Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

tentang
DASAR IMUNOLOGI

Di Susun Oleh
Kelompok :

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt yang telah memberi kami
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini
dengan baik.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata
Kuliah. Makalah yang kami susun ini berjudul “Dasar Imunologi”. Makalah ini
kami susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah. Dalam
makalah ini kami menguraikan pembahasan mengenai dasar imunologi.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempuna.
Maka dari itu, kritik dan saran anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas
segala partisipasi semua pihak yang mendukung tersusunnya makalah ini. Atas
segala kekurangan dan kesalahannya kami mohon maaf.

Bagu, 17 Oktober 2022

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATAR PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG............................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................... 2
C. TUJUAN ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. SEJARAH IMUNOLOGI..................................................................... 3
B. PENGERTIAN IMUNOLOGI............................................................. 7
C. SISTEM IMUN.................................................................................... 8
D. ANTIGEN DAN ANTIBODI............................................................... 11
E. PENYAKIT IMUNITAS...................................................................... 18

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .................................................................................... 21
B. SARAN ................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang
mempelajari respons tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit
infeksi. Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang
mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua
organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum
baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada
gangguan imunologi karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-
komponen sistem imun.
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang
mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada
bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh manusia
terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya
gambaran biologic spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang
berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya
bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai karakteriskik
tertentu pula.
Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus,
parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stress emosional atau fisiologis dari
kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat.
Biasanya kita dilindungi oleh system pertahanan tubuh, sistem kekebalan
tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga
kesehatan. Kelebihan tantangan negattif, bagaimanapun, dapat menekan
system pertahanan tubuh, system kekebalan tubuh, dan mengakibatkan
berbagai penyakit fatal.

1
Respon imun yang alamiah terutama melalui fagositosis oleh
neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding
bakteri Gram negative dapat mangativasi komplemen jalur alternative tanpa
adanya antibody. Kerusakan jaringan yang terjaddi ini adalah akibat efek
samping dari mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeliminasi bakteri.
Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagimana sejarah imunologi ?
2. Apa pengertian imunologi ?
3. Apa saja yang termasuk dalam sistem imun ?
4. Apa yang dimaksud dengan antigen dan antibody ?
5. Apa saja macam-macam penyakit imunitas ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui sejarah imunologi
2. Mengetahui lebih jauh gambaran tentang imunologi
3. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam system imun
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan antigen dan antibody
5. Mengetahui penyakit Imunitas

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH IMUNOLOGI
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang
mempelajari respons tubuh, terutama respons kekebalan, terhadap penyakit
infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo Fracastoro mengajukan teori
kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat
yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu
lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
dan pada waktu itu belum dapat diidentifikasi.
1. Edwar Jenner
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang
dapat terhindar dari infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terpajan
sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox). Sejak saat itu, mulai
dipakailah vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui
bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak
akan maju bila tidak diiringi dengan kemajuan dalam bidang teknologi,
terutama teknologi kedokteran. Dengan ditemukannya mikroskop maka
kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat dan mulai dapat
ditelusuri penyebab penyakit infeksi. Penelitian ilmiah mengenai
imunologi baru dimulai setelah Louis Pasteur pada tahun 1880
menemukan penyebab penyakit infeksi dan dapat membiak
mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ theory) penyakit.
Penemuan ini kemudian dilanjutkan dengan diperolehnya vaksin rabies
pada manusia tahun 1885. Hasil karya Pasteur ini kemudian merupakan
dasar perkembangan vaksin selanjutnya yang merupakan pencapaian
gemilang di bidang imunologi yang memberi dampak positif pada
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak.

3
2. Robert Koch
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab
penyakit tuberkulosis. Dalam rangka mencari vaksin terhadap
tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi tuberkulin (1891) yang
merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman
tuberkulosis. Reaksi tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908)
dipakai untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis pada anak. Imunologi
mulai dipakai untuk menegakkan diagnosis penyakit pada anak. Vaksin
terhadap tuberkulosis ditemukan pada tahun 1921 oleh Calmette dan
Guerin yang dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
Kemudian diketahui bahwa tidak hanya mikroorganisme hidup yang
dapat menimbulkan kekebalan, bahan yang tidak hidup pun dapat
menginduksi kekebalan.
3. Alexander Yersin Dan Roux
Setelah Roux dan Yersin menemukan toksin difteri pada tahun
1885, Von Behring dan Kitasato menemukan antitoksin difteri pada 
binatang (1890). Sejak itu dimulailah pengobatan dengan serum kebal
yang diperoleh dari kuda dan imunologi diterapkan dalam pengobatan
penyakit infeksi pada anak. Pengobatan dengan serum kebal ini di
kemudian hari berkembang menjadi pengobatan dengan imunoglobulin
spesifik atau globulin gama yang diperoleh dari manusia.
4. Clemens von pirquet
Dengan pemakaian serum kebal, muncullah secara klinis kelainan
akibat pemberian serum ini. Dua orang dokter anak, Clemens von pirquet
dari Austria dan Bela Shick dari Hongaria melaporkan pada tahun 1905,
bahwa anak yang mendapat suntikan serum kebal berasal dari kuda
terkadang menderita panas, pembesaran kelenjar, dan eritema yang
dinamakan penyakit serum (serum sickness). Selain itu peneliti Perancis,
Charles Richet dan Paul Portier (1901) menemukan bahwa reaksi
kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat toksin pada
anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu
kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa

4
pencegahan). Mulailah imunologi dilibatkan dalam reaksi lain dari
kekebalan akibat pemberian toksin atau antitoksin. Clemens von pirquet
dari Austria (1906) memakai istilah reaksi alergi untuk reaksi imunologi
ini. Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever,
yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat
bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari (pollen). Oleh
Wolf Eisner (1906) dan Meltzer (1910), penyakit ini dinamakan
anafilaksis pada manusia (human anaphylaxis).
Pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba mengobati
penyakit hay fever  dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk
sari subkutan sedikit demi sedikit. Dasarnya pada waktu itu dianggap
bahwa serbuk sari mengeluarkan toksin, dengan harapan agar terbentuk
antitoksin netralisasi. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk
mengobati penyakit alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan
cara desensitisasi. Akan tetapi mekanisme yang sekarang dianut adalah
berdasarkan pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody).
Dengan penemuan reaksi tuberkulin, Schloss (1912) dan von
Pirquet (1915) melakukan uji gores (scratch test) pada kulit untuk
diagnosis penyakit alergi pada anak. Talbot (1914), seorang dokter anak,
dengan uji gores melihat adanya hu- bungan antara asma anak dengan
telur. Cooke (1915) memodifikasi uji gores dengan uji intrakutan, dan
melaporkan juga bahwa faktor keturunan memegang peranan pada
penyakit alergi. Pada tahun 1913, Shick juga memperkenalkan uji kulit
untuk menentukan kepekaan seseorang terhadap kuman difteri, sehingga
makin banyak fenomena imun diterapkan dalam uji diagnostik penyakit
anak.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi
(strange disease) terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis
mempunyai manifestasi sebagai hay fever, asma, dermatitis, dan
mempunyai predisposisi diturunkan. Mulailah ilmu alergi-imunologi
diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis.
Rackemann (1918) melihat bahwa sebagian besar asma pada anak

5
mempunyai dasar alergi dan dinamakan asma tipe ekstrinsik. Prausnitz
dan Kustner (1921) menyatakan bahwa zat yang menimbulkan sensitisasi
kulit pada uji kulit dapat ditransfer melalui serum penderita. Memang
pada waktu itu mekanisme alergi yang tepat belum diketahui. Kini berkat
penelitian yang telah dilakukan, proses selular dan molekular yang terjadi
pada penyakit alergi dapat dijabarkan. Berbagai macam bentuk kelainan
klinis berdasarkan reaksi alergi-imunologi makin banyak ditemukan,
terutama dengan bertambah banyaknya obat yang dipakai untuk
pengobatan dan diagnosis penyakit.
Dengan ditemukannya komplemen oleh Bordet (1894), uji
diagnostik yang memakai fenomena imun berkembang lagi dengan uji
fiksasi komplemen (1901), seperti pada penyakit sifilis. Pada tahun 1896,
Widal secara in vitro mendemonstrasikan bahwa serum penderita demam
tifoid dapat mengaglutinasi basil tifoid.
Setelah Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan
disusul dengan golongan darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) ,
maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun semakin dikenal. Pada
masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan
istilah imunologi saja. Baru pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan
Jenner, Tiselius dan Kabat menemukan secara elektroforesis bahwa
antibodi terletak dalam spektrum globulin gama yang kemudian
dinamakan imunoglobulin (Ig). Dengan cara imunoelektroforesis
diketahui bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas yang diberi nama IgA,
IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964), dan kemudian diketahui bahwa
masing-masing kelas tersebut mempunyai subkelas. Pada tahun 1959
Porter dan Edelman menemukan struktur imunoglobulin, dan tahun 1969
Edelman pertama kali melaporkan urutan asam amino molekul
imunoglobulin yang lengkap. Reagin, yaitu faktor yang dianggap
berperan pada penyakit alergi, baru ditemukan strukturnya oleh
Kimishige dan Teneko Ishizaka pada tahun 1967 dan merupakan kelas
imunoglobulin E (IgE). Sekarang banyak penelitian dilakukan mengenai

6
regulasi sintesis IgE, dengan harapan dapat menerapkannya dalam
mengendalikan penyakit atopi.

5. Metchnikoff
Pada tahun 1883, Metchnikoff sebenarnya telah mengatakan
bahwa pertahanan tubuh tidak saja diperankan oleh faktor humoral, tetapi
leukosit juga berperan dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi.
Pada waktu itu peran leukosit baru dikenal fungsi fagositosisnya.
Beliaulah yang menemukan sel makrofag. Sekarang kita mengetahui
bahwa sel makrofag aktif berperan pada imunitas selular untuk eliminasi
antigen. Baru pada tahun 1964, Cooper dan Good dari penelitiannya pada
ayam menyatakan bahwa sistem limfosit terdiri atas 2 populasi, yaitu
populasi yang perkembangannya bergantung pada timus dan dinamakan
limfosit T, serta populasi yang perkembangannya bergantung pada bursa
fabricius dan dinamakan limfosit B. Tetapi pada waktu itu belum dapat
dibedakan antara limfosit T dan limfosit B. Limfosit T berperan dalam
hipersensitivitas lambat pada kulit dan penolakan jaringan, sedangkan
limfosit B dalam produksi antibodi.

B. PENGERTIAN IMUNOLOGI
Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek
sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki
berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah
menjadi beberapa subdisiplin seperti : malfungsi sistem imun pada gangguan
imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan
allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen
sistem imun. Imunologi juga di katakan sebagai suatu bidang ilmu yang luas
yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis , membahas masalah
antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi berperantara sel terutama yang
berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit , reaksi biologik yang
bersifat hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing.

7
C. SISTEM IMUN
Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
dapat di timbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Imunitas atau
kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Imunitas atau sistem imun tubuh manusia terdiri dari
imunitas alami atau system imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau
system imun spesifik.
Sistem imun non-spesifik telah berfungsi sejak lahir, merupakan
tentara terdepan dalam sistem imun, meliputi level fisik yaitu pada kulit,
selaput lendir, dan silia, kemudian level larut seperti pada asam lambung atau
enzim.
Sistem imun spesifik ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan
sel T yang terdiri dari sel T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T
delayed hypersensitivity. Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun
berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan gizi yang baik dan
seimbang. Kedua sistem imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi
secara humoral, seluler, dan sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan
rumit.
1. Imunitas Alami atau Non spesifik
Sistem imun alami atau sistem imun nonspesifik adalah respon
pertahanan inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari
invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun dan imunitas ini tidak
diperoleh melalui kontak dengan suatu antigen. Sistem ini disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan
agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan
umumnya memiliki durasi yang singkat.

8
Sistem imun non spesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik
seperti kulit, selaput lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah
masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh; sejumlah komponen
serum yang disekresikan tubuh, seperti sistem komplemen, sitokin
tertentu, dan antibody alamiah; serta komponen seluler,seperti sel natural
killer (NK).
a. Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya
yang penting. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi
biokimia yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak
berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak
sebagai proenzim dalam cairan tubuh.
b. Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida
yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem
imun. Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks yang
dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi. Contoh sitokin
yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri
yaitu :Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a).
c. Antibodi alamiah (immunoglobulin) didefinisikan sebagai antibodi
pada individu normal dan sehat yang belum distimulasi oleh antigen
eksogen.Antibodi alamiah berperan penting sebagai pertahanan lini
pertama terhadap patogen dan beberapa tipe sel, termasuk prakanker,
kanker, sisa pecahan sel, dan beberapa antigen.
d. Natural Killer Cells (Sel Natural Killer) diketahui secara morfologi
mirip dengan limfosit ukuran besar dan dikenal sebagai limfosit
granular besar. Sekitar 10–15% limfosit yang beredar pembuluh darah
tepi adalah sel NK. Sel NK berperan penting pada respon dan
pengaturan imun bawaan. Sel NK mengenal dan melisiskan sel
terinfeksi patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel dengan
melepaskan sejumlah granul sitolitik di sisi interaksi dengan target.
Komponen utama granul sitolitik adalah perforin. Sel NK juga
menghasilkan sitokin dan kemokin yang digunakan untuk membunuh

9
sel target, termasuk IFN-γ, TNF-a, IL-5, dan IL-13. Sistem imun yang
ada pada tubuh dapat kita lihat dari sel darah kita.

2. Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)


Imunitas ini terjadi setelah pamaparan terhadap suatu penyakit
infeksi, bersifat khusus dan diperantarai oleh oleh antibody atau sel
limfoid. Imunitas ini bisa bersifat pasif dan aktif.
a. Imunitas pasif, diperoleh dari antibody yang telah terbentuk
sebelumnya dalam inang lain.
b. Imunitas aktif, resistensi yang di induksi setelah kontak yang efektif
denga antigen asing yang dapat berupa infeksi klinis atau subklinis,
imunisasi, pemaparan terhadap produk mikroba atau transplantasi se
lasing.
Sistem Imun Adaptif atau sistem imun nonspesifik mempunyai
kemampaun untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya.
Sistem imun adaptif memiliki beberapa karakteristik, meliputi
kemampuan untuk merespon berbagai antigen, masing-masing dengan
pola yang spesifik; kemampuan untuk membedakan antara antigen asing
dan antigen sendiri; dan kemampuan untuk merespon antigen yang
ditemukan sebelumnya dengan memulai respon memori yang kuat.
Terdapat dua kelas respon imun spesifik :
a. Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral
ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferiensasi di sumsum
tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa
dan nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang saluran pernafasan,
pencernaan dan urogenital.
b. Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami
perkembangan dan pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel
T mulai berdiferensiasi dan memperoleh kemampuan untuk
menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan perbedaan

10
fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu
sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T
penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel
tersebut. Untuk mengetahui cara kerja sel T penindas atau sel T
pembunhuh dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Perbedaan sifat sistem imun non spesifik dan spesifik


Non spesifik Spesifik
Resistensi Tidak berubah oleh infeksi
Membaik oleh infeksi
berulang
Spesifitas Umumnya efektif terhadap Spesifik untuk
semua mikroorganisme. mikroorganisme yang
sudah mensintesis
sebelumnya
Sel yang penting Fagosit Limfosit

Sel NK

Sel K
Molekul yang Lizosim Antibody sitokin
penting
Komplemen

Protein fase akut

Interferon ( sitokin )
Sel yang berada didominasi sel didominasi selT dan sel B
di dalamnya polimorfonuklear
Sifat bersifat general/ umum bersifat memori /
diperlukan pajan pertama
dan efektik untuk pajanan
berikutnya dengan antigen
yang sama
Cara kerja cara kerja cepat cara kerja kualitas
meningkat karena
memiliki sifat memory

D. ANTIGEN DAN ANTIBODI


1. Antigen
Antigen merupakan bahan asing yang merupakan target yang akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di
permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan

11
seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat
dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan
imun. Antigen biasanya berbentuk protein atau polisakarida. Sistem
kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksibakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker
dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi
dua jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen.antigen
eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes
dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau
polutan.Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit
manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang
dibenahi secara immologi, seperti pada asma. Antigen endogen adalah
antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen
berikut:antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen
idiotipik atau antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah
antigen yang terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik
tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting untuk mendiagnosa
penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling banyak mempunyai
arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk
membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama.
Pada manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah
merah,sel darah putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel
yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen
histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena
adanya dua atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam

12
populasi.ciri – ciri antigen yang menentukan imunogenitas dalam respon
imun :

a. Keasingan,yaitu imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik


asing terhadap hospes
b. Ukuran molekul
c. Kekompleksian kimia dan struktural
d. Penentu antigen ( epilop )
e. Konstitusi genetik inang
f. Dosis, jalur, dan saat pemberian anti gen.
2. Antibodi
Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau
kelenjar tubuhvertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan
tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing
seperti bakteri dan virus. Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang
disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua
[rantai ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B.
Terdapat beberapa tipe yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan
beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan kedalam isotype
yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki. Lima
isotype antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang
memainkan peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun
yang tepat untuk tiap tipe benda asing yang berbeda yang ditemui.
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen
spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama;
digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin,
hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh limfosit B
yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan
sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.(Dorlan).
Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang
disebut sebagai immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibody umumnya

13
mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik dan spesifik
untuk epitop (determinan antigenik) yang menyebabkan produksi
antibody tersebut. Masing-masing molekul antibody terdiri atas empat
rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) yang identik dan
dan dua rantai ringan (light chain) yang identik, yang dihubungkan oleh
jembatan disulfida untuk membentuk suatu molekul berbentuk Y. Pada
kedua ujung molekul berbentuk Y itu terdapat daerah variabel (V) rantai
berat dan ringan. Disebut demikian karena urutan asam amino pada
bagian ini sangat bervariasi dari satu antibodi ke antibodi yang
lain.Daerah V rantai berat dan daerah V rantai ringan secara bersama-
sama membentuk suatu kontur unik tempat pengikatan antigen milik
antibodi.Interaksi antara tempat pengikatan antigen dengan epitopnya
mirip dengan interaksi enzim dan substratnya: ikatan nonkovalen
berganda terbentuk antara gugus-gugus kimia pada masing-masing
molekul(Campbell).
3. Interaksi Antigen dan Antibodi
Interaksi Antigen dan Anti bodiadalahsebagaiberikut :
a. Reaksi ini pada umunya spesifik,biarpun ada beberapa ditemukan
reaksi silang (cross – reaction)
b. Pengabunggan antara antigen – antibodi adalah erat sekali, tetapi
seringkali reversible.
c. Antigen dan antibodi bergabung dalam jumlah yang variabel ( Danysz
phenomenon )
d. Antigen dan antibodi adalah suatu reaksi kimia, karena yang
bergabung adalah gugus – gugus spesifik dari kedua regens.
e. Dari suatu antigen dengan antiserumnya dapat diperihatkan tipe – tipe
reaksi serologic yang berbeda, mungkin disebabkan oleh molekul –
molekul antibodi yang sama sering merefleksikan yang berbeda.
4. Komponen
Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya
yang penting. Sistem ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum atau
di permukaan sel-sel tertentu. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan

14
suatu reaksi biokimia yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel
tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak
sebagai proenzim dalam cairan tubuh. Ketika diaktivasi, akan
menghasilkan sejumlah fragmen komplemen reaktif secara biologis.
Fragmen komplemen tersebut akan memodulasi bagian lain dari sistem
imun dengan cara terikat secara langsung pada T limfosit dan sumsum
tulang penghasil limfosit (B limfosit) pada sistem imun adaptif dan juga
menstimulasi sintesis dan pelepasan sitokin. Komponen komplemen juga
dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan neutrofil dengan bekerja
sebagai opsionin.
Umumnya komplemen mempunyai efek utama , yakni :
a. Lisis sel ( misalnya bakteri dan sel tumor )
b. Menghasilkan perantara yang ikut serta dalam peradangan dan
menarik fagositosis.
c. Opsinosasi organisme dan kompleks imun untuk pembersihan
fagositosis.
d. Peningkatan respon imun berperantara antibody.
Protein komplemen terutama disintesis oleh hati dan sel fagositik.
Karena tidak tahan panas , komplemen dinonaktifkan pada suhu 56 0 c
selama 30 menit.Efek – efek biologik utama komplemen yakni
opsonisasi, anafilaktosin, sitolisis.
Akibat klinik dari defisiensi komplemen secara umum
mengakibatkan peningkatan kepekaan terhadap penyakit infeksi ,
misalnya defisiensi C2 sering menimbulkan infeksi bakteri piogenik yang
serius. Defisiensi komponen kompleks penyerang selaput sangat
meningkatkan kepekaan terhadap infeksi Neisseria . defisiensi pada
komponen jalur alternative juga telah diketahui , misalnya defisiensi
properdin membuat orang lebih peka terhadap penyakit meningokokus.
5. Sitokin dan Kemokin
a. Pengertian Sitokin dan Kemokin
Sitokin dan kemokin adalah polipeptida yang memiliki fungsi
penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan

15
dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau
mengontrol perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun,
dan lokasi sel imun dalam organ limfoid. Sitokin merupakan suatu
kelompok“messenger intrasel” yang berperan dalam proses inflamasi
melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga memainkan peran
mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin
menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau
menekan respon inflamasi. Telah dikenal lebih 30 sitokin. Sebagian
besar sel sistem imun dan beberapa sel lainnya melepaskan sitokin.
Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a) contoh
sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri,
keduanya merupakan polipeptida berbobotmolekul kecil yang
memiliki efek yang luas dalam berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk
respon imunologi, inflamasi, dan hematopoiesis.
b. Sitokin dan Inflamasi
Endotoksin dan trauma fisik dapat pula menimbulkan
pelepasan sitokin yang berperan pada inflamasi akut, yang lokal
maupun yang sistematik.
c. Sitokin dan Pengobatan
Sitokin dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem
imun yang defesiensi atau untuk menggerahkan sel – sel yang
diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau
sekunder, merangsang sistem sel imun dalam respons terhadap tumor
infeksi bakteri atau virus yang berlebihan. Antisitokin telah digunakan
untuk mengontrol penyakit autoimun dan pada keadaan dengan sistem
imun yang terlalu aktif / patologik.
6. Imunologi
Imunolgi terbagi menjadi 2 yaitu imunologi infeksi dan imunologi kanker.
a. Imunologi infeksi
Bila suatu mikroorganisme menembus kulit atau selaput
lendir, maka tubuh akan mengerahkan keempat komponen sistem
imun untuk menghancurkannya, yaitu antibodi fagosit, komplemen

16
dan sel – sel sistem imun. Bila suatu antigen pertama masuk kedalam
tubuh, dalam beberapa hari pertama antibodi dan sel sistem imun
spesifik lainnya lainnya belum memberikan respons. Tetapi
komplemen dan pagosit serta komponen imun nonspesifik lainnya
dapat bekerja langsung untuk menghancurkannya.
b. Imunulogi kanker
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan
menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak
ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut
muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan sel
imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor
memiliki beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik
seperti papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim,
sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang muncul pada
tingkat rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel
tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang
ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit
(seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma.
Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang secara
normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan proses bertahan
hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker membujuk
molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan
sel tumor.Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan
sel tumor disebut onkogen.
Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk
menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh,
terkadang dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor ada pada
molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal
ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel
abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip,
terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit
pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan

17
fenomena umum dengan tumor.Terkadang antibodi dihasilkan
melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh
sistem komplemen.

Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus


berkembang sampai menjadi kanker.Sel tumor sering memiliki jumlah
molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan mereka,
sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa
sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon imun;
contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan
aktivitas makrofaga dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat
berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi
menyerang sel tumor.
Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika
sel tumor mengirim sitokin yang menarik makrofaga yang
menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang
memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor
dan sitokin diproduksi oleh makrofaga menyebabkan sel tumor
mengurangi produksi protein yang menghalangi metastasis dan
selanjutnya membantu penyebaran sel kanker. telah
mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan
dengan sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan
menyuntkan toksin yang akan membunuh sel tumor.

E. PENYAKIT IMUNITAS
Mekanisme Imun/kekebalan tubuh merupakan sistim pertahanan
tubuh yang terintegrasi sejak awal konsepsi (pembuahan).merupakan sistim
pertahanan tubuh yang sudah merupakan software bawaan. Tetapi sistim
imun tersebut dapat juga berubah menjadi suatu penyakit yang dalam
beberapa jenis tidak bisadisembuhkan.Contoh : Saat udara dingin, sering kita
mengalami hidung tersumbat, bersin2 pada saluran nafas kita (hidung), ini
merupakan mekanisme untuk menghangatkan dan melembabkan udara luar

18
yang kita hirup kedalam paru-paru, tetapi pada orang – orang tertentu, justru
udara dingin tersebut akan memicu timbulnya reaksi yang berlebihan, yaitu
timbulnya serangan sesak nafas (astma), bisa juga timbulnya gatal - gatal di
sekujur tubuh (biduren/urtikaria). Berikut ini merupakan penyakit akibat
merendahnya sistem imun.
1. Hipersensivitas
Hipersensivitas adalah reaksi imun yang patologik, terjadi akibat
respons imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakaan
jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi dalam 4 tipe
reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe
I, II, III dan IV. Reaksi itu dapat terjadi sendiri – sendiri, tetapi klinik
sering dua atau lebih jenis tersebut terjadi bersama.
2. Autoimunitas
Autoimunitas atau hilangnya toleransi ialah reaksi sistem imun
terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen
sedangkan antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi. Penyakit
autoimun dapat dibagi atas beberapa golongan, yaitu :
a. Berdasarkan organ terdiri atas penyakit autoimun organ spesifik dan
non organ spesifik.
b. Berdasarkan mekanisme penykit autoimun melalui antibodi ( anemia
hemolitik autoimun, miastenia gravis dan tirotoksikosis ), penyakit
autoimun melalui kompleks imun ( LES, AR ), penyakit autoimun
melalui sel T dan penyakit autoimun melalui komplemen.
3. HIV AIDS
AIDS adalah singkatan dari acquired immunedeficiency syndrome,
merupakan sekumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Infeksi HIV
disertai gejala infeksi yang oportunistik yang diakibatkan adanya
penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun. Sedangkan
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
4. Lupus
Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokterannya dikenal sebagai
systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang

19
menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa
akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya
sendiri. Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih
sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan
Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak
kejadian pada usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan
perbandingan wanita dan laki-laki 5:1. Penyakit ini sering ditemukan pada
beberapa orang dalam satu keluarga.
Penyebab dan mekanisme terjadinya SLE masih belum diketahui
dengan jelas. Namun diduga mekanisme terjadinya penyakit ini
melibatkan banyak faktor seperti genetik, lingkungan, dan sistem
kekebalan humoral. Faktor genetik yang abnormal menyebabkan
seseorang menjadi rentan menderita SLE, sedangkan lingkungan berperan
sebagai faktor pemicu bagi seseorang yang sebelumnya sudah memiliki
gen abnormal. Sampai saat ini, jenis pemicunya masih belum jelas,
namun diduga kontak sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat golongan
sulfa, penghentian kehamilan, dan trauma psikis maupun fisik.
Gejala Klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi.
Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai
sistem dalam tubuh. Munculnya penyakit dapat spontan atau didahului
faktor pemicu. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum, seperti
demam, badan lemah, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun.Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE, sehingga
penderita dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika bila
akan menjalani operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya.
Salah satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan
adalah memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang
dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif terhadap terapi
yang akan dijalaninya.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sistem Imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar Biologis yang
dilakukan oleh sil dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh
juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapa berkembang dalam tubuh.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
yang diharapkan, karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Makalah
ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan makalah ini harus digunakan
sebagaimana mestinya

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/29184857/Makalah_imunologi
https://www.academia.edu/35849760/KONSEP_DASAR_IMUNOLOGI
https://zahra-sanjaya.blogspot.com/2012/06/makalah-dasar-dasar-imunologi.html

22

Anda mungkin juga menyukai