Anda di halaman 1dari 36

Prinsip-Prinsip Imunologi

Konsep-konsep imunologi yang ada bersifat pragmatis, terutama berasal dari pemikiran adanya
perlawanan terhadap infeksi. Penyembuhan penderita dari suatu penyakit infeksi diikuti oleh
kemampuan si penderita tersebut untuk melawan infeksi ulang. Perkembangan ilmunologi
disumbang oleh ilmu dasar: biokimia, anatomi, biologi perkembangan, genetika, farmakologi
dan patologi. Selain itu ditunjang ilmu klinis seperti: alergi, penyakit-penyakit infeksi, cangkok
jaringan, rumatologi, penyakit defisiensi imun dan onkologi.

Teori imunologi yang terkenal sampai sekarang yaitu “Teori Gembok dan Kunci” (sidechain
theory atau lateral-chain theory) dari Paul Ehrlich (1845-1915).

Istilah Imun berasal dari bahasa Latin Immunis (bebas dari pajak atau bebas dari beban). Secara
klasik, imunitas diartikan sebagai daya tahan relatif hospes terhadap reinfeksi mikroba tertentu. 

Definisi imunitas masa kini mencakup semua mekanisme fisiologis yang membantu binatang
untuk mengenal benda-benda asing pada dirinya, untuk: 1) menetralkan, 2)
menyisihkan/eliminate, atau 3) memetabolisasi benda asing tersebut dengan atau tanpa
kerusakan pada jaringannya sendiri.
Respon imun dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori:

1. Respon imunologik non spesifik -> Terjadi sesudah pemaparan inisial dan pemaparan
selanjtnya terhadap benda asing dan sementara terjadi diferensiasi selektif “self” dan
“nonself”. Respon nonspesifik tidak tergantung pada pengenalan spesifik.
2. Respon imunologik spesifik -> Tergantung pada adanya pemaparan benda asing dan
pengenalan selanjutnya dan reaksi terhadapnya.

Menurut pendapat modern, respon imunologik menjalankan 3 fungsi, yaitu:

1. Pertahanan (defense) -> Meliputi pertahanan tubuh terhadap infeksi mikroorganisme


2. Homeostatis -> Meliputi pemusnahan sel-sel yang tak berguna dari komponen “self”
3. Pengawasan (surveillance) -> Meliputi kemampuan untuk menemukan dan
menghancurkan sel mutan.

Faktor-faktor yang memodifikasi mekanisme imun:

1. genetik, Semua respon imun ada di bawah pengendalian genetik.


2. umur, Umur kronologis berpengaruh pada imunitas, dan bukti langsung terhimpun bahwa
sistem imun yang hipofungsi banyak terjadi pada bayi dan orang yang sangat tua.
3. metabolik, Sebagai contoh bahwa penderita diabetes mellitus dekompensata rentan
terhadap infeksi bakteri.
4. lingkungan dan nutrisi, Bertambahnya penyakit infeksi karena keadaan kemiskinan,
naiknya angka infeksi berhubungan langsung dengan bertambahnya pemaparan hospes
(exposure) terhadap agen patogen tetapi naiknya angka infeksi ini juga berhubungan
dengan berkurannya daya tahan akibat malnutrisi.
5. anatomik, Garis pertahanan pertama melawan invasi mikroba biasanya kulit dan selaput
lendir (membran mukosa), dimana kedua jaringan ini bekerja sebagai imunitas
nonspesifik dengan memberikan ringtangan fisik terhadap invasi.
6. fisiologik, Cairan lambung merupakan lingkungan yang tidak baik untuk kebanyakan
strain bakteri patogenik dan mereka hancur didalam lambung setelah tertelan.
7. mikrobial, Flora normal selain menghasilkan metabolit seperti vitamik K juga
menghasilkan antibodi alami terhadap organisme tertentu, sehingga dapat menekan
bakteri patogen.

KEBIDANAN
Rabu, 14 Mei 2014
makalah imunologi

MAKALAH 
imunologi
DOSEN : umi ma'rifah S.,KEP NS M.,KES

NAMA : IFADHATUL MUNAWARAH RIZKI

BAB I

1.2  Rumusan Masalah

a.       Bagaimana sejarah imunologi ?


b.      Apa pengertian imunologi?

c.       Apa fungsi system imun ?

d.      Bagaimana respon imun?

e.       Apa saja jenis-jenis imun?

f.       Apa yang dimaksud antigen dan antibody?

g.       Apa yang dimaksud dengan system komplement?

h.      Apa saja sel-sel system imun?

i.        Apa saja yang kelainan system imun?

1. 3 Tujuan

 Untuk mengetahui sejarah imunologi

 Untuk mengetahui pengertian imunologi

 Untuk mengetahui fungsi system imun

 Untuk mengetahui respon imun

 Untuk mengetahui jenis-jenis imun

 Untuk mengetahui antigen dan antibody

 Untuk mengetahui system komplement

 Untuk mengetahui sel-sel system imun

 Untuk mengetahui kelainan system imun


BAB II

ISI

2.1 SEJARAH IMUNOLOGI

Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respon tubuh, terutama
respon kekebalan, terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, girolamo fracastoro mengajukan teori
kontagion bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut
dari satu individu, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada
waktu itu belum dapat diidentifikasikan.

1.      Edwar jenner

Pad tahun 1789, Edwar jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari infeksi variola secara
alamiah, bila ia telah terpajar sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox). Sejak itulah, mulai dipakailah
vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi.
Memang imunologi tidak akan maju bila diiringi dengan kemajuan dalam bidang teknologi, terutama
teknologi kedokteran. Dengan ditemukannya mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi
meningkat dan mulai dapat ditelusuripenyebab penyakit infeksi. Penelitian ilmiah mengenai imunologi
baru dimulai setelah louise Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebab penyakit infeksi dan dapat
membiak mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ theory) penyakit. Penemuan ini
kemudian dilanjutkan dengan diperolehnya vaksin rabies pada manusia tahun 1885. Hasil karya Pasteur
ini kemudian merupakan dasar perkembangan vaksin selanjutnya yang merupakan pencapaian gemilang
imunologi yang memberi dampak positif pada penurunan mordibitas penyakit infeksi pada anak.

2.      Robert Koch

Pada tahun 1880, Robert menemukan kuman penyebab penyakit tuberkolosis. Dalam rangka mencari
vaksin terhadap tuberkolosis ini,ia mengamati adanya reaksi tuberculin (1891) yang merup[pakn reaksi
hipersensitifitas lambat pada kulit terhadap kuman tuberculosis. Reaksi tuberculin ini kemudian
kemudian oleh mantoux (1908) dipakai untuk mendiagnosis penyakit tuberculosis pada anak. Vaksin
terhadap tuberkolusis ditemukan pada tahun 1921 oleh calmette dan Guerin yang dikenal dengan vaksin
BCG ( bacillua calmette Guerin). Kemudian diketahui bahwa tidak hanya mikroorganisme hidup yang
dapat menimbulkan kekebalan , bahanyang yidak hidup dapat menginduksi kekebalan.

3.      Alexander yersin dan roux

Setelah roux menemukan toksin diferi pada tahun 1885, Von Behring dan Kitasato menemukan
antitoksin diferi pada binatang(1890). Sejak itu dimulailah pengobatan dengan serum kebal yang
diperoleh dari kuda dan imunologi diterapkan dalam pengobatan penyakit infeksi pada anak.
Pengobatan dengan serum kebal ini dikemudian berkambang menjadi pengobatan dengan imunglobulin
spesifik atau globulin gama yang diperoleh dari manusia.

4.      Clemens von pirquet

Dengan pemakaian serum kebal , muncullah secara klinis kelainan akibat pemberian serum ini. Dua
orang dokter anak,clements von pirquet dari austriadan bela shick diri hongaria melaporkan pada
tahun1905, bahwa anak yang mendapat suntikan serum kebal berasal dari kuda terkadang menderita
panas, pembesaran kelenjar, dan eritema yang dinamakan penyakit serum ( serum sicknes ). Perancis ,
Charles richet dan paul portier (1901) menemukan bahwa reaksi kekebalan tubuh yang diharapkan
timbul dengan menyuntikkan zat toksin pada anjing tidak terjadi , bahkan yang terjadi adalah keadaan
sebaliknyayaitu kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan ). Mulailah
imunologi dilibatkan dalam reaksi lain dari kekebalan akibat pemberian toksin atau antitoksin. clements
von pirquet dari Austria (1906) memakai istilah reaksi alergi untuk reaksi imunologi ini. Pada tahun 1873
charles blackley mempelajari penyakit hay fever yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitas dan
rhinitis, serta melihat bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari (pollen). Oleh wolf
Eisber (1906) dan meltezer (1910), penyakit ini dinamakan anafilaksis pada manusia (human
anaphylaxis).

Pada tahun 1911-1914 noon dan freeman mencoba mengobati penyakit hay fever terapi imun yaitu
menyuntikkan serbuk sari subkutan sedikit dami sedikit. Dasarnya pada waktu itu dianggap bahwa
serbuk sari mengeluarkan toksin, dengan harapan terbentuk anti toksin netralisasi. Sejak itu cara
tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit alergi tertentu yang dikenal dengan cara desensitasi.
Akan tetapi mekanisme yang sekarang dianut berdasarkan pembentukan antibody penghambat
(blocking antibody).

Dengan penemuan reaksi tuberculin, scloss (1912) dan von pirquet (1915) melakukan uji gorest (scratch
test ) pada kulit untuk diagnosis penyakit alergi pada anak. Talbot (1914), seorang dokter anak , dengan
uji gores melihat dengan adanya hubungan antara asma dengan telur. Cooki (1915)memodifikasi uji
gores dengan uji infrakutan, dan melaporkan juga bahwa factor keturunan memegang peranan pada
penyakit alergi. Pada tahun 1913, schik juga memperkenalkan uji kulit

untuk menentukan kepekaan seseorang terhadap kuman diferi, sehingga makin banyak fenomena imun
diterapkan dalam uji diagnostic penyakit anak.

Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap
sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever, asma,
dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Mulailah ilmu alergi-imunologi diterapkan dalam
kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis. Rackemann (1918) melihat bahwa sebagian besar asma
pada anak mempunyai dasar alergi dan dinamakan asma tipe ekstrinsik. Prausnitz dan Kustner (1921)
menyatakan bahwa zat yang menimbulkan sensitisasi kulit pada uji kulit dapat ditransfer melalui serum
penderita. Memang pada waktu itu mekanisme alergi yang tepat belum diketahui. Kini berkat penelitian
yang telah dilakukan, proses selular dan molekular yang terjadi pada penyakit alergi dapat dijabarkan.
Berbagai macam bentuk kelainan klinis berdasarkan reaksi alergi-imunologi makin banyak ditemukan,
terutama dengan bertambah banyaknya obat yang dipakai untuk pengobatan dan diagnosis penyakit.

Dengan ditemukannya komplemen oleh Bordet (1894), uji diagnostik yang memakai fenomena
imun berkembang lagi dengan uji fiksasi komplemen (1901), seperti pada penyakit sifilis. Pada tahun
1896, Widal secara in vitro mendemonstrasikan bahwa serum penderita demam tifoid dapat
mengaglutinasi basil tifoid.

Setelah Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan darah
rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun semakin dikenal.
Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan istilah imunologi saja. Baru
pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner, Tiselius dan Kabat menemukan secara
elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam spektrum globulin gama yang kemudian dinamakan
imunoglobulin (Ig). Dengan cara imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas
yang diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964), dan kemudian diketahui bahwa masing-masing
kelas tersebut mempunyai subkelas. Pada tahun 1959 Porter dan Edelman menemukan struktur
imunoglobulin, dan tahun 1969 Edelman pertama kali melaporkan urutan asam amino molekul
imunoglobulin yang lengkap. Reagin, yaitu faktor yang dianggap berperan pada penyakit alergi, baru
ditemukan strukturnya oleh Kimishige dan Teneko Ishizaka pada tahun 1967 dan merupakan kelas
imunoglobulin E (IgE). Sekarang banyak penelitian dilakukan mengenai regulasi sintesis IgE, dengan
harapan dapat menerapkannya dalam mengendalikan penyakit atopi.

5.      Metchnikoff

Pada tahun 1883, Metchnikoff sebenarnya telah mengatakan bahwa pertahanan tubuh tidak saja
diperankan oleh faktor humoral, tetapi leukosit juga berperan dalam pertahanan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Pada waktu itu peran leukosit baru dikenal fungsi fagositosisnya. Beliaulah yang
menemukan sel makrofag. Sekarang kita mengetahui bahwa sel makrofag aktif berperan pada imunitas
selular untuk eliminasi antigen. Baru pada tahun 1964, Cooper dan Good dari penelitiannya pada ayam
menyatakan bahwa sistem limfosit terdiri atas 2 populasi, yaitu populasi yang perkembangannya
bergantung pada timus dan dinamakan limfosit T, serta populasi yang perkembangannya bergantung
pada bursa fabricius dan dinamakan limfosit B. Tetapi pada waktu itu belum dapat dibedakan antara
limfosit T dan limfosit B. Limfosit T berperan dalam hipersensitivitas lambat pada kulit dan penolakan
jaringan, sedangkan limfosit B dalam produksi antibodi.

2.2 PENGERTIAN

Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ
khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam
tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem
ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

Imunologi adlah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mencakup
kajian mengenai semua aspek system imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain
mempelajari peranan fisiologi system imun yang baik dalam keadaan sehat maupun sakit malfungsi
system imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan
allografi, karekteristik fisik ,kimiawi, dan fisiologi komponen-komponen system imun in vitro, in situ,
dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah
menjadi beberapa subdisiplin.

2.3 FUNGSI SISTEM IMUN

Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan menghilangkan
mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke
dalam tubuh, Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan, Mengenali
dan menghilangkan sel yang abnormal. Dan Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit
merupakan sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

2.4 RESPON IMUN

Tahap :

Deteksi dan mengenali benda asing, Komunikasi dengan sel lain untuk berespons, Rekruitmen
bantuan dan koordinasi respons dan estruksi atau supresi penginvasi

2. 5 JENIS-JENIS IMUN

1. Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )

Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme. Disebut nonspesifik


karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.

Terdiri dari:

a)      Pertahanan fisik/mekanik


Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya berbagai
kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak
oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.

b)      Pertahanan biokimia

Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga, spermin
dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. asam HCL
dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan air susu dapat melindungi tubuh
terhadap berbagai kuman gram positif  dengan menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga
mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap E. coli dan
staphylococcus.

Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dan hal tersebut
diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zan besi yang
dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.

c)      Pertahanan humoral

Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara humoral. Bahan-bahan
tersebut adalah:

Komplemen

Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit karena:

         Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri

         Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri

         Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan   makrofag
untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).

Interferon
Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang mengandung nukleus
dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus. Interveron mempunyai sifat anti virus dengan
jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap virus.
Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus
atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan
dikenal oleh sel NK yang kemudian membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.

C-Reactive Protein (CRP)

Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP dibentuk oleh
badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih)
setelah infeksi atau inflamasi akut.

CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca++ dapat mengikat
berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.

d)      Pertahanan seluler

Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.

Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel utama yang
berperaan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear seperti neutrofil.

Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik.
Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:

Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh dan mencerna. Kemotaksis adalah


gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon terhadap berbagai factor sperti produk bakteri dan
factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody seperti pada halnya dengan
komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen yang diikat antibody akan lebih
mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya
reseptor untuk fraksi Fc dari immunoglobulin pada permukaan fagosit.

Natural Killer cell (sel NK)

Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai cirri sel limfoid dari
siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi ketiga.

Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interveron
meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efeksitolitik sel NK.

2.   Sistem imun spesifik atau adaptasi

Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Benda asing yang pertama kali muncul
dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitiasi sel-sel imun tersebut. Bila sel imun tersebut
berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal
lebih cepat, kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya mengahancurkan
benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut spesifik.sistem imun spesifik dapat
bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya, tetapi umumnya terjalin kerjasama
yang baik antara antibodi, komplemen , fagosit dan antara sel T makrofag.
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu;

a)      Sistem imun spesifik humoral

Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B tersebut berasal
dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan berproliferasi dan
berkembang menjadi sel plasma yang dapat menbentuk zat anti atau antibody. Antibody yang dilepas
dapat ditemukan didalam serum. Funsi utama antibody ini ialah untuk pertahanan tehadap infeksi virus,
bakteri (ekstraseluler), dan dapat menetralkan toksinnya.

b)      Sistem imun spesifik selular

Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. sel tersebut
juga berasal dari sel asal yang sama dari sel B. factor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam
peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat memberikan pengaruhnya terhadap diferensiasi sel T
diperifer. Berbeda dengan sel B , sel T terdiri atas beberapa sel subset yang mempunyai fungsi berlainan.
Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus,
jamur, parasit, dan keganasan.

Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:

Alamiah

         Pasif

Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah putih yang disensitisasi dari
badan seorang yang imun ke orang lain yang imun, misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke
anak.

         Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara alamiah masuk kedalam
tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody atau  sel yang tersensitisasi.

Buatan  

         Pasif

Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibody, antitoksin misalnya pada
tetanus, difteri, gangrengas, gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah disensitisasi
pada tuberkolosis dan hepar.

         Aktif

Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui pemberian toksoid tetanus,
antigen mikro organism baik yang mati maupun yang hidup.

2.6 ANTIGEN DAN ANTIBODY

1. Antigen

a)   Pengertian

Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada manusia
dan hewan.  Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. 
Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang
dicangkokkan.  Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas
pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi (Baratawidjaja 1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).

b)     Letak Antigen

Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan
seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah
zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein
atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak
protein dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein,
karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
c)      Karakteristik

Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai berikut:

         Asing (berbeda dari self )

Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi untuk
menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.

         Ukuran molekul

Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar.  Molekul dengan berat
molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran sangat kecil seperti asam
amino tidak bersifat imunogenik.

         Kompleksitas kimiawi dan struktural

Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam amino
kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam
amino yang berbeda.

         Determinan antigenic (epitop)

Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut dengan determinan
antigenic atau epitop.  Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan.  Suatu determinan
mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.

         Tatanan genetic penjamu

        Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap antigen yang
sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.

         Dosis, cara dan waktu pemberian antigen

Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka respon imun tersebut
dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk jumlah dosis), cara
pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang diberikan)
d)     Pembagian Antigen

         Secara fungsional

  Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).

  Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.

         Pembagian antigen menurut epitop

        Unideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu     molekul.

  Unideterminan, multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian tersebut
ditemukan pada satu molekul.

  Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap
macamnya (kebanyakan protein).

  Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam determinan dan banyak  dari setiap macam pada
satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi). (Baratawidjaja
1991: 14)

         Pembagian antigen menurut spesifisitas

  Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.

  Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.


  Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.

  Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari spesies yang berbeda.

  Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri (Baratawidjaja 1991: 14-15; Sell      : 9–
10).

         Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T

  T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat
menimbulkan respons antibodi.  Sebagai contoh adalah antigen protein.

  T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel Tuntuk membentuk
antibodi.  Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang dipecah di dalam badan secara
perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri.
(Baratawidjaja 1991: 15).

         Pembagian antigen menurut sifat kimiawi

  Hidrat arang (polisakarida)

Hidrat arang pada umumnya imunogenik.  Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun terutama
pembentukan antibodi.  Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, mempunyai sifat antigen
dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.

  Lipid

Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.  Lipid
dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.

  Asam nukleat

Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.  DNA dalam
bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik.  Respon imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan
SLE.

  Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan univalent.(Baratawidjaja
1991: 15)

e)      Reaksi Antigen dan Antibodi

Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke
dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita
yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik
(eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B
yang akan mensintesis pembentukan antibodi.

Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul


immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor
antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya molekul
immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus
membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang
sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar
sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi
dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun
disebut imunogenitas.

Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:

         Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik
yang kecil, bernama epitop.

         Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:

  Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang
merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini
berinteraksi dengan sel yang rentan.

  Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan
bersama-sama membentuk gumpalan

  Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat
bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.

  Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel
penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut.

  Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer
cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi
oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.

         Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi yang
dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.

2. Antibodi

a)   Pengertian

Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang teraktifasi oleh antigen.
Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang
masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam
sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu.

b)     Fungsi
         Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.

         Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.

c)      Sifat Antibodi

Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat antibodi spesifik untuk
masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses ini dapat
terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan
musuh (antigen). Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan. Sulit bagi seseorang untuk mengingat
pola kunci, walau cuma satu, Akan tetapi, satu sel B yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata,
menyimpan jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam
kombinasi yang tepat.

d)     Proses Pembentukan Antibodi

         Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi tersebut diwariskan dari
ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibody yang dihasilkan pada bayi yang baru lahir titier masih
sangat rendah, dan nanti antibody tersebut berkembang seiring perkembangan seseorang.

         Pembentukan antibody karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan reaksi imunitas,
dimana prosesnya adalah:

Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan
meresponnya karena itu dianggab sebagai benda asing. karena bakteri ini sifatnya interseluler maka dia
tidak sanggup untuk di hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini juga memproduksi toksinsebagai
pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga memproduksi APC yang berfungsi mempresentasikan
antigen terhadap limfosit.agar respon imun berlangsung dengan baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B
dan limfosit T.

e)      Klasifikasi Antibodi

         IgG (Imuno globulin G)


IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia
memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam
tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran darah,
langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka mempunyai efek kuat anti-
bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun.

Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis
yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat
masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika antibodi tidak
diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka
janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian
sebelum lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.

         IgA (Imuno globulin A)

Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur,
ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut
berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media lembap
seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh yang paling
mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal
yang ditempatkan untuk melindungi daerah kritis.

Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah kelahiran,
mereka tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir
membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru lahir.
Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap
mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya,
pada saat bayi telah berumur beberapa minggu.

         IgM (Imuno globulin M)

Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme
tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk
melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika
musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. Untuk
mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.

         IgD (Imuno globulin D): IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B.
Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan
sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen.

         IgE (Imuno globulin E)

IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab untuk
memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga
menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang
mengalami alergi.

2.7 SISTEM KOMPLEMENT

Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang
satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah dalam
keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu
dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan
interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya
membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh,
sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti
pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan
berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.

Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh sel fagosit
mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain
diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan disintesis
ditempat dan waktu terjadinya aktivasi. Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama
dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan
penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya

1.      Aktivasi Komplemen

a)      Aktivasi komplemen jalur klasik

Aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap. 

         Regulasi jalur klasik, terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3
konvertase.

         Aktivitas C1 inhibitor

Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah
terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari
hambatan C1 INH.

         Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa regulator.  

b)     Aktivasi komplemen jalur alternatif

Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi
pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan
IgM.  Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam jumlah yang sedikit
baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam
plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg ++
dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3
konvertase) (Lihat Gambar 5-2). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil
sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan
faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat
dilarutkan  dalam plasma (lihat Gambar 5-3 ) . Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat
mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b
yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya.
Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa
ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat
mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur
alternatif. Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel sasaran. Dengan
menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim
pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah
yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini
suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini
juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses
penghancuran oleh faktor H dan faktor I. Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah
lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan
membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel
dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya
seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks serangan membran).

2.      Efek Biologik Komplemen

Fungsi sistem komplemen pada pertahanan tubuh dapat dibagi dalam dua golongan besar, 1)
lisis sel sasaran oleh kompleks serangan membran, dan 2) sifat biologik aktif fragmen yang terbentuk
selama aktivasi.

a)      Sitolisis
Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang berfungsi adalah C5-C9.
Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat
melalui jalur alternatif maupun jalur klasik.

b)     Sifat biologik aktif

Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis

Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b dan iC3b mungkin merupakan mekanisme
pertahanan utama terhadap infeksi bakteri dan jamur secara sistemik Fagositosis ini juga lebih
meningkat bilamana bakteri disamping berikatan dengan komplemen juga berikatan dengan antibodi
IgG atau IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada reseptor spesifik yang terdapat pada
sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi juga memacu untuk terjadinya fagositosis.

Anafilaksis dan kemotaksis

C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu sel mast dan sel basofil untuk
melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular.
Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor
C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit, makrofag, dan sel endotelium.

Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos menyebabkan kontraksi otot
polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah yang paling poten dan C4a adalah yang paling lemah.

C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a juga
mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel
fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang rusak; proses ini
disebut kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif dari sel fagosit
tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk memusnahkan mikroorganisme atau benda asing
tersebut

Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan terkumpulnya sel-sel dan
serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan mikroorganisme
atau benda asing tersebut; proses ini disebut peradangan.

Pelarutan dan eliminasi kompleks imun

Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi, dan dapat meningkat secara
dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen. Kompleks imun ini bilamana berlebihan dapat
membahayakan oleh karena dapat mengendap pada dinding pembuluh darah, mengaktivasi komplemen
dan menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukan kompleks imun bilamana berlebihan, tidak hanya
membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi juga interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan
komplemen pada Fc immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat ikatan antigen-antibodi
yang sudah terbentuk menjadi lemah.

Untuk menetralkan terbentuknya kompleks imun yang berlebihan ini, sistem komplemen dapat
meningkatkan fungsi fagosit. Fungsi ini terutama oleh reseptor yang terdapat pada permukaan eritrosit.
Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen dan mengaktifkan fragmen C3b yang menempel
pada antigen. Kompleks tersebut akan berikatan dengan reseptor pada permukaan eritrosit. Pada waktu
sirkulasi eritrosit melewati hati dan limpa, maka sel fagosit dalam limpa dan hati (sel Kupffer) dapat
membersihkan kompleks imun yang terdapat pada permukaan sel eritrosit tersebut.

3.      Regulasi

Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu

a)      komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang tidak stabil sehingga
bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak,

b)      adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I dan faktor H,

c)      pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen komplemen yang
melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1
inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.

Regulasi jalur alternatif

Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa protein dalam sirkulasi maupun
yang terdapat pada permukaan membran. Faktor H berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk
berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi dengan
faktor B. Dengan adanya hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor I,
menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh kofaktor H, CR1 dan MCP.
Faktor I memecah C3b dan yang tertinggal melekat pada permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang
tidak dapat membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan terakhir menjadi
C3d.

2.8 SEL-SEL IMUN

1.   Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik

Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen pencetus pernah atau
belum pernah dijumpai. Reaksinya pun tidak perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti pada sistem imun
spesifik. Lebih jauh lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai
faktor yang mengancam. Sel-sel yang berperan dalamnsistem imun nonspesifik adalah sel fagosit, sel
nol, dan sel mediator.

a)      Sel Fagosit

Sel fagosit terbagi dua jenis, yaitu fagosit mononuclear dan fagosit polimorfonuklear. Fagosit
mononuclear terdiri dari sel monosit dan sel makrofag, sedangkan fagosit polimorfonuclear terdiri dari
neutrofil dan eusinofil.
Sel Monosit dan Sel Makrofag

Persentase sel monosit dalam sel darah putih berkisar 5 %. Monosit bersirkulasi dalam darah
hanya selama beberapa jam, kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan berkembang menjadi
makrofaga (macrophage) besar (pemangsa besar). Makrofaga jaringan, yang merupakan sel-sel fagositik
terbesar, adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur panjang. Sel-sel ini menjulurkan kaki semu
(psedopodia) yang panjang yang dapat menempel ke polisakarida pada permukaan mikroba dan
menelan mikroba itu, sebelum kemudian dirusak oleh enzim-enzim di dalam lisosom makrofaga itu.

Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh, sementara yang lain tetap tinggal secara
permanen dalam jaringan tertentu: dalam paru-paru (makrofaga alveoli), hati (sel-sel Kupffer), ginjal
(sel-sel mesangial), otak (sel-sel mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan pada limpa, nodus limfa, serta
jaringan limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul asing yang memasuki darah
menghadapi makrofaga ketika mereka terjerat dalam bangun limpa yang mirip dengan jarring,
sementara yang berada dalam cairan jaringan mengalir ke dalam limfa dan disaring melalui nodus limfa.

Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan mekanisme untuk menghindari perusakan


oleh sel fagositik. Beberapa bakteri mempunyai kapsul bagian luar yang tidak dapat ditempeli
makrofaga. Contoh bakteri tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, yang bersifat resisten terhadap
perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam makrofaga.

Sel Neutrofil

Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid dalam sumsum tulang.
Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit). Neutrofil adalah fagosit pertama yang
tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi makrofaga besar dan aktif. Sel-sel yang
dirusak oleh mikroba yang menyerang membebaskan sinyal kimiawi yang menarik neutrofil dari darah
untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki jaringan yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba
yang ada disana. (Migrasi menuju sumber zat kimia yang mengundang ini disebut kemotaksis). Di dalam
neutrofil terdapat enzim lisozim dan laktoferin untuk menghancurkan bakteri atau benda asing lainnya
yang telah difagositosis. Setelah memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil mati dengan melepaskan zat-zat
limfokin yang mengaktifasi makrofag. Biasanya, neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48
jam karena neutrofil cenderung merusak diri sendiri ketika mereka merusak penyerang asing.

Sel Eusinofil

Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari sel bakal myeloid. Ukuran sel ini sedikit
lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit. Eosinofil berjumlah 2-5% dari sel darah
putih. Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan keadaan-keadaan alergi dan infeksi
parasit internal (contoh, cacing darah atau Schistosoma mansoni). Walaupun kebanyakan parasit terlalu
besar untuk dapat difagositosis oleh eosinofil atau oleh sel fagositik lain, namun eosinofil dapat
melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang
dapat membunuh banyak parasit. Selain itu, eosinofil juga memiliki kecenderungan khusus untuk
berkumpul dalam jaringan yang memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini disebabkan oleh faktor
kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah
jaringan yang meradang. Sel fagosit terutama makrofag dan neutrofil; memiliki peran besar dalam
proses peradangan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut sel fagosit juga berinteraksi dengan
komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.

b)      Sel Nol

Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak mengandung petanda seperti
pada permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu disebut sel nol. Sel ini beredar dalam pembuluh darah
sebagai limfosit besar yang khusus, memiliki granular spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan
membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting
dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di
dalam sumsum tulang ini juga tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus dan merupakan 10 % – 20 %
bagian dari limfosit perifer. Bentuknya lebih besar dari limfosit B dan limfosit T.

c)      Sel Mediator

Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast, dan trombosit. Sel tersebut disebut
sebagai mediator dikarenakan melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam sistem imun.

Sel basofil dan sel mast

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan diduga juga dapat berfungsi
sebagai fagosit. Sel basofil secara struktural dan fungsional mirip dengan sel mast, yang tidak pernah
beredar dalam darah tapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Awalnya sel basofil dianggap
berubah menjadi sel mast dengan bermigrasi dari sistem sirkulasi, tapi para peneliti membuktikan
bahwa basofil berasal dari sumsum tulang sedangkan sel mast berasal dari sel prekursor yang terletak di
jaringan ikat. Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang
pertama ditemukan di sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah heparin dan histamine. Sel
mast yang kedua ditemukan di slauran cerna dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4 dan
ditingkatkan pada infeksi parasit. Baik sel basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan
karenanya dapat diaktifkan oleh alergen spesifik yang berkaitan dengan antibodi IgE. Kemudian bila
terdapat alergen spesifik berikutnya yang bereaksi dengan antibodi, maka perlekatan keduanya
menyebabkan sel mast atau basofil rupture dan melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin,
serotonin, heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, dan sejumlah enzim lisosomal. Bahan-
bahan inilah yang menyebabkan manifestasi alergi. Selain itu keduanya pun dapat membentuk dan
menyimpan heparin dan histamin.

Trombosit

Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar di sumsum tulang belakang.
Trombosit berperan dalam pembatasan daerah yang meradang, dimana apabila terpajan ke
tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang telah diaktifkan melalui proses
berjenjang yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor pembekuan, diubah menjadi fibrin. Fibrin
inilah yang membentuk bekuan cairan interstitiumdi ruang-ruang di sekitar bakteri dan sel yang rusak.

2. Sel-sel Sistem Imun Spesifik

a)   Sel T

Karakteristik Sel T
         Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak langsung dengan sasaran suatu
proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity, imunitas
seluler).

         Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel T memiliki protein-
protein reseptor unik.

         Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di permukaan suatu sel yang
juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan, yaitu, baik antigen asing maupun antigen
diri harus terdapat di permukaan sel sebelum sel T dapat mengikuti keduanya.

         Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian kecil tetap dorman,
berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara lebih cepat dan kuat apabila
antigen asing tersebut muncul kembali di sel tubuh.

         Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi dengan antigen
jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan ke semua turunan sel T berikutnya

         Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T teraktivasi besiap
untuk melancarkan serangan imun seluler.

Subpopulasi sel T

Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T komplementer
berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan sejumlah besar sel T teraktivasi
yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler. Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada
peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.
         Sel Tc (cytotocic)

Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel tubuh yang
dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.

         Sel Th (helper)

Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik
dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.

         Sel Ts (supperssor)

Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan penolong. Sebagian
besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi penolong dan penekan, yang tidak
secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara imunologik. Kedua subpopulasi tersebut
disebut sel T regulatorik, karena mereka memodulasi aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas
mereka sendiri dan aktivitas makrofag.

         Sel Tdh (delayed hypersensitivity)

Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ketempat
terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya menyerupai sel Th.

         Limfokin

Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek biologic.
Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi. Beberapa jenis limfokin yaitu:
interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan sebagainya.

b)   Sel B

                  Sel B merupakan 5-15 % dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Fungsi utamanya ialah
memproduksi antibodi. Sel B ditandai dengan adanya immunoglobulin yang dibentuk didalam sel dan
kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel yang selanjutnya berfungsi sebagai
reseptor antigen. Kebanyakan sel perifer mengandung IgM dan IgD dan hanya beberapa sel yang
mengandung IgG, IgA, dan IgE, pada permukaannya. Sel B dengan IgA banyak ditemukan dalam usus.
Antibody permukaan tersebut dapat ditemukan dengan teknik imunofluoresen.

2.9 KELAINAN PADA SISTEM IMUN

Kelainan system kekebalan berfariasi dari yang ringan seperti alergi sampai yang serius seperti
penolakan pencangkokan organ,desiensi kekebalan, serta penyakit autonium.

1.      ALERGI

Alergi (hipersensitif) disebabkan oleh respons kekebalan tubuh terhadap antigen. Antigen-antigen
yang dapat menimbulkan suatu tanggapan alergi dikenel sebagai allergen (penyebeb alergi).

a.       Reaksi Alergi cepat

Reaksi alergi cepat , seperti alergi akibat tersengat lebah , alergi terhadap tepung sari atau hewan
kesayangan, disebabkan oleh mekenisme kekebalan humoral. Kekebalan tersebut diperantarai oleh
sekresi antibody ke cairan tubuh untuk melawan antigen penyerbu. Reaksi hipersensitif cepat ini
diakibatkan oleh produksi zat antibody IgE. Ketika seseorang terkena zat penyebab alergi , antibody IgE
akan terikat pada sel-sel darah putihyang berisi histamine, yaitu bahan kimiayang menyebabkan gejala
alergi yang umum, seperti hidung bash, mata berair, dan bersin. Jika lokasi ikatan antara antigen dangan
sel darah putih terisi oleh allergen , maka sel-sel darah putih akan melepaskan histamine.

b.      Reaksi Alergi lambat

Reaksi alergi lambat dikenal dengan delayed type hipersensivitas atau DTH , contohnua kasus orang
yang keracunan tumbuhan menjalar . contoh DTH ekstrim terjadi ketika makrofag tidak dapat dengan
mudah menghancurkan unsur penyerbu. Akibatnya , sel T diaktifkan sehingga menyebabkan peradangan
pada jaringan tubuh. Radang ini terus berlanjut sepanjang sel T diaktifkan.

2.      PENOLAKAN TRANSPLANTASI


System kekebalan mengenali dan menyerang apapun yang secara normal berbeda dari unsur yang
ada didalam tubuh seseorang, bahkan unsur yang hanya sedikit berbeda, seperti organ dan jaringan
yang dicangkokkan. Penolakan trnspalasi dapat dibagi menjadi tiga ketegori yaitu:

 penolakan Hiperakut

Penolakan tipe ini terjadi segera begitu transplantasi contohnya pada transplantasi ginjal. Penolakan
hiperakut dapat diatasi dengan cara mencangkokkan organ pada resipien yang memiliki golongan sama
dengan donor.

 Penolakan Akut

Penolakan akut biasanya terjadi beberapa hari setelah transplantasi. Untuk mengatasi hal ini , biasanya
pada resipien diberikan obat, seperti siklosporin yang memengaruhi respons molekul MHC resipien
terhadap donor.

 Penolakan Kronis

Penolakan kronis terjadi karena organ yang di transplantasikan kehilangan fungsi yang disebabkan oleh
darah beku pada pembuluh darah organ.

3.      AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Suatu penyebab infeksi yang menurunkan kekebalan secara fatal adalah HIV (Human
Immunodeficiency virus). Virus tersebut menyebabkan kasus AIDS debgan menginfeksi dan secara cepat
menghancurkan sel-sel T penolong. AIDS adalah suatu sindrom menurunnya kekebalan system
kekebalan tubuh. AIDS termasuk penyakit menular seksual PMS.

4.      DEFISIENSI IMUN

Defisiensi kekebalan imun dapat diperoleh dari keturunan . defisiensi i min yang diwariskan
tersebut umumnya mencerminkan kegagalan pewarisan suatu gen kepada generasi berikut sehingga
dihasilkan makrofag yang tidak mampu mencerna dan menghancurkan organisme penyerbu, contohnya
adalah serve combined immunodefiency (SCID). Penderita SCID mengalami kekurangan limfosit B dan T
sehingga harus tinggal dilingkungan steril agar tidak terkena infeksi.

5.      PENYAKIT AUTOIMUN

Ketika suatu penyakit autoimun menyerang , system kekebalan akan menyerang organ atau
jaringannya sendiri seolah-olah mereka adadlah unsur asing. Penyakit autoimun sering terjadi pada
kasus kencing manis dan demam rematik.

Anda mungkin juga menyukai