Anda di halaman 1dari 15

IMUNOLOGI

ILMU DASAR KEPERAWATAN


Dosen: Ns. Hidayah, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh:

Kelompok 7

Ade Yuni Lestari (SR19213094)

Siti Azizah (SR19213008)

Sofi Suyanti (SR19213026)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.Tanpa bantuannya tentunya kami tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Kami mengucapkan syukur kepada ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan
nikmat sehat-nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan makalah Ilmu Dasar Keperawatan “Imunologi”

Penyelesaian makalah ini banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas kepada:

1. Ns. Hidayah, S.Kep, M.Kep

2. Teman-teman kelompok yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini

3. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberi motivasi bagi kami dalam menyelesaikan

makalah ini

4. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan serta kesalahan di dalamnya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Harapan kami makalah ini dapat menjadi penunjang ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi
pembaca, dalam memahami tentang “imunologi”

Pontianak, 2 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


terhadap infeksi. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka
imunologi didefinisikan Pada mulanya, imunologi dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari
respon tubuh sebagai suatu ilmu eksperimental yang mempelajari tentang sistem imunitas,
yang penjelasannya didasarkan atas observasi eksperimental dan kesimpulan yang dihasilkan.
Imunologi merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan
pengobatan penyakit infeksi, dengan ruang lingkup penyakit, infeksi, dan semua disiplin ilmu
kesehatan.

Tubuh memerlukan imunitas atau kekebalan agar mudah terhindar dari serangan
penyakit yang dapat menghambat fungsi organ tubuh. Salah satu bentuk dari imunitas yaitu
dengan adanya antibodi yang dihasilkan oleh sel-sel leukosit atau sel darah putih. Sel darah
putih bekerja dengan cara mengikat dan kemudian menghancurkan sel-sel patogen atau
penyebab penyakit. Sistem imun terbagi menjadi 2 yaitu: Sistem imun alamiah/non spesifik,
Sistem imun spesifik.

Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada organisme. Imunologi antara lain
mempelajari peranan fisiologis sistem imun baik dalam keadaan sehat maupun sakit,
malafungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas,
defisiensi imun, penolakan allograft). Karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis, Komponen-
komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo. Pada sistem imun sering juga terjadi
disfungsi sistem imun yang bisa dibatasi dengan pendekatan imunologi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan imunologi ?

2. Apa fungsi sistem imun bagi tubuh ?

3. Ada berapa macam-macam sistem imun ?

4. Bagaimana jenis-jenis antibodi ?

5. Apa penyebab sistem imun rendah atau menurun ?


6. Apa saja penyakit yang terjadi pada sistem imun ?

7. Apa saja komponen-komponen sistem imun ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian imunologi

2. Untuk mengetahui fungsi dari sistem imun

3. Untuk mengetahui macam-macam sistem imun

4. Untuk mengetahui jenis-jenis antibodi

5. Untuk mengetahui penyebab menurunnya sistem imun

6. Untuk mengetahui penyakit pada sistem imun

7. Untuk mengetahui komponen-komponen pada sistem imun


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunologi


Pada mulanya, imunologi dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari respon tubuh
terhadap infeksi. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka imunologi
didefinisikan sebagai suatu ilmu eksperimental yang mempelajari tentang sistem imunitas
tubuh manusia/hewan, yang penjelasannya didasarkan oleh observasi eksperimental dan
kesimpulan yang dihasilkan. Imunologi merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya
berakar dari pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, dengan ruang lingkup
penyakit,infeksi,dan semua disiplin ilmu kedokteran/kesehatan.

Awal mula imunologi di nyatakan dengan adanya teori “kontagion” oleh girolamo
fracastoro pada tahun 1546, yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat
yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari individu ke individu lain, akan tetapi zat
tersebut sangat kecil, sehingga tidak dapat di lihat dengan mata biasa. Meskipun telah di
nyatakan dalam teori tersebut, namun zat yang dapat memindahkan penyakit dari satu individu
ke individu lain seperti yang di maksud, belum dapat di identifikasi.

Imunologi terus mengalami perkembangan seiring dengan ditemukannya komplemen


oleh Bordet pada 1894, dan pada tahun 1901, Bordet melakukan uji fiksasi komplemen pada
penyakit sipilis. Widal, pada 1896, mendemonstrasikan secara in vitro terjadinya aglutinasi
kuman tifoid pada serum penderita demam tifoid. Berdasarkan berbagai penemuan mengenai
imunologi, di ketahui bahwa segala kejadian yang berkaitan komponennya. Penemuan terkait
hal ini adalah penemuan golongan darah sistem ABO oleh Landsteiner pada tahun 1900, dan
sistem rhesus dari golongan darah oleh Levine dan Stenson pada tahun 1940.

Berselang 141 tahun setelah penemuan Jenner, pada 1939, Tisellius dan Kabat
menemukan secara elektroforesis bahwa anti bodi terletak pada spektrum globulin gamma,
yang kemudian di kenal sebagai imunoglobulin ( Ig). Selanjutnya, dengan cara
imunoelektroforesis, oleh WHO pada 1964, diketahui ada 5 kelas (Ig), yaitu IgA, IgG, IgM, IgD,
dan IgE. Pada tahun 1959, Porter dan Edelman menemukan struktur Ig. Berselang 10 tahun
kemudian, pada tahun 1969, Edelman melaporkan urutan asam amino yang lengkap dari
molekul Ig. Reagin, kelas dari IgE, faktor yang di anggap memiliki peranan pada penyakit alergi
ditemukan oleh Kimishage dan Teneko Ishizaka pada 1967.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, Segala reaksi imunologi tidak terlepas dari
darah dan komponennya, salah satunya adalah makrofag, suatu bentuk mature dari monosit.
Makrofag ini untuk pertama kalinya berhasil ditemukan oleh Metchnikoff pada 1883. Dalam
penemuannya di katakan bahwa pertahanan tubuh tidak hanya di perankan oleh faktor
humoral, tetapi juga oleh leukosit, dan proses pertahanannya di kenal sebagai proses
pagositosis. Selain itu, pada tahun 1964, Cooper dan Good melakukan penelitian pada ayam,
dimana diketahui bahwa sistem limfosit terdiri atas dua populasi, yaitu populasi limfosit yang
perkembangannya bergantung pada thymus, yaitu limfosit T, dan limfosit B, meskipun pada
penemuan awal ini masih belum dapat di bedakan antara kedua populasi tersebut

2.2 Fungsi Sistem Imun


Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai berikut:

a. Pertahanan tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan jika sel-sel
imun yang bertugas untuk pertahanan ini mendapatkan gangguan atau tidak bekerja dengan
baik, maka organ akan mudah terkena sakit

b. Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari komponen


tubuh

c. Perondaan (penjaga), sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuan untuk memantau ke
seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka sel peronda tersebut
akan membinasakannya.

2.3 Macam-macam Sistem Kekebalan Tubuh


Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2 yaitu:

Sistem kekebalan tubuh non spesifik

Disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya
mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk
berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai
macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu.

a. Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama

Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga disebut kekebalan tubuh alami. Tubuh
memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi
penghalang bagi masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit
air sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan
terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut.

Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimicrobial. Mukus
atau lender digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk ke dalam hidung atau bronkus
dan akan dikeluarkan oleh paru-paru. Rambut hidung juga memiliki pengaruh karena bertugas
menyaring udara dari partikel-partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh
(air mata, mukus, saliva) mengandung enzim yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang
dapat meng-hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel kemudian
pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati pertahanan tahap pertama, maka pertahanan
kedua akan aktif.

b. Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap kedua

Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika ada
patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang
rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada
dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis neutrofil, acidofil
dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa
kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya fagosit, sel-sel darah putih ini akan
langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan
benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis.

Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi


patogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom.
Pembunuh dengan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi
si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba.
Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh
lain, antara lain: paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel kuffer), ginjal(sel-sel mesangial),
otak(sel-sel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen.
Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini akan menempatkan
diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur dari granul-granul sitoplasma
yang dimiliki.

Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen.


Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem
komplemen yang berperan penting dalam proses pertahanan non spesifik dan spesifik serta
interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi
menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh
pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan
spesifik yang diperantarai oleh limfosit.

Sistem kekebalan tubuh spesifik

Pertahanan spesifik: imunitas diperantarai antibodi untuk respon imun yang


diperantarai antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui 2
proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder. Jika sel limfosit B bertemu dengan
antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel
limfosit B. Semua limfosit B segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan merangsang
sel mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk
mengeluarkan histamine. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang
sama sebelum penyerangan terjadi. Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah
proses respon imun primer. Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, limfosit B
dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya
melepaskan antibodi dan merangsang sel mast mengeluarkan histamin untuk membunuh
antigen tersebut.

Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari
sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada
respon imun primer. Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama
dengan yeng menyerang sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh
antigen yang sama karena limfosit B yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B
memori biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen
spesifik. Jika tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama,
maka limfosit B bisa saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen
tersebut bisa sakit lagi jika antigen itu menyerang, maka seluruh proses respon imun harus
diulang dari awal.
2.4 Jenis-jenis Antibodi
Antibodi adalah protein berbentuk Y dan disebut immunoglobulin(Ig), hanya dibuat oleh
limfosit B. Antibodi berikatan dengan antigen pada akhir lengan huruf Y. Bentuk lengan ini akan
menentukan beberapa macam Ig yang ada, yaitu IgM, IgG, IgA, IgE, dan IgD. Saat respon imun
humoral, IgM adalah antibodi yang pertama kali muncul. Jenis lainnya akan muncul beberapa
hari kemudian. Limfosit B akan membuat Ig yang sesuai saat interleukin dikeluarkan untuk
mengaktifkan limfosit T saat antigen menyerang.

Antibodi juga dapat menghentikan aktivitas antigen yang merusak dengan cara
mengikatkan antibodi pada antigen dan menjauhkan antigen tersebut dari sel yang ingin
dirusak. Proses ini dinamakan neuralisasi. Semua Ig mempunyai kemampuan ini. Antibodi juga
mempersiapkan antigen untuk dimakan oleh makrofag. Antibodi mengikatkan diri pada antigen
sehingga permukaannya menjadi lebih mudah menempel pada makrofag. Proses ini disebut
opsonisasi.

Mengenali Jenis Antibodi

Terdapat beberapa jenis antibodi, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri,


dikenal juga sebagai immunoglobulin. Berikut adalah jenis-jenis antibody tersebut:

a. Immunoglobulin A (IgA)

Antibodi IgA merupakan jenis antibodi yang paling umum ditemukan dalam tubuh,
memiliki peran dalam timbulnya reaksi alergi. IgA ditemukan dengan konsentrasi tinggi di
lapisan mukosa (selaput lendir) tubuh, terutama yang melapisi saluran pernapasan dan saluran
pencernaan, serta pada air liur dan air mata. Pemeriksaan untuk antibodi ini dapat membantu
dokter mendiagnosa gangguan ginjal, usus dan sistem imunitas

b. Immunoglobulin E (IgE)

Antibodi IgE ditemukan di paru-paru, kulit, dan selaput lendir. IgE juga berperan dalam
reaksi alergi. Pemeriksaan IgE seringkali menjadi pemeriksaan awal untuk alergi

c. Immunoglobulin G (IgG)

Antibodi IgG adalah jenis antibodi yang paling banyak dalam darah dan cairan tubuh
lainnya. Antibodi ini melindungi dari infeksi dengan “mengingat” kuman yang telah di hadapi
sebelumnya. Jika kuman tersebut kembali, maka sistem kekebalan tubuh anda akan menyerang
mereka
d. Immunoglobulin M (IgM)

Tubuh akan membuat antibodi IgM saat pertama kali terinfeksi bakteri atau kuman
lainnya, sebagai garis pertahanan pertama tubuh untuk melawan infeksi. Tingkat IgM akan
meningkat dalam waktu singkat saat terjadi infeksi. Oleh sebab itu, hasil pemeriksaan IgM
dengan nilai yang tinggi, menandakan adanya infeksi yang masih aktif

e. Immunoglobulin D (IgD)

IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel B bersama dengan IgM atau IgA, tempat
IgD dapat mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan
produksi autoantibodi sel B.

IgM dan IgG memicu sistem komplemen, suatu kelompok protein yang mempunyai
kemampuan untuk memecah membran sel. IgM dan IgG bekerja paling maksimal dalam sistem
sirkulasi, IgA dapat keluar dari peredaran darah dan memasuki cairan tubuh lainnya. IgA
berperan penting untuk menghindarkan infeksi pada permukaan mukosa. IgA juga berperan
dalam resistensi terhadap banyak penyakit. IgA dapat ditemukan pada ASI dan membantu
pertahanan tubuh bayi. IgD merupakan antibodi yang muncul untuk dilibatkan dalam inisiasi
respon imun. IgE merupakan antibodi yang terlibat dalam reaksi alergi dan kemungkinan besar
merespon infeksi dari protozoa dan parasit.

Kondisi yang Memerlukan Tes Antibodi

Manfaat dari tes antibodi adalah untuk membantu mendiagnosa adanya infeksi pada
berbagai organ tubuh, terutama infeksi saluran pernapasan dan organ pencernaan, juga untuk
mengetahui adanya gangguan sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, tes antibodi juga dapat dilakukan jika memiliki beberapa gejala berikut ini:

a. Ruam kulit

b. Alergi

c. Sakit setelah bepergian

d. Diare yang tak kunjung hilang

e. Penurunan berat badan tanpa sebab


f. Demam yang tidak ditemukan penyebabnya

g. HIV/AIDS

Tes antibodi juga memiliki manfaat lainnya, seperti untuk mendiagnosa myeloma, yaitu suatu
kondisi dimana sumsum tulang membuat terlalu banyak limfosit, sehingga jumlah antibodi tidak
normal. Tes antibodi dapat membantu dalam mendiagnosa beberapa jenis kanker, serta dapat
digunakan untuk mendeteksi penyakit tertentu pada kehamilan, misalnya pemeriksaan Torch,
sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanganan.

Antibodi tidak menghancurkan antigen secara langsung akan tetapi menetralkannya


atau menyebabkan antigen ini menjadi target bagi proses penghancuran oleh mekanisme
opsonosasi, aglutinasi, presipitasi, atau fiksasi komplemen. Opsonisasi, aglutinasi dan presipitasi
meningkatkan proses pagositosis dari komplek antigen antibodi sementara fiksasi komplemen
memicu proses lisis dari protein komplemen pada bakteri atau virus.

Sistem imun pada manusia terdiri dari organ imun, sel imun dan lain-lain. Organ imun
merujuk kepada sumsum tulang, kelenjar timus, limfa, nodus limfa, tonsil, apendiks, dan
sebagainya. Kebanyakan sel imun terdiri dari sel Tdan sel B. Sel B akan matang pada sumsum
tulang, apabila sistem darah diserang, ia akan memproses antibodi untuk menentang virus dan
bakteria. Sel T dihasilkan oleh sumsum tulang, bertumbuh dan matang di kelenjar timus dan
akan menghasilkan antibodi. Tugas utamanya adalah: menentang sel yang dijangkiti virus,
bakteria dan kanker. Jika berbagai patogen masuk pada tubuh, dan daya tahan imun berada
dalam keadaan rendah, peluang mengidapi penyakit menjadi lebih tinggi, terutama bagi bayi
anak-anak dan orang tua. Sistem imun bayi masih di dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan. Oleh karena itu, antibodi tubuh pada bayi masih lemah untuk melawan
berbagai mikroorganisme. Pada saat usia senja pada orang tua, organ sistem imun pada orang
tua telah melemah dan semakin merosot, daya tahan tubuh pada sistem imun juga menurun.
Maka dari itu sistem kekebalan tubuh harus selalu dalam keadaan seimbang.

Penyebab gangguan sistem kekebalan tubuh yang tidak di ketahui dan telah ada sejak
lahir (primer). Ada juga gangguan kekebalan sekunder karena faktor lain, misalnya infeksi (AIDS,
campak, dan lain-lain), gizi buruk, serta penyakit ganas misalnya kanker, leukemia, obat-obatan,
misalnya obat yang mengandung hormon kortikosteroid, obat untuk kanker, dan lain-lain.
2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Menurunnya Sistem imun Pada Tubuh
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sistem pertahanan tubuh seperti:

1. Genetik (keturunan)

Yaitu kerentanan terhadap penyakit secara genetik. Contohnya, seseorang dengan riwayat
keluarga diabetes melitus akan beresiko menderita penyakit tersebut dalam hidupnya. Penyakit
lain yang dipengaruhi oleh genetik, yaitu kanker, alergi, penyakit jantung, penyakit ginjal atau
penyakit mental

2. Fisiologis

Melibatkan fungsi organ-organ tubuh. Contohnya, berat badan yang berlebihan dapat
menyebabkan sirkulasi darah kurang lancar sehingga meningkatkan kerentanan terhadap
penyakit

3. Stres

Dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepaskan hormon seperti


neuroedokrin, glukokortikoid, dan katekolamin. Stres kronis dapat menurunkan jumlah sel
darah putih dan berdampak buruk pada produksi antibodi

4. Usia

Dapat meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu. Contohnya,


bayi yang lahir secara prematur lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi yang normal. Pada
usia 45 tahun atau lebih, resiko timbulnya penyakit kanker meningkat

5. Hormon

Bergantung pada jenis kelamin. Wanita memproduksi hormon estrogen. Sedangkan pria
memproduksi hormon androgen yang bersifat memperkecil resiko penyakit autoimun, sehingga
penyakit lebih sering dijumpai pada wanita

6. Olahraga

Jika dilakukan secara teratur akan membantu meningkatkan aliran darah dan membersihkan
tubuh dari racun. Namun, olahraga yang berlebihan meningkatkan kebutuhan suplai oksigen
sehingga memicu timbulnya radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh

7. Tidur
Jika kekurangan akan menyebabkan perubahan pada jaringan sitokin yang dapat menurunkan
imunitas seluler, sehingga kekebalan tubuh menjadi melemah

8. Nutrisi

Seperti Vitamin dan mineral diperlukan dalam pengaturan sistem imunitas. DHA
(docosahexaeonic acid) dan asam arakidonat mempengaruhi maturasi (pematangan) sel T.
Protein diperlukan dalam pembentukan immunoglobulin dan komplemen. Namun, kadar
kolesterol yang tinggi dapat memperlambat proses penghancuran bakteri oleh makrofag

9. Zat berbahaya

Contohnya bahan radioaktif, peptisida, rokok, minuman beralkohol dan bahan pembersih
kimia. Mengandung zat-zat yang dapat menurunkan imunitas

10. Racun tubuh

Merupakan sisa metabolisme. Jika racun ini tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh, akan
mengganggu kerja sistem imunitas

11. Penggunaan obat-obatan

Terutama penggunaan antibiotik yang berlebihan atau teratur, menyebabkan bakteri lebih
resisten, sehingga ketika bakteri menyerang lagi maka sistem kekebalan tubuh akan gagal
melawannya.

2.6 Penyakit Yang Terjadi Pada Sistem Imun

Anda mungkin juga menyukai