiwa diperkirakan mencapai 450
juta jiwa. Pernyataan lain dari Rabba, Dahrianis, & Rauf (2014) terdapat 8,1%
masyarakat mengalami gangguan jiwa di dunia. Menurut Riskesdas (2018), Indonesia
membedakan gangguan jiwa menjadi dua yaitu gangguan mental emosional (gangguan
jiwa ringan) dan gangguan jiwa berat. Gangguan mental dan emosional yang terjadi di
Indonesia sebesar 9,8%. Gangguan mental emosional adalah keadaan yang
mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis dan dapat pulih
seperti semula. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia yakni sebanyak 7
per mil. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan kemampuan
menilai realitas yang buruk. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan
salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia. Gejala yang menyertai pada gangguan jiwa
berat yaitu waham, ilusi, gangguan proses pikir, agresivitas, dan halusinasi.

Skizofrenia adalah bentuk psikis yang di dalamnya terdapat gangguan utama yaitu
pada bagian proses pikir yang tidak seimbang antara proses pikir, cara pikir, bahasa, dan
perilaku (Direja, 2011). Gejala skizofrenia dibedakan menjadi dua yaitu gejala positif dan
gejala negatif. Gejala negatif dari skizofrenia yakni kehilangan motivasi atau apatis,
depresi yang tidak ingin ditolong. Sedangkan gejala positif meliputi waham, delusi, dan
halusinasi.Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering dialami oleh orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan sebanyak 26,5% pasien mengalami halusinasi yang
berawal dari early psychosis (Solesvik, 2016). Menurut Stuart, Keliat, dan Pasaribu
(2016) halusinasi merupakan distrosi persepsi yang tidak nyata dan terjadi pada respons
3

neurobiologis maladaptive. Menurut Yusuf (2014) halusinasi merupakan perubahan


orientasi realita pasien yang merasakan stimulus namun sebetulnya tidak ada. Dengan
demikian, halusinasi merupakan stimulus persepsi yang hanya dialami oleh individu
namun sebenarnya tidak nyata.Halusinasi yang dialami oleh individu dapat disebabkan
melalui faktor presdisposisi dan presipitasi. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Stuart,
Keliat, & Pasaribu (2016) penyebab munculnya halusinasi ada dua yaitu faktor
predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi terdiri dari (1) faktor biologis yang
berhubungan dengan perkembangan sistem saraf yang tidak normla, (2) Faktor psikologis
seperti pola asuh orang tua, kondisi keluarga dan lingkungan, (3) Faktor sosial budaya
seperti kondisi ekonomi, konflik sosial, serta kehidupan yang terisolasi disertai stres.
Sedangkan faktor lainnya yaitu presipitasi yakni (1) faktor biologi yang terkait dalam
gangguan komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi, (2) Faktor
lingkungan yang mana terjadi tingkat stresor lingkungan di luar batas toleransi individu,
(3) Koping yang dapat menentukan seseorang dalam mentoleransi stresor.

Halusinasi memiliki dampak yang dapat terjadi yakni hilangnya kontrol diri
sehingga sering muncul ansietas dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Penderita
halusinasi yang telah dikendalikan oleh halusinasinya akan melakukan perilaku yang
membahayakan dirinya, orang lain, dan juga lingkungan. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian Scott (2017) pada usia 14 – 21 tahun terdapat peningkatan dalam risiko bunuh
diri, psikopatologi psikopat, dan nonpsikotik sehingga sulit dalam mencari pekerjaan
yang berakibat menurunnya kualitas hidup. Halusinasi adalah suatu gejala gangguan
sensori presepi yang dialami oleh pasien dengan gangguan jiwa yang merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecap, peraba, atau penciuman tanpa stimulus nyata
(Keliat, 2011). Oleh sebab itu, individu yang mengalami halusinasi sangat
membahayakan orang lain dan lingkungan serta dirinya sendiri sehingga membutuhkan
penanganan secara tepat.

Penanganan secara tepat untuk mengatasi dampak dari halusinasi yakni dengan
melakukan tindakan asuhan keperawatan. Pernyataan ini didukung oleh Carolin (2012)
menjelaskan bahwa tindakan asuhan keperawatan dapat menurunkan gejala-gejala dari
halusinasi. Menurut Stuart, Keliat, & Pasaribu (2016) asuhan keperawatan yang diberikan
pada penderita halusinasi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pasien antara
stimulasi persepsi yang dialami pasien dan kehidupan nyata. Menurut Keliat & Akemat
(2011) intervensi asuhan keperawatan pada pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol
4

halusiansi antara lain: (1) membantu pasien untuk mengenal jenis, isi, waktu, frekuensi,
situasi, dan respon pasien yang dilakukan saat halusinasi, (2) melati pasien untuk
mengontrol halusinasi yakni dengan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan , dan minum obat secara teratur.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2016) yang
menyatakan bahwa cara untuk mengontrol halusinasi dapat berpengaruh terhadap
penurunan intensitas halusinasi pendengaran pada pasien dengan skizofrenia. Dengan
demikian, asuhan keperawatan pada pasien halusinasi dapat membantu pasien untuk
membedakan antara dunia halusinasi dan kehidupan nyata.Selain tindakan asuhan
keperawatan, terdapat Auditory Hallusination Symptomp Management (AHSM) yang
memiliki efek yang baik untuk memperbaiki dan mengurangi gejala dari halusinasi dan
depresi pada pasien skizofrenia.

Menurut Yang (2015) tindakan yang dilakukan oleh AHSM yakni: (1) monitor diri,
(2) mendistraksi suara halusinasi dengan beraktifitas, (3) bercakap-cakap dengan orang
lain, (4) membaca, (5) mendengarkan musik, (6) menonton televisi/video, (7) menutup
salah satu telinga, (8) relaksasi seperti tarik napas dalam, relaksasi otot progresif, dan
guide imagery. Berdasarkan tindakan tersebut, menurut penelitian yang dilakukan oleh
Kristiadi, Rochmawati, & Sawab (2015) terdapat pengaruh aktivitas terjadwal terhadap
penurunan gejala halusinasi yang merupakan gejala positif dari skizofrenia. Tidak hanya
gejala positif, tindakan aktivitas yang terjadwal juga dapat memberikan efek yang positif
dan menurunkan gejala negatif dari pasien skizofrenia (Dogra, Rana, Das, & Avasthi,
2009). Dengan demikian, aktivitas yang terjadwal pada pasien skizofrenia dapat
menurunkan gejala positif dan gejala negatif yang dialami.

Aktivitas merupakan keadaan manusia untuk bergerak dengan tujuan memenuhi


kebutuhan hidup. Pada klien dengan halusinasi sering mengalami keadaan seperti
hilangnya motivasi dan tanggung jawab, apatis menghindar dari kegiatan, dan isolasi
sosial. Activity Daily Living (ADL) pada klien gangguan jiwa juga sering mengalami
kemunduran. Kemunduran dari ADL ini akan berakibat pada ketidakmampuan dalam
kebersihan diri, penampilan, dan sosialisasi. Klien yang mengalami keadaan tersebut akan
ditolak oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, untuk mencegah dan
memperbaiki keadaan pasien halusinasi perlu dilakukannya motivasi aktivitas
terjadwal.Prinsip aktivitas terjadwal dapat dilakukan melalui manajemen waktu secara
5

sederhana. Alat yang berfungsi dalam mengelola waktu yaitu penjadwalan. Hal ini
dikarenakan, fungsi dalam aktivitas terjadwal yakni rencana pemanfaatan waktu pada
pasien halusinasi. Penyusunan jadwal juga memerlukan strategi yang efektif, sehingga
pasien dengan halusinasi dapat berkegiatan tanpa paksaan dan tidak lagi terfokus pada
halusinasinya (Kristiadi & Rochmawati, 2015). Menurut Nursalam & Efendi (2008)
motivasi merupakan hal terpenting dalam membuat aktivitas terjadwal pada pasien
halusinasi. Motivasi merupakan dorongan dari internal dan eksternal pada seseorang yang
diindikasikan dengan adanya hasrat atau minat untuk melakukan sesuatu. Dengan
demikian, motivasi dengan aktivitas terjadwal dapat dilakukan untuk memanfaatkan
waktu pasien agar tidak terfokus pada halusinasinya.

B. Rumusan Masalah
Kesehatan jiwa individu sangat menentukan kualitas dalam bermasyarakat. Hal ini
perlu adanya perhatian khusus pada orang tua dan masyarakat agar tidak terjadi
gangguan jiwa. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling sering dialami pada
pasien yang berada di rumah sakit jiwa. Skizofrenia memiliki gejala positif yaitu
halusinasi. Kejadian halusinasi pada pasien dengan skizofrenia dapat mengakibatkan
efek negatif diantaranya yaitu mondar-mandir tidak jelas, tidak ingin beraktivitas,
menarik diri, jarang makan, malas mandi, pembicaraan menjadi tidak nyambung, dan
susah untuk berkonsentrasi. Efek negatif tersebut dapat mengakibatkan klien ditolak dari
lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, perlu dilakukannya tindakan
yang tepat untuk mencegah dan memperbaiki efek negatif yang dialami oleh klien.

Tindakan yang tepat dapat membuat pasien mampu untuk mengontrol halusinasi
dan dapat membedakan antara dunia halusinasi dan kenyataan. Asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan stimulasi persepsi: halusinasi merupakan tindakan yang
dapat dilakukan untuk mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia. Mengenal
halusinasi, menghardik, bercakap-cakap, melakukan ktivitas yang terjadwal, dan patuh
minum obat merupakan tindakan dari asuhan keperawatan yang efektif dilakukan pada
pasien halusinasi. Oleh karena itu, makalah ini akan memberikan gambaran tentang
penerapan standar asuhan keperwatan pada pasien skizofrenia dalam menurunkan gejala
halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan.
6

C. Tujuan
1. Tujuan Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas penerapan standar
asuhan keperawatan jiwa generalis pada pasien skizofrenia dalan menurunkan gejalan
gangguan stimulasi persepsi: halusinasi pendengaran dan penglihatan.

2. Tujuan khusus
a. Menggambarkan masalah Tn.T dengan gangguan stimulasi persepsi: halusinasi
pendengaran
b. Menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap Tn.T dengan
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
c. Menggambarkan hasil asuhan keperawatan terhadap Tn.T dengan gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran.

D. Manfaat
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Rumah Sakit
Hasil makalah ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran dan penglihatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat.
b. Bagi Perawat
Hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam peningkatan pengetahuan
untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran dan penglihatan
c. Manfaat Keilmuan
Hasil makalah ini dapat dijadikan gambaran penerapan asuhan keperawatan
terhadap klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan
pendengaran bagi pengembangan ilmu keperawatan jiwa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan pancaindra
tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari luar,
gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan
salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi,
serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan
jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati,
2015).
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering dilaporkan
dan dapat menyertai hampir semua gangguan kejiwaan, termasuk gangguan
kecemasan, gangguan identitas disosiatif, gangguan tidur, atau karena efek alkohol
dan obat-obatan. Halusinasi pendengaran juga dikaitkan dengan suasana hati yang
tertekan, kecemasan, dan perilaku bunuh diri yang dapat membahayakan diri sendiri
maupun orang lain (Waters, 2018).
Niemantsverdriet (2017) menyatakan bahwa halusiansi pendengaran sebagian
besar terdiri dari pelecehan dan kejadian menyedihkan. Peristiwa traumatis tersebut
memiliki peluang untuk memicu terjadinya halusinasi. Misalnya, hingga 80% dari
laporan halusinasi pendengaran timbul karena klien baru saja ditinggalkan oleh orang
yang mereka cintai. Di masa muda stressor seperti bullying dan trauma seksual
merupakan penyebab yang kuat dari halusinasi pendengaran. Halusinasi pendengaran
pada anak-anak dan remaja lebih sering dikaitkan dengan gangguan depresi,
gangguan kecemasan atau masalah perilaku, bahkan karena penyalahgunaan alkohol
dan zat terlarang (Waters, 2018).

7
8

2. Rentang Respon Neuobiologis Halusinasi


Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis,
persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan
terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan, respon maladaptive yang
meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan
isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai berikut
(Stuart, 2013).

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi

Adaptif Pikiran Maladaptif


Gangguan proses
Logis Persepsi pikir
Akurat Waham
Emosi konsisten Pikiran kadang Halusinasi
dengan pengalaman menyimpang
Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Ilusi untuk mengalami
Hubungan sosial Emosi tidak stabil emosi
Ketidakaturan
Isolasi Sosial

Menarik diri

3. Faktor Penyebab Halusinasi


Menurut Yosep (2014)terdapat dua faktor penyebab halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1) FaktorPerkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayisehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percayapadalingkungannya
9

3) FaktorBiokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) FaktorGenetikdanPola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
b. FaktorPresipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihatdari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur
dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
10

4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien
halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk
bersosialisasi.
5) DimensiSpiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam
setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
4. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis
dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara orang.
Biasanya mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatu yang busuk, amis, dan
menjijikan
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine.
11

5. Tahapan halusinasi
a. Fase I(Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan nonpisikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di
selesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase II(Conndeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori menjijihkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri menjadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu dan klien dapat mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya
meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak dapat
membedakanrealita.
c. Fase III(Controlling)
Controling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya dengan halusinasinya, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi
perintah.
d. Fase IV(Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi
halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memerahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain dan lingkungan. Perilaku klien menunjukan perilaku teror
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satuorang.
12

6. Tanda dan Gejala Halusinasi


Menurut (Azizah,2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat menetapkan
masalah halusinasi,antara lain:
a. Berbicara,tertawa,dantersenyumsendiri
b. Bersikapsepertimendengarkansesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepa tberubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun
7. Fase Halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan terjadinya
halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai karakteristik yang berbeda
yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pkiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas disini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, gerakan mata
cepat, dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan
mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan sehingga timbul
peningkatan tanda-tanda vital.
c. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada halusinasi. Disini
pasien sukar berhubungan dengan orang lain, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain, dan kondisi sangat menegangkan terutama berhubungan dengan
orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri dan tidak
13

mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari1 orang.
8. Terapi Psikofarmakologi
Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi salah satu penatalaksanaanya yaitu
dengan pemberian terapi psikofarmakologi. Menurut (Sadock, B & Sadock, V,2010)
obat-obatan antipsikotik yang digunakan yaitu:

Tabel 1.2 Terapi Farmakologis


NamaGenerik Kisaran Dosis Dewasa (mg/hari)

Phenotiazine
Alifatik
Chlorpromazine 300-800
Triflupromazin 100-150
Promazine 40-800
Piperazine
Prochlorperazine 40-150
Perfenazine 8-40
Trifluperazine 6-20
Acetophenazine 1-20

Piperidine
Thioridazine 200-700
Mesoridazine 75-300
Thioxanthenes
Chlorprothixene 50-400
Thiothixene 6-30
Loxapine 60-100
Molindone 50-100
Butyrophenones
Haloperidole 6-20
Diphenylbutylpiperidine
Pimozide 1-10
14

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien dan
keluarga pasien (O’brien, 2014). Pengkajian awal mencakup :
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
g. Pemakaian obat yang diresepkan
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual
Dalam proses pengkajian dapat dilakukan secara observasional dan wawancara.
Data pengkajian memerlukan data yang dapat dinilai secara observasional. Menurut
Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap klien halusinasi yaitu:
a. Data Subjektif
1) Mendengar suara menyuruh
2) Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
3) Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
4) Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan
5) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin
6) Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah sesuatu
b. Data Objektif
1) Mengarahkantelingapadasumbersuara
2) Bicaraatau tertawasendiri
3) Marah-marahtanpasebab
4) Tatapanmatapadatempattertentu
5) Menunjuk-nujukarahtertentu
6) Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu
Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian
wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu :
a. Jenis Halusinasi
15

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui halusinasi yang
dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi itu muncul
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui berapa sering halusinasi itu muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatkan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui respon
halusinasi dari klien dan dampak dari halusinasi itu.
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan diagnosa
keperawatan. Adapun pohon masalah untuk mengetahui penyebab, masalah utama
dan dampak yang ditimbulkan. Menurut (Yosep, 2014) yaitu:
Gambar 2. Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi Diagnosa
keperawatan

Resiko perilaku kekerasan = effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core Problem

Isolasi sosial : Menarik diri Causa

Yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi menurut (Yosep,2014) yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi Sosial
16

3. Rencana Keperawatan
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan
meningkatkan respon, perilaku pada perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI,
2019) dan kriteria hasil:
a. Perilaku halusinasi klien: menurun (1)– meningkat (5)
b. Verbalisasi pancaindera klien merasakan sesuatu: menurun (1)– meningkat (5)
c. Distorsi sensori klien: menurun (1)– meningkat (5)
d. Perilaku melamun: menurun (1) – meningkat (5)
e. Perilaku mondar-mandir klien: menurun (1)– meningkat (5)
f. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: meningkat (1)– menurun (5)
g. Orientasi terhadap lingkungan: meningkat (1)– menurun (5)

Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018),


tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi antara lain:
a. Observasi
1) Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
2) Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
3) Monitorisi, frekuensi, waktu halusinasi
b. Teraupetik
1) Ciptakan lingkungan yang aman
2) Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi
3) Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
4) Bantu klien membuat jadwal aktivitas
c. Edukasi
1) Berikan informasi tentang halusinasi
2) Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi
3) Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya
4) Ajarkan klien mengontrol halusinasi
5) Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
6) Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal
7) Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
d. Kolaborasi
17

1) Kolaborasi pemberian obat anti psikotik dan anti ansietas


2) Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
3) Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
disusun. Menurut Azizah (2015) dan Keliat (2011) Implementasi dilakukan pada klien
dan keluarga klien yang dilakukan di rumah. Semua pelaksanaan yang akan dilakukan
pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi ditujukan untuk mencapai
hasil maksimal.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menciptakan lingkungan yang aman
c. Memonitorisi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialaminya
d. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi
e. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
f. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan aktifitas terjadwal
g. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal
h. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
i. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
j. Membantu klien membuat jadwal aktivitas sehari-hari sesuaidengan aktivitas yang
telah dilatih.
k. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif
l. Menjelaskan klien menggunakan obat secara teratur
m. Melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
n. Melibatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal klien
o. Melibatkan keluarga dalam memantau pelaksanaan aktivitas terjadwal
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses dalam keperawatan untuk menilai hasil dari
implementasi keperawatan. Menurut Keliat (2011) evaluasi keperawatan diperoleh
dengan cara wawancara ataupun melihat respon subjektif atau objektif klien.
a. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien mampu mempertahankan lingkungan yang aman
3) Klien mampu mengenalisi, halusinasinya
18

4) Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan aktivitas terjadwal


dengan baik
5) Klien mampu menerapkan aktivitas terjadwal yang sudah disusun dengan baik
6) Klien mampu menggunakan obat secararutin
b. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada keluarga
1) Keluarga klien mampu mengontrol halusinasi klien
2) Keluarga klien mampu membantu membuat jadwal aktivitas klien
3) Keluarga klien mampu memantau dan memberi penguatan terhadap perilaku
positif
C. Konsep Aktivitas Terjadwal
1. Pengertian
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup Aktivitas sendiri dapat
diartikan suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukannya untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup (Hidayat, 2012). Kemampuan seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas seperti berdiri, berjalan, dan bekerja merupakan salah satu
dari tanda kesehatan individu tersebut dimana kemampuan aktivitas seseorang tidak
lepas dari adekuatan sistem persyarafan dan musculoskeletal. Aktivitas fisik yang
kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal
seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi
organ internal lainnya (Hidayat, 2012).
Aktivitas yang terjadwal dapat diartikan kegiatan yang sudah disusun dan
direncanakan sesuai yang diinginkan. Aktivitas terjadwal dapat digunakan untuk
mengurangi risiko munculnya kembali halusinasi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur (Keliat, 2011). Dengan beraktivitas secara terjadwal,
klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu klien yang mengalami halusinasi dapat dibantu unuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu. Setiap kegiatan yang dilatih dimasukan kedalam
jadwal kegiatan pasien sampai tidak ditemukan waktu luang.
Menurut Djunaedi & Yitnamurti dalam Mashito (2016) aktivitas terjadwal
membantu menstimulasi pasien melalui kegiatan atau aktivitas yang disenangi
pasien halusinasi untuk mengisi waktu luang. Kegiatan ini bertujuan untuk
19

mengalihkan perhatian pasien dari halusinasinya, sehingga pikirannya teralih untuk


kegiatan yang disenangi dan dapat memberi kebahagiaan. Kegiatan yang dilakukan
dapat berupa kegiatan yang bersifat aktivitas sehari-hari seperti menyapu,
membersihkan tempat tidur, senam, atau kegiatan lainyang disukai klien.
2. Tujuan Aktivitas Terjadwal
Dalam penerapan aktivitas terjadwal perlu persiapan agar tujuantercapai dengan
maksimal. Penerapan aktifitas terjadwal ini memilikitujuanantaralain:
a. Mengetahui pentingnya pengaruh aktivitas terjadwal yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
b. Meningkatkan motivasi klien untuk melakukan aktivitas terjadwal yang dilakukan
pada saat halusinasi muncul.
c. Meningkatkan keterlibatan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga
terhindar dari melamun yang memicu timbulnya halusinasi
d. Mampu mengalihkan halusinasi dengan aktivitas terjadwal
3. Tahapan Aktivitas Terjadwal
Ada Tahapan dalam pelaksanaan dalam memberikan aktivitas terjadwal menurut
Kristiadi (2015) yaitu:
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas terjadwal yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan.
c. Melatih klien untuk melakukan aktivitas
d. Menyusun jadwal aktivitas pasien memiliki aktivitas dari bangun tidur sampai
tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap perilaku
pasien yang positif.
4. Prosedur Latihan Aktivitas Terjadwal
a. Menjelaskan pengertian mengontrol halusinasi dengan aktivitas terjadwal.
b. Menjelaskan tujuan teknik mengontrol halusinasi dengan aktivitas terjadwal.
c. Menjelaskan alat dan bahan melakukan teknik mengontrol halusinasi dengan
aktivitas terjadwal.
d. Menjelaskan langkah-langkah melakukan aktivitas terjadwal
e. Memberikan reinforcement kemampuan yang telah ditunjukan
f. Menjelaskan manfaat setelah melakukan akrtivitas terjadwal.
5. Teknik Pelaksanaan Aktivitas Terjadwal
20

Teknik tahapan yang dilakukan dalam melakukan aktivitas terjadwal menurut Keliat
(2011) dan Kristiadi (2015) antara lain:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu klien mengenali halusinasi yang dialaminya
c. Membantu klien dalam menerapkan aktivitas terjadwal
d. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
e. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
f. Melatih pasien melakukan aktivitas
g. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yangtelah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun sampai tidur malam
h. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif
i. Melakukan diskusi aktivitas terjadwal dan mengevaluasi yang sudah dilakukan.
Tahapan ini akan dilakukan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui dalam
melakukan setiap kegiatan harian yang dilakukan secara baik dan benar agar
halusinasi tidak muncul lagi, dalam hal ini mendiskusikan melakukan aktivitas
terjadwal akan lebih ditekanan lagi untuk memperkuat aktivitas yang positif.
BAB III
DOKUMENTASI ASKEP

A. Identitas Klien
Ruang Rawat : Ruang Banteng
Identitas Klien : Tn.T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 41 tahun
Agama : Budha
Pendidikan : SD
Informan : Klien
Tanggal Di rawat : 25 Oktober 2022
Tanggal Pengkajian : 23 Desember 2022
No. Rekam Medis : 12968
B. Alasan Masuk
Klien berusia 41 tahun (NRM: 12968) diantar oleh keluarganya ke RSJP. Klien
mengatakan ia seringkali marah tanpa sebab, keluyuran ke luar dirumah. Klien
mengatakan sebelum masuk ke RSJP, ia memiliki konflik dengan pedagang buah.
Sebelumnya keluarga telah memfasilitasi klien untuk dirawat di rumah sakit tetapi
pengobatan kurang berhasil karena putus obat saat rawat jalan di rumah.

C. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu
klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, klien sudah 2x
keluar masuk rumah sakit jiwa
2. Pengobatan sebelumnya

Berhasil √ Kurang Berhasil Tidak Berhasil

3.

Aniaya fisik Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia


- - - - - -
Aniaya seksual - - - - - -
Penolakan - - - - - -

21
22
23

Kekerasan dalam - - - - - -
keluarga
Tindakan kriminal - - - - - -
Penjelasan no 2 dan 3 :

Masalah Keperawatan : Ketidakpatuhan Minum Obat

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?


Klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang mengidap penyakit
gangguan jiwa

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Kien tidak dapat menceritakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

D. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : TD : 110/80 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36°C

Ukur : TB : 170 cm
BB : 60 kg
24

Keluhan Fisik : tidak ada keluhan fisik

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

E. Psikososial
1. Genogram

Jelaskan (Pola Komunikasi, Pengambilan Keputusan, dan Pola Asuh dalam Keluarga)

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

2. Konsep Diri

a. Gambaran Diri - Klien menyatakan menyukai Masalah


seluruh anggota tubuhnya, klien Keperawatan

mengatakan merasa minder arena


belum memilii pekerjaan tetap
b. Identitas Diri - Klien mengatakan dirinya sebelum Harga Diri
dirawat di rumah sakit merupakan Rendah Kronik
seorang anak yang bekerja
serabutan
- Klien mengatakan belum puas
dengan posisinya sebagai seorang
25

anak karena belum dapat


membahagiakan orang tuanya
c. Peran Diri - klien mengatakan tugas atau
perannya di dalam keluarga adalah
sebagai seorang anak yang
menjaga orang tua
d. Ideal Diri - klien mengatakan ia berharap dapat
menjadi seorang anak yang dapat
membanggakan orang tuanya dan
dapat memiliki pekerjaan tetap
- klien mengatakan ia berharap
orang-orang di sekitarnya tidak lagi
menanyakan pada dirinya terkait
kenapa belum punya pekerjaan
tetap
- klien mengatakan klien ingin cepat
sembuh, jika tidak sembuh klien
mengatakan lebih baik mati saja
e. Harga Diri - klien mengatakan memiliki
hubungan yang baik dengan
keluarga, tetapi tidak dengan
tengganya

3. Hubungan sosial
Klien mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah ayah dan ibunya

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

4. Spiritual
Klien mengatakan beragama budha, klien juga mengatakan selalu ingat dengan
Tuhan.
26

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

F. Status Mental
1. Penampilan
Klien tampak tidak rapi, rambut acak-acakan, baju terlihat kotor, muka terlihat lusuh
dan lesu, kuku Panjang dan kotor.

Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri

2. Pembicaraan
Klien tidak mampu memulai pembicaraan, tetapi mampu merespon setiap pertanyaan
yang diajukan. Cara berbicara klien keras

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

3. Aktifitas Motorik
Klien tampak selalu mengikuti aktifitas yang telah terjadwal di ruangan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

4. Alam Perasaan
Klien mengatakan sedih karena klien berada di rumah sakit jiwa dan tidak dapat
berkumpul dengan keluarga. klien mengatakan putus asa dengan penyakitnya jika
tidak kunjung sembuh dan merasa lebih baik mengakhiri hidupnya.
Format Pengkajian Risiko Bunuh Diri (SIRS) :
a. Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang :0
b. Tidak ada ide dan ancaman percobaan bunuh diri :1
c. Ada ide dan pikiran bunuh diri tapi tidak ada ancaman dan percobaan :2
d. Ada ancaman bunuh diri :3
27

e. Ada percobaan bunuh diri :4


Skor : 4 (resiko bunuh diri tinggi)

Masalah Keperawatan : Risiko Bunuh Diri

5. Afek
Selama proses wawancara afek klien tumpul, ekspresi wajah klien tampak sesuai
namun hanya bereaksi bila ada stimulus yang kuat

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

6. Interaksi selama wawancara


klien menunjukan sikap tidak percaya pada orang lain selama wawancara, kontak
mata tidak lama,

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

7. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar bisikan yang mengganggu aktifitasnya, ketika
marah suara tersebut menyuruhnya untuk membunuh orang lain, ddan beberapa kali
bisikan tersebut menyuruhnya untuk membunuh diri sendiri.

Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi dan


Resiko Bunuh Diri

8. Proses pikir
Saat wawancara klien flight of ideas.

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

9. Isi Pikir
28

isi pikir obsesi, klien mengatakan terdapat pikiran untuk menyakiti orang lain atau
membunuh dirinya sendiri yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkanya.

Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

10. Tingkat Kesadaran


Klien tampak bingung, tidak mampu menyebutkan waktu, tanggal dan tempat namun
klien masih bisa mengingat orangtua.

Masalah Keperawatan : Disorientasi waktu dan tempat

11. Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka Panjang

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

12. Tingkat konsentrasi dan berfikir


selama wawancara konsentrasi klien mudah teralihkan

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

13. Kemampuan Penilaian


Klien memiliki ganguan penilaian ringan, yaitu dapat mengambil keputusan yang
sederhana dengan bantuan orang lain. Klien mengatakan mandi, menggosok gigi dan
bersih-bersih tidak penting untuk dilakukan setiap hari.

Masalah Keperawatan : Gangguan Kemampuan Penilaian Ringan

14. Daya tilik diri


29

klien tidak mengingkari penyakit yang di deritanya. klien mengatakan ingin segera
sembuh.

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah

G. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alcohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebihan
√ Teknik Relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas Konstruktif Menghindar
Olahraga √ Mencederai diri
Lainnya __________ Lainnya _______
Mekanisme koping klien adalah maladaptif dan adaptif. Adaptif yaitu dimana klien
mengatakan bahwa ketika halusinasinya kambuh klien memperbanyak berdoa dan
koping maladaptif yaitu dengan cara mencederai dirinya sendiri. klien pernah melakukan
percobaan bunuh diri.

Masalah Keperawatan : Koping Individu Inefektif, Gangguan Persepsi


Pensori dan Resiko Bunuh Diri

H. Masalah Psikososial Dan Lainnya


klien mengatakan tidak ada masalah dengan pihak keluarga.

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah

I. Pengetahuan Kurang Tentang


√ Penyakit Jiwa Sistem Pendukung
Faktor Presipitasi Penyakit Fisik
√ Koping √ Obat-obatan
30

Lainnya______ Lainnya______

Klien kurang mendapatkan informasi tentang mekanisme koping dan penyakit yang
dideritanya terhadap masalah yang ia hadapi.

Masalah Keperawatan : Koping Individu Inefektif

J. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoid
Terapi Medik : Clozapine 1x1, XV, 25mg via oral
Risperidone 2x1, XXX, 2mg via oral
Trihexypenidl 2x1, XXX, 2mg via oral

K. Daftar Masalah Keperawatan


1. Manajemen Kesehatan tidak efektif
2. Defisit perawatan diri
3. Resiko bunuh diri
4. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
5. Gangguan proses pikir: sirkumstansial
6. Disorientasi waktu dan tempat
7. Koping individu inefektif
8. Gangguan kemampuan penilaian ringan

L. Pohon Masalah
Effect Resiko Bunuh Diri

Core Problem Halusinasi

Cause Manajemen Kesehatan tidak efektif


31

Analisa Data
Data Problem
Ds : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
- Klien menyatakan mendengarkan audiotori
suara bisikan
- Klien mengeluh sulit tidur, takut
terhadap bisikan dan khawatir
Do :
- Klien tampak berbicara sendiri
- Klien tampak mengarahkan telinga
kea rah tertentu
- Klien tampak meliha ke satu arah
- Klien tampak bosan dan melamun
- Konsentrasi klien buruk
- Klien disorientasi waktu
- Pembicaraan klien inkoheren
terkadang sirkumstansial
- Klien tampak tertawa sendiri
- Kontak mata klien kurang

Ds : Resiko bunuh diri


- klien mengungkapkan ingin mati
- klien mengatakan pernah melakukan
percobaan bunuh diri
- klien mengatakan beberapa kali
memiliki keinginan untuk
membunuh diri sendiri dan orang
lain
do :
- klien memperagaan percobaan bunuh
diri yang ingin dilakukan
- klien tampak gelisah
- emosi klien labil
- kontak mata kurang
- tidur kurang
- banyak melamun
Ds : Defisit perawatan diri
- klien mengatakan tidak sikat gigi
pagi ini
- klien mengatakan tidak ada
keinginan untuk mandi
do :
- klien tampak berantakan
- baju klien tampak kotor
- badan klien berbau tidak sedap
- gigi tampak kuning
32
33

Intervensi Keperawatan
Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan Klien Keluarga
Gangguan Setelah dilakukan tindakan - evaluasi tanda - jelaskan
persepsi sensori : keperawatan selama 1x24 gejala dan masalah
halusinasi jam, diharapkan : karakteristik halusinasi
audiotori 1. kognitif halusinasi yang - diskusikan
- mampu dirasakan masalah dan
menyebutkan cara - validasi akibat yang
yang selama ini kemampuan cara mungkin terjadi
digunakan untuk menghardik, pada pasien
mengendalikan cara minum obat halusinasi
halusinasi dengan prinsip 8 - jelaskan dan
- mampu benar, cara latih keluarga
menyebutkan cara bincang-bincang cara merawat
mengendalikan dan cara pasien
halusinasi yang melakukan halusinasi
tepat aktivitas
2. psikomotor terjadwal yang
- mampu melakukan sudah dikuasai
Teknik - jelaskan tanda
menghardik gejala,
- mampu melakukan karakteristik
Teknik halusinasi,
berbincang- penyebab dan
bincang akibat perilaku
- mampu melakukan kekerasan
aktivitas terjadwal - jelaskan dan
- mampu minum latih pasien cara
obat dengan menghardik
prinsip 8 benar - jelaskan dan
3. afektif latih pasien
- mampu minum obat 8
mengevaluasi benar
manfaat cara-cara - jelaskan dan
mengatasi latih pasien cara
halusinasi berbincang-
- mampu mematuhi bincang
cara-cara baru - jelaskan dan
dalam mengatasi latih pasien cara
halusinasi beraktifitas
terjadwal
Resiko bunuh diri Setelah dilakukan tindakan - mengamankan - kaji masalah
keperawatan selama 1x24 lingkungan dari klien yang
jam, diharapkan : resiko bunuh diri dirasakan
1. kognitif (lingkungan keluarga dalam
- menyebutkan aman) merawat klien
akibat yang - membangun - menjelaskan
ditimbulkan bunuh harapan dan proses
34

diri masa depan terjadinya


- menyebutkan - latih cara bunuh diri pada
aspek positif dan mengendalikan klien
kemampuan diri dorongan bunuh - diskusikan cara
sendiri, keluarga diri merawat resiko
dan kelompok - berikan motivasi bunuh diri dan
untuk memutuskan
2. psikomotor
membangun cara merawat
- mengendalikan sesuai kondisi
harapan dan
lingkungan yang mengendalikan klien
aman dorongan bunuh - latih keluarga
- melatih diri diri cara merawat
berpikir positif dan - berikan resiko bunuh
afirmasi positif pengawasan diri
- menggunakan ketat dan - libatkan seluruh
kelompok untuk terkendali jika anggota
bercakap-cakap klien tidak dapat keluarga
dalam mengendalikan - ciptakan
menyelesaikan dorongan bunuh suasana positif,
diri (perawatan saling memuji,
masalah
intensive) mendukung dan
3. afektif
peduli
- merasakan manfaat
diri sendiri
- membedakan
perasaan sebelum
dan sesudah
Latihan
- merasa hidup lebih
optimis
Defisit perawat Setelah dilakukan tindakan - latih kebersihan - kaji masalah
diri keperawatan selama 1x24 diri : mandi, klien yang
jam, diharapkan : keramas, sikat dirasakan
1. kognitif, klien mampu gigi, berpakaian, keluarga dalam
- menjelaskan berhias, dan merawat klien
perawatan diri gunting kuku - jelaskan proses
- identifikasi - latih makan dan terjadinya
perawatan diri minum defisit
yang yang dialami - latih BAB dan perawatan diri
- mengetahui cara BAK yang dialami
perawatan diri: - latih kebersihan klien
kebersihan diri, dan kerapihan - diskusikan cara
lingkungan merawat defisit
berpakaian, makan
rumah perawatan diri
dan minum,
dan
eliminasi, dan memutuskan
lingkungan cara merawat
2. psikomotor, klien yang sesuai
mampu: dengan kondisi
35

- melakukan klien
kebersihan diri : - latih keluarga
mandi, keramas, untuk merawat
sikat gigi, defisit
berpakaian dan perawatan diri
berdandan seperti yang
telah dilatih
- memenuhi
perawat pada
kebutuhan makan klien
dan minum - jelaskan tanda
- melakukan gejala defisit
eliminasi BAB dan perawatan diri
BAK yang
- menciptakan memerlukan
lingkungan rumah rujukan segera
yang bersih dan serta
aman melakukan
3. afektif, klien follow up ke
pelayanan
mampu:
Kesehatan
- merasa nyaman secara teratur
dengan perawatan
diri
- merasakan manfaat
perawatan diri
- mempertahankan
perawatan diri
36

Implementasi dan Evaluasi


Hari/Tanggal/Waktu Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf & Nama Jelas
Tindakan Perawat
- mengevaluasi Waktu :
tanda gejala dan S :
karakteristik - klien
halusinasi yang mengatakan
dirasakan bisa melakukan
- memvalidasi cara melawan
kemampuan cara halusinasi
menghardik dengan
- jelaskan tanda menghardik
gejala, -
karakteristik O:
halusinasi - Klien tampak
- jelaskan dan latih mampu
pasien cara melakukan cara
menghardik melawan
halusinasi
dengan
menghardik
- Klien tampak
senang
- Kontak mata
kurang
- Berbicara
sendiri
- Klien tertawa
sendiri
- Konsentrasi
klien mudah
teralih
- Klien tidak
focus
- Pembicaraan
inkoheren
- Terkadang
sirkumstansial
A : masalah G.P.S :
tentang pendengaran
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Latihan
menghardik
2xsehari
pada jam
08.00 dan
11.00
- Buat jadwal
37

kegiatan
harian pasien
- Ajarkan
bersikap
cuek
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan pemberian terapi generalis pada pasien halusinasi pendengaran. Berdasarkan
gambaran kasus Tn.T usia 41 tahun terdiagnosis mengalami skizofrenia paranoid.
Berdasarkan data WHO (2016) didapatkan sekitar 21 juta orang mengalami skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian kajian epidemiologis skizofrenia, didapatkan jenis
skizofrenia yang paling umum terjadi pada masyarakat adalah skizofrenia paranoid
dengan presentase 40,8% masyarakat mengalami skizofrenia paranoid, 39,4% skizofrenia
residual, 12% skizofrenia hebrefenik, dan 3,5% skizofrenia katatonik (Sumekar & Zahnia,
2016).

Prevalensi skizofrenia paranoid menduduki angka tertinggi dibandingkan dengan


jenis skizofrenia yang lain. Insiden puncak terjadinya skizofrenia berada pada rentang
usia 15 tahun sampai 25 tahun untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan berada pada
rentang usia 35 tahun (Sumekar & Zahnia, 2016). Hasil pengkajian diatas diperkuat
dengan hasil data Riskesdas (2013) bahwa angka kejadian masalah kesehatan jiwa berat
berada pada usia 15 tahun keatas dengan prevalensi 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Hasil penelitian tersebut memperkuat bahwa angka kejadian
masalah kesehatan jiwa skizofrenia berada pada rentang usia remaja awal hingga dewasa
akhir.

Usia menjadi salah satu faktor risiko terjadinya masalah kesehatan jiwa yaitu
skizofrenia. Berdasarkan gambaran kasus Tn.T sudah terdiagnosis mengalami skizofrenia
ketika klien berada di fase dewasa. Masa dewasa merupakan masa yang unik. Orang
dewasa berisiko tinggi untuk mengalami masalah kesehatan jiwa akibat berbagai
perubahan yang terjadi padanya meliputi perubahan fisik, psikologis, dan sosial. Berbagai
perubahan yang terjadi pada orang dewasa dapat menimbulkan ancaman berupa stres
apabila tidak ditangani dengan baik. Ketidakmampuan orang dewasa dalam menjalankan
tugas tahap pekembangan dengan baik, dan pengalaman masa lalu yang

38
39

tidak menyenangkan, serta tekanan di dunia kerja maupun tekanan di lingkungan


sekitar sering kali menjadi faktor penyebab terjadinya masalah kesehatan jiwa pada
remaja.

Menurut teori Stuart, Keliat, & Pasaribu (2016), gejala depresi yang ditunjukkan
oleh seseorang ditandai dengan perasaan sedih, sikap menghindar terhadap masalah,
kurang minat dalam berteman, menurunnya interaksi dengan orang lain, prestasi sekolah
buruk, perilaku murung, tangisan meluap, kurang tertarik pada hobi yang biasa dilakukan,
merasa bersalah dan tidak berguna, merasa tertekan, merasa tidak berdaya, kesulitan
berkonsentrasi, mengalami gangguan tidur, dan terjadi peningkatan atau penurunan selera
makan.

Prevalensi angka kejadian depresi di Indonesia sekitar 6% dari jumlah penduduk


Indonesia atau sekitar 14.000.000 jiwa mengalami gangguan mental emosional yang
menunjukan gejala depresi pada rentang usia diatas 15 tahun (Riskesdas, 2013). Depresi
merupakan masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi pada orang dewasa.
Depresi berkepanjangan tentu akan mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan jiwa.
Ketidakutuhan struktur keluarga sering kali menjadi salah satu faktor penghambat bagi
seseorang dalam menjalankan tugas seperti remaja cenderung mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan, sulit menyesuaikan diri, dan cenderung mengalami gangguan konsep
diri.

Dukungan keluarga menjadi penting dalam perawatan klien dengan gangguan


jiwa. Menurut Friedman (2010), dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan
penerimaan keluarga, dukungan informasional, penilaian, instrumental, dan emosional
kepada anggota keluarga. Keluarga dapat memberikan sikap yang baik dan penuh kasih
sayang kepada klien, memberikan pengakuan dan penghargaan kepada kemampuan klien,
dan memberikan pujian atas apa yang telah dilakukan klien (Hasiolan, & Sutejo, 2015).
Selain itu, dukungan dari teman dan lingkungan sangat membantu pada proses perawatan
klien. Support dari teman membantu klien untuk dapat bersosialisasi secara bertahap dan
lingkungan yang positif juga membantu perkembangan klien.

Tingkat pengatahuan masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa masih sangat


rendah, sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang penanganan
masalah kesehatan jiwa. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fadly
& Keliat (2017), prevalensi terbanyak masalah kesehatan jiwa gangguan sensori persepsi:
40

halusinasi sebagian besar terjadi pada masyarakat berpendidikan rendah (54,4%),


dibandingkan dengan pendidikan tinggi (45,6%). Sehingga tidak jarang ditemukan
masyarakat yang menyepelekan tentang masalah kesehatan jiwa. Menurut Stuart (2013),
faktor yang mempengaruhi timbulnya halusinasi berupa hilangnya kebebasan,
pengekangan yang menimbulkan penekanan, isolasi sosial, dan masalah hubungan
dengan orang lain.

Terapi generalis yang diterapkan sesuai dengan standar perawatan pada pasien
halusinasi. Implementasi yang diberikan yaitu melatih klien teknik menghardik
halusinasi. Latihan yang diberikan sebagai terapi bertahap untuk mengontrol halusinasi
pasien. Penelitian Nurlaili, Nurdin, & Putri (2019), menunjukkan penerapan teknik
distraksi menghardik dengan spiritual dapat menurunkan halusinasi pasien. Implementasi
selanjutnya yaitu pendidikan obat, hal ini penting diberikan, terlebih lagi klien mengeluh
merasa bosan minum obat bertahun-tahun dan berharap bisa lepas obat. Perasaan bosan
merupakan salah satu faktor yang dapat membuat pasien mengalami putus obat ditambah
tingkat kesadaran pentingnya minum obat masih rendah (Pratiwi, Marchira, &
Hendrartini, 2017).

Intervensi halusinasi selanjutnya yaitu melatih klien melakukan aktivitas terjadwal


dengan pendekatan. Hal ini sangat membantu proses penatalaksanaan pada klien.

Penjadwalan aktivitas yang diterapkan pada klien meliputi, latihan teknik relaksasi
dan berpikir positif pada pagi hari, menghardik di malam hari menjelang tidur. Penelitian
Munandar, Irawati, dan Prianto (2019), menunjukkan terapi halusinasi dapat
meningkatkan kemampuan kognitif pasien skizofrenia dengan halusinasi, risiko perilaku
kekerasan, dan isolasi sosial. Selain itu, klien juga memasukan aktivitas harian seperti,
bersih-bersih dan olahraga. Aktivitas terjadwal merupakan salah satu cara untuk
mengontrol halusinasi dengan menyibukan diri untuk beraktivitas secara teratur.
Penerapan aktivitas terjadwal dengan terapi spiritual pada pasien halusinasi dapat
membantu pasien mengontrol halusinasinya secara mandiri (Safitri, Hastuti, & Wijayanti,
2019).

Penerapan asuhan keperawatan dengan aktivitas terjadwal pada pasien dengan


halusinasi dapat memberikan manfaat dalam mengontrol halusinasi. Hal ini dibuktikan
dengan penurunan skor tanda dan gejala halusinasi yang dialami klien. Selain itu,
aktivitas terjadwal ini dapat meningkatkan konsentrasi klien dan ketenangan klien.
41

Pendidikan keperawatan terus berkembang sejalan dengan kemajuan ilmu


pengetahuan. Penerapan asuhan keperawatan ini dapat menjadi penunjang ilmu
pengetahuan. Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan.
Pada kasus Tn.T pasien mendengar suara-suara yang menyuruh untuk berteriak-teriak,
gelisah, mondar-mandir, tampak tegang, putus asa, sedih, membunuh diri sendiri serta
orang lain dan lain-lain. Gejala gejala yang muncul tersebut tidak semua mencakup
dengan yang ada di teori klinis dari halusnasi (Keliat,.2014). Akan tetapi terdapat faktor
predisposisi maupun presipitasi yang menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami
oleh Tn.T. Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn.T adalah
strategi pertemuan pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan pertama
meliputi mengidentifikasi isi, frekuensi, jenis, dan respon pasien terhadap halusinasi serta
melatih cara menghardik halusinasi. Strategi pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.T
meliputi melatih cara mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang lain. Strategi
pertemuan yang ketiga adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-sama dengan pasien.
Strategi pertemuan keempat adalah mengajarkan dan melatih Tn.T cara minum obat yang
teratur

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut marlina (2020) diagnosa keperawatan yang muncul sebanyak 3 diagnosa
keperawatan (Aji, 2019) yang meliputi:
1. Harga diri rendah
2. Isolasi sosial
3. Halusinasi
Sedangkan pada kasus Tn.T ditemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul yang
meliputi: gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, resiko bunuh diri dan defisit
perawatan diri.

C. Implementasi
Implementasi, adalah tahap dimana perawat memulai melakukan tindakan penulis
hanya mengatasi masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Dengan melakukan
strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon
halusinasi. Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu latihan dengan
cara bercakap - cakap pada saat aktivitas, strategi pertemuan yang ke tiga yaitu melatih
42

pasien melakukan kegiatan terjadwal dan latihan strategi pertemuan ke empat yaitu
anjurkan minum obat secara teratur,

D. Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai
perawat sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya,
dapat mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik,
latihan bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur Pada
tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Pasien mampu mengontrol dan
mengidentifikasi halusinasi, Pasien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan
orang lain, Pasien mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat bersama, Pasien
mampu memahami penggunaan obat yang benar: 5 benar. Selain itu, dapat dilihat dari
setiap evalusi yang dilakukan pada asuhan keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala
yang dialami oleh Tn.T dari hari kehari selama proses interaksi.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan jiwa merupakan kondisi seorang individu yang mampu untuk
menghargai dirinya sendiri dan berpartisipasi dalam lingkungan sosial. Menurut WHO
(2018) bahwa kesehatan jiwa yang positif adalah keadaan individu yang mampu untuk
mengenali kelebihannya, memiliki koping individu yang adaptif, bekerja secara produktif
dan sukses, serta dapat berkontribusi pada lingkungan sekitarnya. Definisi lain dijelaskam
oleh Undang-Undang Kesehatan (2014) sehat jiwa yaitu kondisi seseorang yang sadar
terhadap fisik, mental dan spiritual dengan menggunakan kemampuannya sendiri dalam
mengatasi tekanan, sehingga tetap dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi dalam
kehidupan masyarakat.

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014). Halusinasi
adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi yang
disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, sehingga klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar
(Stuart dalam Azizah, 2016).

Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan


dengan pemberian terapi generalis pada pasien halusinasi penglihatan dan pendengaran.
Berdasarkan gambaran kasus Ny. E usia 32 tahun terdiagnosis mengalami skizofrenia
paranoid sejak tahun 2017, ketika klien berusia 32 tahun. Berdasarkan data WHO (2016)
didapatkan sekitar 21 juta orang mengalami skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian
kajian epidemiologis skizofrenia, didapatkan jenis skizofrenia yang paling umum terjadi
pada masyarakat adalah skizofrenia paranoid dengan presentase 40,8% masyarakat
mengalami skizofrenia paranoid, 39,4% skizofrenia residual, 12% skizofrenia hebrefenik,
dan 3,5% skizofrenia katatonik (Sumekar & Zahnia, 2016).

43
44

Prevalensi skizofrenia paranoid menduduki angka tertinggi dibandingkan dengan


jenis skizofrenia yang lain. Insiden puncak terjadinya skizofrenia berada pada rentang
usia 15 tahun sampai 25 tahun untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan berada pada
rentang usia 35 tahun (Sumekar & Zahnia, 2016). Hasil pengkajian diatas diperkuat
dengan hasil data Riskesdas (2013) bahwa angka kejadian masalah kesehatan jiwa berat
berada pada usia 15 tahun keatas dengan prevalensi 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Hasil penelitian tersebut memperkuat bahwa angka kejadian
masalah kesehatan jiwa skizofrenia berada pada rentang usia remaja awal hingga dewasa
akhir.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat,sebagai manusia biasa kita menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk
itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
LAMPIRAN

45
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN

A. ORIENTASI
1. Salam
"Selamat pagi Mas, perkenalkan saya Arif, Mahasiswa ITEKES Muhammadiyah
Pontianak. Nama Mas siapa? Senang dipanggil apa? Oh baik, kalau begitu saya
memanggilnya dengan Toni ya. Tanggal lahirnya?”
2. Evaluasi
"Apa yang Toni rasakan? Oo...Toni mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya
ya. Sudah berapa lama mengalami hal tersebut?"
3. Validasi
Apa yang telah Toni lakukan untuk mengatasi suara-suara yang tidak ada wujudnya
itu?
4. Kontrak
a. Tindak dan Tujuan
"Baik Toni, bagaimana kalau saya periksa dulu tentang suara-suara yang toni
dengar dan belajar cara mengatasinya? Tujuannya supaya Toni merasa lebih
tenang, dan suara-suara tersebut berkurang." “Bagaimana apakah Toni setuju?"
b. Waktu
Baik, kita akan diskusi selama 30 menitya Toni.
c. Tempat
Mari kita duduk di ruang tamu.

B. KERJA
1. Pengkajian
a. Jenis : Apakah Toni mendengar suara tanpa ada orang nya?
b. Isi :Apa yang dikatakan suara itu?
c. Waktu :kapan/jam berapa saja yang paling sering muncul?
d. Frekuensi :berapa sering suara itu muncul
e. Situasi :pada situasi apa yang sering muncul? Saat sendiri? Atau malam hari?
f. Respon :respon apa yang toni rasakan saat suara itu muncul
g. Upaya :apa yang toni lakukan untuk menghilangkanya? Apakah berhasil.

46
Jika ada halusinasi katakan And apercaya, tetapi Anda sendiri tidak
mendengar/melihat/menghidu/merasakan.
2. Diagnosis
"Baiklah, berarti Toni mendengar suara tanpa ada orang yang bicara dan Toni merasa
terganggu. Ini yang kita sebut dengan Halusinasi. Bagaimana kalau kita latihan untuk
mengendalikannya?" "Ada beberapa cara untuk mengendalikan suara itu, bagaimana
kalau saat ini kita latih?"
3. Tindakan
a. Latihan melawan : Hardik
toni, mari kita belajar cara menghardikya
Contohkan: "Baiklah, jika muncul suara itu segera tutup telinga dan katakan pada
suara itu: pergi jangan ganggu saya, kamu suara palsu, saya tidak mau dengar."
Dampingi: "Ayo coba kita lakukan bersama-sama."
Mandiri: "Ayo coba lakukan sendiri dengan yakin."
Bagaimana perasaannya?
b. Latihan mengabaikan: Cuek
“Jika suara itu datang abaikan saja dengan cuek”
“Ayo coba lakukan”

C. TERMINASI
1. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan Toni setelah latihan tadi?
2. Evaluasi objektif
“Apa saja latihan kita tadi: ..., ..., benar sekali" (bantu jika belum ingat)
3. Rencana tindak lanjut klien
Bagaimana kalau Toni latihan secara teratur? Baik, untuk menghardik dan cuek
berapa kali sehari? Untuk bercakap-cakap berapa kali? Untuk merapikan tempat tidur,
berapa kali? (sambil mengisi jadwal kegiatan).

4. Rencana tindak lanjut perawat


“Baiklah, pertemuan selanjutnya kita akan latihan mengalihkan distraksi dengan cara
bercakap-cakap.
5. Salam
"Semoga cepat sembuh."

47
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2) HALUSINASI PENDENGARAN

D. ORIENTASI
5. Salam
"Selamat pagi Mas, perkenalkan saya Arif, Mahasiswa ITEKES Muhammadiyah
Pontianak. Nama Mas siapa? Senang dipanggil apa? Oh baik, kalau begitu saya
memanggilnya dengan Toni ya. Tanggal lahirnya?”
6. Evaluasi
"Apa yang Toni rasakan? Oo...Toni mendengar suara-suara yang
tidakadawujudnyaya. Sudahberapa lama mengalamihaltersebut?"
7. Validasi
Apa yang telah Toni lakukanuntukmengatasisuara-suara yang tidakadawujudnyaitu?
8. Kontrak
a. TindakdanTujuan
"Baik Toni, bagaimana kalau saya periksa dulu tentang suara-suara yang toni
dengar dan belajar cara mengatasinya? Tujuannya supaya Toni merasa lebih
tenang, dan suara-suara tersebut berkurang." “Bagaimana apakah Toni setuju?"
b. Waktu
Baik, kita akan diskusi selama 30 menitya Toni.
c. Tempat
Mari kita duduk di ruang tamu.

E. KERJA
4. Pengkajian
a. Jenis : Apakah Toni mendengar suara tanpa ada orang nya?
b. Isi : Apa yang dikatakan suara itu?
c. Waktu : kapan/jam berapa saja yang paling sering muncul?
d. Frekuensi : berapa sering suara itu muncul
e. Situasi : pada situasi apa yang sering muncul? Saat sendiri? Atau malam hari?
f. Respon : respon apa yang toni rasakan saat suara itu muncul
g. Upaya :apa yang toni lakukan untuk menghilangkanya? Apakah berhasil.

48
Jika ada halusinasi katakan Anda percaya, tetapi Anda sendiri tidak
mendengar/melihat/menghidu/merasakan.
5. Diagnosis
"Baiklah, berarti Toni mendengar suara tanpa ada orang yang bicara dan Toni merasa
terganggu. Ini yang kita sebut dengan Halusinasi. Bagaimana kalau kita latihan untuk
mengendalikannya?" "Ada beberapa cara untuk mengendalikan suara itu, bagaimana
kalau saat ini kita latih?"
6. Tindakan
a. Latihan mengalihkan (distraksi) :Bercakap-cakap
Saat suara terdengar dapat dikendalikan dengan bercakap- cakap.
Coba cari siapa yang dapat diajak bercakap-cakap dan temui
Contohkan: katakan, "ayo kita bercakap-cakap agar suara yang mengganggu saya
dapat dikendalikan."Dampingi: "Mari kita cari anggota keluarga/teman untuk
bercakap-cakap, yang mana temannya, ayo coba praktik- kan.Bagus sekali."
Mandiri: "Nah, buat jadwal dengan siapa akan bercakap-cakap."

F. TERMINASI
1. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan Toni setelah latihan tadi?
2. Evaluasi objektif
“Apa saja latihan kita tadi: ..., ..., benar sekali" (bantu jika belum ingat)
3. Rencana tindak lanjut klien
Bagaimana kalau Toni latihan secara teratur? Untuk bercakap-cakap berapa kali?).
Selain latihan secara teratur lakukan jika suara terdengar.
4. Rencana tindak lanjut perawat
“Baiklah, pertemuan selanjutnya kita akan mejadwalkan kegiatan sehari-hari toni di
ruangan”.
5. Salam
"Semoga cepat sembuh."

49
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3) HALUSINASI PENDENGARAN

G. ORIENTASI
9. Salam
"Selamat pagi Mas, perkenalkan saya Arif, Mahasiswa ITEKES Muhammadiyah
Pontianak. Nama Mas siapa? Senang dipanggil apa? Oh baik, kalau begitu saya
memanggilnya dengan Toni ya. Tanggal lahirnya?”
10. Evaluasi
"Apa yang Toni rasakan? Oo...Toni mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya
ya. Sudah berapa lama mengalami hal tersebut?"
11. Validasi
Apa yang telah Toni lakukan untuk mengatasi suara-suara yang tidak ada wujudnya
itu?
12. Kontrak
d. Tindak dan Tujuan
"Baik Toni, bagaimana kalau saya periksa dulu tentang suara-suara yang toni
dengar dan belajar cara mengatasinya? Tujuannya supaya Toni merasa lebih
tenang, dan suara-suara tersebut berkurang." “Bagaimana apakah Toni setuju?"
e. Waktu
Baik, kita akan diskusi selama 30 menitya Toni.
f. Tempat
Mari kita duduk di ruang tamu.

H. KERJA
7. Pengkajian
h. Jenis : Apakah Toni mendengar suara tanpa ada orang nya?
i. Isi : Apa yang dikatakan suarai tu?
j. Waktu : kapan/jam berapa saja yang paling sering muncul?
k. Frekuensi : berapa sering suara itu muncul
l. Situasi : pada situasi apa yang sering muncul? Saat sendiri? Atau malam hari?
m. Respon : respon apa yang toni rasakan saat suara itu muncul
n. Upaya :apa yang toni lakukan untuk menghilangkanya? Apakah berhasil.

50
Jika ada halusinasi katakan Anda percaya, tetapi Anda sendiri tidak
mendengar/melihat/menghidu/merasakan.
8. Diagnosis
"Baiklah, berarti Toni mendengar suara tanpa ada orang yang bicara dan Toni merasa
terganggu. Ini yang kita sebut dengan Halusinasi. Bagaimana kalau kita latihan untuk
mengendalikannya?" "Ada beberapa cara untuk mengendalikan suara itu, bagaimana
kalau saat ini kita latih?"
9. Tindakan
c. Latihan mengalihkan (distraksi) :melakukan kegiatan
Saat suara terdengar dapat dikendalikan dengan melakukan kegiatan. Apa saja
kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari? (merapikan tempat tidur, mencuci piring
makan, menyapu dan lain lain.
Coba pilih satu kegiatan, mis.: merapikan tempat tidur. Sekarang coba dilihat
apakah tempat tidurnya sudah rapi? Dampingi: "Ayo kita rapikan, angkat
bantalnya, angkat selimutnya dan lipat dengan rapi.”
Sekarang rapikan spreinya."
"Nah letakkan bantal dengan rapi dan selimut dengan rapi.”
"Bagaimana perasaannya setelah melakukannya?" “Bagus sekali.”
Mandiri: "Nah, buat jadwal merapikan tempat tidur, agar dapat dikendalikan
halusinasimu.”
I. TERMINASI
4. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan Toni setelah latihan tadi?
5. Evaluasi objektif
“Apa saja latihan kita tadi: ..., ..., benar sekali" (bantu jika belum ingat)
6. Rencana tindak lanjut klien
Bagaimana kalau toni latihan secara teratur ?, untuk melakukan kegiatan sehari-hari
merapikan tempat tidur berapa kali sehari ? ( sambil mengisi jadwal kegiatan ). Selain
latihan secara teratur lakukan jika terdengar suara.
7. Rencanatindaklanjutperawat
“Baiklah, pertemuan selanjutnya kita akan menjadwalkan cara minum obat dengan
prinsip 8 benar yaitu :
Benar pasien, benar nama obat, benar manfaat obat, benar dosis, benar frekuensi,
benar cara, benar tanggal kadaluarsa, dan benar dokumentasi.

51
5. Salam
"Semoga cepat sembuh."

52
JADWAL KEGIATAN HARIAN PASIEN
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Nama Pasien : Tn. T Ket.


Ruangan : Banteng M : Mandiri
Diagnosa : B : Bantuan/ diingatkan
Ruangan : T : Tidak dilakukan
TANGGAL/BULAN
NO JAM KEGIATAN
24 26 27
1 07.00 Bangun pagi dan membersihkan tempat tidur M M M
07.30 Mandi pagi M M M
08.00 Makan pagi M M M
08.15 Minum obat pagi B B B
08.30 Senam pagi M M M
09.00 Santai M M M
09.30 Makan tambahan (snack) M M M
10.00 Latihan mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bersikap cuek B M M
11.00 Melakukan kegiatan M M M
11.30 Latihan mengontrol halusinasi dengan cara becakap-cakap T B M
11.45 Membagikan makan siang M M M
12.00 Makan siang M M M
13.00 Minum obat siang B B B
13.30 Latihan cara mengontrol halusinasi dengan cara membuat jadwal harian T T B
14.00 Tidur siang M M M
17.00 Latihan cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat 8 benar T T B
17.30 Mandi sore M M M
19.10 Minum obat malam B B B
19.15 Makan malam M M M
20.30 Tidur malam M M M

53
EVALUASI TANDA GEJALA PASIEN HALUSINASI

Nama Pasien : Tn.T


Ruangan : Banteng
Petuntuk:
Berilah tanda checklist () jika pasien mempunyai tanda gejala di bawah ini.
Tuliskan tanggal setiap dilakukan observasi.

No. Tanda dan Gejala Tanggal


24/12 26/12 27/12
Subjektif:
1 Mendengar suara-suara atau kegaduhan   
2 Mendengar suara yang mengajak  
bercakap-cakap
3 Mendengar suara menyuruh melakukan 
sesuatu yang berbahaya
4 Merasa takut atau senang dengan 
halusinasinya

Objektif:
5 Bicara atau tertawa sendiri   
6 Marah-marah tanpa sebab 
7 Mengarahkan telinga ke arah tertentu 
8 Menutup telinga  
9 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas 

54
EVALUASI KEMAMPUAN PASIEN HALUSINASI

Nama Pasien : Tn.T


Ruangan : Banteng
Petuntuk:
Berilah tanda checklist () jika pasien mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervise.
No Kemampuan Tanggal
. 24/12 26/12 27/12
1. Mengenal jenis halusinasi 
2. Mengenal isi halusinasi 
3. Mengenal waktu halusinasi 
4. Mengenal frekuensi halusinasi 
5. Mengenal situasi yang menimbulkan 
halusinasi
6. Menjelaskan respons terhadap halusinasi 
7. Mampu menghardik halusinasi 
Mampu mengabaikan halusinasi 
Mampu melakukan distraksi spiritual 
8. Mampu bercakap-cakap jika terjadi 
halusinasi
9. Membuat jadwal kegiatan harian  
10. Melakukan kegiatan harian sesuai jadwal 
11. Minum obat secara teratur   

55
Lembar Makalah Seminar Ners

Judul : Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.T Dengan


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
Di Ruang Banteng Rsj Provinsi Kalimantan Barat
Nama Mahasiswa : Sarimah
Ema Siti Aisa
Rahayu Kurniasih
Indah Pratiwi
Rista Apriyani
Selfionita
Hafyzah Noor
Riska Fitri Mulia
M. Ridwan Arif
Intan Berliana
Elyani Hermahekha
Nama Pembimbing : Ns. Muhammad Fadly, S.Kep.

No Tanggal Materi Bimbingan Paraf


.
1 25-12-2022 - Aturan penulisan
- Tahun referensi
- Penambahan bagian teori – fase halusinasi
- Penambahan masalah keperawatan
- Perdalaman pengkajian bunuh diri
- Penambahan keterangan dosis dan rute
pemberian obat
- Penambahan daftar masalah keperawatan
yang muncul selama pengkajian, pohon
masalah dan prioritas diagnosis keperawatan
- typo
2 26-12-2022 1. Pengaturan margin, spasi, typo, 2011.
2. Tujuan Bab 1 penelitian, studi kasus.
3. BAB 3 Nama-nama tahapan halusinasi
a. Tahap 1 Conforting
b. Tahap 2 Condenmirg
c. Tahap 3 Controlling
d. Tahap 4 Conguering
4. Teori Asuhan keperawatan di sesuaikan dengn
buku standar asuhan keperawatan (Buku putih)
5. Buat strategi pelaksanaan setiap sebelum
interaksi dengan pasien (minimal 1 SP per
hari)

56
6. Tindakan keperawatan
a. Tidak mendukung dan tidak membantah
halisinasi klien
b. Melatih klien melalui halusinasi dengan
cara menghardik
c. Melatih klien melalui halusinasi dengan
cara bersikap cuek
d. Melatih klien melalui halusinasi dengan
cara bercakap-cakap
e. Dan melakukan kegiatan dengan teratur
f. Melatih klien minum obat dengan prinsip 8
benar obat
g. Diskusikan yang di hadapi klien latih
menghardik
h. Berikan pujian pada klien.
7. SP 1
Pertemuan ke 1
a. Fase teraupetik
b. Fase evaluasi
c. Fase kontrak
1) Tindak dan lanjut
2) Waktu
3) Tujuan
d. Fase kerja
1) BHSP
2) Menghardik
3) Bersikap cuek
4) Bercakap-cakap
e. Fase terminasi
1) Evaluasi
2) RTL
3) Kontrak yang akan datang
8. Perhatikan kebersihan klien
a. Sikat gigi
b. Pakaian rapi
c. Rambut di sisir
d. Badan tidak bau
9. Evaluasi
S:
- Klien mengatakan bisa mengatakan cara
mengatasi
- halusinasi dengan cara menghardik
- Klien mengatakan halusinasi berkurang
O:
- Klien tampak mampu melakukan cara
melawan halusinasi dengan menghardik
- Klien tampak senang
- Kontak mata kurang bermain sendiri
- Tertawa sendiri
- Konsentrasi mudah berubah

57
- Tidak focus
- Pembicaraan inkohera
A : Melalui G.P.S. masalah belum teratasi
P:
- Latihan menghardik 2 kali sehari. (jam 8
pagi) dan jam (11 siang) 9buat jadwal
kegiatan setiap hari)
- Ajarkan bersikap cuek
3 27-12-2022 - Hapus judul SP
- Ganti kalimat dalam SP dengan kalimat yang
mudah dipahami pasien
- Typo
- Kontrak waktu dan tempat
- Tindakan yang sudah di lakukan di SP 1
cukup di evaluasi
- Kontrak waktu dan tempat

58
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community & Public Health Nursing :
Promoting the Public’s Health (8th Ed). Philadelphia: Wolters Kluwer Health
Lippincott Williams & Wilkins

Keliat, B.A., & Akemat. (2014). Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta: EGC

Murphy, M., & Fonagy, P. (2012). Mental health problems in children and young people.
London.
Heinssen, R. K., Goldstein, A. B., & Azrin, S. T. (2014). Evidence-Based Treatments for
First Episode Psychosis: Components of Coordinated Specialty Care. NIMH White
Paper.

Rabba E.P., Rauf S.P., & Dahrianis. (2014). Hubungan antara Pasien Halusinasi Pendengaran
Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Kenari RS Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosa Vol. 4, No. 4

Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan praktik keperawatan kesehatan
jiwa stuart. Edisi Indonesia. Singapore: Elsevier

Yosep, I., & Sutini, T. (2014). Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2014). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

WHO. 2018. Schizophrenia. Diakses melalui


http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/ pada 02 Mei 2018

59

Anda mungkin juga menyukai