Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

Major Histocompatibility Complex, Antigen Presenting Cells, dan


Komplemen

Disusun Oleh :

DESAK PUTU ANJELINA (B181014)

POLITEKNIK MEDICA FARMA HUSADA MATARAM

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Imunoserologi : MHC,
APC dan Komplemen” ini dengan baik meskipun terdapat banyak kekurangan didalamnya.
Saya juga berterima kasih pada Dosen mata kuliah Imunoserologi yang telah memberikan
tugas ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “MHC, APC, dan Komplemen”. Saya menyadari masih
banyak kekurangan didalam makalah ini.
Saya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan dan saya
memohon kritik serta saran demi perbaikan dimasa depan. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi siapapun yang membacanya.

Mataram, 19 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................4
2.1 Major Histocompatibility Complex (MCH)..................................................4
2.1.1 Definisi MCH.....................................................................................4
2.1.2 Pembagian MCH................................................................................4
2.1.3 Peran MCH dalam presentasi gen......................................................6
2.2 Antigen Presenting Cell (APC).....................................................................7
2.2.1 Definisi APC......................................................................................7
2.2.2 Macam-macam APC..........................................................................8
2.2.3 Tahapan APC.....................................................................................9
2.3 Komplemen...................................................................................................12
2.3.1 Definisi Komplemen..........................................................................12
2.3.2 Sistem komplemen dan komponennya...............................................13
2.3.3 Fungsi Komplemen............................................................................16
2.3.4 Defisiensi Komplemen.......................................................................17
BAB III PENUTUP....................................................................................................19
KESIMPULAN..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan
pada semua jenis vertebrata. Gen tersebut terdiri dari kurang lebih 4 juta bp yang terdapat di
kromosom nomer 6 manusia. Pertama kali terungkap pada pertengahan tahun 1950, ketika
dalam serum penderita yang telah berulang kali mendapat tranfusi darah dijumpai antobdi
yang dapat menggumpalkan leukosit. Antibody yang sama ternyata juga dijumpai pada 20-
30% wanita multipara. Pada penelitian-penelitian selanjutnya dapat diketahui bahwa
antibody tersebut dapat bereaksi dengan sel yang berasal dari berbagai individu, sehingga
diduga bahwa antigen tersebut merupakan alloantigen. Pengetahuan mengenal antigen ini
bertambah ketika diketahui bahwa antigen ini dapat menyebabkan reaksi penolakan jaringan
tranplantasi sehingga dianggap antigen transplantasi.
Antigen transplantasi ternyata terdiri atas glikoprotein yang terdapat pada permukaan
hampir semua jenis sel berinti, dan ekspresinya pada permukaan sel ditentukan oleh bagian
kromosom tertentu yang terdiri atas serangkaian gen. Bagian kromosom ini disebut Major
Histocompability Complex (MCH), yang selain mengandung gen yang mengatur respon imun
dan menentukan kepekaan terhadap kelainan-kelainan imunologik. Hingga sekarang telah
diketahui bahwa MHC sedikitnya terdiri atas 200 gen sistem MHC yang telah banyak diteliti
dan diketahui perannya adalah MHC pada tikus yang disebut sistem H-2 dan pada manusia
disebut sistem HLA (Human Leukocyte Antigen).
Beberapa ciri penting dari gen MHC dan produknya diperoleh dari analisis genetika
dan biokimiawi pada mencit dan manusia. Beberapa ciri penting adalah :
1. Kedua jenis gen MHC polimorfik, yaitu MHC kelas I dan MHC kelas II, menyandi 2
kelompok protein yang berada secara structural tetapi homolog.
2. Gen MHC merupakan gen paling polimorfik diantara gen-gen yang ada
3. Gen MHC secara ko-dominan diekspresikan pada setiap individu.
Disamping perannya untuk mempresentasikan antigen, berbagai penelitian
membuktikan bahwa MHC juga berperan dalam meneruskan sinyal yang menyebabkan
fosforilasi intraseluler dan mengatur survival dan poliferasi sel. Sifat molekul MHC secara
umum dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Setiap molekul MHC terdiri atas lekuk pengikat antgen-peptida ekstraselular
2. Residu asam amino polimorfik terletak pada dan bersebelahan dengan lekuk pengikat
peptide.
1
3. Domain molekul MHC non-polimorfik yang menyerupai immunoglobulin
mengandung situs untuk mengikat CD4 dan CD8 pada sel T.
Antigen Presenting Cell (APC) atau sel aksesori adalah se lasing yang menampilkan
antigen kompleks dengan Major Histocompatibility Complex (MHC) pada permukaannya. T-
sel dapat mengenali kompleks mereka menggunakan T-sel reseptor (TCRs). Sel ini
memproses antigen dan menyajikan untuk T-sel.
Komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu
dengan lainnya sangat berbeda. Pada keadaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah
dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak
tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternative. Aktivasi sistem
komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat
membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau
bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada
jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan
penyakit.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari MHC?
2. Apa saja pembagian dari MHC?
3. Bagaimana peran MHC dalam presentasi antigen?
4. Bagaimana definisi dari APC?
5. Apa saja macam-macam APC?
6. Apa saja tahapan dari APC ?
7. Bagaimana definisi dari Komplemen ?
8. Bagaimana sistem komplemen dan komponennya ?
9. Apa fungsi dari Komplemen ?
10. Bagaimana defisiensi dari Komplemen ?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi dari MHC
2. Mengetahui apa saja pembagian dari MHC
3. Mengetahui bagaimana peran MHC dalam presentasi antigen
4. Mengetahui definisi dari APC
2
5. Mengetahui apa saja jenis-jenis APC
6. Mengetahui apa saja tahapan dari APC
7. Mengetahui definisi dari Komplemen
8. Mengetahui sistem komplemen dan komponennya
9. Mengetahui fungsi dari Komplemen
10. Mengetahui defisiensi dari komplemen

3
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Major Histocompatibility Complex (MHC)
II.1.1 Definisi MHC
Sistem imun memiliki fungsi dalam pertahanan tubuh sehingga untuk menjalankan
fungsi tersebut, sistem imun harus dapat mengenali molekul-molekul asing (non-self) agar
dapat dibedakan dengan molekul self. Instrument yang dapat membedakan hal itu adalah
reseptor yang ada pada sel sistem imun. Sel-sel sistem imun spesifik atau non spesifik
memiliki reseptor yang di khususkan untuk mengenal spesifitas. Hanya molekul yang
memiliki epitop akan dikenal sel sistem imun. Sel B mengenal epitop pada molekul tubuh,
sedang sel T mengenal epitop pada fragmen antigen (peptide) yang diikat oleh molekul pada
permukaan APC yang disebut MHC (Major Histocompatibility Complex)
Kompleks histokompatibility mayor (Major Histokompatibility Complex) atau system
histocompatibility mayor (Major Histokompatibility System) adalah suatu kelompok atau
kompleks gen yang terletak dalam kromosom 6 dan berperan dalam pengenalan dan
pemberian sinyal antar sel sistem imun. Kelompok gen tersebut dikenal sebagai lokus awal
yang menentukan ekspresi molekul-molekul permukaan sel tubuh, sehingga bila dua
binatang/ individu mempunyai lokus yang berbeda pada transplantasi, yang satu akan
menolak jaringan transplantasi asal binatang lainnya. Sel-sel tubuh yang bernukleus memiliki
epitop permukaan yang ekspresinya sudah ditentukan secara genetic. Hal ini dapat disamakan
dengan sel darah merah yang memiliki antigen A, B, Rh.

II.1.2 Pembagian MHC


Terdapat dua set utama molekul MHC, yaitu molekul MHC kelas I dan molekul MHC
kelas II, dimana memiliki respon terhadap sel T yang berbeda.
1. MHC Kelas I
Molekul MHC kelas I berinteraksi dengan CD8, yang ekspresinya
mendefinisikan subset sel T yang disebut sel T CD8+. Demikian untuk memperluas
definisi pembatasan MHC tanggapan sel T yang telah diperkenalkan tadi, bahwa
respon sel T CD8+ dibatasi oleh molekul MHC kelas I. Molekul MHC kelas I
diekpresikan pada semua sel yang memiliki nucleus (dengan demikian, tidak pada sel
darah merah), salah satunya mungkin karena teinfeksi oleh pathogen seperti virus,
bakteri, atau parasit. Fungsi utama sel T CD8+ adalah membunuh bakteri pathogen
4
pada sel inang, serta tumor dan jaringan yang di transplantasikan. Dengan demikian,
molekul MHC kelas I dan sel T CD8+ berperan penting dalam respon terhadap
pathogen yang menginfeksi sel inang. Selain interaksi mereka dengan CD8 yang
diungkapkan sebagai sel T CD8+. Molekul MHC kelas I juga berinteraksi dengan
molekul yang diekspresikan pada sel Natural Killer (NK). Interaksi ini mencegah sel
NK membunuh sel induk normal (Coico and Sunshine, 2015)

Gambar. 1. Ekspresi MHC Kelas I dan interaksi dengan sel T CD8+ (Coico and
Sunshine, 2015).

2. MHC Kelas II
Molekul MHC kelas II berinteraksi dengan CD4, yang ekspresinya
mendefinisikan subset sel T yang disebut sel T CD4+. Sesuai dengan definisi di
bagian sebelumnya, bahwa tanggapan sel T CD4+ dibatasi oleh molekul MHC kelas
II. Molekul MHC kelas II memiliki distribusi yang lebih terbatas daripada molekul
MHC kelas I, maka dinyatakan secara konstitutif (yaitu, dalam kondisi dasar) hanya
oleh Antigen-Presenting Cells (APC) namun dapat diinduksi oleh jenis sel lainnya.
APC adalah sel yang mengambil antigen dan mempresentasikannya ke sel T. pada
manusia APSs utama untuk ekspresi MHC kelas II adalah dentritik, makrofag, dan
limfosit B. Sel epitel thymus juga mengekspresikan molekul MCH kelas II (Gambar.
4). Dengan tidak adanya factor inducing, kebanyakan sel (misalnya hati dan ginjal Sel
jaringan) mengungkapkan MHC kelas I bukan molekul MHC kelas II. Sebaliknya,
APC secara konstitutif mengekspresikan keduanya baik molekul MHC kelas I dan
kelas II. Sebagai respon terhadap aktivasi, sel T CD4+ mensitesis secara luas berbagai
sitokin, dan karenannya bekerja sama dengan berbagai jenis sel, termasuk membantu
sel B mensitesis antibody. Demikian, molekul MHC kelas II dan sel T CD4+
memainkan peran penting dalam tanggapan terhadap agen pathogen dan antigen yang
di bawa ke APCs (Choico and Sunshine, 2015).

5
Gambar. 2. Ekspresi MHC Kelas II dan interaksi dengan sel T CD+ (Coico and
Sunshine, 2015)

II.1.3 Peran MHC dalam Presentasi Antigen


Kejadian yang terjadi di dalam sel iang setelah protein antigen yang telah masuk
dijelaskan dalam Gambar 1. Yaitu sebagai beriku :

Gambar. 3. Peran MHC dalam presentasi antigen dengan sel T (Coico and Sunshine,
2015).
1. Protein dipecah (diurai atau diolah) menjadi fragmen peptida linier dengan panjang
yang bervariasi. Beberapa peptide ini mengikat molekul MHC di dalam sel. Pengikat
ini selektif, tidak semua peptide yang terbentuk dapat mengikat molekul MHC.
2. Molekul MHC dengan peptide yangterikat bergerak ke arah permukaan sel.
3. Kombinasi peptide yang terikat pada molekul MHC diakui pada permukaan sel oleh
sel T yang mengekspresikan dengan “tepat” atau “benar”. Satu TCR dari berbagai
TCR atau jutaan TCR yangbisa dihasilkan oleh host. Gambar 2. Menunjukkan tiga
komponen penting dari pengenalan sel-T antigen peptide, molekul MHC yang di
ekspresikan di permukaan sel inang, dan TCR yang mempresentasikan sel T.

6
Gambar. 4. Interaksi molekul MHC diekspresikan pada permukaan sel inang dengan
peptide terikat dan TCR (Coico and Sunshine, 2015).

Dengan demikian, molekul MHC memiliki dua fungsi utama : (1) secara selektif
mengikat peptide yang dihasilkan saat protein diproses di dalam sel tuan rumah, dan (2)
menyajikan peptide pada permukaan sel inang ke sel T yang sesuai TCR. Peranpenting yang
dimainkan oleh molekul MHC dalam mengikat antigen yang di proses dan
mempresentasikannya dalam respon sel T adalah disebut sebagai pambatasan MHC
tanggapan sel-T. Beberapa salinan dari masing-masing molekul MHC diekspresikan pada
permukaan sel inang, dan masing-masing molekul MHC bisa mengikat banyak peptide (satu
peptide pada satu waktu). Dengan mengikat peptide di dalam sel, molekul MHC “sampel”
lingkungan internal inang sel dan menyajikan informasi pada permukaan sel mungkinkan sel
T untuk mengidentifikasi apakah sel inang tertentu telah terinfeksi atau megandung beberapa
komponen asing. Kombinasi molekul MHC ditambah peptide asingyang diekspresikan
permukaan sel inang merupakan sinyal kunci untuk inang. Sel T itu mereka perlu
memberikan respon. Konsekuensi peting adalah bahwa sel T tidak merespon sel inang tanpa
adanya peptide asing. sel T focus pada respon terhadap sel yang terinfeksi (atau sel yang
megandung antigen) namun tidak merespon sel inang yang tidak terinfeksi. Molekul MHC
juga memainkan peran kunci selama diferensiasi sel T dalam timus. Demikian, molekul MHC
memainkan peran penting yang saling terkait dalam diferensiasi sel T yang belum matang dn
respon sel T dewasa (Coico and Sunshine, 2015) .

II.2 Antigen Presenting Cell (APC)


II.2.1 Definisi APC
Antigen Processing atau pemrosesan antigen merupakan proses kompleks dimana
antigen akan dip roses dari suatu molekul berukuran besar (makromolekul) dari
mikroorganisme/antigen. Makromolekul yang bersifat antigenic akan dipecah sehingga

7
menghasilkan peptide kecil, proses ini merupakan bagian dari Antigen Processing (Mak and
Jett, 2014).
Antigen Processing adalah degradasi antigen menjadi fragmen peptide yang lebih
kecil sehingga dapat berikatan dengan molekul Major Histocompatibility Complex (MHC),
yang selanjutnya dapat di kenali oleh sel T melalui reseptor sel T (T cell Receptor/TCR).
Pemrosesan dan penyajian antigen tersebut dilakukan oleh sel-sel yang disebut Antigen
Presentation Cells (APCs) (Male et al., 2007).

Gambar 1. Interaksi molekul MHC dan sel T

Terdapat 3 jalur Antigen Processing, yaitu Jalur processing antigen endogenus dan
eksogenus. Jalur pemrosesan antigen endogenus (cytocolic pathway) memproses protein yang
di sintesis atau dibentuk dalam sel host (protein intraseluler) atau sel yangtelah terinfeksi
suatu pathogen, lalu akan di degradasi di dalam sel (sitoplasma). Sedangkan, jalur prosesing
antigen eksogenus (endotylic pathway) memproses protein dari luar sel tubuh host (non self)
yang merupakan protein ekstraseluler, selanjutnya protein tersebut akan di degradasi di dalam
sel. Kedua antigen yang di degradasi tersebut akan dikirimkan ke reticulum endoplasma (RE)
(Mak and Jett, 2014).

II.2.2 Macam-macam Antigen Presentation Cells (APC)


Sel-sel yang bertugas sebagai APC tersebut dibagi menjadi sel APC professional dan
APC non professional. Sel APC professional diperankan antara lain oleh sel dendritik
(Dendritik Cells/ DCs), makrofag, dan limfosit B atau sel B. Sel dendritik dapat mengativasi
sel Th naïve dan sel Th memori. Makrofag dan sel B dapat mengaktivasi sel efektor dan sel
Th memori tetapi tidk dapat mengaktivasi sel T naïve (Mark and Jett, 2014).

8
Sel-sel tersebut dibedakan antara satu dengan lainnya berdasarkan mekanismenya
untuk memproses antigen, apakah mengeskpresikan molekul MHC kelas II atau aktivasi ko-
stimulasinya.
1. Sel Dendritik : merupakan sel APC yang paling efektif, karena sel dendritik
mengeskpersikan molekul MHC kelas II dan molekul ko-stimulasi dalam jumlah yang
besar, selanjutnya dapat mengaktifkan sel Th naïve.
2. Makrofag : sebelumnya harus diaktifkan dulu melalui proses fagositosis dari antigen
tertentu, sebelum mengeskpersikan molekul MHC kelas II dan molekul membrane
ko-stimulasi B7.
3. Sel B : pada dasarnya sel B mengekspresikan MHC kelas II tetapi harus diaktifkan
sebelum mengeskpresikn molekul membrane ko-stimulasi B7 (Kindt et al., 2007-
Jany Kubys).

Sel-sel APC non professional dikatakan demikian karena kemampuannya dalam


memproses dan menyajikan peptide antigen ke sel T, hanya dalam periode waktu tertentu
selama respon infalamsi dan sel tersebut memiliki fungsi utama selain APC. Sel-sel tersebut
mampu mengeskpresikan molekul MHC dan molekul sinyal ko-stimulasi seperti pada sel
APC professional.

Tabel 1. Berbagai Sel yang berperan sebagai APC professional maupun non professional.
Antigen-Presenting Cells
(APC)
APC professional APC non professional
Sel dendritik Fibroblast (pada kulit) Thymic epithelial cell
Makrofag Sel glial (pada otak) Thyroid epithelial cell
Sel B Sel beta pankreas Vascular epithelial cell

II.2.3 Tahapan Antigen Presentation Cell (APC)


Antigen Presenting Cell mampu memproses antigen asing melalui beberapa cara.
Endositosis dengan perantara reseptor, mekanisme kedua melalui makropinositosis yang
melibatkan engulfment atau “penelanan” sejumlah besar cairan atau zat terlarut (Lambrecht
and Hammad, 2014).
Secara garis besar prosessing antigen dilakukan dengan 2 jalur, yaitu secara
eksogenus dan endogenus.

9
Gambar 2. Presentasi Berbagai Antigen Peptida (Penn, 2012).

a. Presentasi antigen dengan jalur endogenus (Jalur sitosolik).


Pada sel eukariotik, protein mengalami regulasi atau pengaturan. Protein yang
terdenaturasi, misfolded (gagal melipat), atau protein abnormal lainnya juga
terdegradasi dengan cepat di dalam sel. Protein yang terdegradasi dalam sel tersebut
disebut antigen endogenus. Jalur pemrosesan antigen endogenus melalui molekul
MHC kelas I.
Sebuah proteasome dapat membelahikatan peptide antara 2-3 asam amino
berbeda pada proses yang bergantung ATP (ATP dependent prosess). Jalur degradasi
protein tersebut untuk membentuk peptide kecil untuk dipresentasikan oleh molekul
MHC kelas I. peptide yang berasal dari sitosol dipindahkan oleh TAP (transporter
associated with antigen processing) kebagian reticulum endosplasma kasar (Rough
Reticulum Endosplasmic).
Di reticulum endoplasma, peptide akan berikatan dengan molekul MHC kelas
I, selanjutnya kompleks MHC kelas I, peptide di permukaan sel APC tersebut
selanjutnya untuk dapat berikatakan dan dikenali oleh sel T (Kindt et al., 2007).

Gambar 3. Presentasi Antigen Endogenus Melalui Jalur Sitosolik.


b. Presentasi antigen eksogenus (Jalur endolitik).
Sel yang berperan sebagai APC dapat melakukan internalisasi/ memproses
antigen yang masuk ke dalam tubuh host melalui fagositosis, endositosis ataupun
10
keduanya. Makrofag dapat memproses antigen melalui kedua proses diatas, sementara
sebagian besar APC tidak melakukan proses fagositois atau dapat dikatakan
melakukan fagositosis secara lemah sehingga memproses antigen hanya melalui
endositosis. Contohnya sel B dapat memproses antigen secara efektif melalui reseptor
untuk endositosis menggunakan antibodi yang spesifik terhadap antigen tersebut,
yang terjadi pada membran sel B sebagai reseptornya.
Segera setelah antigen diproses selanjutnya akan didegradasi menjadi peptida
dalam rongga tertentu dalam jalur prosesing endositik. Jalur endositik tampak
melibatkan 3 rongga yang bersifat asam (acidic compartment) yaitu rongga di dalam
sel (endosom) awal (pH 6-6,5), endosom akhir atau endolisosom (pH 5-6), dan
lisosom (pH 4,5-5). Antigen yang terproses berpindah dari endosom awal ke endosom
akhir dan akhirnya menuju lisosom untuk bertemu dengan enzim hidroitik. Lisosom
mengandung lebih dari 40 enzim hidrolase yang bersifat asam termasuk protease,
nuclease, glikosidase, lipase, fosfolipase dan fosfatase. Di dalam rongga pada jalur
endositik ini, antigen akan didegradasi menjadi oligopeptida yang akan berikatan
dengan molekul MHC klas II.
Karena APC mengekspresikan molekul MHC klas I dan II, diperlukan
beberapa mekanisme untuk mencegah molekul MHC klas II dari ikatan terhadap
peptida antigenik yang sama yang seharusnya berikatan dengan molekul MHC klas I.
Ketika MHC klas II disintesis dalam retikulum endoplasma kasar (RER/ rough
endoplasmic reticulum), 3 pasang ikatan αβ klas II berasosiasi dengan protein yang
disebut rantau invariant (Ii, CD74). Protein ini berinteraksi dengan cleft dari molekul
mhc klas II yang berikatan dengan peptida, mencegah segala peptida yang berasal dari
dalam sel/ endogenus dari ikatan dengan cleft, sementara molekul klas II sedang
berada dalam RER. Rantai invariant juga nampak teribat pada pelekukan rantai klas II
α dan β, ikatan ini keluar dari RER, dan selanjutnya memproses molekul klas II ke
jalur endositik dari badan golgi.
Sebagian besar kompleks rantai invariant dengan molekul mhc klas II
diangkut dari RER melalui golgi kompleks lalu melewati jalur endositik, bergerak
dari endosom awal ke akhir dan terakhir lisosom. Sejalan dengan peningkatan
aktivitas proteolitik, rantai invariant secara bertahap akan didegradasi. Fragmen
pendek dari rantai invariant yang disebut CLIP (for class II- associated invariant
chain peptide) akan berikatan dengan molekul MHC klas II setelah rantai invarian
dipecah dalam rongga endosomal.
11
Serupa dengan molekul MHC kelas I, ikatan peptida diperlukan untuk
mempertahankan sruktur dan stabilitas molekul MHC. Segera setelah peptida
berikatan, komplek molekul mhc dan peptida ini akan diangkut ke membran plasma
sel.

Display of MHC II + peptide


Ingestion of microbe
Vesicle fusion,on cellGolgi
surface

assembly of Complex
peptide/MHC II Vesicle carrying
Degradtion in MHC II
MHC II is assembled in ER
lysozome
Endoplasmic reticulum
Gambar 4. Presentasi Antigen Eksogenus Melalui Jalur Endolitik.

II.3 Komplemen
II.3.1 Definisi Komplemen
Komplemen merupakan salah satu molekul humoral dari imunitas innatel non
spesifik, walaupun perannya juga terlibat di imunitas spesifik. Komplemen membentuk suatu
sistem yang disebut sistem komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang diketahui
terdapat lebih dari 30 molekul yang terlarut maupun yang terikat sel (Kindt et al., 2007).
Komplemen membentuk suatu sistem protein di plasma yang mengaktifkan suatu
reaksi proteolitik yang berantai (cascade) pada permukaan mikroba (antigen), namun tidak
terjadi pada permukaan sel host (penyimpanan). Komplemen ini akan melapisi permukaan
mikroba tersebut dengan fragmen yang dikenali dan berikatakan dengan reseptor fagosit
(makrofag). Reaksi berantai ini juga menghasilkan/melepaskan peptide-peptida (fragmen)
kecil yag berperan untuk proses infalamsi (Janeway et al., 2001).
Saat ini komplemen merupakan kelompok protein membrane maupun plasma yang
memegang peranan pada sistem imun non spesifik maupun spesifik (Atkinson, 2013).
Komponen komplemen sebagian besar diproduksi di hepatosit, alaupun C1q,
properdin dan C7 di produksi di sel myeloid, dan factor D diproduksi di sel adiposity (yang
dikenal juga sebagai adipsin) (Sullivan and Grumach, 2014).
Molekul komplemen ini bersifat labil atau terdegradasi terhadap suhu panas (> 56°C)
yang dibedakan dari komponen serum lainnya yaitu antibody yang lebih tahan panas
(Isenman et al., 2013).

12
II.3.2 Sistem Komplemen dan Komponennya
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa komplemen membentuk suatu sistem.
Sistem komplemen sebagai satu kesatuan memiliki peran masing-masing di dalamnya, ada
yang berperan sebagai efektor, reseptor, danregulator. Seperti layaknya suatu sistem
pemerintahan, didalamnya ada yang berperan sebagai eksekutif, yudikatif, legislatif.
Sistem komplemen merupakan sistem enzimatis dan menyebabkan aktivasinya
berantai. Dikatakan sebagai sistem enzimatis karena salah satu komponen komplemennya
yang aktif akan berperan sebagai enzim dan memecah komplemen lain sebagai
substratsehingga menghasilkan produk berupa fragmen peptide kecil.

Gambar 1. Pemecahan Komplemen menjadi Fragmen kecil dan Besar


Keterangan : Pollen sebagai antigen, dipermukaannya mengandung Lipopolisakarida
(LPS). LPS dapat mencetuskan C3 untuk aktif dan mendekat.
Selanjutnya C3 akan membelah membentuk C3a (fragmen kecil)
sebagai produk dan C3b (fragmen besar) sebagai substrat untuk C5.

Secara keseluruhan komplemen memiliki 9 komponen besar, yaitu komplemen


(Complement = C) no. 1-9, selanjutnya disebut C1-C9, namun karena komplemen memiliki
peran sebgai efektor, reseptor, dan regulator dapat terbagi lagi menjadi sekitar 30 komponen.
1. Komplemen Efektor
Efektor secara umum dapat diartikan sebagai molekul yang mengatur aktivasi
biological dan dapat berperan sebagai sinyal dari suatu reaksi berantai. Komplemen
sebagai efektor juga memiliki peran yang sama, diantaranya sebagai sinyal agar
aktivasi komplemen dapat berjalan berurutan (cascade). Sebagian besar komponen
komplemen berperan sebagai efektor, baik komplemen yang berperan sebagai enzim,
substrat, maupun produk yang dihasilkan dari sistem enzimatis tersebut.

13
Gambar 2. Komplemen Sebagai Efektor

Keterangan :
1. Mikroba yang dikenali sebagai Antigen (Ag) akan berikatan dengan Antibodi (Ab)
2. Ikatan ini (Ag-Ab) akan merangsang C1 untuk aktif dan mendekat dan
berikatan.ikatan antara C1 dan (Ag-Ab) membuat komponen C1 (C1r dan C1s) untuk
lepas.
3. C1r dan C1s yang lepas sebagai sinyal untuk C4 untuk datang dan mendekat ke
daerah aktivasi komplemen
4. C4 yang datang akan berikatan dengan C1, C1 berperan sebagai enzim.
5. Ikatan C1 dengan C4 akan mengaibatkan C4membelah menjadi C4a sebagai produk
akan diffuse dan menyebar. Berfungsi sebagai anafilatoksin, sedangkan C4 bsebagai
substrat untuk C2.

2. Komplemen Reseptor
Komunikasi antara sel dan molekul di sekelilingnya diperankan oleh banyak
perantara, salah satunya adalah reseptor. Komponen komplemen yang aktif dan
menjalankan fungsinya juga memerlukan reseptor untuk berikatan dengan sel yang
membantu menjalankan fungsinya, contoh : komplemen C3b yang salah satu
fungsinya sebagai opsonin (membantu fagositosis) memerlukan bantuan sel fagosit
(contoh : makrofag) untuk menjalankan fungsinya. Komunikasi komplemen C3b
dengan makrofag akan terjalin jika terdapat reseptor CR1 pada permukaan makrofag
tersebut.

14
Gambar 3. Komplemen sebagai Reseptor

Keterangan :
1. Antigen (Ag) sebagai benda asing harus dihancurkan melaluiproses fagositosis.
Komplemen aktif yang diperankan oleh C3b menempel dipermukaan Ag.
Reseptor spesifik untuk C3b yaitu CR1 yang terdapat dipermukaan makrofag juga
ikut aktif.
2. Aktifnya reseptor CR1 diikuti dengan mendekatkan diri dan berikatan dengan
komplemen C3b, hal ini memudahkan makrofag sebagai sel fagosit untuk
mengenali Ag. C3b sebagai opsonin memberikan sinyal ke makrofag untuk
membentu proses fagositosis.
3. Ikatan antara reseptor (CR1) dan ligannya (C3b) memfasilitasi makrofag untuk
melakukan fagositosis, menyeliputi permukaan Ag dengan kaki semunya.
4. Proses fagositosis berlangsung, terjadi fusi antara lisosom dan fagosom yang
mengandung Ag akan dilisiskan dan dihancurkan.

3. Komplemen Regulator
Komplemen merupakan suatu sistem yang berantai, yang aktivasinya terjadi
terus menerus selama sistem imun mengenali adanya bahan asing (antigen) di dalam
tubuh host. Akhir dari aktivasi komplemen melalui jalurnya masing-masing akan
mencetuskan terjadinya pelisisan membran pathogen. Aktivasi sistem komplemen
yang terus menerus ini perlu di atur oleh komponen komplemen yang berperan
sebagai regulator/ pengatur. Jika suatu individu tidak memiliki atau defisiensi dari
komplemen regulator, maka dapat menimbulkan suatu kondisi patologis, seperti
penyakit autoimun. Sebagai contoh C1 INH sebagai komplemen yang berperan dalam
inhibitor komplemen C1 sehingga menghambat aktivasi enzimatis dari C1r dan C1s,
yang selanjutnya juga akan menghambat aktivasi C2.

Tabel 2. Bagian Sistem Komplemen yang berperan sebagai Regulator


No. Peran dan Fungsi Komplemen
1. Protein Regulator Properdin
(meningkatkan fungsi/
up regulating)
2. Protein Regulator C1 Inhibitor (C1 INH)
(menurunkan fungsi / C4- binding protein (C4-bp)

15
down regulating
Faktor H
Faktor I
S protein (Vitronectin)
Clusterin
Carboxypeptidase N (anaphyatoxin inactivator)
3. Protein Membran CR1 (CD35)
Regulator Membrane cofactor protein (MCP; CD46)
Decay-accelerating factor (DAF, CD55)
CD59 (membrane inhibitor of reative lysis; protectin)
4. Reseptor Membran Complement Receptor (CR1) ; CD35
CR2 (CD21)
CR3 (CD11b/ CD18)
CR4 (CD11c/ CD18)
C3a reseptor
C5a reseptor
C1q reseptor
Complement receptor of the Ig Superfamily (CRIg)
Sumber : Johnston,
2011

II.3.3 Fungsi Komplemen


Aktivitas utama dari sistem komplemen adalah untuk mengubah membran
dan mengikat antigen melalui pengikatan kovalen dari fragmennya yang sedang aktif
(Atkinson, 2013).
Komplemen juga memiliki fungsi sentral pada inflamasi menyebabkan
kemotaksis pada fagosit, aktivasi sel mast dan fagosit, opsonisasi dan lisis sel
pathogen, juga sebagai clearance kompleks imun (Male et al., 2006).
Setelah aktivasi awal, berbagai komponen komplemen berinteraksi melalui
reaksi berantai yang diatur sedemikian rupa, untuk menjalankan fungsi utamanya,
yaitu :

1. Lisis sel, bakteri atau virus.


2. Opsonisasi, yang mendukung fagositosis antigen tertentu.
3. Berikatan dengan reseptor komplemen spesifik pada sel dari sistem
imun, memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, mensekresi molekul
immunoregulatory.
4. Clearence kompleks imun, yaitu menyingkirkan kompleks imun dari
sirkulasi dan lalu mengendapkannya pada limpa atau hepar (Kindt et
al. et al. 2007).

16
Gambar 6. Aktivitas Biologis Komplemen

II.3.4 Defisiensi Komplemen


Komponen komplemen dapat mengalami defisiensi terkait kelainan genetik.
Defisiensi homozigot pada komponen jalur klasik seperti C1q, C1r, C1s, C2 dan C4
menunjukkan gejala yang ditandai dengan peningkatan penyakit yang berhubungan
dengan kompleks imun seperti Sistemik Lupus Eritematosus, glumerolunefritis, dan
vaskulitis. Defisiensi tersebut menegaskan pentingnya reaksi pada awal sistem
komplemen yaitu pada pembentukan C3b, dan peran penting C3b pada solubilisasi
dan clearance kompleks imun. Lebih lanjut, pada penyakit kompleks imun, individu
dengan defisiensi komplemen tersebut lebih rentan mengalami infeksi pyogenik
(bakteri yang menghasilkan pus) yang berulang, seperti Streptococci dan
Staphylococci (Kindt, 2012).

Defisiensi Komponen Secara Genetik


Defisiensi bawaaan/ congenital dari komponen jalur Klasik dan jalur Lektin
juga faktor D dan Properdin dari jalur Alternatif. Semua komponen dari jalur Klasik
dan Alternatif kecuali defisiensi Properdin diturunkan secara Autosomal recessive
co-dominant. Masing-masing orangtua akan membawa satu gen yang mengkode
sintesis dari setengah level/ konsentrasi komponen pada serum darah keturunannya.
Sedangkan defisiensi Properdin diturunkan secara x-Linked.

Sebagian besar pasien dengan defisiensi C1q primer umumnya mengalami


Lupus Eritematosus Sistemik (SLE). Beberapa anak-anak yang mengalami defisiensi
C1q mungkin untuk mengalami infeksi serius termasuk septicemia dan meningitis.
Individu dengan defisiensi C1r, C1s, kombinasi C1r/C1s, C4, C2, atau C3 juga
memiliki insidensi yang tinggi untuk mengalami sindroma autoimun, terutama SLE

17
atau sindrom yang menyerupai SLE dengan level antibodi untuk antinuclear tidak
mengalami kenaikan.

C4 dikode oleh 2 gen, yang disebut gen C4A dan C4B. defisiens C4
menunjukkan ketidakadaan baik porduk gen C4A maupun C4B. Defisiensi
homozigot/ komplit dari C4A hanya muncul sekitar 1% dari populasi yang juga
merupakan predisposisi untuk terjadinya SLE. Pasien dengan defisiensi pada C4B
kemungkinan mengalami predisposisi terhadap infeksi. Beberapa pasien dengan
defisiensi C5, C6, C7 atau C8 mengalami SLE, tetapi infeksi menigococcal yang
berulang/ recurrent lebih sering menjadi masalah utama.
Individu dengan defisiensi C2 memiliki predisposisi untuk penyakit
septicemic seumur hidupnya yang umumnya disebabkan karena pneumococci.
Sebagian besar memiliki masalah dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi,
kiranya dikarenakan fungsi proteksi di jalur Alternatif. Gen-gen untuk C2, faktor B
dan C4 terletak berdekatan satu dengan ain pada kromosom no.6, dan penurunan
sebagian dari konsentrasi faktor B dapat terjadi bersamaan dengan defisiensi C2.

Gambar 7. Defisiensi Komplemen dan Kondisi Patologisnya (Male et al., 2006).

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan

Kompleks histokompatibility mayor (Major Histokompatibility Complex) atau system


histocompatibility mayor (Major Histokompatibility System) adalah suatu kelompok atau
kompleks gen yang terletak dalam kromosom 6 dan berperan dalam pengenalan dan

18
pemberian sinyal antar sel sistem imun. Kelompok gen tersebut dikenal sebagai lokus awal
yang menentukan ekspresi molekul-molekul permukaan sel tubuh, sehingga bila dua
binatang/ individu mempunyai lokus yang berbeda pada transplantasi, yang satu akan
menolak jaringan transplantasi asal binatang lainnya.
Antigen Processing Cells adalah degradasi antigen menjadi fragmen peptide yang lebih
kecil sehingga dapat berikatan dengan molekul Major Histocompatibility Complex (MHC),
yang selanjutnya dapat di kenali oleh sel T melalui reseptor sel T (T cell Receptor/TCR).
Pemrosesan dan penyajian antigen tersebut dilakukan oleh sel-sel yang disebut Antigen
Presentation Cells (APCs).
Komplemen merupakan salah satu molekul humoral dari imunitas innatel non spesifik,
walaupun perannya juga terlibat di imunitas spesifik. Komplemen membentuk suatu sistem
yang disebut sistem komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang diketahui terdapat
lebih dari 30 molekul yang terlarut maupun yang terikat sel.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Coico, Richard and Geoffrey Sunshine. (2015). Immunology a Short Course


Seventh Edition. Premedia Limitted: UK
2. Male D, Bronstoff J and Roth DB, and Roitt I, 2006. Immunology. 7th Ed.
3. Mak TW and Jett BD, 2014. Primer to The Immune System : Antigen Proccesing
Chapter 7. P: 161-179
4. Kindt TJ, Goldby RA, Osbrne BA, and Kuby J, 2007. Immunlogy.
5. Lambrecht BN and Hammad H, 2014 Middleton’s Allergy Princples and Practise :
Antigen- Presenting Dendritic Cells, Chapet 13. P : 215-227
6. Penn DJ, 2002 Major Histocompatibility Complex (MHC). Encyclopedia of Life
Sciences, Macmillan Publisher td, Nature Publishing Group.
7. Isenman DE, R. Mandle, and MC. Caroll. 2013. Complement and
Immunoglobulin Biology. Immunologic Basic of Hematology. Chapter 22.
8. Janeway CA., P. Travers, M. Walport, and ML. Shlomchik. 2001.
Immunobiology, 5th edition, The Immune System in Health and Disease, New
York : Garland Science.

20

Anda mungkin juga menyukai