Kedua jenis limfosit, seperti semua sel darah lainnya, berasal dari sel punca yang sama
di sumsum tulang. Apakah suatu limfosit dan semua turunannya ditakdirkan untuk menjadi
sel B atau sel T bergantung pada tempat diferensiasi dan pematangan akhir sel awal tersebut.
Sel B berdiferensiasi dan mengalami pematangan di sumsum tulang. Untuk sel T, selama
masa janin dan anak-anak dini, sebagian dari limfosit imatur sumsum tulang bermigrasi
melalui darah ke timus, tempat sel-sel tersebut mengalami pemrosesan lebih lanjut menjadi
limfosit T (dinamai berdasarkan tempat pematangan). Timus adalah jaringan limfoid yang
terletak di garis tengah di dalam rongga thoraks di atas jantung di ruang antara kedua paru.
Setelah dilepaskan ke darah dari sumsum tulang atau timus, sel B dan T matang
menetap dan membentuk koloni limfosit di jaringan limfoid perifer. Di sini, dengan
rangsangan yang sesuai, sel-sel tersebut mengalami pembelahan untuk menghasilkan generasi
baru sel B atau sel T, bergantung pada nenek moyangnya. Setelah masa anak-anak dini,
sebagian besar limfosit baru berasal dari koloni limfosit perifer ini dan bukan dari sumsum
tulang.
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B. Limfosit B
berasal dari sel asal multipotent di sumsum tulang. Sel yang disebut Bursal cell atau sel B
akan berdiferensiasi menjadi sel B matang dalam sumsum tulang. Sel B yang diransang oleh
benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi.
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem spesifik selular. Pada orang dewasa, sel T
dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di kelenjar timus
atas pengaruh berbagai faktor asal timus. 90-95% dari semua sel T dalam timus tersebut mati
dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya meninggalkan timus untuk masuk ke
dalam sirkulasi. Faktor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah
sebagai hormone asli dan dapat memengaruhi diferensiasi sel T di perifer.
Peran Timosin. Karena sebagian besar migrasi dan diferensiasi sel T terjadi pada awal
masa perkembangan maka timus secara bertahap mengalami atrofi dan menjadi kurang
penting seiring dengan bertambahnya usia. Namun, jaringan ini terus menghasilkan timosin,
suatu hormon penting yang mempertahankan turunan sel T. Timosin meningkatkan proliferasi
sel T baru di jaringan limfoid perifer dan memperkuat kemampuan imunologik sel T yang
ada. Sekresi timosin menurun setelah usia 30 sampai 40 tahun. Penurunan ini diperkirakan
ikut berperan dalam penuaan. Para ilmuwan lebih lanjut berspekulasi bahwa berkurangnya
kapasitas sel T dengan bertambahnya usia mungkin berkaitan dengan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi virus dan kanker, karena sel T berperan sangat penting dalam pertahanan
terhadap virus dan kanker.
Referensi:
Baratawidjaja, K.G, Iris G. 2009. Imunologi Dasar. Edisi ke-8. FK UI. Jakarta
Murphy, Travers, Walport. 2008. Janeways Immunobiology.7th Ed. Garland Sciene.
Sherwood