Disusun Oleh:
Kelompok 4
Ika Oktaviani (SR19213028)
Ade Yuni Lestari (SR19213094)
Nur Jannah (SR19213020)
Panji (SR19213088)
Bismillahirohmanirohim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang hingga saat ini
masih memberikan kami rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami diberi kesempatan yang
luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Airway Breathing”.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Delvi Yanto, yang telah membimbing
kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua, kami pun
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah terdapat perkataan yang
tidak berkenaan dihati.
Demikian yang dapat kami sampaikan, sekian terima kasih. Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan kecepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga
terhindar dari kecacatan dan kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi
ini bisa dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder
akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat
jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan
segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Airway (Jalan Nafas) merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan,
yang mana terdiri dari: hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan
paru. Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten (longgar) atau
mengalami obstruksi total atau partial sambil mempertahankan tulang servikal. Selain itu
membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara secara normal.
Breathing (Pernafasan) dilakukan setelah penilaian jalan nafas. Pengkajian
pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Bila diperlukan auskultasi dan
perkusi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penatalaksanaan Airway dan Breathing Management
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Airway dan Breathing
2. Mengetahui penatalaksaan Airway dan Breathing
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Jalan Nafas
Keberhasilan pengelolaan jalan nafas diantaranya intubasi, krikotirotomi dan
anestesi regional untuk laring memerlukan detail dari anatomi jalan nafas. Ada dua
gerbang untuk masuk ke ke jalan nafas manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring
(pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini dipishkan
oleh platum pada bian anteriornya, tapi kemudian bergabung dibagian posterior dalam
faring.
Faring berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar
tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya
terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring, dan laringofaring
(pars laryngel). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imiginasi mengarah ke
posterior. pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring dari
laringofaring (hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup glotis-
gerbang laring pada saat menelan. Laring adalah suatuu rangka kartilago yang diikat oleh
ligamen dan otot. Laring di susun oleh 9 kartilago, yaitu: tiroid, krikoid, epiglotis, dan
sepasang aritenoid, kornikulata, serta kuneiforme.
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem Respiratorik terdiri dari jalan nafas atas,
jalan nafas bawah dan paru. Setiap bagian dari sistem ini memainkan peranan yang
penting dalam menjamin terjadinya pertukaran gas, yaitu suatu proses dimana oksigen
dapat masuk kealiran darah dan karbon dioksida dapat dilepaskan. Berikut ada beberapa
bagian dari jalan nafas:
1. Jalan Nafas Atas
Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memingkinkan udara
atmosfer masuk melalui hidung, mulut, dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan nafas atas
terdiri dari: rongga hidung, mulut, laring, trachea, sampai percabangan bronkus. Udara
yang masuk melalui rongga hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembapan,
dan penyaringan dari segala kotoran. Setelah rongga hidung, dapat dijumpai daerah
faring mulai dari bagian belakang palatum mole sampai ujung bagian atas dari esofagus
faring terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Nasofaring (Bagian Atas), di belakang hidung, terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba
Eustachius)
b. Orofaring (Bagian Tengah ), dapat dilihat saat membuka mulut, merupakan pertemuan
rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah.
c. Hipofaring (Bagian Akhir), sebelum menjadi larin, merupakan tempat terjadi persilangan
antara aliran udara dan aliran makanan.
Dibawa faring terletak eosefagus dan laring yang merupakan permulaan jalan
nafas bawah. Didalam laring ada pita suara dan otot-otot yang dapat membuatnya
bekerja, serta tersusun atas tulang rawan yang kuat. Pita suara merupakan suatu lipat
yang jaringan yang terdekat di garis tengah. Tepat di laring, terdapat struktur yang
berbentuk daun yang disebut Epiglotis. Epiglotis ini berfungsi sebagai pintu gerbang
yang akan menghantarkan udara yang menuju trakea, sedangkan benda padat dan cairan
akan dihantarkan menuju eosefagus. Dibawah laring, jalan nafas akan menjadi trakea,
yang terdiri dari cincin-cincin tulang rawan.
2. Jalan Nafas Bagian Bawah
Jalan nafas bawah terdiri dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru. Pada
saat inspirasi, udara berjalan melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas bawah sebelum
mencapai paru-paru. Trakea terbagi dua cabang, yaitu: bronkus utama kanan dan bronkus
utama kiri. Masing-masing bronkus utama terbagi lagi menjadi beberapa bronkus primer
dan kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.
3. Alveoli
4. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melalui vena pulmonalis kembali ke ventrikel
kiri.
5. Bronkus dan Paru
Bronkus dan Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkhiolus,
bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem
limfatik. Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
B. Definisi Airway Management
Menurut American Society of Anesthesiologists (2013), menyebutkan bahwa
Airway Management adalah memastikan jalan nafas terbuka. Tindakan paling penting
untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran pernafasan dengan
tujuan untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin
kecukupan oksigenasi jaringan.
Sementara menurut Bingham (2008), Airway Management adalah prosedur medis
yang dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan nafas untuk memastikan jalur nafas
terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan membuka jalan
nafas atau mencegah obstruksi jalan nafas yang disebabkanoleh lidah, saluran udara itu
sendiri, benda asing, atau bahan dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan lambung
yang teraspirasi.
C. Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas
1. Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi 2 berdasarkan derajat sumbatan yaitu:
a. Obstruksi Total
Keadaan dimana jalan nafas menuju paru-paru tersumbat total, sehingga tidak ada
udara yang masuk ke paru-paru. Terjadi perubahan yang akut berupa hipoksemia yang
menyebabkan terjadinya kegagalan pernafasan secara cepat. Sementara kegagalan
pernafasan sendiri menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi kardiovaskuler dan
menyebabkan pula terjadinya kegagalan SSP dimana penderita kehilangan kesadaran
secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat renjatan
(seizure). Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5–10 menit dapat mengakibatkan asfiksia
(kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.
b. Obstruksi Parsial
Sumbatan pada sebagian jalan nafas sehingga dalam keadaan ini udara masih
dapat masuk ke paru-paru walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Bila tidak dikoreksi
dapat menyebabkan kerusakan otak. Hal yang perlu diwaspadai pada obstruksi parsial
adalah Fenomena Check Valve yaitu udara dapat masuk, tetapi tidak keluar.
2. Obstruksi jalan nafas berdasarkan penyebab yaitu:
Keadaan yang harus diwaspadai adalah:
a. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus
percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan
sekitar,misalnya aritenoid, pita suara dll.
1) Trauma Maksilofasial
Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan airway yang agresif.
Contoh mekanisme penyebab cedera ini adalah penumpang atau pengemudi kendaraan
yang tidak menggunakan sabuk pengaman dan kemudian terlempar mengenai kaca
depan dan dashboard. Trauma pada daerah tengah wajah dapat menyebabkan fraktur-
dislokasi dengan gangguan pada nasofaring dan orofaring.
2) Trauma Leher
Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan kerusakan pada laring
atau trakhea yang kemudian meyebabkan sumbatan airway atau perdarahan hebat pada
sistem trakheobronkial sehingga segera memerlukan airway definitif. Cedera leher dapat
menyebabkan sumbatan airway parsial karena kerusakan laring dan trakea atau
penekanan pada airway akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak di leher.
3) Trauma Laringeal
Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi hal ini dapat
menyebabkan sumbatan airway akut.
3. Benda asing, dapat tersangkut pada:
1) Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai
berikut: yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, disfagia, hemopsitis,
pernafasan dengan otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis.
2) Trakea
Benda asing di dalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut didalam
rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring
3) Bronkus
Biasanya akan tersangkut pada bronkus kanan, oleh karena diameternya lebih
besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus.
D. Pengkajian Jalan Nafas (Airway)
Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten (longgar) atau
mengalami obstruksi total atau partial sambil mempertahankan tulang servikal. Selain itu
membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara secara normal. Sebaiknya
ada teman (perawat) yang membantu untuk mempertahankan tulang servikal.
Pada kasus non trauma dan korban tidak sadar, buatlah posisi kepala headtilt dan
chin lift (hiperekstensi) sedangkan pada kasus trauma kepala sampai dada harus
terkontrol atau mempertahankan tulang servikal posisi kepala.
Pengkajian pada jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat:
apakah ada vokalisasi, muncul suara ngorok, apakah ada secret, darah, muntahan, apakah
ada benda asing seperti gigi yang patah, apakah ada bunyi stridor (obstruksi dari lidah).
Apabila ditemukan jalan nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk membebaskan
jalan nafas.
Pengkajian Airway dilakukan bersama-sama dengan breathing menggunakan
teknik L (look), L (listen), dan F (Feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo
waktu yang singkat.
1. LOOK (L)
Look untuk melihat apakah pasien agitasi (gelisah), mengalami penurunan
kesadaran, atau sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan dan
retraksi. Kaji adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan nafas
seperti darah, muntahan, dan gigi yang tanggal.
a. Kesadaran; “the talking patient”: pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun
tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia.
b. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia.
c. Nafas cuping hidung.
d. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut.
e. Adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang merupakan bukti adanya
gangguan airway.
2. LISTEN (L)
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
a. Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
b. Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan atau benda asing
c. Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi larings (Stridor
inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
d. Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
e. Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas
pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas
3. FEEL (F)
a. Aliran udara dari mulut atau hidung
b. Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk menentukan apakah
terjadi deviasi dari midline.
c. Palpasi apakah ada krepitasi
E . (BREATHING)
Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan
pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).
Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali seseorang
bernapas dalam satu menit, secara umum;
1. Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-30x/menit), bayi
(30-40x/menit)
2. Dada sampai mengembang
Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan berikut ini:
1. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit
2. Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
3. Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut)
4. Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
5. Tidak ada gerakan dada
6. Tidak ada suara napas
7. Tidak dirasakan hembusan napas
8. Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang terganggu:
1. Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan mendekatkan pipi dan telinga ke
hidung dan mulut korban dengan mata memandang ke arah dada korban (max 10 detik)
2. Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi
mantap (posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan napas tetap
terbuka; segera minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2 menit) di cek
pernapasannya apakah korban masih bernapas atau tidak.
Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak bernapas):
1. Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk mencari atau
menghubungi gawat darurat)
2. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu korban
(head tilt dan chin lift)
3. Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat dibersihkan
dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut bibir sapu ke
dalam dan ke arah luar
4. Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke bibir
korban dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield) lalu hembuskan
perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup hidung korban dan mata anda melihat
ke arah dada korban untuk menilai pernapasan buatan yang anda berikan efektif atau
tidak (dengan naiknya dada korban maka pernapasan buatan dikatakan efektif)
5. Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari telunjuk
dan jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba
lekukan di pinggir jakun tersebut) didaerah leher seperti pada gambar; bila tidak ada
denyut maka masuk ke langkah CPR
6. Bila ada denyut nadi maka berikan nafas buatan dengan frekuensi 12x permenit /1 tiap
5 detik sampai korban sadar dan bernafas kembali atau tenaga paramedis datang dan
selalu periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak setiap 2 menit.
3. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan cepat
dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi harus segera
diambil tindakkan untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi resiko penurunan keadaan.
Tindakan ini meliputi tekhnik menjaga jalan nafas, termasuk jalan nafas definitive ataupun
surgical airway dan cara untuk membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan
menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai
atau diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus diberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi masalah
airway. Suction harus selalu tersedia, dan sebaiknya dengan ujung penghisap yang kaku.
1. Pengertian
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin
kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
2. Tujuan
Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.
3. Diagnosis
Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look Listen
Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan
nafas telah dilakukan (jalan nafas aman).
4. Tindakan
a. Tanpa Alat: Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut
ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
b. Dengan Alat: Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self
inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan
menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator).
5. Pemeriksaan pernafasan
a. Look-Lihat
1) Gerak dada
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Retraksi sela iga
4) Gerak dada
5) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
6) Retraksi sela iga
b. Listen-Dengar. Suara nafas, suara tambahan
c. Feel-Rasakan. Udara nafas keluar hidung-mulut
d. Palpasi-Raba. Gerakan dada, simetris?
e. Perkusi-Ketuk. Redup? Hipersonor? Simetris?
f. Menilai pernafasan
1) Ada napas? Napas normal atau distres
2) Ada luka dada terbuka atau menghisap?
3) Ada Pneumothoraks tension?
4) Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
5) Ada Hemothoraks?
6) Ada emfisema bawah kulit?
h. Tanda distres nafas
1) Nafas dangkal dan cepat
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Tarikan sela iga (retraksi)
4) Tarikan otot leher (tracheal tug)
5) Nadi cepat
6) Hipotensi
7) Vena leher distensi
8) Sianosis (tanda lambat)
i. Pemberian nafas buatan
1) Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
2) Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
3) Berikan tambahan oksigen bila tersedia.
4) Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan
lambung karena akan berisiko aspirasi.
5) Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher)
agar tulang leher tidak banyak bergerak.
H. Pernapasan Buatan Mulut-Mulut
Pernapasan buatan langsung mulut ke mulut sangatlah beresiko. Kemungkinan
kontak dengan cairan tubuh korban termasuk muntahan sangat besar. Untuk melakukan
pernapasan buatan mulut ke mulut gunakanlah alat pelindung barrier device, face shield. Alat
pelindung ini berupa sebuah lembaran dari plastik tipis dan lentur menutupi wajah korban
terutama bagian mulut korban, dilengkapi dengan katup satu arah sehingga cairan tubuh
korban tidak mengenai penolong. Bisa dilipat sehingga praktis dibawa kemana-mana.
Langkah-langkah memberikan pernapasan buatan mulut ke mulut:
1). Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2). Baringkan korban pada posisi terlentang.
3). Atur posisi penolong. Berlutut disamping kepala korban.
4). Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5). Pasang alat pelindung; barrier device, face shield.
6). Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume
tidal terpenuhi.
7). Jepit lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk.
8). Tutupi mulut korban dengan mulut penolong. Mulut penolong harus dapat
menutupi keseluruhan mulut korban agar tidak terjadi kebocoran.
9). Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri
kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik.
Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal yaitu 10 mL/ kgBB atau 700-
1000 mL, atau sampai dengan dada korban terlihat mengembang. Hati-hati, jangan
terlalu kuat atau terlalu banyak karena dapat melukai paru-paru korban atau masuk ke
lambung.
10). Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan
dirasakan ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik,
perbaiki tehnik membuka airway korban misalnya dengan memperbaiki posisi
kepala. Jika setelah posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya sumbatan
airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
11). Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-
15 kali/ menit.
Mulut Menggunakan Barrie Device
Pernapasan Buatan Mulut-Hidung
Tehnik pernapasan buatan mulut ke hidung dilakukan bila tidak mungkin melakukan
pernapasan mulut ke mulut, misal mulut korban yang terkatup rapat dan tidak bisa dibuka
(trismus), atau mulut korban mengalami cedera berat. Langkah-langkah yang dilakukan sama
seperti pernapasan buatan mulut ke mulut. Perbedaannya adalah pernapasan buatan dilakukan
ke hidung korban. Pada tehnik ini mulut korban yang harus ditutup.
A. Kesimpulan
Menurut American Society of Anesthesiologists (2013), menyebutkan bahwa Airway
Management adalah memastikan jalan nafas terbuka. Tindakan paling penting untuk
keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran pernafasan dengan tujuan untuk
menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenasi jaringan.
Breathing bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan
pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).
Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali seseorang
bernapas dalam satu menit, secara umum
B. Saran
Penulis sadar dan mengakuinya masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus ditutupi.
Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari para pembaca guna
dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang dalam makalah kami ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/426225458/Makalah-Airway-Management-1-docx
http://kumpulanmakalahmatakuliahakpercianjur.blogspot.com/2013/04/makalah-
airway-breating.html?m=1