Anda di halaman 1dari 5

2.3.

Menghitung Sel Leukosit


Sel darah putih, leukosit (bahasa Inggris: white blood cell, WBC, leukocyte) adalah sel
yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah
putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoeboid, dan dapat menembus
dinding kapiler/diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel
darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per
tetes. Pada setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel
darah putih. Pada kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.1
Indikasi dilakukannya pemeriksaan hitung leukosit adalah tes rutin sebagai bagian
dari tes darah lengkap (full blood count), untuk menentukan leukositosis atau leukopenia, dan
pemantauan penyakit atau pengobatan. Hitung leukosit menyatakan jumlah leukosit per liter
darah (le systeme international d’Unites = SI Unit) atau per milimeter kubik atau mikroliter
(unit konvensional). Leukosit atau sel darah putih adalah sel yang bulat berinti dengan ukuran
9 – 20 μm. Spesimen yang digunakan pada pemeriksaan hitung jumlah leukosit, yaitu:1
1. Darah kapiler atau darah vena EDTA;
2. Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman pada penderita;
3. Darah tidak boleh diambil pada lengan yang terpasang jalur intravena.
Metode pemeriksaan hitung leukosit ada dua, yaitu cara manual dan cara
elektronik/otomik:1
A. Cara Manual
Cara manual dilakukan dengan menghitung leukosit secara visual dengan
mikroskop. Darah terlebih dahulu diencerkan dengan larutan asam lemah dan
perhitungan dilakukan menggunakan bilik hitung (counting chamber). Kesalahan cara
ini adalah sebesar 15%. Prinsip dasar pemeriksaan manual, yaitu: darah diencerkan
dengan asam lemah, sel-sel selain leukosit akan dilisiskan dan darah menjadi encer
sehingga leukosit lebih mudah dihitung. Jumlah leukosit per mikroliter darah
ditentukan dengan menghitung sel-sel di bawah mikroskop dan kemudian
mengalikannya dengan menggunakan faktor pengali tertentu.1

B. Cara Elektronik
Cara elektronik dewasa ini telah banyak dilakukan dengan menggunakan
sebuah mesin penghitung sel darah (hematology analyzer). Prinsip dasar digunakan
yaitu impedansi (resistensi elektrik) dan pembauran cahaya (light scattering/optical
scatter). Prinsip impedansi didasarkan pada deteksi dan pengukuran perubahan
hambatan listrik yang dihasilkan oleh sel-sel darah saat mereka melintasi sebuah flow
cell yang dilalui cahaya. Hasil hitung leukosit dengan analyzer ditampilkan pada
lembar hasil sebagai WBC (White Blood Cell). Penggunaan cara elektronik dengan
alat penghitung sel darah lebih menguntungkan karena mampu menghitung sel dalam
jumlah yang jauh lebih besar, menghemat waktu dan tenaga serta hasil cepat diterima
oleh klinisi untuk kepentingan terapi pada pasien. Namun harga tersebut mahal,
prosedur pemakaian dan pemeliharaannya harus dilakukan dengan sangat cermat.
Disamping itu upaya penjaminan mutu juga harus selalu dilakukan.1

2.3.1. Nilai Rujukan


Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L
1. Neutrofil
Nilai normal: 36% - 73%
SI unit: 0,36 – 0,73
Jumlah absolute 1.260-7.300/mm3
Bands: 0% - 12%
SI unit: 0,00 – 0,12
Jumlah absolute 0-1440/mm3
2. Eosinofil
Nilai normal: 0% - 6%
Jumlah absolute 0-500/mm3
3. Basofil
Nilai normal: 0% - 2%
Jumlah absolute 0-150/mm3
4. Monosit
Nilai normal: 0% - 11%
Jumlah absolute 800-40.000/mm3
5. Limfosit
Nilai normal: 15% - 45%
Jumlah absolute 100-800/mm3

2.4. Sediaan Apus atau Diff Count


Sediaan apus darah bertujuan untuk menilai morfologi eritrosit, leukosit, dan
trombosit. Dalam pengecatan Giemsa sebelumnya sediaan apus darah difiksasi menggunakan
methanol absolute. Tujuan untuk mengetahui adanya pengaruh lama penundaan pengecatan
setelah fiksasi apusan darah tepi terhadap morfologi eritrosit. Penelitian Quasi Experimental
dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Non Random Purposive Simple. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis uji Chi-square. Pengamatan
mikroskopis terhadap warna dan ukuran eritrosit dengan lama penundaan pengecatan selama
1, 2, 3, 4 dan 5 hari memiliki morfologi kriteria yang baik. Perubahan bentuk krenasi pada
eritrosit terjadi mulai penundaan hari ke 2 (20%) dengan kriteria sedang, hari ke 3 (60%)
dengan kriteria sedang, hari ke 4 (60%) dengan kriteria sedang, hari ke 5 (40%) dengan
kriteria sedang dan (40%) dengan kriteria buruk. Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p
sebesar 0,048 (<0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh lama penundaan pengecatan setelah fiksasi apusan darah tepi terhadap morfologi
krenasi eritrosit. Pengaruh lama penundaan pengecatan setelah fiksasi berupa perubahan
morfologi eritrosit yang membentuk krenasi terjadi sejak hari kedua penundaan.2
Pemeriksaan laboratorium merupakan salah satu sarana untuk mengetahui serta
memonitoring kondisi kesehatan. Salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi pemeriksaan hematologi rutin
dan pemeriksaan hematologi khusus. Pemeriksaan hematologi rutin terdiri dari beberapa jenis
pemeriksaan, diantaranya pemeriksaan hemoglobin, hitung jumlah eritrosit, jumlah
trombosit, jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, hematokrit, laju endap darah, retikulosit dan
pemeriksaan hemostasis.2
Pemeriksaan darah rutin seperti hitung jenis sel darah dapat dimanfaatkan untuk
menentukan karakteristik morfologi darah. Hitung jenis ini dilakukan dengan prosedur
tertentu yaitu mengoleskan setetes darah vena atau kapiler setelah itu dengan hati-hati
ditipiskan diatas object glass (kaca objek) kemudian dilakukan pengecatan dengan giemsa /
wright. Pemeriksaan ini disebut sediaan apus darah tepi.2
Dalam pengecatan giemsa, sebelumnya sediaan apus darah difiksasi menggunakan
methanol absolute. Fiksasi harus segera dilakukan setelah sediaan dikering anginkan karena
apabila tidak dilakukan fiksasi maka akan memberikan latar belakang biru. Fiksasi
menggunakan methanol absolute selama 5 menit berfungsi untuk membuka dinding sel
eritrosit. Methanol jika didiamkan terlalu lama dalam udara akan menguap dan mengandung
air sehingga akan mempengaruhi morfologi eritrosit. Fiksasi methanol absolute berfungsi
agar apusan darah dapat menyerap cat dengan sempurna, juga dapat melekatkan apusan darah
pada objek glass sehingga apusan darah tidak mengelupas serta menghentikan proses
metabolisme tanpa mengubah keadaan (struktur) sebenarnya.2
Larutan fiksasi yang tidak baik dapat menyebabkan perubahan morfologi sel dan
perlekatan yang tidak baik. Ini dapat terjadi apabila larutan fiksasi yang digunakan methanol
yang tidak absolute karena telah menguap dan dapat mengubah konsentrasi dari methanol
tersebut yang dapat menyebabkan fiksasi yang tidak sempurna.2
Lamanya pengecatan setelah fiksasi apusan darah tepi sering dianggap tidak penting
oleh beberapa tenaga laboratorium. Dalam kondisi khusus penelitian atau pengambilan
sampel di lapangan seperti di daerah-daerah terpencil yang jauh dari akses layanan kesehatan
mengharuskan peneliti untuk melakukan penundaan waktu pemeriksaan apusan darah tepi.2
Penundaan waktu ini dapat disebabkan dua hal, yaitu keterlambatan pengiriman
sampel ke laboratorium serta tertundanya waktu pemeriksaan sampel. Keterlambatan dalam
pengiriman sampel dapat disebabkan beberapa faktor contohnya pada proses pengumpulan
sampel dalam jumlah yang tidak sedikit sehingga diperlukan waktu berhari-hari untuk
mendapatkan hasil yang sesuai. Selain itu jarak tempuh yang jauh dalam proses pengiriman
sampel menuju laboratorium juga berkontribusi pada keterlambatan pemeriksaan sampel.2
Saat ini, masih banyak dijumpai penundaan pemeriksaan darah yang terjadi di
lapangan. Namun durasi waktu maksimum untuk dilakukan pemeriksaan masih bervariasi.
Faktor inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
lama penundaan pengecatan setelah fiksasi apusan darah tepi terhadap morfologi eritrosit.2
Gambar 1. Hasil krenasi sediaan apus darah tepi setelah fiksasi selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4
hari dan 5 hari.2

Kesimpulan:
Menghitung sel leukosit bertujuan untuk menghitung jumlah leukosit dalam volume
darah tertentu. Metode pemeriksaan sel leukosit dibagi menjadi pemeriksaan manual dan alat
otomatis. Pemeriksaan sediaan apus merupakan bagian dari pemeriksaan hematologi di
laboratorium yang bertujuan untuk menilai berbagai sel darah seperti eritrosit, leukosit, dan
trombosit serta mencari adanya parasit. Pemeriksaan sediaan apus dilakukan menggunakan
mikroskop.

Daftar Pustaka:
1. Jati BK. Pemeriksaan Darah Rutin. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2016. 31-
33 https://docplayer.info/72837511-Pemeriksaan-darah-rutin.html
2. Warsita N. Fikri Z. Ariami P. Pengaruh Lama Penundaan Pengecatan Setelah Fiksasi
Apusan Darah Tepi Terhadap Morfologi Eritrosit. Jurnal Analis Medika Bio Sains.
2019. 6(2). 125-129
https://www.researchgate.net/publication/336896658_Pengaruh_Lama_Penundaan_P
engecatan_Setelah_Fiksasi_Apusan_Darah_Tepi_Terhadap_Morfologi_Eritrosit

Anda mungkin juga menyukai